Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA

76 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Listrik Oleh PT PLN Persero Dari Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil Dan Menengah Atau Kelebihan Tenaga Listrik 6 Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun 2012 Tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara Persero Untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT Perusahaan Listrik Negara Persero Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Semua pasal dan ayat 7 Peraturan Presiden No.42010 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 022010 jo Peraturan Menteri ESDM No. 152010 jo Peraturan Menteri ESDM No. 012012 jo Peraturan Menteri ESDM No. 212013 tentang penggunaan energi terbarukan, batubara, dna gas Lampiran I, II, III, dan IV 8 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Perdesaan Tahun Anggaran 2014 Semua pasal dan ayat Sumber: kompilasi dari berbagai aturan tentang EBT, 2014 Berdasarkan regulasi tersebut, PLN memiliki wewenang dan juga izin dari Pemerintah untuk membangun berbagai sumber energi alternatif terbarukan tidak hanya PLTA dan PLTP. Arahan dan payung hukum agar PLN, sektor pemerintah, dan perusahaan swasta dapat mengembangkan sumber-sumber energi baru terbarukan EBT sangat terbuka, mulai dari kegiatan penelitian dan pengembangan sumber EBT, pendirian pembangkitgenerator, produksi, dan skema penjualan energi tersebut yang telah diatur di dalam aturan pemerintah mulai level undang-undang, peraturan presiden, dan peraturan menteri. Aturan-aturan tersebut lebih menekankan bahwa pemerintah mendorong berbagai pihak untuk meningkatkan daya inovasinya dalam penemuan, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber EBT mulai dari skala kecil, menengah, hingga besar. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional merupakan aturan yang mengatur bagaimana suatu energi itu dapat digabung pemanfaatan dan pengelolaanya dengan energi lain. Maksudnya, energi sumber fosil dapat dikompilasi dengan energi terbarukan di dalam pemenuhan energi listrik. Aturan ini menjadi landasan bagi pelaku bisnis di sektor kelistrikan yang akan mengembangkan sumber EBT sebagai komplemen dari sumber energi yang telah ada saat ini. Untuk pengenaan tarif listrik ke konsumen publik, pemerintah juga masih memberlakukan dengan tarif listrik dari energi fosil sebagaimana yang diamanatkan dalam PP RI No 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Namun untuk PLTS, pemerintah telah memberlakukan harga jual listrik PLTS maksimum di angka 25 senkWh di Indonesia. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana 2013 menyatakan bahwa kapasitas terpasang listrik tenaga surya sekarang ini hanya 132 MW, masih jauh dari potensi listrik tenaga surya yang bisa dihasilkan yakni 50.000 MW. Kapasitas produksi PLTS tersebut hanya 0,003 persen dari komposisi bauran energi nasional dengan total kapasitas 44.124 MW. Kebijakan tarif ini diperlukan untuk mendorong investor agar mau menanamkan modalnya di sektor EBT yang selama ini masih sepi dari pelaku bisnis, karena masih mahalnya pembangunan pembangkit dan murahnya harga jual ke publik Anonim, 2012. Tantangan pemanfaatan dan pengembangan EBT yang Inovatif Tantangan pemanfaatan dan pengembangan EBT berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain di Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Barat misalnya, telah memiliki Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2025. Beberapa program EBT yang telah dilakukan ialah PLTS PLTMH, dan Biogas. Sementara program EBT yang akan dikembangkan ialah tenaga angin, tenaga surya, geothermal, biofuel, biomassa, dan tenaga angin. Untuk mewujudkan itu, karakteristik kelembagaan, skema pendanaan, serta ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia – teknologi menjadi elemen penting perwujudan program EBT di NTB Tim Casindo, 2011. Di tingkat nasional ada kebijakan mengenai pengembangan EBT. Tetapi sayangnya saat ini kebijakan tersebut sering bersifat parsial dan tidak saling terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya, walaupun secara praktek dikoordinasikan oleh kementrian ESDM khususnya EBTKE. Demikian halnya dengan industri komponen atau perangkat pembangkit. Terjadi perbedaan kebijakan antara peraturan yang dikeluarkan oleh sektor yang berbeda.