131
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Identifikasi Sumber Ide Inovasi dan Hubungan Kegiatan Riset dan Pengembangan Terhadap Keberinovasian Perusahaan: Studi Kasus pada
Industri Teknologi Pengolahan Air Bersih di Indonesia
Identification of Source of Innovation and Relationship Betwen Litbang activity and Firm’s Innovation Capability: Case Study of Clean Water Treatment
Technology Industry in Indonesia
Qinan Maulana Binu Soesanto, Trina Fizzanty, Wati Hermawati, Nur Laili, Dini Oktaviyanti, Sigit Setiawan, Rendi Febrianda, Dadang Ramdhan
1
1
Pusat Penelitian Perkembangan IPTEK- LIPI, Gedung A-PDII Lt.4, JL.Gatot Subroto No.10,Jakarta Selatan - 12710
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords: Innovation
Innovation Idea Water Threatment Technology
Company Indonesia
Kata Kunci: Inovasi
Ide Inovasi Teknologi pengolahan air
Perusahaan Indonesia The ideas of innovation come from internal and external sources .
Source of innovative ideas not only from the activities of Research and Development RD in the companys internal, but also from the
interaction of various sources in the innovation system . This paper aims to 1 identify the dominant source of innovation ideas that
influence keberinovasian water treatment technology company in Indonesia ; 2 Looking at the relationship between RD activities in
the company of keberinovasian water treatment technology company in Indonesia. The data used in the survey as many as 45 water technology
companies in the Greater Jakarta and Bandung, the sampling method is purposive random sampling . Data were analyzed using descriptive
and chi-square method . The study shows that the source of innovative ideas is the most dominant customer, its based on the nature of the
company Waste Water Technology WWT which produces landfill system based on demand from consumers. For the relationship between
RD activities on the innovation of the company, the results of the study found an association between the two with a significance value of
p - value of 0.048 .
S A R I K A R A N G A N
Ide inovasi dapat berasal dari sumber internal maupun eksternal perusahaan. Sumber ide inovasi tidak hanya berasal dari aktivitas Penelitian dan
Pengembangan litbang di dalam internal perusahaan, tetapi juga berasal dari interaksi berbagai sumber di dalam sistem inovasi. Tulisan ini bertujuan untuk
1 Mengidentifikasi sumber ide inovasi dominan yang berpengaruh terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia; 2
Melihat hubungan antara kegiatan litbang di dalam perusahaan terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia. Data
yang digunakan merupakan hasil survey sebanyak 45 perusahaan teknologi air yang ada di Jabodetabek dan Bandung, dengan metode pengambilan sampel
yaitu purposive random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan metode chi square. Hasil studi menunjukkan bahwa
sumber ide inovasi yang paling dominan adalah pelanggan, hal ini didasarkan pada sifat dari perusahaan Teknologi Pengolahan Air TPA yang memproduksi
sitem TPA berdasarkan permintaan dari konsumen. Untuk hubungan antara kegiatan litbang terhadap adanya inovasi perusahaan, dari hasil studi
didapatkan adanya hubungan antara keduanya dengan nilai signifikansi P
–value sebesar 0,048.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Qinan Maulana Binu Soesanto. E-mail address:
qinan.maulanagmail.com
132
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PENDAHULUAN Bertambahnya populasi jumlah penduduk di
Indonesia yang semakin besar menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih. Dengan
kondisi lingkungan saat ini yang terdegradasi, mengakibatkan minimnya pasokan air bersih untuk
memenuhi kebutuhan penduduk. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara
melakukan konservasi lingkungan di sisi hulu dan pengembangan Teknologi Pengolahan Air TPA
8
di sisi hilir. Peranan TPA sangat penting di dalam upaya memenuhi kebutuhan air bersih, sehingga
kedepan diperkirakan bisnis TPA merupakan bisnis yang sangat potensial dan penguasaan
terhadap TPA menjadi hal yang urgent untuk dipikirkan. Untuk menciptakan kemandirian dalam
penguasaan TPA, diperlukan industri TPA di dalam negeri yang memiliki daya saing agar bisa
berkompetisi satu sama lain, terutama dari serbuan perusahaan asing di bidang TPA. Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan inovasi di dalam perusahaan TPA itu
sendiri.
Globalisasi pasar serta kompetisi yang ketat mengharuskan suatu perusahaan untuk terus
berinovasi atau melakukan perubahan-perubahan dan menghasilkan produk, proses dan layanan
yang baru atau semakin beragam yang ditawarkan kepada konsumen. Secara umum, hampir sepertiga
keuntungan yang di dapat perusahaan sangat bergantung
pada penjualan
produk yang
dikembangkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir Schilling, 2012. Oleh karena itu, inovasi sangat
berperan dalam menentukan keberlangsungan suatu perusahaan dalam jangka panjang Ancona
and Caldwell, 1987, meningkatkan kesuksesan perusahaan Higgins, 1995, dan mempertahankan
keunggulan kompetitif suatu perusahaan Porter, 1990.
Teori pembelajaran organisasi menyatakan bahwa Inovasi merupakan proses pembelajaran
interaktif yang terdiri dari melahirkan ide, adopsi, implementasi dan penggabungan ide-ide dan
praktek-praktek baru yang bersumber dari internal maupun eksternal perusahaan Cohen and
Levinthal, 1990. Hasil dari pembelajaran tersebut akan menghasilkan pengetahuan dan kemampuan
yang diperlukan perusahaan untuk memilih, mendapatkan, beradaptasi, meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan kompetitif suatu perusahaan Hamel dan Prahalad, 1994. Oleh
karena itu, kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan ide atau sumber inovasi baik di
internal perusahaan maupun eksternal perusahaan sangatlah dibutuhkan yang pada akhirnya dapat
8
TPA = Teknologi Pengolahan Air
menentukan derajat
keinovasian level
of innovativeness
suatu perusahaan. Banyak studi yang telah dilakukan terkait
dengan identifikasi sumber ide inovasi suatu perusahaan. Erik Baark et al 2011 melakukan
studi 200 perusahaan manufaktur di Hongkong dan perl river delta region dan menemukan bahwa
Internal perusahaan merupakan sumber inovasi utama terutama untuk meningkatkan berbagai
kemampuan
perusahaan, sedangkan
sumber inovasi yang diperoleh melalui konferensi dan
pesaing berkontribusi
kepada daya
saing perusahaan melalui proses mediasi dari alokasi
sumber daya,
pemasaran dan
kemampuan mengorganisasi. Sebaliknya di Indonesia, Muflikh
2011 menemukan faktor yang berpengaruh dalam perusahaan Indonesia untuk menjadi
perusahaan yang inovatif dan didapatkan bahwa konferensipameran
dagang, pemasok
dan pelanggan merupakan sumber informasi yang
paling signifikan dalam kegiatan Inovasi. Dengan demikian, sumber ide inovasi perusahaan itu
beragam bergantung pada karakteristik industri dan lingkungan bisnisnya.
Pentingnya identifikasi sumber ide inovasi di dalam suatu perusahaan dapat memberikan
gambaran tentang kecenderungan perusahaan dalam memilih sumber ide inovasi dalam rangka
meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan untuk berinovasi. Oleh karena itu, tulisan ini
bertujuan mengidentifikasi tentang sumber ide inovasi dominan yang ada di perusahaan
Teknologi Pengolahan Air TPA di Indonesia dan disamping itu, akan dibahas juga pengaruh antara
aktivitas
litbang
9
terhadap keberinovasian
perusahaan TPA yang ada di Indonesia. Dari penjelasan tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut 1. Mengidentifikasi sumber ide inovasi dominan
yang berpengaruh terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di
Indonesia 2. Melihat hubungan kegiatan litbang di dalam
perusahaan terhadap
keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air di
Indonesia KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP
Ide merupakan sesuatu yang dibayangkan ataupun digambarkan di dalam pikiran, sedangkan inovasi
merupakan implementasi praktis dari suatu ide menjadi sebuah peralatan baru ataupun proses
baru. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses inovasi berawal dari
memunculkan suatu ide Schilling, 2013. Di
9
Litbang : Penelitian dan Pengembangan
133
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
dalam konsep Rantai Nilai Inovasi, inovasi merupakan suatu proses berurutan yang dimulai
dari pemunculan ide, pengembangan ide dan yang terakhir adalah difusi dari konsep yang telah
dikembangkan Hanseen and Birkinshaw, 2007. Melalui konsep rantai nilai inovasi tersebut,
perusahaan perlu mengenali nilai dari pengetahuan baru, mengasimilasikan pengetahuan baru tersebut
dan mengaplikasikannya utuk penciptaan nilai bagi perusahaan Cohen and Levinthal, 1990.
Pemunculan ide inovasi dapat dilakukan didalam perusahaan internal perusahaan maupun
di luar perusahaan eksternal perusahaan dan sangat bergantung pada pemanfaatan kapasitas dan
sumberdaya perusahaan
– baik akumulasi pengetahuan dari unit internal perusahaan seperti
kegiatan riset dan pengembangan, maupun kontak dengan organisasi lain seperti suplier, pelanggan,
universitas dan lembaga litbang Grant, 1996; Verona, 1999. Di dalam unit internal perusahaan,
sumber ide inovasi dapat dilakukan melalui aktivitas Litbang. Studi yang telah dilakukan
menunjukan
bahwa perusahaan
menyadari pentingnya kegiatan Litbang sebagai sumber
utama inovasi di dalam perusahaan. Hal tersebut juga diperkuat dari beberapa bukti yang
menunjukan bahwa intensitas Litbang perusahaan berkorelasi
positif terhadap
pertumbuhan penjualan, penjualan dari produk baru perusahaan
dan keuntungan
yang didapat
perusahaan Schilling, 2012.
Lin et. Al 2002 berpendapat bahwa komponen penting dari suksesnya suatu inovasi
adalah kemampuan
perusahaan dalam
mengeksploitasi dan memanfaatkan pengetahuan eksternal yang berasal dari berbagai sumber
inovasi. Pemunculan suatu inovasi tidak hanya bergantung pada Litbang di dalam perusahaan
saja, tetapi juga bergantung pada interaksi dari berbagai aktor sumber inovasi Tidd, 2006;
Caloghirou al. et., 2004 di dalam rantai nilai inovasi. Aktor tersebut dapat berupa suplier,
konsumen dan bahkan pesaing ataupun organisasi lain seperti universitas, lembaga riset, institusi
pendidikan,
institusi pembiayaan,
lembaga standarisasi dan asosiasi industri Soete et al.,
2010; Todtling and Trippl, 2005; Edquist, 2005. Dari penjelasan pada paragraf sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa memunculkan suatu ide inovasi merupakan tahapan awal dan penting dari
proses inovasi. Di dalam rantai nilai inovasi, tahapan awal dari suatu proses inovasi adalah
diawali
dari ide
inovasi, diikuti
oleh pengembangan ide inovasi dan yang terakhir
adalah difusi
dari konsep
yang telah
dikembangkan. Ide inovasi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik internal perusahaan
maupun eksternal perusahaan. Internal perusahaan biasanya diperoleh dari aktivitas Litbang di dalam
perusahaan, sedangkan eksternal perusahaan diperoleh dari interaksi dengan berbagai aktor
sumber inovasi seperti pelanggan, suplier, lembaga litbang di luar perusahaan dsb. Dari penjelasan
tersebut, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut
1. Sumber
ide inovasi
yang dominan
diperusahaan TPA di Indonesia tidak hanya di dominasi oleh sumber internal perusahaan saja,
tetapi juga sumber eksternal perusahaan 2. Terdapat Hubungan antara kegiatan Litbang di
perusahaan terhadap
keberinovasian perusahaan.
METODE PENELITIAN Data dari tulisan ini merupakan bagian dari Studi
“Model Pengembangan Kemampuan Inovasi Teknologi Untuk Penciptaan Industri Air Bersih di
Indonesia : Strategi Lokalisasi Air Bersih di Indonesia”. Studi tersebut merupakan studi DIPA
kompetitif LIPI tahun anggaran 2014. Pengambilan
sampel perusahaan
dilakukan di daerah Jabodetabek dan Bandung pada periode bulan Mei sampai Agustus 2014
dengan jumlah sample sebanyak 45 perusahaan. Sampel diambil dengan menggunakan metode
Purposive Random Sampling
, dimana sampel yang diambil hanya khusus perusahaan Teknologi
Pengolahan Air purposive tanpa memperhatikan tipe perusahaan seperti besar kecilnya perusahaan
dan faktor-faktor lainya Random.
Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, setiap perusahaan akan dilihat hasil
inovasi selama tiga tahun terakhir baik dari jenis inovasi mendesain, modifikasi, merakit dan
mengcopy dan banyaknya inovasi. Setiap inovasi diidentifikasi asal sumber ide inovasi tersebut
berdasarkan kategori internal perusahaan dan eksternal perusahaan, dimana setiap kategori
dijabarkan secara spesifik sumber-sumber ide inovasinya detil dapat dilihat pada Tabel 1.
Setiap satu inovasi diasumsikan tidak terbatas pada satu sumber ide saja, dengan asumsi tersebut
responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jenis sumber ide untuk setiap inovasi yang
dihasilkan. Karena terdapat pemilihan lebih dari 1 jenis sumber ide inovasi untuk setiap inovasi,
maka analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan tabel untuk dilihat frekuensi dari
masing-masing sumber ide inovasi yang nantinya didapatkan sumber ide inovasi yang paling
dominan.
134
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Tabel 1.
Variabel Sumber Ide Inovasi
Sumber Internal Perusahaan
Sumber Eksternal Perusahaan
Jenis kegiatan
Inovasi
Litbang Pesaing
Mendesain Pemasaran
Akuisisi Teknologi Paket
Modifikasi Produksi
Akuisisi Teknologi Lainya
Merakit Enginering
Pelanggan Mengcopy
Direksi Konsultan
Lainya Pemasok
Universitas Litbang Pemerintah
Litbang Swasta Paten Kadaluarsa
Konferensi, Pertemuan dan Jurnal
Pameran dan Internal
Sumber: diolah oleh penulis, 2014
Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, akan dilihat ada atau tidaknya aktivitas
litbang di dalam perusahaan untuk selanjutnya turut di identifikasi pula ada atau tidaknya inovasi
dalam tiga tahun terakhir di perusahaan tersebut. Aktivitas litbang tidak dibatasi kepada ada atau
tidaknya unit khusus litbang di dalam perusahaan, namun aktivitas litbang bisa mencakup kegiatan
yang dilakukan di unit lainnya seperti unit produksi dan engineering, unit pemasaran dan
direksi selama kegiatan tersebut bertujuan untuk pengembangan produk maupun sistem TPA. Di
dalam studi ini tidak akan memperhatikan banyaknya inovasi yang dihasilkan perusahaan
dalam tiga tahun terakhir, sehingga tingkatan analisis dibatasi hanya pada melihat hubungan
aktivitas litbang terhadap ada atau tidaknya inovasi di perusahaan TPA. Data antara
keberadaan aktivitas Litbang dan ada atau tidaknya inovasi akan ditabulasi silangkan dan
dianalisis menggunakan metode chi kuadrat dan hasil analisis akan dijelaskan secara diskriptif.
Studi wawancara mendalam pada empat perusahaan dan stakeholder terkait juga telah di
lakukan sebagai data sekunder. Hal tersebut dilakukan agar didapatkan data pelengkap untuk
pembahasan pada tulisan ini. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Perusahaan Teknologi Pengolahan Air
Secara umum, industri TPA di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1 bagian
hulu dan 2 bagian hilir. Bagian hulu merupakan industri yang menyediakan jasa dalam hal
produksi pompa air, pipa, bahan kimia dan segala jenis komponen untuk membangun sistem
pengolahan air. Bagian hilir merupakan industri yang menyediakan produksi sistem pengolahan air
seperti paket teknologi pengolahan air bersih, pengolahan air limbah di industri, sistem recycle
water
serta perancangan sistem dan produksi sistem sesuai permintaan konsumen. Keseluruhan
sampel perusahaan yang ada pada studi ini sebagian besar adalah perusahaan yang berada
pada industri hilir, sehingga kata-kata perusahaan teknologi pengolahan airperusahaan TPA pada
tulisan ini mengacu pada perusahaan di industri hilir.
Dilihat dari segi besar kecilnya usaha, perusahaan TPA didominasi oleh perusahaanjenis
usaha kelas menengah³. Konsumen utama perusahaan TPA adalah Perusahaan swasta,
Pemerintah dan Perusahaan Daerah Air Minum PDAM.
Produk yang
ditawarkan oleh
perusahaan TPA biasanya merupakan paket pengolahaan air berdasarkan desain perusahaan
TPA itu sendiri ataupun Paket pengolahaan air berdasarkan permintaan konsumen. Produk dari
perusahaan TPA kebanyakan tidak berbentuk suatu produk paket jadi sistem pengolahan air,
karena kebanyakan produk diproduksi berdasarkan spesifikasi
permintaan konsumen
ataupun berdasarkan kondisi lingkungan dan input air baku
yang akan diolah. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab tidak dimungkinkannya produksi
masal pada produk sistem pengolahan air tersebut, dan hampir sebagian besar perusahaan TPA
memproduksi berdasarkan proyek project based yang diberikan kepadanya. Namun demikian, ada
beberapa perusahaan yang telah melakukan produksi masal alat pengolahan air skala rumah
tangga, namun tidak begitu besar jumlah produksi per tahun.
Inovasi yang ada pada perusahaan TPA bukanlah inovasi yang bersifat radikal, namun
lebih condong kepada inovasi yang bersifat incremental
, yaitu inovasi berupa perubahan atau penyesuaian kecil dari alat yang sudah ada
Schilling, 2012. Meskipun kegiatan perusahaan TPA yang paling utama adalah mendesain sistem
pengolahan air, namun proses mendesain tersebut hanya mendesain untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Perusahaan TPA tidak melakukan desain sistem dari awal, karena sistem teknologi
pengolahan air baik yang sudah maju seperti reverse osmosis
, ultra filtrasi ataupun yang lebih sederhana seperti koagulasi, flokulasi dan sand
filter telah memiliki dominant design-nya sendiri.
Yang dilakukan oleh perusahaan TPA adalah melakukan inovasi penambahan dan penyesuaian
dari dominant design sistem pengolahan air tersebut, seperti peningkatan efisiensi konsumsi
energi,
modifikasi sistem
pre-treatment ,
perubahan dimensi sistem dan sebagainya agar sesuai dengan permintaan konsumen dan kondisi
lingkungan yang ada ex. kualitas air baku, kondisi alam instalasi pengolahan air dan sebagainya.
135
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Konsumen sangat berperan besar dalam menentukan pengembangan sistem teknologi
pengolahan air.
Konsumen dari
kalangan pemerintah dan PDAM memiliki kecenderungan
untuk memilih teknologi sederhana yang murah serta mudah dioperasikan sehingga kondisi
tersebut memberikan tekanan kepada perusahaan TPA untuk melakukan proses inovasi. Inovasi
tersebut bukan kearah pengembangan teknologi yang lebih maju sophisticated, namun cenderung
kepada memodifikasi teknologi konvensional ataupun mendesain suatu bentuk teknologi
konvensional yang ada, sedemikian sehingga dapat memenuhi batasan dana proyek dan karakteristik
input air bakunya.
Berbeda halnya jika konsumen perusahaan TPA adalah pihak perusahaan swasta pada industri
tertentu, dimana demand akan pengembangan sistem pengolahan air justru lebih condong kepada
teknologi maju atau setidaknya lebih unggulmaju bila
dibandingkan dengan
teknologi konvensional. Hal tersebut disebabkan karena
tingginya tuntutan kualitas air baku yang dihasilkan sehingga menuntut spesifikasi sistem
pengolahan air yang lebih maju. Pada perusahaan swasta, air dengan kualitas tinggi seperti demin
kadangkala
menjadi faktor
penting untuk
keberlangsungan produksi perusahaan swasta tersebut, sehingga di dalam pembangunan sistem
pengolahan air, perusahaan swasta cenderung berinvestasi lebih besar bila dibandingkan
pemerintah.
Tingginya spesifikasi
teknologi pengolahan air dalam rangka menjaga kualitas air
baku serta durabilitas sistem merupakan salah satu faktor pendorong timbulnya inovasi di perusahaan
TPA.
Di dalam mendesai sistem pengolahan air, perusahaan
TPA membutuhkan
komponen pendukung dari sistem yang telah dirancang.
Komponen-komponen pendukung dalam sistem pengolahan air seperti pompa, filter, perpipaan,
kelistrikan serta komponen lainya dibeli dari suplier ataupun perusahaan hulu yang menawarkan
produk-produk tersebut. Dari hasil kuisioner, menunjukan bahwa sebagian besar komponen-
komponen dari sitem masih impor, ataupun dibeli dari produsen asing. Komponen yang impor
tersebut masih didominasi oleh komponen teknologi tinggi seperti alat-alat sistem kelistrikan
maupun membran filter yang belum dapat diproduksi di Indonesia.
b. Sumber Ide Inovasi Perusahaan Teknologi
Pengolahaan Air Bersih
Di dalam rantai nilai inovasi, ide merupakan faktor utama dalam memunculkan
suatu inovasi. Ide tersebut dapat diperoleh dari berbagai hal baik di internal perusahaan maupun di
eksternal perusahaan. Hasil survei terkait dengan sumber ide inovasi, secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian yaitu internal dan eksternal perusahaan, yang hasilnya ditunjukan pada Tabel 2
dan 3.
Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan bahwa mendesain
dan memodifikasi
merupakan karakteristik inovasi yang paling dominan.
Sedangkan sumber inovasi yang dominan adalah pelanggan, dengan total sebanyak 39 inovasi
merujuk pada faktor tersebut. Secara ringkas, beberpa sumber ide inovasi terbesar dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Sumber Inovasi Dominan
Sumber:
diolah oleh penulis, 2014
Dengan melihat hasil survei, Pelanggan merupakan sumber ide inovasi utama pada
perusahaan TPA. Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, Perusahaan TPA bersifat
project base
, sehingga
perusahaan akan
memproduksi sistem TPA berdasarkan permintaan pelanggan. Secara garis besar, peran pelanggan
adalah menentukan spesifikasi teknologi yang akan digunakan, spesifikasi output air baku serta
dengan adanya konstrain biaya memberikan stimulus kepada perusahaan TPA untuk berinovasi
dengan cara mendesain ataupun memodifikasi sistem pengolahan air yang sesuai dengan
permintaan pelanggan. Hal hal tersebut merupakan salah satu pendorong untuk menggali ide inovasi
dari pelanggan.
Unit internal produksi dan engineering berfungsi sebagai unit workshop maupun tempat
Sumber Ide Inovasi Jumlah rujuakan pada
setiap inovasi
Pelanggan 39
Produksi internal 31
Pameran dan Internet 31
pemasaran 22
Engineering internal 20
Konferensi dan Jurnal internal 20
Pesaing 19
Box. 1 Dari wawancara yang dilakukan di Perusahaan
MW, Perusahaan KT dan Perusahaan KIU; didapatkan kesamaan bahwa perusahaan melakukan desain sistem
pengolahan air berdasarkan permintaan konsumen. Perusahaan KT melakukan desain instalasi pengolahan air
limbah yang relatif hi tech karena dituntut output air oleh perusahaan konsumen berupa air demine, Perusahaan KIU
melakukan desain pengolahan air gambut dengan karakteristik khusus menjadi air minum oleh PDAM, dan
perusahaan MW melakukan desain sistem pengolahan air sederhana
seperti sedimentasi,
koagulasi-fokulasi berdasarkan permintaan dari PDAM. PDAM tersebut
menginginkan sistem sederhana yang hemat energi dan mudah perawatanya.
136
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
pengujian skala lab dari desain yang telah dirancang. Karena rata-rata perusahaan TPA
didominasi oleh perusahaan menengah, hanya sedikit perusahaan yang memiliki unit khusus
untuk litbang didalamnya. Dari 45 perusahaan, hanya 11 perusahaan yang memiliki unit litbang
internal jika dilihat dari banyaknya rujukan untuk sumber ide inovasi, litbang hanya dirujuk
sebanyak 16 kali dengan kata lain rata-rata sebanyak 1,45 inovasi diinspirasi dari kegiatan
litbang internal sehingga kebanyakan perusahaan melakukan uji skala lab sistem TPA diunit
produksi dan engineering. Uji skala lab merupakan pembuatan miniatur dari sistem pengolahan air
yang telah didesain sebelum diaplikasikan di lapangan upscale. Pada saat proses pengujian
tersebut, dilakukan pengamatan dan koreksi- koreksi terhadap variabel yang disesuaikan dengan
kondisi yang diharapkan. Dari proses tersebut, dapat memunculkan ide inovasi seperti perbaikan,
penambahan dan perancangan dari sistem yang telah dirancang sebelumnya.
Dengan semakin majunya teknologi dan terbukanya informasi, internet merupakan salah
satu sarana didalam mendapatkan ide suatu inovasi. melalui internet, perusahaan TPA dapat
melihat perkembangan kekinian dari teknologi air dan jika memungkinkan mengadopsi informasi
yang ada untuk di terapkan di dalam perusahaan TPA. Hal yang sama juga berlaku untuk pameran,
pesaing dan konferensi. Keseluruhan interaksi terhadap aktor-aktor tersebut dapat memunculkan
ide inovasi di dalam perusahaan.
Salah satu faktor sumber ide inovasi yang lain adalah unit pemasaran. Fungsi unit
pemasaran di
dalam perusahaan
adalah mengidentifikasi kebutuhan utama pelanggan;
melakukan penelitian untuk mengukur, menilai dan menafsirkan sikap serta perilaku pelanggan
dan mengembangkan dan menerapkan strategi yang paling tepat bagi perusahaan Swastha dan
Irawan, 2003. Melalui pengertian tersebut, peran dari
pemasaran adalah
mengidentifikasi kecenderungan
kebutuhan pasar
sistem pengolahan air, sehingga dapat memberikan
perencanaan terhadap
perusahaan untuk
mengembangkan teknologi tertentu yang sekiranya berpotensi mendatangkan keuntungan. Selain itu,
unit pemasaran juga berfungsi menghubungkan antara konsumen dengan perusahaan, sehingga
melalui komunikasi tersebut dapat memunculkan ide inovasi bagi perusahaan TPA melalui
identifikasi kebutuhan pelanggan. Unit pemasaran di dalam perusahaan TPA pada hakikatnya hanya
sebagai jembatan penghubung antara konsumen dengan perusahaan dan unit tersebut melakukan
identifikasi-identifikasi yang dibutuhkan oleh konsumen.
Dari hasil data kuisioner dan pembahasan di atas, Konsumenpelanggan merupakan kunci
utama sebagai sumber ide inovasi perusahaan TPA. Hal tersebut menujukan bahwa model
pendekatan riset dan pengembangan di dalam perusahaan TPA adalah demand-pull dimana
inovasi dipengaruhi
oleh kebutuhan
atau permintaan
penggunakonsumenpelanggan. Gambar 1 menunjukan simplifikasi proses dari
peranan setiap sumber ide inovasi pada perusahaan TPA. Pada Gambar 1 tersebut, alur sumber ide
inovasi ditunjukan
oleh garis
tipis yang
keseluruhan menuju kepada proses desain dari sistem pengolahan air.
c. Pengaruh Aktivitas
Litbang terhadap
Keberinovasian Perusahaan
Hasil dari survei ditunjukan pada Tabel 5. Untuk melihat apakah terdapat korelasi antara
adanya aktivitas litbang dengan keberinovasian perusahaan dengan taraf signifikansi 5 maka
disusun hipotesis sebagai berikut :
Ho : Tidak terdapat korelasi antara aktivitas litbang dengan keberinovasian perusahaan
atau aktivitas litbang dan inovasi perusahaan saling bebas
H1 : Terdapat korelasi antara aktivitas litbang dengan
keberinovasian perusahaan
atau aktivitas litbang dan inovasi perusahan tidak
saling bebas. Hasil uji SPSS ditunjukan pada Tabel 6.
Tabel 5.
Aktivitas Litbang dan Inovasi Perusahaan
Litbang Ada atau tidaknya Inovasi
Jumlah Ada
Tidak Ada
28 4
32 Tidak
8 5
13 Jumlah
36 9
45
Hasil dari uji Chi Square dengan menggunakan SPSS menunjukan bahwa nilai
signifikasi p-value sebesar 0,048. Karena p-value 0,048 0,05 menunjukan bahwa Ho ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara adanya aktivitas litbang di dalam
perusahaan dengan keberinovasian perusahaan TPA.
Hasil diatas menunjukan bahwa aktivitas litbang sangat berperan didalam keberinovasian suatu
perusahaan TPA. Salah satu peranan aktivitas litbang adalah melakukan desain dan pemecahan
masalah yang ditemui di lapangan ketika mengaplikasikan sistem pengolahan air.
137
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Tabel 6 . Hasil Uji Chi dengan SPSS
Value df Asymp. Sig. 2-
sided Exact Sig.
2-sided Exact
Sig. 1- sided
Pearson Chi- Square
3,894
a
1 ,048
Continuity Correction
b
2,441 1
,118 Likelihood
Ratio 3,600
1 ,058
Fishers Exact Test
,094 ,063
Linear-by- Linear
Association 3,808
1 ,051
N of Valid Cases
45
1 cells 25,0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,60.
Computed only for a 2x2 table
Dari penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa model inovasi perusahaan TPA adalah
demand pull , namun demikian perlu digaris
bawahi bahwa model riset inovasi tersebut bukan merupakan aktivitas litbang didalam perusahaan
yang mencoba mengembangkan produk baru untuk dijual di pasar. Aktivitas litbang tersebut
lebih mengarah kepada
pemecahan-pemecahan masalah yang ada berdasarkan proyek yang
diterima seperti
pembuatan disain
sesuai permintaan konsumen.
PENUTUP Untuk
menjawab tujuan
penelitian yang
didasarkan pada
pembahasan yang
telah dilakukan, maka kesimpulan dari tulisan ini adalah
sebagai berikut. 1. Sumber ide inovasi yang dominan pada
perusahaan teknologi pengolahan air bersih adalah pengguna. Pengguna sangat
berperan dalam menentukan desain dari sistem pengolahan air bersih.
2. Terdapat korelasi antara adanya aktivitas litbang
terhadap keberinovasian
perusahaan teknologi pengolahan air. Hal tersebut
ditunjukan dengan
nilai sigifikansi p-value sebesar 0,048. Dengan
demikian, investasi
litbang oleh
perusahaan akan
meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan teknologi
pengolahan air. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada koordinator
studi “Model
Pengembangan Kemampuan Inovasi Teknologi untuk Penciptaan
Industri Air Bersih di Indonesia : Strategi Lokalisasi Air Bersih di Indonesia
” karena telah memberikan izin untuk menggunakan data yang
ada sebagai bahan dalam tulisan ini dan juga tim studi di dalam usahanya untuk mendapatkan data
tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Hansen, M. T. and J. Birkinshaw. 2007. The Innovation Value Chain. Harvard Business Review.
Baar, E., K.W. Antonio., Lau., and W. Lob., and N. Sharif. 2011. Innovation Sources,Capabilities
and Competitiveness: Evidence from Hong Kong Firms. DIME Final Conference, 6-8
April 2011, Maastricht.
Ancona, D. and D. Caldwell. 1987. Management Issues Facing New Product Teams in Hightechnology
Companies in Advances in Industrial and Labour Relations
. JAI Press. Greenwich. Porter, M. E. 1990. The competitive Advantage of
Nations . Free Press. New York.
Grant, R.M. 1996. Prospering in dynamically- competitive
environments: organizational
capabilityas knowledge
integration. Organization Science
7 4: 375-387. Verona, G. 1999. A resource-based view of product
development. Academy
of Management
Review 24 1: 132
–142. Cohen, W.M. and Levinthal, F.A. 1990. Absorptive
capacity a new perspective on learning and innovation. Administrative Science Quarterly
351: 128-152. Hamel, G. and Prahalad, C.K. 1994. Competing for the
Future . Harvard Business School Press.
Boston. Schilling, M.A. 2012. Strategic Management of
Technological Innovation
4th Edition
. McGraw-HillIrwin.
Tidd, J. 2006. A review of innovation models. Discussion Paper. Imperial College London
: 1-16.
Lin, C., Tan, B and Chang, S. 2002. The Critical Factors for Technology Absorptive Capacity.
Industrial Management and Data Systems , No.
102, Vol. 6, pp300-308
Box. 2
Perusahaan MW menyatakan bahwa aktivitas litbang dilakukan di unit produksi.
Perusahaan tersebut tidak memiliki unit terpisah yang berkaitan dengan aktivitas litbang, seperti unit
litbang. Pada perusahaan MW, riset yang dilakukan unit produksi adalah mengidentifikasi kelemahan
dari bangunan dan instalasi sistem yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut.
138
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Soete, L., Verspagen, B. and Weel, B.T. 2010. Systems
of Innovation . In Hall, B.H. and Rosenberg, N.
Eds. Holland, N., F. Todtling., and M. Trippl. 2005.
Handbook of The Economics of Innovation Volume 2.Research Policy 34. Elsevier B.V
Caloghirou, Y., I. Kastelli, and Tsakanika, A. .2004. Internal capabilities and external knowledge
sources: complements or substitutes for innovative performance. Technovation 24: 29-
39. Swastha, B., and D. H. Irawan . 2003. Manajemen
Pemasaran Modern . Jakarta.
Nadhiroh, I. M. 2010. Karakteristik Perusahaan Inovatif Pada Industri Manufaktur Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Peran Jejaring dalam Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing
Bisnis . Jakarta.
139
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Lampiran
Tabel 2 . Sumber Ide Inovasi Internal
Karakteristik Inovasi
Internal Perusahaan Litbang
Pemasaran Produksi
engineering Direksi
Lainya Mendesain
11 14
20 18
5 2
Modifikasi 4
7 11
1 1
2
Merakit 1
1 1
Mengcopy Total
16 22
31 20
6 4
Tabel 3.
Sumber ide Inovasi Eksternal
Gambar 1.
Alur Sumber ide Inovasi di Perusahaan TPA
Karakterist ik Inovasi
Eksternal Perusahaan Pesaing
Akuisisi Paket
Tek. Akuisisi
Tek. Lainya
Pelangg an
Konsul tan
Pem asok
Univ .
Litbang Pemerin
tah Litbang
Swasta Paten
Kadal uarsa
Konferensi Pertemuan
dan Jurnal Pameran
dan Iternet
Mendesain 13
1 3
27 9
9 5
6 3
2 15
23 Modifikasi
6 3
11 7
5 1
4 6
Merakit 1
1 1
1 2
1 2
Mengcopy 2
Total 19
4 4
39 17
9 6
15 3
3 20
31
Ide Eksternal
Internet dan Pameran, Pesaing Konferensi dan
Jurnal
PelangganKonsumen
PemerintahPDAM -
Teknologi sederhana -
Constraint biaya -
Kualitas air sebatas untuk RT
Perusahaan Swasta -
Teknologi relatif lebih tinggi
- Kulitas Air tinggilebih
diutamakan -
Biaya relatif besar
Desain Marketing
Uji Skala Lab dan
Produksi Sistem Teknologi
Pengolahan Air
140
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Studi Tolak Ukur Sistem Manajemen Inovasi Proses, Standar, dan Konteks
Innovation Management System Benchmarking Process, Standard and Context
Gajendran Kandasamy
1,2
1
PT TUV Rheinland Indonesiasal, Kuningan, Jakarta, 12950
2
Binus University Intetrnational, Senayan, Jakarta, Kota, 10270
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords: Innovation Management System
Culture Benchmarking
In order to effectively promote an Innovation Management System amongst Indonesian organizations, a practical roadmap is presented. This includes
understanding the innovation landscape through a pre-assessment, followed by training, implementation, re-assessment, benchmarking and awarding. The
influence of local culture on innovation is also incorporated to enable a smooth transition to make innovation a key driver of the economy. This paper
elaborates on the rationale and theory underlying the proposed effectiveness of this already initiated roadmap.
S A R I K A R A N G A N
Dalam rangka secara efektif untuk mempromosikan sistem manajemen inovasi antaralembaga di Indonesia, tulisan ini akan mengemukakan peta jalan
dalam implementasinya. Tulisan ini bertujuan untuk memahami lanskap inovasi melalui kajian awal, diikuti dengan pelatihan, implementasi, re-
assessment
, benchmarking dan pemberian. Pengaruh budaya lokal pada inovasi diikutsertakan untuk memungkinkan kelancaran transisi dalam
membuat inovasi menjadi pendorong utama perekonomian. Makalah ini menguraikan tentang pemikiran dan teori yang mendasari keefektivitasan
usulan sebuah peta jalan yang sudah ada.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Corresponding author. E-mail address: gajendran.kandasamytuv.com
141
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
INTRODUCTION Indonesian economic growth is predominantly
based on domestic consumption, exporting raw materials and technology absorption from abroad.
The Indonesian Masterplan for Development and Economic Growth
- MP3EI - has set challenging goals to place Indonesia among the economically
leading nations. A
sustainable growth
and global
competitiveness however will neither be driven by domestic consumption and export of raw materials
nor by technology absorption from abroad. It will be based on upstream activities, value added and
innovative products.
Prerequisite to successful innovation is systematic Innovation Management. Following
classic ideas of the development path of a national economy, technological absorption is necessary to
enhance productivity, especially in the efficiency driven stage Indonesia has recently entered Acs,
Szerb, 2010. It describes the access to advanced products and the ability the make use of them. In
general Indonesia is prone to rely on foreign
technology “usually for three practical reasons, i.e. [1] imported technology or technology products
are believed to be more reliable and proven; [2] it is cheaper to buy than to fund research for
developing the required technology; and [3] purchased technology can be used almost
instantly, eliminating waiting time
10
. The above mentioned reasons will potentially
stifle transition of Indonesian to the innovation driven stage. Unless local innovation is managed
effectively, which is the objective of this proposal. Therefore we expect significant impact of this
programs on Indonesian innovation eco-system. This proposal focusses on the companies, both
public and private, SME and larger business
– thereby it will complement the previous support
focused on public sector engagement from Germany mentioned below.
In 2002 the BMBF- funded report “Innovation
in Indonesia” delivered an assessment of the national innovation system and approaches for
improvement. Based on the results of the report Germany and Indonesia agreed on cooperation to
support the development of regional innovation systems in Indonesia in late 2003
11
. So-called Business Technology Centers BTC should
stimulate the transfer of RD-results from research to enterprises in the regions. Beside
10
Benyamin Lakitan, National Innovation System in Indonesia: Present Status and Challenges. In: Annual
Meeting of Science and Technology Studies, Tokyo Institute of Technology, 2011.
11
RISTEKBMBF 2003
training support, twinning with respective German institutions and internships an advisor should be
installed to establish and develop BTC. Our recent evaluation
study of
innovation initiatives
sponsored by BMBF in Indonesia noted the difficulty that countries like Germany have in
engaging seamlessly with Indonesia, where innovation is yet to take root.
This has been shown in the EU-Project IMP3rove
. The project focused on developing an Innovation Management Assessment matching the
special needs of European SMEs. Based upon a management model of AT Kearney the Innovation
Management Systems IMS of more than 3000 SMEs could be compared. Innovation strategy,
organization, culture, processes and enabling factors were analyzed. The individual analyses
were used to develop improvement potentials and road-maps to successful innovations driven by
systematic Innovation Management.
In Indonesia the understanding of innovation as driver of competitiveness has to be developed.
It demands a change of mindset from trading to innovation lead business in medium and big
companies. However the understanding of innovation in leading nations as demonstrated in
IMP3rove
has to be matched with Indonesian socio-cultural background to be successfully
accepted and used by Indonesian companies and society.
The objective of the project is to establish systematic Innovation Management in medium-
sized and bigger companies in Indonesia to enhance their competitiveness. This will support
Indonesia’s development path towards sustainable growth and global competitiveness.
The planned activities are based on: the recently drafted CENTS 16555-1 norm on
Innovation Management intended to help companies to set up and develop their
individual Innovation Management System, whilst
being compatible
with other
management systems such as ISO 9001. The norm aims at guiding “organizations to
introduce, develop, and maintain a framework for
systematic innovation
management practices an Innovation Management System,
IMS. Establishing such a management system allows
organizations to
become more
innovative and to achieve more success with their product, service, process, organizational
design and business model innovations. This would foster orga
nization’s results, value and competiveness
”. CENCWA 15899 agreement on Innovation
Management Assessment which has already been successfully applied by more than 3000
142
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
European companies in the context of IMP3rove
. These norms have to be interpreted and transferred
with respect to the Indonesian socio-cultural background. The approach combines:
Training and Assessment of Innovation Managers Are the Trainees meant here - as
future Innovation Managers? Yes, the invited participants are pre-selected as those who
already or would like to play the role of innovation managers in their respective
companies. as means of Capacity Building,
Support Innovation Managers to establish Innovation Management Systems in their
companies, Except above mentioned Training and Consulting
– What concrete measures of Support do you mean at this point? The
training is supplemented with on-site as well as off-site consulting to establish bespoke
innovation management system based on the foundations build during the training. The off-
site support is in the form of a helpdesk which will be made available during this period.
Assessment and Benchmarking of the established Innovation Management Systems.
Innovation and sustainability are issues supporting each other. Innovations regarding
sustainability goals promise products matching the triad of societal, environmental and business
targets. Therefore the combination of innovation and
sustainability will
be given
special consideration and space within the training. See
above; please give deeper explanations – we need
to be a little bit more concrete. Given the large agricultural
and manufacturing
sectors in
Indonesia, sustainability is an increasingly important emphasis both by regulatory bodies as
well as companies exporting to developed world. In addition to the generic innovation training
program, we aim to select a list of pilot companies in order to focus on the role of innovation in
sustainability. DO WE NEED A STANDARD?
The standard should deliver innovation excellence
• Createsrebuilds an innovation management system that is comprehensive and effective
• Reduces dependency on key personnel • Improves the quality of innovation decision-
making • Reveals what workswhat does not: evidence-
based innovation • Improves cross-functional and international
collaboration • Monitors progress over time against objective
targets • Reduces fail cost
• Reduces automation cost through a common framework
• The standard is advisory rather than prescriptive: meaning organizations are in
charge to determine how deep and wide they implement it
• Every organization should implement its own innovation system
• • If you start using other peoples systems, or copy
parts of it, this can be counter-productive The standard offers a long-term path for
sustainable improvement
and a
thorough qualitative instrument rather than a one-off
evaluation event or tool. Will standards inhibit creativity, serendipity or entrepreneurship: NO.
On the contrary:
• There are certain aspects of innovation that cannot be managed by traditional forms of planning and
control, such as creativity, serendipity or entrepreneurship. However, there are three
important points to realize: The fact that some elements cannot be entirely
planned
or controlled
does not
release professionals from responsibilities for managing
what you can If creativity, serendipity or entrepreneurship cannot be managed, they can be
better facilitated, and:
– You can manage a process of facilitation Will standardidisation kill competitive distinction:
NO • Every organization determines its own innovation
management system: there is no single solution • Competitive distinction is created in the execution
and deployment of tools, practices, processes • It creates distinction between organizations who
have implemented the standard, and those who have not.
Table 1. Comparing the evolution of features in the two
existing innovation management standards.
Feature CEN-TC 389
2008 PDMA-TIM
2013 Comprehensive
No Yes
International
regional International
Verticalized
no Possible
Sustainable
no yes
Scalable TBC
yes
Advisory
yes yes
Certification
no yes
Training
no yes
143
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
MEASUREMENT
• Innovativeness of organizations – Innovation Management System
• Effectiveness of each element: Culture, Leadership,
Resources, Processes,
Monitoring, Improvement • Effectiveness of the overall IMS
– Innovation performance Effectiveness of IMS
• of
total sales
from productsservicesbm launched in last 5
years. • of total growth in revenue from
innovation in last 5 years
Figure 1. The typology of innovation according both process
and output PDMA-TIM.
Figure 2.
Pillars of the Innovation Management System PDMA-TIM
FRAMEWORK THEORY The socio-cultural factors have to be taken into
consideration during assessment, consulting and training. Type of innovation will be influenced by
the type demand of the market pull and the capacity of the market push.
RESEARCH RESULTS DISCUSSION Studies which investigate the effect of cultural
attributes specifically on innovation are sparse. In order apply innovation management best practices
to the Indonesian context, it is prudent to determine how the national traits influence.
The multivariate
regression of
an international innovation index with respective
national cultural traits can provide insight into which areas to focus on when innovation
management system in implemented. Two such regressions are provided below: Table 1 shows
analysis using Global Innovation Index GII from
INSEADWIPO and Hofstede’s cultural index; Table 2 shows analysis using GII and the more
extensive Globe dataset.
Table 2. GII and Hofstede Index
Table 3.
GII and Globe Data Set
Findings from both regressions are consistent and clearly show the significant negative influence of
ingroup and institutional collectivism and the positive influence of performance orientation
practice.
CONCLUDING REMARKS The public and private sectors in Indonesia do not
have a history of engagement; with several regulatory as well as perceptual blocks. Given our
past work with both the public and the private sectors, we are well positioned to connect and
engage the key actors.
144
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Several target groups in the project are innovative medium-sized as well as bigger
companies or such in demand of innovation. Well studied companies with a well-established
Innovation Management System are growing in sales and EBIT at nearly the double rate as their
competitors. To benefit from this the project aims at building a knowledge transfer supporting
structure.
The project
will open
Indonesian companies’ routes to added value and products
and sustainable production fitting to at least ASEAN countries’ needs and in a next step
meeting the demands of globalized markets. It has the potential to improve the links in the
Indonesian Innovation System by giving stimuli towards more cooperation in innovation.
The MP3EI has ambitious plans for enhancing innovation in Indonesia, such as
contributing 1 of GDP towards research development. The key challenge being effectively
operationalizing the full lifecycle of innovation, by managing the process and the stakeholders.
Despite setting objectives, the mechanisms, experience and know-how to manage innovation
are found lacking. This may potentially lead to diversion of funds to less effective causes. There
is sufficient incentive and motivation, however sufficient momentum is lacking and certain know-
how stimulators remains to be triggered. Following the discussion in page 2 above,
the impact the setting up innovation assessment and benchmarking system in Indonesia will be to
bring forth existing innovation efforts to the fore, and
identify relevant
deficiencies stifling
‘effective’ growth. Such an idex is bound be a prominent discussion point in business forums,
MBA classes, and an aspiration for companies wishing for this important marketing credential.
Overall, we hope this would contribute to the transition of Indonesian to an innovation driven
country. ACKNOWLEDGEMENTS
I thank Dr. Ralph-Juergen Peters from TUV Rheinland Cologne for introducing me to a
previous EU benchmarking project for SMEs. REFERENCES
Acs, Z., Szerb, L. 2010. The Global Entrepreneurship Development Index,
DRUID Summer Conference on Opening Up Innovation:
Strategy, Organization
Technology, Imperial College London.
145
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Pengukuran Produktivitas Program Penelitian dan Pengembangan
Measuring Productivity of Research Development Program
Denni Rinawan
1
1
PT. HR Lab Indonesia, Fuji Training Center Jalan Haji Saimun Cibitung, Kab. Bekasi, Jawa Barat, 17520
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords: Productivity of RD
Performance of RD Productivity Measurement Tools
Productivity Telescope
Kata Kunci: Produktivitas Litbang,
Kinerja Litbang, Alat Ukur Produktivitas,
Productivity Telescope Research and development RD activities should relate to new productsservices,
modification, or responding to a case study. It is an important function to any kind of organization but in most cases it has issue on the limited budget an organization
could provide. It is always not easy to convince board of management to allocate a proper budget on RD. This condition might be affected by the perception that
RD only cost center unit with no prospective result.Productivity Telescope, developed by the writer himself, is the tools to evaluate issues about organization. It
has been used to create solutive programs in increasing the performance of organization for several industries. It has potential to evaluate the productivity of
RD projects or Department and to identify the required solution to have an effective RD projects.
In general, the tool covers three objects of productivity measurement: personal, management, and organization. It consists of questionnaires developed as designed
measuring aspects. This tool is still on research and already been tested in identifying managerial issues within a company. Evaluating an RD program
would follow the same procedure like evaluating productivity of a company with limited scope of analysis.
S A R I K A R A N G A N
Kegiatan penelitian dan pengembangan litbang pada umumnya berkaitan dengan penciptaan produkjasa baru, modifikasi produkjasa yang sudah ada, atau
membangun solusi atas suatu permasalahan. Secara fungsi, litbang nampak menjadi penting untuk senantiasa dilakukan oleh semua institusi. Pada kenyataannya,
kegiatan litbang seringkali terhambat oleh terbatasnya anggaran yang dialokasikan oleh perusahaan atau lembaga terkait. Tidak mudah untuk meyakinkan pihak
manajemen untuk memberi alokasi anggaran yang memadai bagi kegiatan litbang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh persepsi terhadap kegiatan litbang yang terlihat
hanya menghasilkan hal-hal yang biasa dan hanya menghamburkan biaya. Productivity Telescope
adalah alat ukur yang dikembangkan oleh penulis untuk mengevaluasi isu-isu yang terjadi pada suatu organisasi. Alat ukur tersebut telah
digunakan untuk menyusun program solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi pada berbagai industri. Alat ukur ini memiliki potensi untuk menilai tingkat
produktivitas dari Departemen Litbang atau Proyek Litbang yang dilakukan. Secara umum, konstruksi alat ukur produktivitas ini mencakup tiga objek
pengukuran, yaitu: produktivitas personil, manajemen, dan lembaga. Konten alat ukur adalah kuesioner yang disusun sesuai aspek penilaian dari tiap objek
produktivitas. Alat ukur ini masih dalam tahap pengembangan dan telah diujicobakan untuk mendeteksi permasalahan manajerial perusahaan. Mengevaluasi
program litbang pada dasarnya sama dengan mengevaluasi sebuah perusahaan, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih terbatas.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Corresponding author. E-mail address:
denni.rinawangmail.com
146
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dan pengembangan litbang
pada umumnya berkaitan dengan penciptaan produkjasa baru, modifikasi produkjasa yang
sudah ada, atau membangun solusi atas suatu permasalahan. Secara fungsi, litbang nampak
menjadi penting untuk senantiasa dilakukan oleh semua institusi.
Dibandingkan beberapa negara, Indonesia memiliki alokasi anggaran litbang yang lebih
kecil dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya Gambar 1. Bagi suatu negara, kegiatan
litbang berfungsi membangun daya saing negara tersebut. Hal tersebut juga menjadi indikator
bahwa besarnya alokasi anggaran litbang tidak terlepas dari keyakinan pemerintah atas manfaat
hasil litbang itu sendiri.
sumber:http:finance.detik.comread2014032710425625 381904curhat-menristek-anggaran-penelitian-
di-ri-kecil-dibanding-negara-tetangga
Gambar 1.
Alokasi anggaran litbang di beberapa Negara
Dalam perspektif anggaran biaya, kegiatan litbang pada dasarnya menggunakan modal kerja
dengan harapan akan menghasilkan aset bagi lembaga terkait. Metrik keuangan merupakan
indikator strategis yang dapat menjadi referensi berhasil
tidaknya kegiatan
litbang yang
dilakukan. Namun demikian, metrik keuangan adalah indikator akhir lag indicator dari suatu
kegiatan litbang. Kegiatan
litbang yang
menghasilkan manfaat bagi masyarakat menunjukkan bahwa
litbang tersebut produktif. Perlu dibatasi, dalam hal ini, penilaian produktif tidak berdasar pada
indikator makro ekonomi yaitu Produk Domestik Bruto PDB. Dalam kajian ini, indikator
penilaian litbang produktif mengacu pada objektif dari kegiatan litbang yang dilakukan.
Produktivitas litbang diasumsikan sebagai suatu
hal yang
terukur. Produktivitas
sederhananya adalah ukuran mengenai besarnya output terhadap input. Input-output produktivitas
litbang dapat ditinjau dalam beberapa perspektif. Mengacu pada konsep Balanced Scorecard,
terdapat empat perspektif acuan yaitu: finansial, pelanggan, proses internal, dan pengembangan.
Pada perspektif finansial, produktivitas litbang adalah rasio valuasi nilai manfaat hasil litbang
dalam satuan rupiah, misalnya terhadap biaya litbang yang telah dikeluarkan dalam satuan
rupiah. Dalam perspektif proses internal, output diinterpretasikan sebagai volume pekerjaan yang
telah diselesaikan dan input diinterpretasikan sebagai upaya kerja yang dilakukan. Selanjutnya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bentuk input output produktivitas dalam perspektif
Balanced Scorecard .
Perspektif INPUT
OUTPUT Finansial
Biaya litbang Valuasi manfaat
hasil litbang Pelanggan
Banyaknya isu yang ditanyakan
Banyaknya opsi solusi
Internal Proses Banyaknya alokasi
sumberdaya manusia atau
operasional Banyaknya
pekerjaan yang diselesaikan
Pengembangan Banyaknya
permasalahan yang dihadapi
Inisiatif penemuan yang
dihasilkan Sumber: Rinawan, 2012
Mengingat bahwa produktivitas terkait dengan input dan output, maka bisnis proses
program litbang sangat menentukan. Menyusun bisnis proses merupakan tahap awal dari evaluasi
produktivitas suatu program litbang. Teknik penyusunan bisnis proses mengikuti empat
tahapan yaitu: proses strategis, taktis, teknis, dan transaksi.
Penyusunan bisnis
proses ini
merupakan bagian dari perencanaan program litbang. Proses strategis menggambarkan peran
strategis dan harapan hasil akhir objektif dari program
litbang tersebut.
Proses taktis
menggambarkan peran
untuk memastikan
berjalannya kegiatan yang direncanakan. Proses teknis menggambarkan peran pengawasan dan
evaluasi semua kegiatan pengambilan dan pengolahan data, serta analisis lebih lanjut. Proses
transaksi menggambarkan tata cara pengambilan dan pengolahan data, serta metode analisa yang
diterapkan.
Dengan memahami proses bisnis dan kerangka produktivitas program litbang, kajian ini
memiliki tujuan untuk menyusun suatu alat diagnosa produktivitas suatu program litbang.
Alat diagnosa yang akan diterapkan adalah Productivity Telescope
yang merupakan karya dari penulis. Harapannya alat diagnosa tersebut
dapat menjadi alat evaluasi cepat dalam mengevaluasi program litbang yang sedang
berjalan. Dengan demikian, penanggung jawab program dan Departemen Litbang memiliki acuan
dalam mengambil keputusan dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan.
PDB
147
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Kajian mengenai penerapan Productivity Telescope
mengacu pada pola identifikasi isu evaluasi produktivitas organisasi perusahaan. Hal
ini berdasarkan asumsi bahwa dalam konteks organisasi evaluasi produktivitas Departemen
Litbang dengan departemen lainnya perlu menggunakan kriteria evaluasi yang sama.
Terkait hal nya dengan evaluasi program litbang, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan.
Departemen Litbang bekerja mengikuti visi perusahaan sedangkan Program Litbang mengacu
pada nilai tambah yang ingin dicapai dengan program tersebut. Baik Departemen Litbang
maupun
Program Litbang
memerlukan pengaturan organisasi tim kerja walaupun
tentunya batasan tugas dan wewenang organisasi Program Litbang sangat terbatas. Berdasarkan
kondisi-kondisi tersebut, diasumsikan evaluasi produktivitas
Program Litbang
dapat menggunakan kriteria evaluasi yang sama dengan
evaluasi produktivitas Departemen Litbang.
KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Pengukuran produktivitas mengacu pada kegiatan
kerja program Litbang, bukan pada indikator makro ekonomi. Dalam kajian yang telah
dilakukan oleh ILO International Labour Organization
, produktivitas dalam skala mikro terbagi
menjadi dua,
yaitu produktivitas
organisasi dan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas
organisasi mencakup
produk kebijakan yang menghasilkan pertumbuhan
organisasi. Produktivitas tenaga kerja mencakup kesempatan kerja yang menghasilkan daya beli.
Secara umum di dalam organisasi, peran tenaga kerja mencakup dua hal, yaitu peran
profesional fungsional dan peran manajerial. Peran profesional atau fungsional adalah peran
tenaga kerja terkait pemenuhan kriteria teknis suatu pekerjaan. Peran manajerial adalah peran
tenaga
kerja dalam
mengarahkan peran
profesionalfungsional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dicanangkan. Dalam kajian
ini, pengukuran produktivitas akan mencakup tiga hal, yaitu:
1. Produktivitas organisasi 2. Produktivitas manajemen
3. Produktivitas tenaga kerja Dalam
desain alat
ukur evaluasi
produktivitas, terdapat dua metode pengukuran yang dapat dilakukan, yaitu pengukuran kualitatif
dan pengukuran kuantitatif. Pengukuran kualitatif mencakup persepsi atau pemahaman mengenai
aspek-aspek
pengukuran yang
ditanyakan. Sedangkan pengukuran kuantitatif mengacu pada
indikator kinerja kuantitatif yang digunakan. Pengukuran kualitatif pada dasarnya dapat
berfungsi sebagai alat deteksi cepat kondisi produktivitas
dari programlembaga
yang dievaluasi.
Meski demikian,
pemahaman mengenai
pengukuran kuantitatif
menjadi prasyarat untuk mencapai pengukuran kualitatif
yang akurat. Konstruksi alat ukur kualitatif bergantung pada desain dimensi dan aspek
pengukuran. Format alat ukur dapat berupa pertanyaan terbuka, kuesioner dengan skala Likert
atau pilihan kecenderungan. Format pertanyaan terbuka jarang digunakan untuk pengukuran skala
besar yang melibatkan banyak responden. Berdasarkan pengalaman penulis, akurasi hasil
prediksi alat ukur kualitatif bergantung pada pola skoring yang diterapkan.
Pengukuran kuantitatif
secara umum
digunakan untuk menilai kinerja secara objektif. Mengingat tugas dan wewenang tiap jabatan
memiliki jenjang, maka indikator kinerja pun pada dasarnya disusun secara berjenjang. Jenjang
tertinggi adalah jenjang strategis di mana periode evaluasinya panjang, yaitu sekitar enam bulan
hingga satu tahun. Jenjang berikutnya adalah jenjang taktis di mana periode evaluasi berkisar
antara satu hingga tiga bulan. Kemudian diikuti oleh jenjang teknis dengan periode evaluasi
mingguan. Paling rendah adalah jenjang transaksi dengan periode evaluasi harian. Indikator kinerja
itu sendiri adalah hasil suatu proses. Dalam menyusun proses ditentukan bahwa sebuah proses
HANYA dapat memiliki SATU output namun dapat memiliki banyak input. Indikator kinerja
haruslah terukur secara kuantitatif. Bila ada indikator kualitatif harus dikuantifikasi terlebih
dahulu.
Productivity Telescope mengacu pada
metode pengukuran kualitatif. Alat diagnosa ini berfungsi melakukan deteksi cepat mengenai isu
yang terjadi pada Departemen Litbang atan Program Litbang yang sedang berjalan. Aspek-
aspek pengukuran yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Aspek Pengukuran dalam Productivity Telescope.
Grup Aspek
Produktivitas Organisasi
Citra Keyakinan terhadap kemampuan,
kekuatan, kekuasaan, kenyamanan, dll terkait unit kerjalembaga yang sedang
dinilai. PedomanKebijakan
Ketersediaan ketentuan baku yang diterapkan dalam kesehariaan
perusahaan. Program Kegiatan
Kesempatanpeluang yang diambildigunakan sebagai aktivitas
terencana yang hasilnya dapat
148
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Grup
Aspek memberikan nilai
tambahpenghasilanpendapatan.
Produktivitas
a. Mengoptimal- kan Sumber
Daya
b. Memastikan Hasil Kerja
Manajemen Visi
Meyakini dan mau bersinergi dalam mencapai tujuanvisi dari unit kerja
atau lembaga. Tekad
Kebulatan tekad dalam menghadapi kesulitantekananberbagai masalah
ketika berupaya mencapai targettujuan yang ditetapkan.
Sistem Kesediaan menerima dan
melaksanakan ketentuan dan sistem kerja yang telah berlangsung.
Keterbukaan Kesediaan
mempertanggungjawabkan hal-hal yang telah dilaksanakan.
Tugas Kesediaan menerima dan
melaksanakan tanggung jawab yang diberikan.
Keterampilan Melaksanakan pekerjaan sesuai
kompetensi yang dimiliki serta tidak menggunakan keterampilan yang
dimiliki untuk menghambat pekerjaan.
Keistimewaan Keunggulan lembagaunit kerja yang
diakuidirasakan. Inisiatif
Meyakini adanya solusi atas berbagai persoalan dan banyak halide yang
masih bisa digali. Budaya
Kebiasaan yang sudah berlangsung dari setiap personil yang ada di dalam
lembagaunit kerja. Kepatuhan
Kemauan untuk menegakkan ketentuan yang sudah ditetapkan atau
disepakati. Kapasitas
Kemampuan unit kerja dalam menghasilkan produkkarya.
Kontribusi Kesediaan untuk memberikan hasil
terbaik dalam melaksanakan pekerjaan.
Produktivitas Tenaga Kerja
Komitmen Keyakinan pada diri personil untuk
bekerja dengan sepenuh hati. Sikap
Ketetapan pribadi dalam menyikapi berbagai isu yang muncul baik yang
bersifat mendukung atau melemahkan berbagai kebijakan yang
telah ditetapkan. Pemahaman
Cara pandang terhadap tugas, tantangan, dan persoalan yang
dihadapi.
Berdasarkan aspek-aspek
tersebut, kemudian disusun kuesioner untuk tiap aspeknya.
Berikut contoh kuesioner yang dibuat:
Tabel 3. Kuesioner Productivity Telescope
Aspek Pengukuran Kuesioner
KOMITMEN DISIPLIN
SIKAP KETERBUKAAN
KETRAMPILAN TEKAD
KEPATUHAN KONTRIBUSI
INISIATIF PEDOMAN
PROGRAM CITRA
TUGAS SISTEM
VISI KAPASITAS
KEISTIMEWAAN BUDAYA
Bekerja dengan kemampuan terbaik Mengikuti aturan yang berlaku
Menunjukkan kesungguhan bekerja Menjalankan perintah tanpa keluhan
Melakukan tugasnya dengan benar Mengingat nilai-nilai perusahaan
Memahami objektiftarget kerja Segera menyelesaikan pekerjaan
Berperan aktif Peraturan perusahaan sudah lengkap
Target bisnis yang jelas Membanggakan bagi karyawan
Tidak ada tumpang tindih tugas dan wewenang
Sistem remunerasi meningkatkan kinerja
Semua karyawan paham visi perusahaan
Memiliki keunggulan yang sulit disaingi
Inovatif dalam menciptakan produkmemberikan jasa
Semua karyawan bekerja tanpa pengawasan
Hasil dari kuesioner tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi permasalahan
yang mungkin dialami oleh perusahanlembagaunit
kerja, pengelolaanmanajemen, dan personil. Identifikasi masalah produktivitas disajikan
dalam format sebagai berikut:
BAIK CUKUP
KURANG
KRG BAI K
CUKUP
KRG CUKUP
BAI K
KRG CUKUP
BAI K
Y Profesionalitas
Y Kesungguhan kerja
Kepemimpinan
Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa
Z
56 78
78
Y ISU PERUSAHAAN
Kemampuan berkompetisi
N
Z
19 26
41 48
N
Perencanaan pengorganisasian Z
Y N
Sistem manajemen Z
56
MANAGER
ISU PERSONIL PELAKSANA
Kontrol dan monitoring Z
Pengelolaan pekerjaan Z
33 26
ISU PENGELOLAAN
Kesiapan operasional
70
Y Prospek pengembangan bisnis
Z
33
Gambar 1. Format Identifikasi Permasalahan Produktivitas
Productivity Telescope
menggunakan indikator warna dengan makna sebagai berikut:
149
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Tabel 4.
Indikator Warna. Indikator
Makna Hijau
Kekuatan yang saat ini dianggap telah dimiliki
Kuning Terdapat isu yang dirasakan oleh
sebagian dari personil yang ada Merah
Permasalahan yang dirasakan oleh hampir semua personil atau belum
terselesaikan hingga saat ini
Indikator tiga
warna digunakan
untuk mempermudah proses identifikasi serta, membuat
kesimpulan mengenai permasalahan utama yang terjadi dan dampak permasalahan terhadap hal
lainnya. METODE PENELITIAN
Productivity Telescope
saat ini mulai diuji cobakan untuk menilai produktivitas perusahaan
secara umum. Penelitian dilakukan melalui tahap penyusunan kuesioner, pengisian kuesioner oleh
personil dengan jabatan supervisor hingga manajer, konfirmasi hasil identifikasi masalah
kepada manajemen perusahaan.
Kuesioner yang diberikan menggunakan skala Likert. Pemilihan responden hanya tingkat
Supervisor hingga Manajer dengan asumsi bahwa semua jawaban dianggap mewakili kondisi
perusahaan unit kerja.
Validasi alat ukur Productivity Telescope dilakukan dengan cara menanyakan langsung
hasil identifikasi berdasarkan analisa pengisian kuesioner yang dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji coba dilakukan pada perusahaan manufaktur
otomotif dengan jumlah responden 18 orang karyawan level supervisor hingga manajer.
Gambar 2.
Respon untuk Butir Pertanyaan Kondisi Personil
Gambar 3.
Respon untuk Butir Pertanyaan Kondisi Perusahaan
Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Produktivitas Personal Kondisi Personal terlihat
bahwa sebagian besar responden menjawab
“hampir semuanya” pada tiap butir kuesioner. Sebaran tersebut berbeda dengan sebaran jawaban
pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Produktivitas Perusahaan Kondisi Perusahaan.
Pada grup ini jawaban lebih menyebar.
Gambar 4.
Respon untuk Butir Pertanyaan Optimasi Sumber Daya
Gambar 5. Respon untuk Butir Pertanyaan Memastikan
Hasil Kerja
Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Optimasi
Sumber Daya
Produktivitas Manajemen terlihat bahwa jawaban menyebar
mulai respon “sedikit” hingga “hampir semuanya” pada tiap butir kuesioner dengan
jawaban terbanyak pada pilihan “banyak”. Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek
150
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Memastikan Hasil
Kerja Produktivitas
Manajemen jawaban juga menyebar mulai pilihan “sangat sedikit” hingga “hampir
semuanya” dengan jawaban terbanyak pada pilihan “cukup banyak”.
BAIK CUKUP
KURANG
KRG BAI K
CUKUP
KRG CUKUP
BAI K
KRG CUKUP
BAI K
Profesionalitas Kesungguhan kerja
Kepemimpinan
Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa
100 100
100
X Y
X X
ISU PERUSAHAAN
Kemampuan berkompetisi
N
56 56
Y
78 78
N
Perencanaan pengorganisasian Y
Y N
Sistem manajemen Y
78
PT . XYZ
ISU PERSONIL PELAKSANA
Kontrol dan monitoring Y
Pengelolaan pekerjaan Y
78 78
ISU PENGELOLAAN
Kesiapan operasional
100
X Prospek pengembangan bisnis
Y
78
Gambar 6.
Identifikasi Permasalahan Produktivitas sebelum koreksi konsistensi antar butir
BAIK CUKUP
KURANG
KRG BAI K
CUKUP
KRG CUKUP
BAI K
KRG CUKUP
BAI K
Profesionalitas Kesungguhan kerja
Kepemimpinan
Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa
Z
100 100
100
X X
X ISU PERUSAHAAN
Kemampuan berkompetisi Z
N
19 19
26 26
N
Perencanaan pengorganisasian Z
N
Sistem manajemen Z
26
Z
PT . XYZ
ISU PERSONIL PELAKSANA
Kontrol dan monitoring Y
Pengelolaan pekerjaan Y
70 70
ISU PENGELOLAAN
Kesiapan operasional Z
33
Prospek pengembangan bisnis Z
26
Gambar 7.
Identifikasi Permasalahan Produktivitas setelah koreksi konsistensi antar butir
Identifikasi permasalahan
produktivitas menggunakan kalkulasi yang dikembangkan oleh
Penulis. Dalam kasus ini, data berasal dari personil dalam satu perusahaan.
Berdasarkan identifikasi tersebut terlihat bahwa pada kondisi saat ini, secara umum semua
personil percaya bahwa perusahaan sedang tumbuh pesat dengan kepercayaan dari klien.
Namun dampak dari pertumbuhan tersebut sepertinya belum dirasakan dampaknya pada
peningkatan kesejahteraan karyawan. Terkesan belum berjalan tata aturan atau sistem manajemen
yang menjelaskan keterkaitan antara kontribusi karyawan dengan hasil usahaperkembangan
bisnis perusahaan. Dalam perspektif manajerial, terlihat ada
upaya untuk melakukan fungsi manajerial dengan baik walaupun hasilnya belum terlalu efektif
mempengaruhi tim kerjanya. Masih terasa ada kesenjangan antara arahan yang diberikan dengan
pelaksanaannya di lapangan. Secara umum masih terlihat kendala bahwa level manajerial masih
menahan diriragu untuk mengambil peran maksimal. Hal ini cenderung disebabkan oleh
pemahaman
yang kurang
lengkapminim mengenai apa yang harus dicapai perusahaan
dalam beberapa waktu mendatang jangka menengah dan jangka panjang.
Dalam perspektif operasional lapangan, terlihat ada upaya untuk bekerja dengan maksimal
namun terhambat oleh delegasi tugas-tugas yang dirasakan kurang jelas. Hal ini menyebabkan
pekerjaan berjalan dengan pemahaman masing- masing saja sehingga kegiatan operasional kurang
berjalan optimal.
Nampak budaya kerja yang terbentuk belum sesuai harapan. Sepertinya kondisi tersebut
disebabkan penerapan standar kualitas yang belum merata. Walaupun belum terlalu dirasakan,
hal ini mulai menimbulkan kerugian berupa inefisiensi proses kerja. Terlihat pula perusahaan
ini belum mencapai kapasitas optimalnya karena mungkin saja masih ada kendala teknis dalam
pengaturan tugas-tugas operasional.
Semua personil merasa sudah memberikan yang
terbaik pada
perusahaan namun
pengaruhnya nampak
belum terlalu
mempengaruhi kemajuan perusahaan. Kinerja dari personil yang ada dirasakan belum mencapai
tingkatan yang diharapkan.
Berdasarkan analisa
tersebut dapat
disimpulkan bahwa: 1. Pada saat ini perusahaan terlihat memiliki
captive market dengan volume bisnis yang
lebih dari cukup. Mampu berkompetisi dengan
kemampuan operasional
yang memadai. Namun begitu, hal tersebut
terbangun karena jaringan bisnis yang sudah matang, bukan karena kompetensi dalam
berproduksi yang sudah diakui. Peran pasar klien sangat berpengaruh pada pertumbuhan
perusahaan
bukan dari
kemampuan perusahaan mempengaruhi pasar klien.
2. Dalam hal pengelolaan, terlihat secara umum manajemen belum melakukan fungsinya
secara optimal walaupun sepertinya upaya untuk menjalankan manajemen dengan baik
sudah dilakukan. Hubungan kerja dalam tim
151
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
nampak tidak terlalu banyak masalah walaupun belum terlalu berpengaruh pada
peningkatan kinerja. 3. Personil yang ada nampak menunjukkan
upaya bekerja maksimal namun kinerjanya belum dirasakan optimal.
PENUTUP Sejak tahun 2013, Productivity Telescope telah
digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan produktivitas pada sekitar 15 perusahaan.
Termasuk dalam 15 perusahaan tersebut adalah perusahaan manufaktur otomotif, kontraktor, jasa
rental mobil, agensi travel, jasa outsourcing, ground-handling bandara, dan jasa konsultan
pengembangan
SDM. Pendapatan
tahunan perusahaan-perusahaan tersebut berkisar antara
10 milyar rupiah hingga 1 trilyun rupiah. Productivity Telescope
saat ini baru sampai tahap evaluasi kondisi perusahaan secara umum,
belum secara spesifik menganalisa lembagaunit kerja penelitian dan pengembangan.
UCAPAN TERIMA KASIH Sehubungan
dengan tulisan
ini, Penulis
mengucapkan segala puji bagi Allah dan terima kasih kepada:
1. Hari Wijaya, pembimbing dan sahabat 2. Bapak Jefta W. Ronabiha dan Bapak Keizo
Maekawa, Direksi PT. Fuji Bijak Prestasi 3. Tim HR Lab Indonesia
4. Ade Nurhayati, Psi., Tazaka, Nadzira, Safina, dan si kecil
5. Keluarga di Cimahi dan di Matraman
DAFTAR PUSTAKA
Kucera, David and Roncolato, Leanne, 2012, Structure Matters: Sectoral Drivers ff
Growth and the Labour Productivity- Employment Relationship, ILO Research
Paper
Rinawan, Denni, 2012, PRAKTIS Menggunakan Balanced Scorecard sebagai Alat untuk
Mengkomunikasikan Strategi, Jakarta Ogata, Katsuhiko, 2010, Modern Control
Engineering 5th Edition, Prentice Hall Owyong, David T., 2009, Productivity Growth:
Teory and Measurement, APO Productivity Journal
Landmann, Oliver,
2004, Employment,
Productivity and
Output Growth,
www.ilo.org
152
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Mengukur Kesiapan Institusi Riset “Y” Dalam Menerapkan SNI
ISO 9001:2008 Melalui Iklim Organisasi
Measuring Y Research Institution Readiness to Implement SNI ISO 9001:2008 by using Organizational Climate
Agus Fanar Syukri
Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian – LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA; Kawasan PUSPIPTEK
gd.417, Setu, Tangerang Selatan, Banten, 15314 INDONESIA
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords:
Research Instituition, Organizational Climate,
Quality Management System SNI ISO 9001:2008
Kata Kunci: Lembaga Riset
Iklim Organisasi Sistem Manajemen Mutu
SNI ISO 9001:2008
In this globalization era, consumers are becoming more demanding on the quality of products services, including from
public organizations. To improve the quality, many organizations have started to implement a quality management system QMS
based on SNI ISO 9001:2008. This study determines the perceptions of
“Y” organization readiness in implementing QMS by using Organizational Climate instrument. The number of
respondent was 28 out of 32 employees . Data was collected by
census, then analyzed by gap method . The result showed that Y
organization is ready to implement QMS based on ISO 9001, with the smallest gap was 4.6 for feeling free to talk to superiors
about job and the widest gap was 18 for making decisions level was still on managers.
S A R I K A R A N G A N
Di era globalisasi, pelanggan menuntut produkjasa yang bermutu, termasuk pelayanan dari institusi riset. Untuk meningkatkan mutu
layanan, salah satu cara yang ditempuh organisasi adalah menerapkan sistem manajemen mutu SMM berbasis SNI ISO
9001:2008. Sebuah organisasi perlu diukur kesiapannya sebelum menerapkan ISO 9001. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
kesiapan institusi riset “Y” sebelum menerapkan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008, dengan menggunakan instrumen iklim organisasi,
dengan responden 28 orang dari 32 pegawai organisasi Y, yang diambil secara sensus. Dengan metode analisis gap, diperoleh hasil
bahwa iklim organisasi cukup kondusif untuk menerapkan SMM ISO 9001, dengan nilai gap terendah 4,6 untuk aspek kebebasan
berbicara bawahan kepada atasan tentang pekerjaan dan nilai gap tertinggi 18,6 untuk aspek pengambilan keputusan yang masih
berada di manajemen.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Corresponding author. E-mail address:
agus.fanar.syukrilipi.go.id
153
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PENDAHULUAN Salah satu efek persaingan di era globalisasi
adalah tuntutan terhadap organisasi, termasuk di dalamnya
institusi riset.
Kondisi tersebut
mendorong organisasi
untuk berusaha
meningkatkan mutu produkjasa-nya, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan
pelanggannya Kanapathy, 2008. Lovelock Wirtz 2009 dan
Barney Hesterly 2010 menyatakan bahwa organisasi yang begerak di bidang jasa memiliki
kesulitan dalam mendefinisikan kegiatan yang menghasilkan produk barang dan atau jasa yang
bermutu, yang memuaskan pelanggan; juga kepada stakeholders dalam mendukung organisasi
untuk meningkatkan mutunya. Namun yang pasti, mutu produk yang baik hanya bisa dihasilkan
melalui proses internal organisasi yang baik, dan proses di internal organisasi yang baik dapat
dirasakan dari kondisi organisasi yang disebut iklim organisasi.
Untuk meningkatkan
produktivitas organisasi dan memenuhi kepuasan stakeholders,
salah satu strategi yang banyak diadopsi organisasi adalah penerapan ISO 9001, yaitu sebuah standar
sistem manajemen mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Dunia The International
Organization for Standardization ISO
yang bersifat generik, sehingga dapat diterapkan di
semua organisasi, baik pemerintahpublik maupun swasta, bahkan juga organisasi nirlaba; dan sangat
fleksibel untuk dapat diterapkan di semua level manajemen suatu organisasi.
Organisasi yang akan menerapkan SMM berbasis ISO 9001 dapat diukur kesiapannya
dengan beberapa metode, antara lain delapan prinsip manajemen mutu Syukri, 2011, atau
Total Quality Person TQP Gaspersz, 2007;
Syukri, 2014, atau dengan instrumen pengukuran iklim organisasi yang dibahas di makalah ini.
LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Mutu SMM
Menurut Dharma 2007 SMM merupakan sekumpulan prosedur yang terdokumentasi untuk
manajemen sistem
yang bertujuan
untuk memastikan kesesuaian dari suatu proses dan
produk berupa barang ataupun jasa terhadap persyaratan tertentu.
SMM dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa produk barangjasa yang
dihasilkan oleh organisasi memiliki kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Pendekatan ini juga
memberikan kemudahan bagi organisasi untuk merancang
sistem yang
membantu proses
organisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari penciptaan produk, baik berupa barang
ataupun jasa Djatmiko Jumaedi, 2011. ISO 9001 menyediakan kerangka kerja
bagi organisasi dan juga seperangkat prinsip- prinsip dasar dengan pendekatan manajemen yang
dirancang untuk mengatur aktivitas organisasi, sehingga tercipta konsistensi untuk mencapai
tujuan Tjiptono Diana, 2003.
Selain ISO 9001 sebagai standar minimal SMM, yang termasuk dalam SMM level yang
lebih tinggi antara lain Total Quality Management TQM,
ISO 9004, Six Sigma, Deming Prize, Malcolm Baldridge National Quality Award, dan
Europe Quality Award EFQM Yamada, 2007. 2.2. ISO 9001:2008
ISO 9001:2008 BSN, 2008 adalah standar mutakhir tentang SMM di mana organisasi
yang memakainya dituntut memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan
dan perundang-undangan, sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Standar
ISO 9001 merupakan standar internasional yang diakui untuk sertifikasi SMM, yang menjadi acuan
untuk menilai praktik manajemen mutu suatu organisasi, yaitu kemampuan organisasi dalam
melakukan
proses desain,
produksi dan
pengantaran delivery produk ataupun jasa yang bermutu kepada pelanggan.
Seiring berjalannya
waktu, jumlah
organisasi yang menggunakan ISO 9001 sebagai standar bagi manajemen mutu organisasi semakin
meningkat, di tahun 2009, ISO 9001 telah diimplementasikan di 175 negara, dan jumlah
organisasi yang telah tersertifikasi ISO 9001 telah mencapai lebih dari satu juta ISO, 2009, dan di
tahun 2013 telah tercatat sebanyak 1.129.446 ISO, 2014. Hal ini juga membuktikan bahwa ada
manfaatkeuntungan yang didapatkan organisasi dengan penerapan standar tersebut Djatmiko
Jumaedi, 2011. IMPLEMENTASI SMM DAN
PERMASALAHANNYA
SMM merupakan sebuah sistem yang mencakup proses bisnis, prosedur, dan interaksi
manusia di dalamnya yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu To et al, 2011.
Permasalahan mengenai efektivitas penerapan SMM organisasi terkait erat dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh sumber daya manusia di dalamnya mengenai sistem mutu itu sendiri
Dharma, 2007. Akan timbul permasalahan yang pelik jika karyawan sebagai pelaksana SMM di
lapangan
yang memiliki
andil dalam
melaksanakan fungsi
operasional organisasi
menganggap bahwa pemenuhan persyaratan seperti yang diminta ISO 9001 tersebut merupakan
beban yang memberatkan, bukan dipandang atau
154
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
diyakini sebagai cara atau kiat yang memberinya kemudahan
dalam mengerjakan
tugas-tugas mereka.
Kujalla Lilirank 2004 dan Goestch Davis 2010 menyatakan bahwa keberhasilan
praktek penerapan SMM ditentukan oleh faktor budaya. Organisasi yang memiliki budaya mutulah
yang akhirnya mampu menjalankan SMM secara optimal untuk meningkatkan mutu produk yang
dihasilkan
organisasi. Keterkaitan
tersebut diperkuat oleh Wu Zhang 2011, bahwa budaya
mutu di organisasi harus melebur dalam praktek penerapan
SMM yang
bertujuan untuk
meningkatkan kualitas produkjasa organisasi. Permasalahan penerapan SMM dalam
suatu organisasi
tidak berhenti
sampai memperoleh sertifikasi ISO 9001 semata, tetapi
masih ada perjuangan lainnya yang tidak pernah berhenti yaitu bagaimana memelihara SMM dan
meningkatkan secara berkelanjutan continual improvement
, sehingga menjadi sebuah sistem efektif yang mampu mendukung organisasi dalam
meningkatkan mutunya, memenuhi persyaratan pelanggan organisasi dan memuaskan mereka.
Tetapi ada catatan bahwa SMM tidak selalu menciptakan
hasil yang
diinginkan oleh
manajemen organisasi, dikarenakan adanya proses penerapan yang tidakkurang efektif dalam
organisasi Kim, 2011. Mengukur kesiapan organisasi sebelum
mengimplementasikan SNI ISO 9001 dapat dilakukan dengan beberapa instrumen, salah
satunya adalah dengan delapan prinsip manajemen mutu, yang dikembangkan menjadi 13 dimensi,
yang meliputi: 1 visi dan rencana, 2 kepemimpinan, 3 pemasok, 4 evaluasi, 5
proses pengendalian dan perbaikan, 6 desain produk, 7 perbaikan sistem mutu, 8 partisipasi
karyawan, 9 pengakuan dan penghargaan, 10 pendidikan dan pelatihan, 11 fokus pada
pelanggan, 12 sistem informasi mutu, dan 13 benchmarking
dengan organisasi lain; yang didetailkan dalam 104 pertanyaan Syukri, 2011.
Instrumen lain untuk mengukur kesiapan organisasi dalam menerapkan ISO 9001 adalah
Total Quality Person TQP yang dikembangkan
oleh Gaspersz 2007. TQP terdiri dari tiga
dimensi: kepemimpinan pribadi, perencanaan pribadi dan perbaikan berkelanjutan; masing-
masing dimensi dijabarkan ke variabel-variabel pengukuran yang jumlah aslinya masing-masing
sepuluh buah total 30 variabel; tetapi karena ada pertanyaan-pertanyaan yang berisi dua atau lebih
hal dalam satu pertanyaan, Syukri 2014 menguraikan pertanyaan semacam itu menjadi satu
pertanyaan hanya menanyakan satu hal, sehingga hasil modifikasi instrumen untuk masing-masing
dimensi menjadi 16, 13, dan 13 variabel, dan total menjadi 42 pertanyaan.
Berdasarkan uraikan di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan antara penerapan SMM
dan budaya mutu di organisasi, dan instrumen pengukuran kesiapan organisasi untuk menerapkan
SNI ISO 9001:2008 yang telah ada adalah dengan delapan prinsip manajemen mutu Syukri, 2011,
dan Total Quality Person TQP Syukri, 2014. Dalam makalah ini, penulis menyampaikan hasil
pengukuran
kesiapan organisasi
sebelum mengimplementasikan SMM berbasis ISO 9001:
2008 di organisasinya, dengan menggunakan instrumen iklim organisasi, yang memiliki enam
dimensi dan 18 pertanyaan Sanders, 2005,
dengan studi kasus institusi riset “Y”. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian survei, dengan pendekatan kuantitatif. Menurut
Kerlinger dalam Rochaety 2009, penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada
ukuran populasi besar maupun kecil. Penelitian ini mempelajari data yang didapatkan dengan
mengambil sampel dari populasi tersebut. Hasil penelitian ini biasanya berupa pola atau tipologi
atau pola mengenai fenomena yang dibahas.
Objek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi lokus adalah institusi riset “Y”, sebuah lembaga
pemerintah yang memberikan pelayanan kepada para peneliti dan masyarakat, dalam bentuk
diseminasi hasil penelitian, termasuk di dalamnya paten, prototipe dan inkubasi bisnis. Institusi riset
Y memiliki 32 karyawan; dan yang menjadi responden penelitian berjumlah 28 orang 87,5.
Sebenarnya data diambil secara sensus untuk seluruh karyawan, tetapi karena ada karyawan
yang ditugaskan ke luar kota dan ke luar negeri, data dari empat orang pegawai tidak dapat
diperoleh.
Instrumen Pengukuran Iklim Organisasi
Iklim organisasi didefinisikan sebagai atribut persepsi organisasi dan sub-sistemnya yang
tercermin dalam cara organisasi berkaitan dengan karyawannya, kelompok karyawan, dan isu-isu
Gupta, 2008. Iklim organisasi sering disebut juga dengan budaya organisasi, walaupun sebenarnya
ada perbedaannya.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui kesiapan organisasi dalam mengimplementasikan
SMM berbasis SNI ISO 9001:2008, digunakan instrumen pengukuran iklim organisasi Sanders,
2005, yang dimensi dan variabel-variabelnya
155
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
ditunjukkan pada Tabel 1. Instrumen yang digunakan adalah hasil penerjemahan dari bahasa
inggris ke bahasa indonesia, belum dilakukan kajian
faktor perbedaan
budaya untuk
kontektualisasi dari Amerika ke Indonesia. Instrumen penelitian dibuat dalam bentuk
kuesioner digitalonline berdasarkan pertanyaan- pertanyaan dari instrumen pengukuran iklim
organisasi tersebut di Tabel 1. Pengukuran persepsi dilakukan dengan
menggunakan skala Likert untuk mengukur sikap, persepsi dan pendapat responden terhadap tingkat
kesiapan penerapan SMM di organisasinya dengan empat
kriteria: tidak
sama sekali,
kurangsedikitrelatif, cukup, dan sangat; atau sejenis dengan pengkategorian berjenis data
ordinal itu.
Tabel 1. Dimensi, Jumlah Variabel dan Pertanyaan iklim organisasi Sanders, 2005
Pengumpulan Data dan Metoda Analisis
Pengumpulan data dilaksanakan dengan metode survei dengan pertanyaan tertutup, dan
dilaksanakan secara elektronik dengan cara responden
diundang melalui
alamat surat
elektroniknya ke
server ,
kemudian yang
bersangkutan mengisikan pendapatpersepsinya di server
tersebut, dan hasilnya tersimpan di server. Server
akan merangkum data hasil kuesioner dalam bentuk file excel.
Dalam pengolahan data hasil survei, digunakan skala ordinal untuk menjabarkan setiap
indikator yang ada pada operasionalisasi instrumen penelitian
yang digunakan.
Skala ordinal
merupakan data yang mempunyai tingkatan data, mulai dari data yang paling tinggi hingga yang
paling rendah, tidak memberikan nilai absolut, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Data hasil
pengolahan kuesioner penulis masukkan ke kategori ini.
Dalam analisis digunakan analisis gap kesenjangan, yaitu gap antara persepsi responden
tentang apa yang dirasakannya riil dengan apa yang diharapkannya ideal atas kondisi organisasi
atas enam dimensi yang ditanyakan. Analisis gap bermanfaat untuk menilai besar kesenjangan
No Dimensi
Jumlah Variabel Pertanyaan
1.
Kepemimpinan Leadership
3
1. Berapa banyak keyakinan dan kepercayaan ditunjukkan atasan kepada bawahan?
2. Apakah bawahan merasa bebas untuk berbicara dengan atasan tentang pekerjaan?
3. Seberapa sering ide-ide bawahan berusaha digali dan digunakan secara konstruktif oleh
atasan? 2.
Motivasi Motivation 3
4. Manakah penggunaan yang dominan dari: 1 ketakutan, 2 ancaman, 3 hukuman, 4
penghargaan, 5 keterlibatan? 5.
Di manakah tanggung jawab pencapaian tujuan organisasi?
6. Berapa banyak kerja tim eksis di dalam organisasi?
3.
Komunikasi Communication
4
7. Bagaimana aliran arus informasi dalam organisasi?
8. Bagaimana komunikasi dari bawahan diterima atasan?
9. Bagaimana tingkat akurasi komunikasi dari bawahan ke atasan?
10. Seberapa jauh atasan tahu masalah yang sedang dihadapi oleh bawahan?
4.
Pengambilan Keputusan Decisions
3 11.
di tingkat manakah keputusan dibuat?
12. Apakah bawahan terlibat dalam keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan
mereka? 13.
Apakah keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan berkontribusi terhadap motivasi
kerja? 5.
TargetTujuan Goals 2
14. Bagaimana target organisasi dirumuskan?
15. Seberapa besarkah resistensi yang terpendam tak terlihat terhadap target organisasi?
6. Pengendalian Control
3 16.
Di manakah fungsi kontrol dan pengawasan ter-konsentrasi?
17. Dalam organisasi, adakah organisasi informal yang berlawanan dengan organisasi formal?
18. Digunakan untuk apakah biaya, produktivitas dan kontrol lainnya?
Jumlah
6 18
11 12
3 2
30 tahun 31-40 tahun
41-50 tahun 50 tahun
156
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
antara kinerja aktual dan standar kinerja yang diharapkan. Menurut Pasuraman, Zeithalm
Berry 1995 dalam Muchsan dkk 2011 terdapat lima jenis gap, yaitu: persepsi manajemen,
spesifikasi kualitas, penyampaian pelayanan, komunikasi pemasaran, dan gap pelayanan.
Analisis gap yang digunakan dalam penelitian ini adalah gap kelima, yaitu gap pelayanan yang
diterima dan dipersepsikan oleh para responden, yaitu para karyawan dari manajemenatasan
dibandingkan
dengan persepsi
ideal yang
dipersepsikan oleh para responden. Penilaian kesenjangan adalah dengan
semakin kecil nilai gap 5, semakin baik kondisi organisasi; sebaliknya semakin besar nilai
gap 10, semakin kurang baik kondisi
organisasi; dengan asumsi bahwa 5-10 adalah angka normal nilai gap antara ideal dengan
realitas. HASIL KUESIONER DAN ANALISIS
Demografi Responden
Responden penelitian di organisasi Y berjumlah 28 orang, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 1a: 17 laki-laki 61 dan 11 perempuan 39. Sedangkan jabatan responden
dalam organisasi, seperti ditunjukkan di Gambar 1b: pejabat struktural 7 orang 25 terdiri dari:
eselon 2, satu orang; eselon 3, dua orang; dan eselon 4, empat orang; serta staf 21 orang 75.
Distribusi umur responden didominasi oleh umur di bawah 40 tahun 82, seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 1c.
Gambar 1a. Jenis kelamin responden dan 1b.jabatan responden
Gambar 1c. distribusi umur responden 5.2. Hasil Survei
Hasil survei iklim organisasi Y atas enam dimensi yang diukur ditunjukkan oleh Gambar
2a sampai Gambar 2f, sedangkan angka 0 0 sampai 15 100 di sumbu x menunjukkan nilai
riil dan ideal rata-rata dari data seluruh responden. Yang perlu diperhatikan dalam melihat gambar
adalah bukan angka pencapaian dari 100, tetapi kesenjangan di antara dua nilai: ideal dan realitas.
Gambar 2a. Dimensi Kepemimpinan
Gambar 2b. Dimensi Motivasi
5 10
15 1. keyakinan
keper ayaa … 2. kebebasan
berbicara 3. Penggalian
pe ggu aa Ide… ideal
realitas
5 10
15 4. Dominasi:
Pu ish e … 5. Tanggung
Jawa … 6. Jumlah tim
kerja ideal
realitas 11
17 Laki-laki
1 2 4
21 eselon 2
eselon 3 eselon 4
staf 11
12 3
2 30 tahun
31-40 tahun 41-50 tahun
50 tahun
157
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Gambar 2c. Dimensi Komunikasi
Gambar 2d. Dimensi Pengambilan Keputusan
Gambar 2e. Dimensi TargetTujuan
Gambar 2f. Dimensi Pengendalian
V.3. Analisis
Seperti telah disebutkan bahwa semakin kecil nilai gap, semakin baik kondisi organisasi;
sebaliknya semakin besar nilai gap, semakin kurang baik kondisi organisasi, dengan gap
normalbaik berkisar 5-10; bila 5 berarti kondisi iklim organisasi sangat baik; sebaliknya
bila gap 10 berarti iklim organisasi kurang baik. Untuk masing-masing dimensi, dijelaskan
sebagai berikut:
A. Kepemimpinan
Dari Gambar 2a terlihat bahwa gap terbesar terjadi pada variabel keyakinan dan
kepercayaan atasan di depan bawahan 8,2, kemudian diikuti oleh variabel penggalian dan
penggunaan ide bawahan oleh atasan 7,1, dan gap
terkecil adalah untuk kebebasan berbicara 4,6.
Di organisasi Y kebebasan berbicara telah relatif sangat baik, dan aspek tersebut adalah satu-
satunya nilai gap yang berada di bawah 5 dari 18 aspek
yang ditanyakan.
Aspek kebebasan
berbicara harus dipertahankan dalam organisasi Y. Sedangkan aspek kepercayaan atasan di depan
bawahan dan penggalian ide dan penggunaan ide bawahan oleh atasan masuk dalam kategori
normal.
B. Motivasi
Dari Gambar 2b terlihat bahwa gap terbesar terjadi pada aspek tanggung jawab
pencapaian target 8,6, kemudian jumlah tim kerja di dalam organisasi 7,5, dan gap terkecil
adalah dominasi reward and punishment 6,4.
Untuk tanggung jawab pencapaian target, karyawan mengharapkan bahwa mereka ingin
dilibatkan lebih banyak lagi, bukan hanya menerima keputusan di tingkat manajemen
semata.
C. Komunikasi
Dari Gambar 2c terlihat bahwa gap komunikasi di institusi riset Y cukup lebar, yang
terbesar gap-nya adalah aliran informasi 11,8, sama dengan gap akurasi komunikasi 11,8, dan
gap terkecil untuk dimensi ini adalah penerimaan
atasan atas komunikasi bawahan 9.3. .
D. Pengambilan Keputusan
Dari Gambar 2d terlihat bahwa gap pengambilan keputusan oleh atasan di institusi
riset Y
sangat lebar
18,6, kemudian
keterlibatan karyawan
dalam pengambilan
keputusan 13,8, dan gap terkecil untuk dimensi ini adalah atasan tahun masalah bawahan 9,3.
Proses pengambilan keputusan di institusi riset Y
5 10
15 . Alira …
. Pe eri aa … . Akurasi…
. Atasa … ideal
realitas
5 10
15 11. Pegambilan
Keputusan 12. Keterlibatan
Pe ga ila …
13. Keterlibatan Motivasi
ideal realitas
5 10
15 14. Perumusan
Target 15. Resistensi
Terpendam ideal
realitas
5 10
15 16. Konsentrasi
Pengawasan 17. Organisasi
Informal 18. Penggunaan
Data ideal
realitas
158
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
sangat perlu diperbaiki, yaitu dengan lebih banyak melibatkan karyawan, khususnya untuk masalah-
masalah yang memang berhubungan dengan mereka.
E. TargetTujuan
Dari Gambar 2e terlihat bahwa gap dimensi ini semua berada di bawah 10, yaitu
keterlibatan dan motivasi 6,4, kemudian perumusan target 7,1, dan gap terlebar di
dimensi ini adalah resistensi yang terpendam 8,6.
F. Pengendalian
Dari Gambar 2f terlihat bahwa gap dimensi ini semua berada di bawah 10, yaitu
konsentrasi pengawasan
6,8, kemudian
penggunaan data 7,1, dan gap terlebar di dimensi ini adalah aspek organisasi informal di
dalam organisasi yang terpendam 8,6.
PENUTUP Kesimpulan
1. Instrumen pengukuran Iklim Organisasi yang terdiri
dari enam
dimensi, yaitu:
kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, pengambilan keputusan, targettujuan, dan
pengendalian; dapat
digunakan untuk
mengukur kesiapan
organisasi untuk
menerapkan SMM berbasis SNI ISO 9001 di suatu organisasi.
2. Dari studi kasus pengukuran iklim organisasi di institusi riset Y, dengan responden 28 orang
dari 32 karyawan 87,5 yang diambil secara sensus, diperoleh hasil bahwa:
a. Nilai gap rata-rata di institusi riset Y adalah 8,9 untuk semua aspek iklim
organisasi, yang
berarti iklim
organisasi sudah baikkondusif untuk mengimplementasikan ISO 9001.
b. Nilai gap terbesar di institusi riset Y adalah aspek pengambilan keputusan
masih dominan
di tingkat
strukturalmanajemen gap 18,6. c. Nilai gap terkecil di institusi riset Y
adalah aspek kebebasan berbicara atasan
bawahan untuk
masalah pekerjaan
gap 4,6,
yang menunjukkan bahwa para karyawan di
institusi riset Z merasa bebas berbicara kepada atasan pejabat struktural
tentang masalah apa pun yang dimiliki bawahan.
3. Dari hasil analisis dengan nilai gap rata-rata di institusi riset Y adalah 8,9 untuk semua
aspek iklim organisasi, berarti iklim organisasi Y sudah baikkondusif untuk
mengimplementasikan ISO 9001:2008.
Keterbatasan
Penelitian ini bersifat cross sectional, yaitu data yang didapatkan hanya berasal dari
persepsi para respondenkaryawan di institusi riset Y dalam satuan waktu yang pendek, bukan dengan
observasi dengan
waktu yang
panjanglongitudinal. Instrumen pengukuran yang digunakan
juga baru
tahap diterjemahkan,
belum dikontekstualkan dengan kondisi Indonesia, yang
mungkin berbeda dengan Amerika di mana instrumen telah digunakan.
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan
dapat dilakukan
dengan konsep yang sama, namun perlu merevisi instrumen pengukuran iklim organisasi yang lebih
sesuai dengan kondisi organisasi di Indonesia; kemudian waktu penelitian dilakukan secara
longitudinal
, yaitu sebelum implementasi, saat implementasi, dan sesudah implementasi SMM
berbasis SNI
ISO 9001:2008;
dan data
dikumpulkan dari seluruh karyawan organisasi Y, sehingga hasilnya dapat menggambarkan kondisi
iklim organisasi yang sebenarnya.
Ucapan Terima Kasih :
Penelitian ini dapat terselenggara atas biaya Daftar Isian Proyek Anggaran DIPA Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI sejak tahun 2010 hingga tahun 2014 di Pusat Penelitian Sistem
Mutu dan Teknologi Pengujian P2SMTP
– LIPI, yang di tahun 2013 sesuai dengan kontrak nomor
011JI.2SKDIPAI2013 tentang
Penjaminan Mutu di Lingkungan LIPI. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada para responden, para pejabat struktural eselon II, III, dan IV serta staf di
institusi riset Y, yang telah menjadi responden penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional BSN. 2008. SNI
ISO 9001:2008 Sistem manajemen mutu –
Persyaratan. ICS 03.120.10
Barney, Jay B.; Hesterly, William S. 2010. Strategic Management and Competitive
Advantage, Third Edition . New Jersey:
Prentice Hall. Dharma, Cipta. 2007. Analisis Pengaruh
Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 terhadap Peningkatan Kinerja
pada PT Jasa Raharja Persero Cabang
159
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Sumatra UtaraI [Tesis]. Medan: Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatra Utara Djatmiko, Budi; Jumaedi, Heri. 2011. Simulasi
Bisnis, Manajemen Mutu ISO 9001 . Bandung:
STEMBI-Bandung Business School. Gaspersz, Vincent. 2007. Organizational
Excellence. Gramedia Pustaka Utama.
Goestch, David L; Davis, Stanley B. 2010. Quality Management for Organizational Excellence.
New Jersey: Pearson. Gupta, Anita. 2008. Organizational Climate Study.
Institute of Rural Management, Anand, India. Organizational Traineeship Segmen PRM
28055. ISO International Organisation for
Standardisation. 2009. ISO 9001 – Quality
management systems – Requirement.
http:www.iso.orgisosurvey2009.pdf diakses 02 Oktober 2014
ISO International Organisation for Standardisation. 2014. The ISO survey of
Management Systems Standard Certification – 2013 Executive Summary.
http:www.iso.orgisoiso_survey_executive- summary.pdf?v20
13 diakses 02 Oktober 2014
Kanapathy, Kanagi. 2008. Critical Factors of Quality Management Used in research
Questionnaires: A Review of Literature .
Bandar Sunway: Sanway University College. Kim, Dong Young. 2011. A Performance
Realization Framework for Implementing ISO 9000.
International Journal of Quality Reliability Management Vol. 28 No.4.
Kujala, J. dan Lilirank, P. 2004. Total Quality Management as a cultural Phenomenon
. Quality management journal vol 11 No.4.
Lovelock, Christopher; Wirtz, Jochen. 2009. Service Marketing. Seventh Edition.
United States: Pearson
Muchsam, Y; Falahah; Saputro. G.I. 2011. Penerapan Gap Analysis pada
Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Studi Kasus
PT.XYZ. Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi SNATI 2011, 17-18 Juni 2011, Yogyakarta.
Rochaety, Ety; dkk. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sanders, Jason. 2005. Organizational Climate Survey Results.
Research Statistics Branch, Crime Prevention Justice Assistance
Division, Department of the Attorney General, State of Hawai, USA.
Syukri, A. F. 2011. Tingkat Kesiapan Organisasi Masyarakat Indonesia di Jepang untuk
Menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi PPIS 2011 di Balai Kartini
Jakarta. Syukri, A. F. 2014. Mengukur Kesiapan
Organisasi “X” Menerapkan SNI ISO 9001:2008 dengan Total Quality Person
TQP. Pertemuan dan Presentasi Ilmiah
Standardisasi PPIS 2014, di Hotel New Maryott, Surabaya.
Tjiptono, Fandy; Diana, Anastasia. 2003. Total Quality Management.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
To, et al. 2011. ISO 9001:2000 Implementation in The Public Sector. A survey ini Macao SAR,
the People’s Republic of China. The TQM Journal Vol. 23 No.1.
Wu, Sarah J; Zhang, Dong Li. 2011. Customization of quality practices: the impact
of Quality Culture . International Journal of
Quality Reliability Management Vol. 23 No.3.
Yamada, Shu. 2007. Introduction to Total Quality Management TQM
. Nikkei Bunko 1090 B87. in Japanese
160
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Bagaimana Lindung Nilai Mengakselekrasi Pengembangan dan Komersialisasi Teknologi
How Hedging Accelerates Development and Commercialization of Technology
Manaek Simamora
1
1
Center for Innovation, Indonesian Institute of Sciences-LIPI Gedung Inovasi Jl. Raya Jakarta Bogor KM 47, Cibinong16912, Indonesia
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords :
Hedging RD Technology Development
Commercialization of Technology Tech-based Start-up
Innovation Financing
Kata Kunci: Lindung Nilai Litbang
Pengembangan Teknologi Komersialisasi Teknologi
Usaha Pemula Berbasis Teknologi Pembiayaan Inovasi
Technological innovation has been widely recognized as a very important factor in strengthening firms’ competitiveness. Continuous launching of newly technology-
based product by firms is aimed at keeping the firms staying competitive in the market. Large firms have capacity to evaluate and access technology they need from
various sources besides developed them internally. These firms have the capacity to take risk through experimentation of even untested technology yet have good
commercial potential. On the other hand, most SMEs do not have such this capacity due to high risk of such this undertaking. To address this challenge, a new strategy
needs to be considered, that is, through hedging normally practiced the financial and commodity markets. Through this strategy a firm will only need to invest a very
small fraction of the total value of a contract to secure its right to execute the contract if the contract will deliver benefit. Hence, the potential loss that may occur
for the firm that hedges the contract is minimized. Firms can also adopt this hedging type strategy to access technology from various RD institutes. Such this
strategy has been successfully implemented in Taiwan. This paper will elaborate why and how hedging strategy can help firms to improve its capacity to access and
adopt technology and help RD institutes to accelerate its technology transfer to firms. Hedging strategy seems to be a new concept and practice that can also be
adapted in the field of management of innovation technology.
S A R I K A R A N G A N
Inovasi teknologi telah diakui secara luas sebagai suatu faktor yang sangat penting dalam penguatan daya saing perusahaann. Peluncuran produk-produk baru berbasis
inovasi teknologi dimaksudkan agar perusahaan tetap unggul bersaing di pasar. Perusahaan-perusahaan besar mempunyai kapasitas mengevaluasi dan mengakses
teknologi yang mereka butuhkan dari berbagai sumber disamping yang dikembangkan secara internal; mempunyai kapasitas mengambil resiko teknologi
melalui eksperimentasi teknologi yang bahkan beleum terbukti namun mempunyai potensi komersial yang baik. Di sisi lain, UKM atau perorangan pada umumnya
tidak mempunyai kedua kapasitas tersebut. Utuk mengatasi tantangan ini, suatu strategi baru perlu dipertimbangkan, yaitu, melalui hedging lindung nilai yang
biasanya diterapkan pada pasar modal atau komoditas. Melalui strategi ini suatu perusahaan atau seseorang hanya perlu menginvestasikan bagian sangat kecil dari
jumlah nilai suau kontrak atau proyek untuk menjamin haknya untuk melaksanakan kontrak tersebut di kemudian hari jika kontrak dipandang akan menghasilkan suatu
manfaat. Dengan demikian, potensi kehilangan atau kerugian yang mungkin timbul bagi perusahaan atau orang yang melakukan lindung nilai atas kontrak dapat
diminimalisir. Perusahaan juga dapat mengadopsi jenis strategi lindung nilai ini untuk mengakses teknologi dari berbagai lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan.Strategi ini telah berhasil dipraktekkan di Taiwan. Makalah ini mengelaborasi mengapa dan bagaimana strategi lindung nilai dapat membantu
perusahaan meningkatkan kapasitasnya mengakses dan mengadopsi teknologi dan juga
dapat membantu
lembaga-lembaga penelitian
dan pengembangan
mengakselerasi alih teknologi ke perusahaan. Strategi lindung nilai tampaknya menjadi suatu konsep dan praktek baru yang dapat diadaptasi dalam bidang
manajemen inovasi teknologi. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Corresponding author. E-mail address:
manaekyahoo.com ,
manaek.simamoralipi.go.id ,
manaeksinas-indonesia.org
161
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
INTRODUCTION Technology innovation has been widely
recognized as a very important factor in strengthening
firms’ or
industry competitiveness. This, for example, can be seen
through continuous new product launching to the market by firms in its attempts not only in
providing solution to its customers or market but also to stay competitive. Many of new products
launched to the market generally are based on technology
resulted from
research and
development RD activities. The firms might source its technology from its own internal RD
activities andor from external sources such including RD institutes.
Whether the technology obtained from internal andor external sources the costs of its
acquisition normally is also very expensive. Besides, when a firm sources its technology
from external sources it requires a capacity to assess the risks and benefit of such undertaking.
Based on this assessment, in many cases, a firm would
be required
to conduct
further experiments to prove technical and commercial
viability of a newly tech-base product with specific application and market. This would
incur risk for the firm. Therefore, developing andor accessing technology from external
sources normally is done by large firms and mostly done in a more developed countries.
In developing countries, like Indonesia, this approach has not become a common practice.
Firms have a tendency to adopt a new technology or new product which have bee
proven elsewhere —there is no need to undertake
experimentations to prove its technical and commercial viability. In other words, besides
state-of-the art of research results from RD institution in developing countries still contain
high risk; the industry culture also tend to be more risk aversion. This creates a situation
where adoption of technological innovation by local firms, both large and SMES, from local
RD institutions and also from foreign market takes place in a very slow phase
—insignificant. It is therefore necessary to find a strategy on
how to accelerate innovation adoption from RD institutions by local firms, given the high
risk nature of such undertaking. Hedging can become one of the alternatives for industry to
minimize the risk that might occur in the technology
development process
in collaboration with RD institutions. Through
hedging, a firm can reduce technological development risk level which in turn can
enhance its ability to adopt technology innovation. This is so as the firm can set its
investment in the technology development to a minimum
amount and
only when
the opportunity becoming more visible the firm can
make further investment in the technology development collaboration.
However, an RD institute needs to have an appropriate form of organization to enable it to
adopt hedging strategy in its research collaboration schemes. RD institute will have
to be able to conduct collaboration in a flexible and professional manner. In the absence of such
organizational requirement, the presence of intermediaries can help such RD institute to
accelerate its RD results utilization through, amongst other, hedging strategy.
This paper briefly reviews how hedging concept which commonly used in financial,
investment, and commodities business can be applied in technology innovation development;
what type of institutional form is required so as to be able to implement hedging strategy; and
how firms can use hedging in its technology investment.
The purpose of this paper is to introduce a commonly known concept in the financial and
commodity sector, i.e., hedging as a new concept
in the
technology innovation
management. This concept can be practiced by firm, individuals, and RD intitutes to
accelerate commercialization of technology. CONCEPTUAL REVIEW
Risk Management, Hedging, and Technologi Commercialization
Risk Management
Risk management can be defined as “a
general management function to idendity, assess, and addess causes and effects of uncertainty and
risk in an organisation” Williams, Smith, dan Young, 2001:27. The
purpose of rist
management is to enable an organization to achieve its mission and objective in a most
efective, efficience, and direct way. This definition entails two key words, i.e.
a uncertainty and b risk. Uncertainty is a doubtful condition of our ability to predict
outcome in the future from currect activity. While a risk presents on every thing the human
does. When a risk exist, outcome cannot be forecasted accurately. The existence of this risk
increase uncertainty. On the other hand, exposure toward risk is created when an action
increase and unpredicted gain or loss. As such risk is an objective concept which can be
measured.