Konsep Strategi dan Kebijakan

131 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Identifikasi Sumber Ide Inovasi dan Hubungan Kegiatan Riset dan Pengembangan Terhadap Keberinovasian Perusahaan: Studi Kasus pada Industri Teknologi Pengolahan Air Bersih di Indonesia Identification of Source of Innovation and Relationship Betwen Litbang activity and Firm’s Innovation Capability: Case Study of Clean Water Treatment Technology Industry in Indonesia Qinan Maulana Binu Soesanto, Trina Fizzanty, Wati Hermawati, Nur Laili, Dini Oktaviyanti, Sigit Setiawan, Rendi Febrianda, Dadang Ramdhan 1 1 Pusat Penelitian Perkembangan IPTEK- LIPI, Gedung A-PDII Lt.4, JL.Gatot Subroto No.10,Jakarta Selatan - 12710 I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Innovation Innovation Idea Water Threatment Technology Company Indonesia Kata Kunci: Inovasi Ide Inovasi Teknologi pengolahan air Perusahaan Indonesia The ideas of innovation come from internal and external sources . Source of innovative ideas not only from the activities of Research and Development RD in the companys internal, but also from the interaction of various sources in the innovation system . This paper aims to 1 identify the dominant source of innovation ideas that influence keberinovasian water treatment technology company in Indonesia ; 2 Looking at the relationship between RD activities in the company of keberinovasian water treatment technology company in Indonesia. The data used in the survey as many as 45 water technology companies in the Greater Jakarta and Bandung, the sampling method is purposive random sampling . Data were analyzed using descriptive and chi-square method . The study shows that the source of innovative ideas is the most dominant customer, its based on the nature of the company Waste Water Technology WWT which produces landfill system based on demand from consumers. For the relationship between RD activities on the innovation of the company, the results of the study found an association between the two with a significance value of p - value of 0.048 . S A R I K A R A N G A N Ide inovasi dapat berasal dari sumber internal maupun eksternal perusahaan. Sumber ide inovasi tidak hanya berasal dari aktivitas Penelitian dan Pengembangan litbang di dalam internal perusahaan, tetapi juga berasal dari interaksi berbagai sumber di dalam sistem inovasi. Tulisan ini bertujuan untuk 1 Mengidentifikasi sumber ide inovasi dominan yang berpengaruh terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia; 2 Melihat hubungan antara kegiatan litbang di dalam perusahaan terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia. Data yang digunakan merupakan hasil survey sebanyak 45 perusahaan teknologi air yang ada di Jabodetabek dan Bandung, dengan metode pengambilan sampel yaitu purposive random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan metode chi square. Hasil studi menunjukkan bahwa sumber ide inovasi yang paling dominan adalah pelanggan, hal ini didasarkan pada sifat dari perusahaan Teknologi Pengolahan Air TPA yang memproduksi sitem TPA berdasarkan permintaan dari konsumen. Untuk hubungan antara kegiatan litbang terhadap adanya inovasi perusahaan, dari hasil studi didapatkan adanya hubungan antara keduanya dengan nilai signifikansi P –value sebesar 0,048. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Qinan Maulana Binu Soesanto. E-mail address: qinan.maulanagmail.com 132 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PENDAHULUAN Bertambahnya populasi jumlah penduduk di Indonesia yang semakin besar menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air bersih. Dengan kondisi lingkungan saat ini yang terdegradasi, mengakibatkan minimnya pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara melakukan konservasi lingkungan di sisi hulu dan pengembangan Teknologi Pengolahan Air TPA 8 di sisi hilir. Peranan TPA sangat penting di dalam upaya memenuhi kebutuhan air bersih, sehingga kedepan diperkirakan bisnis TPA merupakan bisnis yang sangat potensial dan penguasaan terhadap TPA menjadi hal yang urgent untuk dipikirkan. Untuk menciptakan kemandirian dalam penguasaan TPA, diperlukan industri TPA di dalam negeri yang memiliki daya saing agar bisa berkompetisi satu sama lain, terutama dari serbuan perusahaan asing di bidang TPA. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan inovasi di dalam perusahaan TPA itu sendiri. Globalisasi pasar serta kompetisi yang ketat mengharuskan suatu perusahaan untuk terus berinovasi atau melakukan perubahan-perubahan dan menghasilkan produk, proses dan layanan yang baru atau semakin beragam yang ditawarkan kepada konsumen. Secara umum, hampir sepertiga keuntungan yang di dapat perusahaan sangat bergantung pada penjualan produk yang dikembangkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir Schilling, 2012. Oleh karena itu, inovasi sangat berperan dalam menentukan keberlangsungan suatu perusahaan dalam jangka panjang Ancona and Caldwell, 1987, meningkatkan kesuksesan perusahaan Higgins, 1995, dan mempertahankan keunggulan kompetitif suatu perusahaan Porter, 1990. Teori pembelajaran organisasi menyatakan bahwa Inovasi merupakan proses pembelajaran interaktif yang terdiri dari melahirkan ide, adopsi, implementasi dan penggabungan ide-ide dan praktek-praktek baru yang bersumber dari internal maupun eksternal perusahaan Cohen and Levinthal, 1990. Hasil dari pembelajaran tersebut akan menghasilkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan perusahaan untuk memilih, mendapatkan, beradaptasi, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kompetitif suatu perusahaan Hamel dan Prahalad, 1994. Oleh karena itu, kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan ide atau sumber inovasi baik di internal perusahaan maupun eksternal perusahaan sangatlah dibutuhkan yang pada akhirnya dapat 8 TPA = Teknologi Pengolahan Air menentukan derajat keinovasian level of innovativeness suatu perusahaan. Banyak studi yang telah dilakukan terkait dengan identifikasi sumber ide inovasi suatu perusahaan. Erik Baark et al 2011 melakukan studi 200 perusahaan manufaktur di Hongkong dan perl river delta region dan menemukan bahwa Internal perusahaan merupakan sumber inovasi utama terutama untuk meningkatkan berbagai kemampuan perusahaan, sedangkan sumber inovasi yang diperoleh melalui konferensi dan pesaing berkontribusi kepada daya saing perusahaan melalui proses mediasi dari alokasi sumber daya, pemasaran dan kemampuan mengorganisasi. Sebaliknya di Indonesia, Muflikh 2011 menemukan faktor yang berpengaruh dalam perusahaan Indonesia untuk menjadi perusahaan yang inovatif dan didapatkan bahwa konferensipameran dagang, pemasok dan pelanggan merupakan sumber informasi yang paling signifikan dalam kegiatan Inovasi. Dengan demikian, sumber ide inovasi perusahaan itu beragam bergantung pada karakteristik industri dan lingkungan bisnisnya. Pentingnya identifikasi sumber ide inovasi di dalam suatu perusahaan dapat memberikan gambaran tentang kecenderungan perusahaan dalam memilih sumber ide inovasi dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan untuk berinovasi. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan mengidentifikasi tentang sumber ide inovasi dominan yang ada di perusahaan Teknologi Pengolahan Air TPA di Indonesia dan disamping itu, akan dibahas juga pengaruh antara aktivitas litbang 9 terhadap keberinovasian perusahaan TPA yang ada di Indonesia. Dari penjelasan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Mengidentifikasi sumber ide inovasi dominan yang berpengaruh terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia 2. Melihat hubungan kegiatan litbang di dalam perusahaan terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air di Indonesia KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Ide merupakan sesuatu yang dibayangkan ataupun digambarkan di dalam pikiran, sedangkan inovasi merupakan implementasi praktis dari suatu ide menjadi sebuah peralatan baru ataupun proses baru. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses inovasi berawal dari memunculkan suatu ide Schilling, 2013. Di 9 Litbang : Penelitian dan Pengembangan 133 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 dalam konsep Rantai Nilai Inovasi, inovasi merupakan suatu proses berurutan yang dimulai dari pemunculan ide, pengembangan ide dan yang terakhir adalah difusi dari konsep yang telah dikembangkan Hanseen and Birkinshaw, 2007. Melalui konsep rantai nilai inovasi tersebut, perusahaan perlu mengenali nilai dari pengetahuan baru, mengasimilasikan pengetahuan baru tersebut dan mengaplikasikannya utuk penciptaan nilai bagi perusahaan Cohen and Levinthal, 1990. Pemunculan ide inovasi dapat dilakukan didalam perusahaan internal perusahaan maupun di luar perusahaan eksternal perusahaan dan sangat bergantung pada pemanfaatan kapasitas dan sumberdaya perusahaan – baik akumulasi pengetahuan dari unit internal perusahaan seperti kegiatan riset dan pengembangan, maupun kontak dengan organisasi lain seperti suplier, pelanggan, universitas dan lembaga litbang Grant, 1996; Verona, 1999. Di dalam unit internal perusahaan, sumber ide inovasi dapat dilakukan melalui aktivitas Litbang. Studi yang telah dilakukan menunjukan bahwa perusahaan menyadari pentingnya kegiatan Litbang sebagai sumber utama inovasi di dalam perusahaan. Hal tersebut juga diperkuat dari beberapa bukti yang menunjukan bahwa intensitas Litbang perusahaan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan penjualan, penjualan dari produk baru perusahaan dan keuntungan yang didapat perusahaan Schilling, 2012. Lin et. Al 2002 berpendapat bahwa komponen penting dari suksesnya suatu inovasi adalah kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi dan memanfaatkan pengetahuan eksternal yang berasal dari berbagai sumber inovasi. Pemunculan suatu inovasi tidak hanya bergantung pada Litbang di dalam perusahaan saja, tetapi juga bergantung pada interaksi dari berbagai aktor sumber inovasi Tidd, 2006; Caloghirou al. et., 2004 di dalam rantai nilai inovasi. Aktor tersebut dapat berupa suplier, konsumen dan bahkan pesaing ataupun organisasi lain seperti universitas, lembaga riset, institusi pendidikan, institusi pembiayaan, lembaga standarisasi dan asosiasi industri Soete et al., 2010; Todtling and Trippl, 2005; Edquist, 2005. Dari penjelasan pada paragraf sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa memunculkan suatu ide inovasi merupakan tahapan awal dan penting dari proses inovasi. Di dalam rantai nilai inovasi, tahapan awal dari suatu proses inovasi adalah diawali dari ide inovasi, diikuti oleh pengembangan ide inovasi dan yang terakhir adalah difusi dari konsep yang telah dikembangkan. Ide inovasi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Internal perusahaan biasanya diperoleh dari aktivitas Litbang di dalam perusahaan, sedangkan eksternal perusahaan diperoleh dari interaksi dengan berbagai aktor sumber inovasi seperti pelanggan, suplier, lembaga litbang di luar perusahaan dsb. Dari penjelasan tersebut, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut 1. Sumber ide inovasi yang dominan diperusahaan TPA di Indonesia tidak hanya di dominasi oleh sumber internal perusahaan saja, tetapi juga sumber eksternal perusahaan 2. Terdapat Hubungan antara kegiatan Litbang di perusahaan terhadap keberinovasian perusahaan. METODE PENELITIAN Data dari tulisan ini merupakan bagian dari Studi “Model Pengembangan Kemampuan Inovasi Teknologi Untuk Penciptaan Industri Air Bersih di Indonesia : Strategi Lokalisasi Air Bersih di Indonesia”. Studi tersebut merupakan studi DIPA kompetitif LIPI tahun anggaran 2014. Pengambilan sampel perusahaan dilakukan di daerah Jabodetabek dan Bandung pada periode bulan Mei sampai Agustus 2014 dengan jumlah sample sebanyak 45 perusahaan. Sampel diambil dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling , dimana sampel yang diambil hanya khusus perusahaan Teknologi Pengolahan Air purposive tanpa memperhatikan tipe perusahaan seperti besar kecilnya perusahaan dan faktor-faktor lainya Random. Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, setiap perusahaan akan dilihat hasil inovasi selama tiga tahun terakhir baik dari jenis inovasi mendesain, modifikasi, merakit dan mengcopy dan banyaknya inovasi. Setiap inovasi diidentifikasi asal sumber ide inovasi tersebut berdasarkan kategori internal perusahaan dan eksternal perusahaan, dimana setiap kategori dijabarkan secara spesifik sumber-sumber ide inovasinya detil dapat dilihat pada Tabel 1. Setiap satu inovasi diasumsikan tidak terbatas pada satu sumber ide saja, dengan asumsi tersebut responden diperbolehkan memilih lebih dari satu jenis sumber ide untuk setiap inovasi yang dihasilkan. Karena terdapat pemilihan lebih dari 1 jenis sumber ide inovasi untuk setiap inovasi, maka analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan tabel untuk dilihat frekuensi dari masing-masing sumber ide inovasi yang nantinya didapatkan sumber ide inovasi yang paling dominan. 134 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Tabel 1. Variabel Sumber Ide Inovasi Sumber Internal Perusahaan Sumber Eksternal Perusahaan Jenis kegiatan Inovasi Litbang Pesaing Mendesain Pemasaran Akuisisi Teknologi Paket Modifikasi Produksi Akuisisi Teknologi Lainya Merakit Enginering Pelanggan Mengcopy Direksi Konsultan Lainya Pemasok Universitas Litbang Pemerintah Litbang Swasta Paten Kadaluarsa Konferensi, Pertemuan dan Jurnal Pameran dan Internal Sumber: diolah oleh penulis, 2014 Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, akan dilihat ada atau tidaknya aktivitas litbang di dalam perusahaan untuk selanjutnya turut di identifikasi pula ada atau tidaknya inovasi dalam tiga tahun terakhir di perusahaan tersebut. Aktivitas litbang tidak dibatasi kepada ada atau tidaknya unit khusus litbang di dalam perusahaan, namun aktivitas litbang bisa mencakup kegiatan yang dilakukan di unit lainnya seperti unit produksi dan engineering, unit pemasaran dan direksi selama kegiatan tersebut bertujuan untuk pengembangan produk maupun sistem TPA. Di dalam studi ini tidak akan memperhatikan banyaknya inovasi yang dihasilkan perusahaan dalam tiga tahun terakhir, sehingga tingkatan analisis dibatasi hanya pada melihat hubungan aktivitas litbang terhadap ada atau tidaknya inovasi di perusahaan TPA. Data antara keberadaan aktivitas Litbang dan ada atau tidaknya inovasi akan ditabulasi silangkan dan dianalisis menggunakan metode chi kuadrat dan hasil analisis akan dijelaskan secara diskriptif. Studi wawancara mendalam pada empat perusahaan dan stakeholder terkait juga telah di lakukan sebagai data sekunder. Hal tersebut dilakukan agar didapatkan data pelengkap untuk pembahasan pada tulisan ini. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Perusahaan Teknologi Pengolahan Air

Secara umum, industri TPA di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1 bagian hulu dan 2 bagian hilir. Bagian hulu merupakan industri yang menyediakan jasa dalam hal produksi pompa air, pipa, bahan kimia dan segala jenis komponen untuk membangun sistem pengolahan air. Bagian hilir merupakan industri yang menyediakan produksi sistem pengolahan air seperti paket teknologi pengolahan air bersih, pengolahan air limbah di industri, sistem recycle water serta perancangan sistem dan produksi sistem sesuai permintaan konsumen. Keseluruhan sampel perusahaan yang ada pada studi ini sebagian besar adalah perusahaan yang berada pada industri hilir, sehingga kata-kata perusahaan teknologi pengolahan airperusahaan TPA pada tulisan ini mengacu pada perusahaan di industri hilir. Dilihat dari segi besar kecilnya usaha, perusahaan TPA didominasi oleh perusahaanjenis usaha kelas menengah³. Konsumen utama perusahaan TPA adalah Perusahaan swasta, Pemerintah dan Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. Produk yang ditawarkan oleh perusahaan TPA biasanya merupakan paket pengolahaan air berdasarkan desain perusahaan TPA itu sendiri ataupun Paket pengolahaan air berdasarkan permintaan konsumen. Produk dari perusahaan TPA kebanyakan tidak berbentuk suatu produk paket jadi sistem pengolahan air, karena kebanyakan produk diproduksi berdasarkan spesifikasi permintaan konsumen ataupun berdasarkan kondisi lingkungan dan input air baku yang akan diolah. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab tidak dimungkinkannya produksi masal pada produk sistem pengolahan air tersebut, dan hampir sebagian besar perusahaan TPA memproduksi berdasarkan proyek project based yang diberikan kepadanya. Namun demikian, ada beberapa perusahaan yang telah melakukan produksi masal alat pengolahan air skala rumah tangga, namun tidak begitu besar jumlah produksi per tahun. Inovasi yang ada pada perusahaan TPA bukanlah inovasi yang bersifat radikal, namun lebih condong kepada inovasi yang bersifat incremental , yaitu inovasi berupa perubahan atau penyesuaian kecil dari alat yang sudah ada Schilling, 2012. Meskipun kegiatan perusahaan TPA yang paling utama adalah mendesain sistem pengolahan air, namun proses mendesain tersebut hanya mendesain untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Perusahaan TPA tidak melakukan desain sistem dari awal, karena sistem teknologi pengolahan air baik yang sudah maju seperti reverse osmosis , ultra filtrasi ataupun yang lebih sederhana seperti koagulasi, flokulasi dan sand filter telah memiliki dominant design-nya sendiri. Yang dilakukan oleh perusahaan TPA adalah melakukan inovasi penambahan dan penyesuaian dari dominant design sistem pengolahan air tersebut, seperti peningkatan efisiensi konsumsi energi, modifikasi sistem pre-treatment , perubahan dimensi sistem dan sebagainya agar sesuai dengan permintaan konsumen dan kondisi lingkungan yang ada ex. kualitas air baku, kondisi alam instalasi pengolahan air dan sebagainya. 135 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Konsumen sangat berperan besar dalam menentukan pengembangan sistem teknologi pengolahan air. Konsumen dari kalangan pemerintah dan PDAM memiliki kecenderungan untuk memilih teknologi sederhana yang murah serta mudah dioperasikan sehingga kondisi tersebut memberikan tekanan kepada perusahaan TPA untuk melakukan proses inovasi. Inovasi tersebut bukan kearah pengembangan teknologi yang lebih maju sophisticated, namun cenderung kepada memodifikasi teknologi konvensional ataupun mendesain suatu bentuk teknologi konvensional yang ada, sedemikian sehingga dapat memenuhi batasan dana proyek dan karakteristik input air bakunya. Berbeda halnya jika konsumen perusahaan TPA adalah pihak perusahaan swasta pada industri tertentu, dimana demand akan pengembangan sistem pengolahan air justru lebih condong kepada teknologi maju atau setidaknya lebih unggulmaju bila dibandingkan dengan teknologi konvensional. Hal tersebut disebabkan karena tingginya tuntutan kualitas air baku yang dihasilkan sehingga menuntut spesifikasi sistem pengolahan air yang lebih maju. Pada perusahaan swasta, air dengan kualitas tinggi seperti demin kadangkala menjadi faktor penting untuk keberlangsungan produksi perusahaan swasta tersebut, sehingga di dalam pembangunan sistem pengolahan air, perusahaan swasta cenderung berinvestasi lebih besar bila dibandingkan pemerintah. Tingginya spesifikasi teknologi pengolahan air dalam rangka menjaga kualitas air baku serta durabilitas sistem merupakan salah satu faktor pendorong timbulnya inovasi di perusahaan TPA. Di dalam mendesai sistem pengolahan air, perusahaan TPA membutuhkan komponen pendukung dari sistem yang telah dirancang. Komponen-komponen pendukung dalam sistem pengolahan air seperti pompa, filter, perpipaan, kelistrikan serta komponen lainya dibeli dari suplier ataupun perusahaan hulu yang menawarkan produk-produk tersebut. Dari hasil kuisioner, menunjukan bahwa sebagian besar komponen- komponen dari sitem masih impor, ataupun dibeli dari produsen asing. Komponen yang impor tersebut masih didominasi oleh komponen teknologi tinggi seperti alat-alat sistem kelistrikan maupun membran filter yang belum dapat diproduksi di Indonesia.

b. Sumber Ide Inovasi Perusahaan Teknologi

Pengolahaan Air Bersih Di dalam rantai nilai inovasi, ide merupakan faktor utama dalam memunculkan suatu inovasi. Ide tersebut dapat diperoleh dari berbagai hal baik di internal perusahaan maupun di eksternal perusahaan. Hasil survei terkait dengan sumber ide inovasi, secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu internal dan eksternal perusahaan, yang hasilnya ditunjukan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan bahwa mendesain dan memodifikasi merupakan karakteristik inovasi yang paling dominan. Sedangkan sumber inovasi yang dominan adalah pelanggan, dengan total sebanyak 39 inovasi merujuk pada faktor tersebut. Secara ringkas, beberpa sumber ide inovasi terbesar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sumber Inovasi Dominan Sumber: diolah oleh penulis, 2014 Dengan melihat hasil survei, Pelanggan merupakan sumber ide inovasi utama pada perusahaan TPA. Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, Perusahaan TPA bersifat project base , sehingga perusahaan akan memproduksi sistem TPA berdasarkan permintaan pelanggan. Secara garis besar, peran pelanggan adalah menentukan spesifikasi teknologi yang akan digunakan, spesifikasi output air baku serta dengan adanya konstrain biaya memberikan stimulus kepada perusahaan TPA untuk berinovasi dengan cara mendesain ataupun memodifikasi sistem pengolahan air yang sesuai dengan permintaan pelanggan. Hal hal tersebut merupakan salah satu pendorong untuk menggali ide inovasi dari pelanggan. Unit internal produksi dan engineering berfungsi sebagai unit workshop maupun tempat Sumber Ide Inovasi Jumlah rujuakan pada setiap inovasi Pelanggan 39 Produksi internal 31 Pameran dan Internet 31 pemasaran 22 Engineering internal 20 Konferensi dan Jurnal internal 20 Pesaing 19 Box. 1 Dari wawancara yang dilakukan di Perusahaan MW, Perusahaan KT dan Perusahaan KIU; didapatkan kesamaan bahwa perusahaan melakukan desain sistem pengolahan air berdasarkan permintaan konsumen. Perusahaan KT melakukan desain instalasi pengolahan air limbah yang relatif hi tech karena dituntut output air oleh perusahaan konsumen berupa air demine, Perusahaan KIU melakukan desain pengolahan air gambut dengan karakteristik khusus menjadi air minum oleh PDAM, dan perusahaan MW melakukan desain sistem pengolahan air sederhana seperti sedimentasi, koagulasi-fokulasi berdasarkan permintaan dari PDAM. PDAM tersebut menginginkan sistem sederhana yang hemat energi dan mudah perawatanya. 136 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 pengujian skala lab dari desain yang telah dirancang. Karena rata-rata perusahaan TPA didominasi oleh perusahaan menengah, hanya sedikit perusahaan yang memiliki unit khusus untuk litbang didalamnya. Dari 45 perusahaan, hanya 11 perusahaan yang memiliki unit litbang internal jika dilihat dari banyaknya rujukan untuk sumber ide inovasi, litbang hanya dirujuk sebanyak 16 kali dengan kata lain rata-rata sebanyak 1,45 inovasi diinspirasi dari kegiatan litbang internal sehingga kebanyakan perusahaan melakukan uji skala lab sistem TPA diunit produksi dan engineering. Uji skala lab merupakan pembuatan miniatur dari sistem pengolahan air yang telah didesain sebelum diaplikasikan di lapangan upscale. Pada saat proses pengujian tersebut, dilakukan pengamatan dan koreksi- koreksi terhadap variabel yang disesuaikan dengan kondisi yang diharapkan. Dari proses tersebut, dapat memunculkan ide inovasi seperti perbaikan, penambahan dan perancangan dari sistem yang telah dirancang sebelumnya. Dengan semakin majunya teknologi dan terbukanya informasi, internet merupakan salah satu sarana didalam mendapatkan ide suatu inovasi. melalui internet, perusahaan TPA dapat melihat perkembangan kekinian dari teknologi air dan jika memungkinkan mengadopsi informasi yang ada untuk di terapkan di dalam perusahaan TPA. Hal yang sama juga berlaku untuk pameran, pesaing dan konferensi. Keseluruhan interaksi terhadap aktor-aktor tersebut dapat memunculkan ide inovasi di dalam perusahaan. Salah satu faktor sumber ide inovasi yang lain adalah unit pemasaran. Fungsi unit pemasaran di dalam perusahaan adalah mengidentifikasi kebutuhan utama pelanggan; melakukan penelitian untuk mengukur, menilai dan menafsirkan sikap serta perilaku pelanggan dan mengembangkan dan menerapkan strategi yang paling tepat bagi perusahaan Swastha dan Irawan, 2003. Melalui pengertian tersebut, peran dari pemasaran adalah mengidentifikasi kecenderungan kebutuhan pasar sistem pengolahan air, sehingga dapat memberikan perencanaan terhadap perusahaan untuk mengembangkan teknologi tertentu yang sekiranya berpotensi mendatangkan keuntungan. Selain itu, unit pemasaran juga berfungsi menghubungkan antara konsumen dengan perusahaan, sehingga melalui komunikasi tersebut dapat memunculkan ide inovasi bagi perusahaan TPA melalui identifikasi kebutuhan pelanggan. Unit pemasaran di dalam perusahaan TPA pada hakikatnya hanya sebagai jembatan penghubung antara konsumen dengan perusahaan dan unit tersebut melakukan identifikasi-identifikasi yang dibutuhkan oleh konsumen. Dari hasil data kuisioner dan pembahasan di atas, Konsumenpelanggan merupakan kunci utama sebagai sumber ide inovasi perusahaan TPA. Hal tersebut menujukan bahwa model pendekatan riset dan pengembangan di dalam perusahaan TPA adalah demand-pull dimana inovasi dipengaruhi oleh kebutuhan atau permintaan penggunakonsumenpelanggan. Gambar 1 menunjukan simplifikasi proses dari peranan setiap sumber ide inovasi pada perusahaan TPA. Pada Gambar 1 tersebut, alur sumber ide inovasi ditunjukan oleh garis tipis yang keseluruhan menuju kepada proses desain dari sistem pengolahan air.

c. Pengaruh Aktivitas

Litbang terhadap Keberinovasian Perusahaan Hasil dari survei ditunjukan pada Tabel 5. Untuk melihat apakah terdapat korelasi antara adanya aktivitas litbang dengan keberinovasian perusahaan dengan taraf signifikansi 5 maka disusun hipotesis sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat korelasi antara aktivitas litbang dengan keberinovasian perusahaan atau aktivitas litbang dan inovasi perusahaan saling bebas H1 : Terdapat korelasi antara aktivitas litbang dengan keberinovasian perusahaan atau aktivitas litbang dan inovasi perusahan tidak saling bebas. Hasil uji SPSS ditunjukan pada Tabel 6. Tabel 5. Aktivitas Litbang dan Inovasi Perusahaan Litbang Ada atau tidaknya Inovasi Jumlah Ada Tidak Ada 28 4 32 Tidak 8 5 13 Jumlah 36 9 45 Hasil dari uji Chi Square dengan menggunakan SPSS menunjukan bahwa nilai signifikasi p-value sebesar 0,048. Karena p-value 0,048 0,05 menunjukan bahwa Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara adanya aktivitas litbang di dalam perusahaan dengan keberinovasian perusahaan TPA. Hasil diatas menunjukan bahwa aktivitas litbang sangat berperan didalam keberinovasian suatu perusahaan TPA. Salah satu peranan aktivitas litbang adalah melakukan desain dan pemecahan masalah yang ditemui di lapangan ketika mengaplikasikan sistem pengolahan air. 137 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Tabel 6 . Hasil Uji Chi dengan SPSS Value df Asymp. Sig. 2- sided Exact Sig. 2-sided Exact Sig. 1- sided Pearson Chi- Square 3,894 a 1 ,048 Continuity Correction b 2,441 1 ,118 Likelihood Ratio 3,600 1 ,058 Fishers Exact Test ,094 ,063 Linear-by- Linear Association 3,808 1 ,051 N of Valid Cases 45  1 cells 25,0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,60.  Computed only for a 2x2 table Dari penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa model inovasi perusahaan TPA adalah demand pull , namun demikian perlu digaris bawahi bahwa model riset inovasi tersebut bukan merupakan aktivitas litbang didalam perusahaan yang mencoba mengembangkan produk baru untuk dijual di pasar. Aktivitas litbang tersebut lebih mengarah kepada pemecahan-pemecahan masalah yang ada berdasarkan proyek yang diterima seperti pembuatan disain sesuai permintaan konsumen. PENUTUP Untuk menjawab tujuan penelitian yang didasarkan pada pembahasan yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut. 1. Sumber ide inovasi yang dominan pada perusahaan teknologi pengolahan air bersih adalah pengguna. Pengguna sangat berperan dalam menentukan desain dari sistem pengolahan air bersih. 2. Terdapat korelasi antara adanya aktivitas litbang terhadap keberinovasian perusahaan teknologi pengolahan air. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai sigifikansi p-value sebesar 0,048. Dengan demikian, investasi litbang oleh perusahaan akan meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan teknologi pengolahan air. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada koordinator studi “Model Pengembangan Kemampuan Inovasi Teknologi untuk Penciptaan Industri Air Bersih di Indonesia : Strategi Lokalisasi Air Bersih di Indonesia ” karena telah memberikan izin untuk menggunakan data yang ada sebagai bahan dalam tulisan ini dan juga tim studi di dalam usahanya untuk mendapatkan data tersebut. DAFTAR PUSTAKA Hansen, M. T. and J. Birkinshaw. 2007. The Innovation Value Chain. Harvard Business Review. Baar, E., K.W. Antonio., Lau., and W. Lob., and N. Sharif. 2011. Innovation Sources,Capabilities and Competitiveness: Evidence from Hong Kong Firms. DIME Final Conference, 6-8 April 2011, Maastricht. Ancona, D. and D. Caldwell. 1987. Management Issues Facing New Product Teams in Hightechnology Companies in Advances in Industrial and Labour Relations . JAI Press. Greenwich. Porter, M. E. 1990. The competitive Advantage of Nations . Free Press. New York. Grant, R.M. 1996. Prospering in dynamically- competitive environments: organizational capabilityas knowledge integration. Organization Science 7 4: 375-387. Verona, G. 1999. A resource-based view of product development. Academy of Management Review 24 1: 132 –142. Cohen, W.M. and Levinthal, F.A. 1990. Absorptive capacity a new perspective on learning and innovation. Administrative Science Quarterly 351: 128-152. Hamel, G. and Prahalad, C.K. 1994. Competing for the Future . Harvard Business School Press. Boston. Schilling, M.A. 2012. Strategic Management of Technological Innovation 4th Edition . McGraw-HillIrwin. Tidd, J. 2006. A review of innovation models. Discussion Paper. Imperial College London : 1-16. Lin, C., Tan, B and Chang, S. 2002. The Critical Factors for Technology Absorptive Capacity. Industrial Management and Data Systems , No. 102, Vol. 6, pp300-308 Box. 2 Perusahaan MW menyatakan bahwa aktivitas litbang dilakukan di unit produksi. Perusahaan tersebut tidak memiliki unit terpisah yang berkaitan dengan aktivitas litbang, seperti unit litbang. Pada perusahaan MW, riset yang dilakukan unit produksi adalah mengidentifikasi kelemahan dari bangunan dan instalasi sistem yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut. 138 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Soete, L., Verspagen, B. and Weel, B.T. 2010. Systems of Innovation . In Hall, B.H. and Rosenberg, N. Eds. Holland, N., F. Todtling., and M. Trippl. 2005. Handbook of The Economics of Innovation Volume 2.Research Policy 34. Elsevier B.V Caloghirou, Y., I. Kastelli, and Tsakanika, A. .2004. Internal capabilities and external knowledge sources: complements or substitutes for innovative performance. Technovation 24: 29- 39. Swastha, B., and D. H. Irawan . 2003. Manajemen Pemasaran Modern . Jakarta. Nadhiroh, I. M. 2010. Karakteristik Perusahaan Inovatif Pada Industri Manufaktur Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peran Jejaring dalam Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing Bisnis . Jakarta. 139 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Lampiran Tabel 2 . Sumber Ide Inovasi Internal Karakteristik Inovasi Internal Perusahaan Litbang Pemasaran Produksi engineering Direksi Lainya Mendesain 11 14 20 18 5 2 Modifikasi 4 7 11 1 1 2 Merakit 1 1 1 Mengcopy Total 16 22 31 20 6 4 Tabel 3. Sumber ide Inovasi Eksternal Gambar 1. Alur Sumber ide Inovasi di Perusahaan TPA Karakterist ik Inovasi Eksternal Perusahaan Pesaing Akuisisi Paket Tek. Akuisisi Tek. Lainya Pelangg an Konsul tan Pem asok Univ . Litbang Pemerin tah Litbang Swasta Paten Kadal uarsa Konferensi Pertemuan dan Jurnal Pameran dan Iternet Mendesain 13 1 3 27 9 9 5 6 3 2 15 23 Modifikasi 6 3 11 7 5 1 4 6 Merakit 1 1 1 1 2 1 2 Mengcopy 2 Total 19 4 4 39 17 9 6 15 3 3 20 31 Ide Eksternal Internet dan Pameran, Pesaing Konferensi dan Jurnal PelangganKonsumen PemerintahPDAM - Teknologi sederhana - Constraint biaya - Kualitas air sebatas untuk RT Perusahaan Swasta - Teknologi relatif lebih tinggi - Kulitas Air tinggilebih diutamakan - Biaya relatif besar Desain Marketing Uji Skala Lab dan Produksi Sistem Teknologi Pengolahan Air 140 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Studi Tolak Ukur Sistem Manajemen Inovasi Proses, Standar, dan Konteks Innovation Management System Benchmarking Process, Standard and Context Gajendran Kandasamy 1,2 1 PT TUV Rheinland Indonesiasal, Kuningan, Jakarta, 12950 2 Binus University Intetrnational, Senayan, Jakarta, Kota, 10270 I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Innovation Management System Culture Benchmarking In order to effectively promote an Innovation Management System amongst Indonesian organizations, a practical roadmap is presented. This includes understanding the innovation landscape through a pre-assessment, followed by training, implementation, re-assessment, benchmarking and awarding. The influence of local culture on innovation is also incorporated to enable a smooth transition to make innovation a key driver of the economy. This paper elaborates on the rationale and theory underlying the proposed effectiveness of this already initiated roadmap. S A R I K A R A N G A N Dalam rangka secara efektif untuk mempromosikan sistem manajemen inovasi antaralembaga di Indonesia, tulisan ini akan mengemukakan peta jalan dalam implementasinya. Tulisan ini bertujuan untuk memahami lanskap inovasi melalui kajian awal, diikuti dengan pelatihan, implementasi, re- assessment , benchmarking dan pemberian. Pengaruh budaya lokal pada inovasi diikutsertakan untuk memungkinkan kelancaran transisi dalam membuat inovasi menjadi pendorong utama perekonomian. Makalah ini menguraikan tentang pemikiran dan teori yang mendasari keefektivitasan usulan sebuah peta jalan yang sudah ada. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: gajendran.kandasamytuv.com 141 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 INTRODUCTION Indonesian economic growth is predominantly based on domestic consumption, exporting raw materials and technology absorption from abroad. The Indonesian Masterplan for Development and Economic Growth - MP3EI - has set challenging goals to place Indonesia among the economically leading nations. A sustainable growth and global competitiveness however will neither be driven by domestic consumption and export of raw materials nor by technology absorption from abroad. It will be based on upstream activities, value added and innovative products. Prerequisite to successful innovation is systematic Innovation Management. Following classic ideas of the development path of a national economy, technological absorption is necessary to enhance productivity, especially in the efficiency driven stage Indonesia has recently entered Acs, Szerb, 2010. It describes the access to advanced products and the ability the make use of them. In general Indonesia is prone to rely on foreign technology “usually for three practical reasons, i.e. [1] imported technology or technology products are believed to be more reliable and proven; [2] it is cheaper to buy than to fund research for developing the required technology; and [3] purchased technology can be used almost instantly, eliminating waiting time 10 . The above mentioned reasons will potentially stifle transition of Indonesian to the innovation driven stage. Unless local innovation is managed effectively, which is the objective of this proposal. Therefore we expect significant impact of this programs on Indonesian innovation eco-system. This proposal focusses on the companies, both public and private, SME and larger business – thereby it will complement the previous support focused on public sector engagement from Germany mentioned below. In 2002 the BMBF- funded report “Innovation in Indonesia” delivered an assessment of the national innovation system and approaches for improvement. Based on the results of the report Germany and Indonesia agreed on cooperation to support the development of regional innovation systems in Indonesia in late 2003 11 . So-called Business Technology Centers BTC should stimulate the transfer of RD-results from research to enterprises in the regions. Beside 10 Benyamin Lakitan, National Innovation System in Indonesia: Present Status and Challenges. In: Annual Meeting of Science and Technology Studies, Tokyo Institute of Technology, 2011. 11 RISTEKBMBF 2003 training support, twinning with respective German institutions and internships an advisor should be installed to establish and develop BTC. Our recent evaluation study of innovation initiatives sponsored by BMBF in Indonesia noted the difficulty that countries like Germany have in engaging seamlessly with Indonesia, where innovation is yet to take root. This has been shown in the EU-Project IMP3rove . The project focused on developing an Innovation Management Assessment matching the special needs of European SMEs. Based upon a management model of AT Kearney the Innovation Management Systems IMS of more than 3000 SMEs could be compared. Innovation strategy, organization, culture, processes and enabling factors were analyzed. The individual analyses were used to develop improvement potentials and road-maps to successful innovations driven by systematic Innovation Management. In Indonesia the understanding of innovation as driver of competitiveness has to be developed. It demands a change of mindset from trading to innovation lead business in medium and big companies. However the understanding of innovation in leading nations as demonstrated in IMP3rove has to be matched with Indonesian socio-cultural background to be successfully accepted and used by Indonesian companies and society. The objective of the project is to establish systematic Innovation Management in medium- sized and bigger companies in Indonesia to enhance their competitiveness. This will support Indonesia’s development path towards sustainable growth and global competitiveness. The planned activities are based on:  the recently drafted CENTS 16555-1 norm on Innovation Management intended to help companies to set up and develop their individual Innovation Management System, whilst being compatible with other management systems such as ISO 9001. The norm aims at guiding “organizations to introduce, develop, and maintain a framework for systematic innovation management practices an Innovation Management System, IMS. Establishing such a management system allows organizations to become more innovative and to achieve more success with their product, service, process, organizational design and business model innovations. This would foster orga nization’s results, value and competiveness ”.  CENCWA 15899 agreement on Innovation Management Assessment which has already been successfully applied by more than 3000 142 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 European companies in the context of IMP3rove . These norms have to be interpreted and transferred with respect to the Indonesian socio-cultural background. The approach combines:  Training and Assessment of Innovation Managers Are the Trainees meant here - as future Innovation Managers? Yes, the invited participants are pre-selected as those who already or would like to play the role of innovation managers in their respective companies. as means of Capacity Building,  Support Innovation Managers to establish Innovation Management Systems in their companies, Except above mentioned Training and Consulting – What concrete measures of Support do you mean at this point? The training is supplemented with on-site as well as off-site consulting to establish bespoke innovation management system based on the foundations build during the training. The off- site support is in the form of a helpdesk which will be made available during this period.  Assessment and Benchmarking of the established Innovation Management Systems. Innovation and sustainability are issues supporting each other. Innovations regarding sustainability goals promise products matching the triad of societal, environmental and business targets. Therefore the combination of innovation and sustainability will be given special consideration and space within the training. See above; please give deeper explanations – we need to be a little bit more concrete. Given the large agricultural and manufacturing sectors in Indonesia, sustainability is an increasingly important emphasis both by regulatory bodies as well as companies exporting to developed world. In addition to the generic innovation training program, we aim to select a list of pilot companies in order to focus on the role of innovation in sustainability. DO WE NEED A STANDARD? The standard should deliver innovation excellence • Createsrebuilds an innovation management system that is comprehensive and effective • Reduces dependency on key personnel • Improves the quality of innovation decision- making • Reveals what workswhat does not: evidence- based innovation • Improves cross-functional and international collaboration • Monitors progress over time against objective targets • Reduces fail cost • Reduces automation cost through a common framework • The standard is advisory rather than prescriptive: meaning organizations are in charge to determine how deep and wide they implement it • Every organization should implement its own innovation system • • If you start using other peoples systems, or copy parts of it, this can be counter-productive The standard offers a long-term path for sustainable improvement and a thorough qualitative instrument rather than a one-off evaluation event or tool. Will standards inhibit creativity, serendipity or entrepreneurship: NO. On the contrary: • There are certain aspects of innovation that cannot be managed by traditional forms of planning and control, such as creativity, serendipity or entrepreneurship. However, there are three important points to realize: The fact that some elements cannot be entirely planned or controlled does not release professionals from responsibilities for managing what you can If creativity, serendipity or entrepreneurship cannot be managed, they can be better facilitated, and: – You can manage a process of facilitation Will standardidisation kill competitive distinction: NO • Every organization determines its own innovation management system: there is no single solution • Competitive distinction is created in the execution and deployment of tools, practices, processes • It creates distinction between organizations who have implemented the standard, and those who have not. Table 1. Comparing the evolution of features in the two existing innovation management standards. Feature CEN-TC 389 2008 PDMA-TIM 2013 Comprehensive No Yes International regional International Verticalized no Possible Sustainable no yes Scalable TBC yes Advisory yes yes Certification no yes Training no yes 143 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 MEASUREMENT • Innovativeness of organizations – Innovation Management System • Effectiveness of each element: Culture, Leadership, Resources, Processes, Monitoring, Improvement • Effectiveness of the overall IMS – Innovation performance Effectiveness of IMS • of total sales from productsservicesbm launched in last 5 years. • of total growth in revenue from innovation in last 5 years Figure 1. The typology of innovation according both process and output PDMA-TIM. Figure 2. Pillars of the Innovation Management System PDMA-TIM FRAMEWORK THEORY The socio-cultural factors have to be taken into consideration during assessment, consulting and training. Type of innovation will be influenced by the type demand of the market pull and the capacity of the market push. RESEARCH RESULTS DISCUSSION Studies which investigate the effect of cultural attributes specifically on innovation are sparse. In order apply innovation management best practices to the Indonesian context, it is prudent to determine how the national traits influence. The multivariate regression of an international innovation index with respective national cultural traits can provide insight into which areas to focus on when innovation management system in implemented. Two such regressions are provided below: Table 1 shows analysis using Global Innovation Index GII from INSEADWIPO and Hofstede’s cultural index; Table 2 shows analysis using GII and the more extensive Globe dataset. Table 2. GII and Hofstede Index Table 3. GII and Globe Data Set Findings from both regressions are consistent and clearly show the significant negative influence of ingroup and institutional collectivism and the positive influence of performance orientation practice. CONCLUDING REMARKS The public and private sectors in Indonesia do not have a history of engagement; with several regulatory as well as perceptual blocks. Given our past work with both the public and the private sectors, we are well positioned to connect and engage the key actors. 144 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Several target groups in the project are innovative medium-sized as well as bigger companies or such in demand of innovation. Well studied companies with a well-established Innovation Management System are growing in sales and EBIT at nearly the double rate as their competitors. To benefit from this the project aims at building a knowledge transfer supporting structure. The project will open Indonesian companies’ routes to added value and products and sustainable production fitting to at least ASEAN countries’ needs and in a next step meeting the demands of globalized markets. It has the potential to improve the links in the Indonesian Innovation System by giving stimuli towards more cooperation in innovation. The MP3EI has ambitious plans for enhancing innovation in Indonesia, such as contributing 1 of GDP towards research development. The key challenge being effectively operationalizing the full lifecycle of innovation, by managing the process and the stakeholders. Despite setting objectives, the mechanisms, experience and know-how to manage innovation are found lacking. This may potentially lead to diversion of funds to less effective causes. There is sufficient incentive and motivation, however sufficient momentum is lacking and certain know- how stimulators remains to be triggered. Following the discussion in page 2 above, the impact the setting up innovation assessment and benchmarking system in Indonesia will be to bring forth existing innovation efforts to the fore, and identify relevant deficiencies stifling ‘effective’ growth. Such an idex is bound be a prominent discussion point in business forums, MBA classes, and an aspiration for companies wishing for this important marketing credential. Overall, we hope this would contribute to the transition of Indonesian to an innovation driven country. ACKNOWLEDGEMENTS I thank Dr. Ralph-Juergen Peters from TUV Rheinland Cologne for introducing me to a previous EU benchmarking project for SMEs. REFERENCES Acs, Z., Szerb, L. 2010. The Global Entrepreneurship Development Index, DRUID Summer Conference on Opening Up Innovation: Strategy, Organization Technology, Imperial College London. 145 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Pengukuran Produktivitas Program Penelitian dan Pengembangan Measuring Productivity of Research Development Program Denni Rinawan 1 1 PT. HR Lab Indonesia, Fuji Training Center Jalan Haji Saimun Cibitung, Kab. Bekasi, Jawa Barat, 17520 I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Productivity of RD Performance of RD Productivity Measurement Tools Productivity Telescope Kata Kunci: Produktivitas Litbang, Kinerja Litbang, Alat Ukur Produktivitas, Productivity Telescope Research and development RD activities should relate to new productsservices, modification, or responding to a case study. It is an important function to any kind of organization but in most cases it has issue on the limited budget an organization could provide. It is always not easy to convince board of management to allocate a proper budget on RD. This condition might be affected by the perception that RD only cost center unit with no prospective result.Productivity Telescope, developed by the writer himself, is the tools to evaluate issues about organization. It has been used to create solutive programs in increasing the performance of organization for several industries. It has potential to evaluate the productivity of RD projects or Department and to identify the required solution to have an effective RD projects. In general, the tool covers three objects of productivity measurement: personal, management, and organization. It consists of questionnaires developed as designed measuring aspects. This tool is still on research and already been tested in identifying managerial issues within a company. Evaluating an RD program would follow the same procedure like evaluating productivity of a company with limited scope of analysis. S A R I K A R A N G A N Kegiatan penelitian dan pengembangan litbang pada umumnya berkaitan dengan penciptaan produkjasa baru, modifikasi produkjasa yang sudah ada, atau membangun solusi atas suatu permasalahan. Secara fungsi, litbang nampak menjadi penting untuk senantiasa dilakukan oleh semua institusi. Pada kenyataannya, kegiatan litbang seringkali terhambat oleh terbatasnya anggaran yang dialokasikan oleh perusahaan atau lembaga terkait. Tidak mudah untuk meyakinkan pihak manajemen untuk memberi alokasi anggaran yang memadai bagi kegiatan litbang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh persepsi terhadap kegiatan litbang yang terlihat hanya menghasilkan hal-hal yang biasa dan hanya menghamburkan biaya. Productivity Telescope adalah alat ukur yang dikembangkan oleh penulis untuk mengevaluasi isu-isu yang terjadi pada suatu organisasi. Alat ukur tersebut telah digunakan untuk menyusun program solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi pada berbagai industri. Alat ukur ini memiliki potensi untuk menilai tingkat produktivitas dari Departemen Litbang atau Proyek Litbang yang dilakukan. Secara umum, konstruksi alat ukur produktivitas ini mencakup tiga objek pengukuran, yaitu: produktivitas personil, manajemen, dan lembaga. Konten alat ukur adalah kuesioner yang disusun sesuai aspek penilaian dari tiap objek produktivitas. Alat ukur ini masih dalam tahap pengembangan dan telah diujicobakan untuk mendeteksi permasalahan manajerial perusahaan. Mengevaluasi program litbang pada dasarnya sama dengan mengevaluasi sebuah perusahaan, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih terbatas. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: denni.rinawangmail.com 146 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dan pengembangan litbang pada umumnya berkaitan dengan penciptaan produkjasa baru, modifikasi produkjasa yang sudah ada, atau membangun solusi atas suatu permasalahan. Secara fungsi, litbang nampak menjadi penting untuk senantiasa dilakukan oleh semua institusi. Dibandingkan beberapa negara, Indonesia memiliki alokasi anggaran litbang yang lebih kecil dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya Gambar 1. Bagi suatu negara, kegiatan litbang berfungsi membangun daya saing negara tersebut. Hal tersebut juga menjadi indikator bahwa besarnya alokasi anggaran litbang tidak terlepas dari keyakinan pemerintah atas manfaat hasil litbang itu sendiri. sumber:http:finance.detik.comread2014032710425625 381904curhat-menristek-anggaran-penelitian- di-ri-kecil-dibanding-negara-tetangga Gambar 1. Alokasi anggaran litbang di beberapa Negara Dalam perspektif anggaran biaya, kegiatan litbang pada dasarnya menggunakan modal kerja dengan harapan akan menghasilkan aset bagi lembaga terkait. Metrik keuangan merupakan indikator strategis yang dapat menjadi referensi berhasil tidaknya kegiatan litbang yang dilakukan. Namun demikian, metrik keuangan adalah indikator akhir lag indicator dari suatu kegiatan litbang. Kegiatan litbang yang menghasilkan manfaat bagi masyarakat menunjukkan bahwa litbang tersebut produktif. Perlu dibatasi, dalam hal ini, penilaian produktif tidak berdasar pada indikator makro ekonomi yaitu Produk Domestik Bruto PDB. Dalam kajian ini, indikator penilaian litbang produktif mengacu pada objektif dari kegiatan litbang yang dilakukan. Produktivitas litbang diasumsikan sebagai suatu hal yang terukur. Produktivitas sederhananya adalah ukuran mengenai besarnya output terhadap input. Input-output produktivitas litbang dapat ditinjau dalam beberapa perspektif. Mengacu pada konsep Balanced Scorecard, terdapat empat perspektif acuan yaitu: finansial, pelanggan, proses internal, dan pengembangan. Pada perspektif finansial, produktivitas litbang adalah rasio valuasi nilai manfaat hasil litbang dalam satuan rupiah, misalnya terhadap biaya litbang yang telah dikeluarkan dalam satuan rupiah. Dalam perspektif proses internal, output diinterpretasikan sebagai volume pekerjaan yang telah diselesaikan dan input diinterpretasikan sebagai upaya kerja yang dilakukan. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Bentuk input output produktivitas dalam perspektif Balanced Scorecard . Perspektif INPUT OUTPUT Finansial Biaya litbang Valuasi manfaat hasil litbang Pelanggan Banyaknya isu yang ditanyakan Banyaknya opsi solusi Internal Proses Banyaknya alokasi sumberdaya manusia atau operasional Banyaknya pekerjaan yang diselesaikan Pengembangan Banyaknya permasalahan yang dihadapi Inisiatif penemuan yang dihasilkan Sumber: Rinawan, 2012 Mengingat bahwa produktivitas terkait dengan input dan output, maka bisnis proses program litbang sangat menentukan. Menyusun bisnis proses merupakan tahap awal dari evaluasi produktivitas suatu program litbang. Teknik penyusunan bisnis proses mengikuti empat tahapan yaitu: proses strategis, taktis, teknis, dan transaksi. Penyusunan bisnis proses ini merupakan bagian dari perencanaan program litbang. Proses strategis menggambarkan peran strategis dan harapan hasil akhir objektif dari program litbang tersebut. Proses taktis menggambarkan peran untuk memastikan berjalannya kegiatan yang direncanakan. Proses teknis menggambarkan peran pengawasan dan evaluasi semua kegiatan pengambilan dan pengolahan data, serta analisis lebih lanjut. Proses transaksi menggambarkan tata cara pengambilan dan pengolahan data, serta metode analisa yang diterapkan. Dengan memahami proses bisnis dan kerangka produktivitas program litbang, kajian ini memiliki tujuan untuk menyusun suatu alat diagnosa produktivitas suatu program litbang. Alat diagnosa yang akan diterapkan adalah Productivity Telescope yang merupakan karya dari penulis. Harapannya alat diagnosa tersebut dapat menjadi alat evaluasi cepat dalam mengevaluasi program litbang yang sedang berjalan. Dengan demikian, penanggung jawab program dan Departemen Litbang memiliki acuan dalam mengambil keputusan dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan. PDB 147 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Kajian mengenai penerapan Productivity Telescope mengacu pada pola identifikasi isu evaluasi produktivitas organisasi perusahaan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa dalam konteks organisasi evaluasi produktivitas Departemen Litbang dengan departemen lainnya perlu menggunakan kriteria evaluasi yang sama. Terkait hal nya dengan evaluasi program litbang, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan. Departemen Litbang bekerja mengikuti visi perusahaan sedangkan Program Litbang mengacu pada nilai tambah yang ingin dicapai dengan program tersebut. Baik Departemen Litbang maupun Program Litbang memerlukan pengaturan organisasi tim kerja walaupun tentunya batasan tugas dan wewenang organisasi Program Litbang sangat terbatas. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, diasumsikan evaluasi produktivitas Program Litbang dapat menggunakan kriteria evaluasi yang sama dengan evaluasi produktivitas Departemen Litbang. KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Pengukuran produktivitas mengacu pada kegiatan kerja program Litbang, bukan pada indikator makro ekonomi. Dalam kajian yang telah dilakukan oleh ILO International Labour Organization , produktivitas dalam skala mikro terbagi menjadi dua, yaitu produktivitas organisasi dan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas organisasi mencakup produk kebijakan yang menghasilkan pertumbuhan organisasi. Produktivitas tenaga kerja mencakup kesempatan kerja yang menghasilkan daya beli. Secara umum di dalam organisasi, peran tenaga kerja mencakup dua hal, yaitu peran profesional fungsional dan peran manajerial. Peran profesional atau fungsional adalah peran tenaga kerja terkait pemenuhan kriteria teknis suatu pekerjaan. Peran manajerial adalah peran tenaga kerja dalam mengarahkan peran profesionalfungsional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dicanangkan. Dalam kajian ini, pengukuran produktivitas akan mencakup tiga hal, yaitu: 1. Produktivitas organisasi 2. Produktivitas manajemen 3. Produktivitas tenaga kerja Dalam desain alat ukur evaluasi produktivitas, terdapat dua metode pengukuran yang dapat dilakukan, yaitu pengukuran kualitatif dan pengukuran kuantitatif. Pengukuran kualitatif mencakup persepsi atau pemahaman mengenai aspek-aspek pengukuran yang ditanyakan. Sedangkan pengukuran kuantitatif mengacu pada indikator kinerja kuantitatif yang digunakan. Pengukuran kualitatif pada dasarnya dapat berfungsi sebagai alat deteksi cepat kondisi produktivitas dari programlembaga yang dievaluasi. Meski demikian, pemahaman mengenai pengukuran kuantitatif menjadi prasyarat untuk mencapai pengukuran kualitatif yang akurat. Konstruksi alat ukur kualitatif bergantung pada desain dimensi dan aspek pengukuran. Format alat ukur dapat berupa pertanyaan terbuka, kuesioner dengan skala Likert atau pilihan kecenderungan. Format pertanyaan terbuka jarang digunakan untuk pengukuran skala besar yang melibatkan banyak responden. Berdasarkan pengalaman penulis, akurasi hasil prediksi alat ukur kualitatif bergantung pada pola skoring yang diterapkan. Pengukuran kuantitatif secara umum digunakan untuk menilai kinerja secara objektif. Mengingat tugas dan wewenang tiap jabatan memiliki jenjang, maka indikator kinerja pun pada dasarnya disusun secara berjenjang. Jenjang tertinggi adalah jenjang strategis di mana periode evaluasinya panjang, yaitu sekitar enam bulan hingga satu tahun. Jenjang berikutnya adalah jenjang taktis di mana periode evaluasi berkisar antara satu hingga tiga bulan. Kemudian diikuti oleh jenjang teknis dengan periode evaluasi mingguan. Paling rendah adalah jenjang transaksi dengan periode evaluasi harian. Indikator kinerja itu sendiri adalah hasil suatu proses. Dalam menyusun proses ditentukan bahwa sebuah proses HANYA dapat memiliki SATU output namun dapat memiliki banyak input. Indikator kinerja haruslah terukur secara kuantitatif. Bila ada indikator kualitatif harus dikuantifikasi terlebih dahulu. Productivity Telescope mengacu pada metode pengukuran kualitatif. Alat diagnosa ini berfungsi melakukan deteksi cepat mengenai isu yang terjadi pada Departemen Litbang atan Program Litbang yang sedang berjalan. Aspek- aspek pengukuran yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 2. Aspek Pengukuran dalam Productivity Telescope. Grup Aspek Produktivitas Organisasi Citra Keyakinan terhadap kemampuan, kekuatan, kekuasaan, kenyamanan, dll terkait unit kerjalembaga yang sedang dinilai. PedomanKebijakan Ketersediaan ketentuan baku yang diterapkan dalam kesehariaan perusahaan. Program Kegiatan Kesempatanpeluang yang diambildigunakan sebagai aktivitas terencana yang hasilnya dapat 148 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Grup Aspek memberikan nilai tambahpenghasilanpendapatan. Produktivitas a. Mengoptimal- kan Sumber Daya b. Memastikan Hasil Kerja Manajemen Visi Meyakini dan mau bersinergi dalam mencapai tujuanvisi dari unit kerja atau lembaga. Tekad Kebulatan tekad dalam menghadapi kesulitantekananberbagai masalah ketika berupaya mencapai targettujuan yang ditetapkan. Sistem Kesediaan menerima dan melaksanakan ketentuan dan sistem kerja yang telah berlangsung. Keterbukaan Kesediaan mempertanggungjawabkan hal-hal yang telah dilaksanakan. Tugas Kesediaan menerima dan melaksanakan tanggung jawab yang diberikan. Keterampilan Melaksanakan pekerjaan sesuai kompetensi yang dimiliki serta tidak menggunakan keterampilan yang dimiliki untuk menghambat pekerjaan. Keistimewaan Keunggulan lembagaunit kerja yang diakuidirasakan. Inisiatif Meyakini adanya solusi atas berbagai persoalan dan banyak halide yang masih bisa digali. Budaya Kebiasaan yang sudah berlangsung dari setiap personil yang ada di dalam lembagaunit kerja. Kepatuhan Kemauan untuk menegakkan ketentuan yang sudah ditetapkan atau disepakati. Kapasitas Kemampuan unit kerja dalam menghasilkan produkkarya. Kontribusi Kesediaan untuk memberikan hasil terbaik dalam melaksanakan pekerjaan. Produktivitas Tenaga Kerja Komitmen Keyakinan pada diri personil untuk bekerja dengan sepenuh hati. Sikap Ketetapan pribadi dalam menyikapi berbagai isu yang muncul baik yang bersifat mendukung atau melemahkan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan. Pemahaman Cara pandang terhadap tugas, tantangan, dan persoalan yang dihadapi. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, kemudian disusun kuesioner untuk tiap aspeknya. Berikut contoh kuesioner yang dibuat: Tabel 3. Kuesioner Productivity Telescope Aspek Pengukuran Kuesioner KOMITMEN DISIPLIN SIKAP KETERBUKAAN KETRAMPILAN TEKAD KEPATUHAN KONTRIBUSI INISIATIF PEDOMAN PROGRAM CITRA TUGAS SISTEM VISI KAPASITAS KEISTIMEWAAN BUDAYA Bekerja dengan kemampuan terbaik Mengikuti aturan yang berlaku Menunjukkan kesungguhan bekerja Menjalankan perintah tanpa keluhan Melakukan tugasnya dengan benar Mengingat nilai-nilai perusahaan Memahami objektiftarget kerja Segera menyelesaikan pekerjaan Berperan aktif Peraturan perusahaan sudah lengkap Target bisnis yang jelas Membanggakan bagi karyawan Tidak ada tumpang tindih tugas dan wewenang Sistem remunerasi meningkatkan kinerja Semua karyawan paham visi perusahaan Memiliki keunggulan yang sulit disaingi Inovatif dalam menciptakan produkmemberikan jasa Semua karyawan bekerja tanpa pengawasan Hasil dari kuesioner tersebut digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang mungkin dialami oleh perusahanlembagaunit kerja, pengelolaanmanajemen, dan personil. Identifikasi masalah produktivitas disajikan dalam format sebagai berikut: BAIK CUKUP KURANG KRG BAI K CUKUP KRG CUKUP BAI K KRG CUKUP BAI K Y Profesionalitas Y Kesungguhan kerja Kepemimpinan Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa Z 56 78 78 Y ISU PERUSAHAAN Kemampuan berkompetisi N Z 19 26 41 48 N Perencanaan pengorganisasian Z Y N Sistem manajemen Z 56 MANAGER ISU PERSONIL PELAKSANA Kontrol dan monitoring Z Pengelolaan pekerjaan Z 33 26 ISU PENGELOLAAN Kesiapan operasional 70 Y Prospek pengembangan bisnis Z 33 Gambar 1. Format Identifikasi Permasalahan Produktivitas Productivity Telescope menggunakan indikator warna dengan makna sebagai berikut: 149 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Tabel 4. Indikator Warna. Indikator Makna Hijau Kekuatan yang saat ini dianggap telah dimiliki Kuning Terdapat isu yang dirasakan oleh sebagian dari personil yang ada Merah Permasalahan yang dirasakan oleh hampir semua personil atau belum terselesaikan hingga saat ini Indikator tiga warna digunakan untuk mempermudah proses identifikasi serta, membuat kesimpulan mengenai permasalahan utama yang terjadi dan dampak permasalahan terhadap hal lainnya. METODE PENELITIAN Productivity Telescope saat ini mulai diuji cobakan untuk menilai produktivitas perusahaan secara umum. Penelitian dilakukan melalui tahap penyusunan kuesioner, pengisian kuesioner oleh personil dengan jabatan supervisor hingga manajer, konfirmasi hasil identifikasi masalah kepada manajemen perusahaan. Kuesioner yang diberikan menggunakan skala Likert. Pemilihan responden hanya tingkat Supervisor hingga Manajer dengan asumsi bahwa semua jawaban dianggap mewakili kondisi perusahaan unit kerja. Validasi alat ukur Productivity Telescope dilakukan dengan cara menanyakan langsung hasil identifikasi berdasarkan analisa pengisian kuesioner yang dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji coba dilakukan pada perusahaan manufaktur otomotif dengan jumlah responden 18 orang karyawan level supervisor hingga manajer. Gambar 2. Respon untuk Butir Pertanyaan Kondisi Personil Gambar 3. Respon untuk Butir Pertanyaan Kondisi Perusahaan Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Produktivitas Personal Kondisi Personal terlihat bahwa sebagian besar responden menjawab “hampir semuanya” pada tiap butir kuesioner. Sebaran tersebut berbeda dengan sebaran jawaban pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Produktivitas Perusahaan Kondisi Perusahaan. Pada grup ini jawaban lebih menyebar. Gambar 4. Respon untuk Butir Pertanyaan Optimasi Sumber Daya Gambar 5. Respon untuk Butir Pertanyaan Memastikan Hasil Kerja Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek Optimasi Sumber Daya Produktivitas Manajemen terlihat bahwa jawaban menyebar mulai respon “sedikit” hingga “hampir semuanya” pada tiap butir kuesioner dengan jawaban terbanyak pada pilihan “banyak”. Pada pertanyaan yang tercakup dalam grup aspek 150 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Memastikan Hasil Kerja Produktivitas Manajemen jawaban juga menyebar mulai pilihan “sangat sedikit” hingga “hampir semuanya” dengan jawaban terbanyak pada pilihan “cukup banyak”. BAIK CUKUP KURANG KRG BAI K CUKUP KRG CUKUP BAI K KRG CUKUP BAI K Profesionalitas Kesungguhan kerja Kepemimpinan Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa 100 100 100 X Y X X ISU PERUSAHAAN Kemampuan berkompetisi N 56 56 Y 78 78 N Perencanaan pengorganisasian Y Y N Sistem manajemen Y 78 PT . XYZ ISU PERSONIL PELAKSANA Kontrol dan monitoring Y Pengelolaan pekerjaan Y 78 78 ISU PENGELOLAAN Kesiapan operasional 100 X Prospek pengembangan bisnis Y 78 Gambar 6. Identifikasi Permasalahan Produktivitas sebelum koreksi konsistensi antar butir BAIK CUKUP KURANG KRG BAI K CUKUP KRG CUKUP BAI K KRG CUKUP BAI K Profesionalitas Kesungguhan kerja Kepemimpinan Pemahaman tugas dan wewenang Keunggulan produkjasa Z 100 100 100 X X X ISU PERUSAHAAN Kemampuan berkompetisi Z N 19 19 26 26 N Perencanaan pengorganisasian Z N Sistem manajemen Z 26 Z PT . XYZ ISU PERSONIL PELAKSANA Kontrol dan monitoring Y Pengelolaan pekerjaan Y 70 70 ISU PENGELOLAAN Kesiapan operasional Z 33 Prospek pengembangan bisnis Z 26 Gambar 7. Identifikasi Permasalahan Produktivitas setelah koreksi konsistensi antar butir Identifikasi permasalahan produktivitas menggunakan kalkulasi yang dikembangkan oleh Penulis. Dalam kasus ini, data berasal dari personil dalam satu perusahaan. Berdasarkan identifikasi tersebut terlihat bahwa pada kondisi saat ini, secara umum semua personil percaya bahwa perusahaan sedang tumbuh pesat dengan kepercayaan dari klien. Namun dampak dari pertumbuhan tersebut sepertinya belum dirasakan dampaknya pada peningkatan kesejahteraan karyawan. Terkesan belum berjalan tata aturan atau sistem manajemen yang menjelaskan keterkaitan antara kontribusi karyawan dengan hasil usahaperkembangan bisnis perusahaan. Dalam perspektif manajerial, terlihat ada upaya untuk melakukan fungsi manajerial dengan baik walaupun hasilnya belum terlalu efektif mempengaruhi tim kerjanya. Masih terasa ada kesenjangan antara arahan yang diberikan dengan pelaksanaannya di lapangan. Secara umum masih terlihat kendala bahwa level manajerial masih menahan diriragu untuk mengambil peran maksimal. Hal ini cenderung disebabkan oleh pemahaman yang kurang lengkapminim mengenai apa yang harus dicapai perusahaan dalam beberapa waktu mendatang jangka menengah dan jangka panjang. Dalam perspektif operasional lapangan, terlihat ada upaya untuk bekerja dengan maksimal namun terhambat oleh delegasi tugas-tugas yang dirasakan kurang jelas. Hal ini menyebabkan pekerjaan berjalan dengan pemahaman masing- masing saja sehingga kegiatan operasional kurang berjalan optimal. Nampak budaya kerja yang terbentuk belum sesuai harapan. Sepertinya kondisi tersebut disebabkan penerapan standar kualitas yang belum merata. Walaupun belum terlalu dirasakan, hal ini mulai menimbulkan kerugian berupa inefisiensi proses kerja. Terlihat pula perusahaan ini belum mencapai kapasitas optimalnya karena mungkin saja masih ada kendala teknis dalam pengaturan tugas-tugas operasional. Semua personil merasa sudah memberikan yang terbaik pada perusahaan namun pengaruhnya nampak belum terlalu mempengaruhi kemajuan perusahaan. Kinerja dari personil yang ada dirasakan belum mencapai tingkatan yang diharapkan. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada saat ini perusahaan terlihat memiliki captive market dengan volume bisnis yang lebih dari cukup. Mampu berkompetisi dengan kemampuan operasional yang memadai. Namun begitu, hal tersebut terbangun karena jaringan bisnis yang sudah matang, bukan karena kompetensi dalam berproduksi yang sudah diakui. Peran pasar klien sangat berpengaruh pada pertumbuhan perusahaan bukan dari kemampuan perusahaan mempengaruhi pasar klien. 2. Dalam hal pengelolaan, terlihat secara umum manajemen belum melakukan fungsinya secara optimal walaupun sepertinya upaya untuk menjalankan manajemen dengan baik sudah dilakukan. Hubungan kerja dalam tim 151 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 nampak tidak terlalu banyak masalah walaupun belum terlalu berpengaruh pada peningkatan kinerja. 3. Personil yang ada nampak menunjukkan upaya bekerja maksimal namun kinerjanya belum dirasakan optimal. PENUTUP Sejak tahun 2013, Productivity Telescope telah digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan produktivitas pada sekitar 15 perusahaan. Termasuk dalam 15 perusahaan tersebut adalah perusahaan manufaktur otomotif, kontraktor, jasa rental mobil, agensi travel, jasa outsourcing, ground-handling bandara, dan jasa konsultan pengembangan SDM. Pendapatan tahunan perusahaan-perusahaan tersebut berkisar antara 10 milyar rupiah hingga 1 trilyun rupiah. Productivity Telescope saat ini baru sampai tahap evaluasi kondisi perusahaan secara umum, belum secara spesifik menganalisa lembagaunit kerja penelitian dan pengembangan. UCAPAN TERIMA KASIH Sehubungan dengan tulisan ini, Penulis mengucapkan segala puji bagi Allah dan terima kasih kepada: 1. Hari Wijaya, pembimbing dan sahabat 2. Bapak Jefta W. Ronabiha dan Bapak Keizo Maekawa, Direksi PT. Fuji Bijak Prestasi 3. Tim HR Lab Indonesia 4. Ade Nurhayati, Psi., Tazaka, Nadzira, Safina, dan si kecil 5. Keluarga di Cimahi dan di Matraman DAFTAR PUSTAKA Kucera, David and Roncolato, Leanne, 2012, Structure Matters: Sectoral Drivers ff Growth and the Labour Productivity- Employment Relationship, ILO Research Paper Rinawan, Denni, 2012, PRAKTIS Menggunakan Balanced Scorecard sebagai Alat untuk Mengkomunikasikan Strategi, Jakarta Ogata, Katsuhiko, 2010, Modern Control Engineering 5th Edition, Prentice Hall Owyong, David T., 2009, Productivity Growth: Teory and Measurement, APO Productivity Journal Landmann, Oliver, 2004, Employment, Productivity and Output Growth, www.ilo.org 152 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Mengukur Kesiapan Institusi Riset “Y” Dalam Menerapkan SNI ISO 9001:2008 Melalui Iklim Organisasi Measuring Y Research Institution Readiness to Implement SNI ISO 9001:2008 by using Organizational Climate Agus Fanar Syukri Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian – LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA; Kawasan PUSPIPTEK gd.417, Setu, Tangerang Selatan, Banten, 15314 INDONESIA I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Research Instituition, Organizational Climate, Quality Management System SNI ISO 9001:2008 Kata Kunci: Lembaga Riset Iklim Organisasi Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2008 In this globalization era, consumers are becoming more demanding on the quality of products services, including from public organizations. To improve the quality, many organizations have started to implement a quality management system QMS based on SNI ISO 9001:2008. This study determines the perceptions of “Y” organization readiness in implementing QMS by using Organizational Climate instrument. The number of respondent was 28 out of 32 employees . Data was collected by census, then analyzed by gap method . The result showed that Y organization is ready to implement QMS based on ISO 9001, with the smallest gap was 4.6 for feeling free to talk to superiors about job and the widest gap was 18 for making decisions level was still on managers. S A R I K A R A N G A N Di era globalisasi, pelanggan menuntut produkjasa yang bermutu, termasuk pelayanan dari institusi riset. Untuk meningkatkan mutu layanan, salah satu cara yang ditempuh organisasi adalah menerapkan sistem manajemen mutu SMM berbasis SNI ISO 9001:2008. Sebuah organisasi perlu diukur kesiapannya sebelum menerapkan ISO 9001. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesiapan institusi riset “Y” sebelum menerapkan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008, dengan menggunakan instrumen iklim organisasi, dengan responden 28 orang dari 32 pegawai organisasi Y, yang diambil secara sensus. Dengan metode analisis gap, diperoleh hasil bahwa iklim organisasi cukup kondusif untuk menerapkan SMM ISO 9001, dengan nilai gap terendah 4,6 untuk aspek kebebasan berbicara bawahan kepada atasan tentang pekerjaan dan nilai gap tertinggi 18,6 untuk aspek pengambilan keputusan yang masih berada di manajemen. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: agus.fanar.syukrilipi.go.id 153 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PENDAHULUAN Salah satu efek persaingan di era globalisasi adalah tuntutan terhadap organisasi, termasuk di dalamnya institusi riset. Kondisi tersebut mendorong organisasi untuk berusaha meningkatkan mutu produkjasa-nya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya Kanapathy, 2008. Lovelock Wirtz 2009 dan Barney Hesterly 2010 menyatakan bahwa organisasi yang begerak di bidang jasa memiliki kesulitan dalam mendefinisikan kegiatan yang menghasilkan produk barang dan atau jasa yang bermutu, yang memuaskan pelanggan; juga kepada stakeholders dalam mendukung organisasi untuk meningkatkan mutunya. Namun yang pasti, mutu produk yang baik hanya bisa dihasilkan melalui proses internal organisasi yang baik, dan proses di internal organisasi yang baik dapat dirasakan dari kondisi organisasi yang disebut iklim organisasi. Untuk meningkatkan produktivitas organisasi dan memenuhi kepuasan stakeholders, salah satu strategi yang banyak diadopsi organisasi adalah penerapan ISO 9001, yaitu sebuah standar sistem manajemen mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Dunia The International Organization for Standardization ISO yang bersifat generik, sehingga dapat diterapkan di semua organisasi, baik pemerintahpublik maupun swasta, bahkan juga organisasi nirlaba; dan sangat fleksibel untuk dapat diterapkan di semua level manajemen suatu organisasi. Organisasi yang akan menerapkan SMM berbasis ISO 9001 dapat diukur kesiapannya dengan beberapa metode, antara lain delapan prinsip manajemen mutu Syukri, 2011, atau Total Quality Person TQP Gaspersz, 2007; Syukri, 2014, atau dengan instrumen pengukuran iklim organisasi yang dibahas di makalah ini. LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Mutu SMM Menurut Dharma 2007 SMM merupakan sekumpulan prosedur yang terdokumentasi untuk manajemen sistem yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian dari suatu proses dan produk berupa barang ataupun jasa terhadap persyaratan tertentu. SMM dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa produk barangjasa yang dihasilkan oleh organisasi memiliki kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Pendekatan ini juga memberikan kemudahan bagi organisasi untuk merancang sistem yang membantu proses organisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari penciptaan produk, baik berupa barang ataupun jasa Djatmiko Jumaedi, 2011. ISO 9001 menyediakan kerangka kerja bagi organisasi dan juga seperangkat prinsip- prinsip dasar dengan pendekatan manajemen yang dirancang untuk mengatur aktivitas organisasi, sehingga tercipta konsistensi untuk mencapai tujuan Tjiptono Diana, 2003. Selain ISO 9001 sebagai standar minimal SMM, yang termasuk dalam SMM level yang lebih tinggi antara lain Total Quality Management TQM, ISO 9004, Six Sigma, Deming Prize, Malcolm Baldridge National Quality Award, dan Europe Quality Award EFQM Yamada, 2007. 2.2. ISO 9001:2008 ISO 9001:2008 BSN, 2008 adalah standar mutakhir tentang SMM di mana organisasi yang memakainya dituntut memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan pelanggan, peraturan dan perundang-undangan, sekaligus bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Standar ISO 9001 merupakan standar internasional yang diakui untuk sertifikasi SMM, yang menjadi acuan untuk menilai praktik manajemen mutu suatu organisasi, yaitu kemampuan organisasi dalam melakukan proses desain, produksi dan pengantaran delivery produk ataupun jasa yang bermutu kepada pelanggan. Seiring berjalannya waktu, jumlah organisasi yang menggunakan ISO 9001 sebagai standar bagi manajemen mutu organisasi semakin meningkat, di tahun 2009, ISO 9001 telah diimplementasikan di 175 negara, dan jumlah organisasi yang telah tersertifikasi ISO 9001 telah mencapai lebih dari satu juta ISO, 2009, dan di tahun 2013 telah tercatat sebanyak 1.129.446 ISO, 2014. Hal ini juga membuktikan bahwa ada manfaatkeuntungan yang didapatkan organisasi dengan penerapan standar tersebut Djatmiko Jumaedi, 2011. IMPLEMENTASI SMM DAN PERMASALAHANNYA SMM merupakan sebuah sistem yang mencakup proses bisnis, prosedur, dan interaksi manusia di dalamnya yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu To et al, 2011. Permasalahan mengenai efektivitas penerapan SMM organisasi terkait erat dengan pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia di dalamnya mengenai sistem mutu itu sendiri Dharma, 2007. Akan timbul permasalahan yang pelik jika karyawan sebagai pelaksana SMM di lapangan yang memiliki andil dalam melaksanakan fungsi operasional organisasi menganggap bahwa pemenuhan persyaratan seperti yang diminta ISO 9001 tersebut merupakan beban yang memberatkan, bukan dipandang atau 154 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 diyakini sebagai cara atau kiat yang memberinya kemudahan dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Kujalla Lilirank 2004 dan Goestch Davis 2010 menyatakan bahwa keberhasilan praktek penerapan SMM ditentukan oleh faktor budaya. Organisasi yang memiliki budaya mutulah yang akhirnya mampu menjalankan SMM secara optimal untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan organisasi. Keterkaitan tersebut diperkuat oleh Wu Zhang 2011, bahwa budaya mutu di organisasi harus melebur dalam praktek penerapan SMM yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produkjasa organisasi. Permasalahan penerapan SMM dalam suatu organisasi tidak berhenti sampai memperoleh sertifikasi ISO 9001 semata, tetapi masih ada perjuangan lainnya yang tidak pernah berhenti yaitu bagaimana memelihara SMM dan meningkatkan secara berkelanjutan continual improvement , sehingga menjadi sebuah sistem efektif yang mampu mendukung organisasi dalam meningkatkan mutunya, memenuhi persyaratan pelanggan organisasi dan memuaskan mereka. Tetapi ada catatan bahwa SMM tidak selalu menciptakan hasil yang diinginkan oleh manajemen organisasi, dikarenakan adanya proses penerapan yang tidakkurang efektif dalam organisasi Kim, 2011. Mengukur kesiapan organisasi sebelum mengimplementasikan SNI ISO 9001 dapat dilakukan dengan beberapa instrumen, salah satunya adalah dengan delapan prinsip manajemen mutu, yang dikembangkan menjadi 13 dimensi, yang meliputi: 1 visi dan rencana, 2 kepemimpinan, 3 pemasok, 4 evaluasi, 5 proses pengendalian dan perbaikan, 6 desain produk, 7 perbaikan sistem mutu, 8 partisipasi karyawan, 9 pengakuan dan penghargaan, 10 pendidikan dan pelatihan, 11 fokus pada pelanggan, 12 sistem informasi mutu, dan 13 benchmarking dengan organisasi lain; yang didetailkan dalam 104 pertanyaan Syukri, 2011. Instrumen lain untuk mengukur kesiapan organisasi dalam menerapkan ISO 9001 adalah Total Quality Person TQP yang dikembangkan oleh Gaspersz 2007. TQP terdiri dari tiga dimensi: kepemimpinan pribadi, perencanaan pribadi dan perbaikan berkelanjutan; masing- masing dimensi dijabarkan ke variabel-variabel pengukuran yang jumlah aslinya masing-masing sepuluh buah total 30 variabel; tetapi karena ada pertanyaan-pertanyaan yang berisi dua atau lebih hal dalam satu pertanyaan, Syukri 2014 menguraikan pertanyaan semacam itu menjadi satu pertanyaan hanya menanyakan satu hal, sehingga hasil modifikasi instrumen untuk masing-masing dimensi menjadi 16, 13, dan 13 variabel, dan total menjadi 42 pertanyaan. Berdasarkan uraikan di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan antara penerapan SMM dan budaya mutu di organisasi, dan instrumen pengukuran kesiapan organisasi untuk menerapkan SNI ISO 9001:2008 yang telah ada adalah dengan delapan prinsip manajemen mutu Syukri, 2011, dan Total Quality Person TQP Syukri, 2014. Dalam makalah ini, penulis menyampaikan hasil pengukuran kesiapan organisasi sebelum mengimplementasikan SMM berbasis ISO 9001: 2008 di organisasinya, dengan menggunakan instrumen iklim organisasi, yang memiliki enam dimensi dan 18 pertanyaan Sanders, 2005, dengan studi kasus institusi riset “Y”. METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian survei, dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Kerlinger dalam Rochaety 2009, penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada ukuran populasi besar maupun kecil. Penelitian ini mempelajari data yang didapatkan dengan mengambil sampel dari populasi tersebut. Hasil penelitian ini biasanya berupa pola atau tipologi atau pola mengenai fenomena yang dibahas. Objek Penelitian Pada penelitian ini, yang menjadi lokus adalah institusi riset “Y”, sebuah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada para peneliti dan masyarakat, dalam bentuk diseminasi hasil penelitian, termasuk di dalamnya paten, prototipe dan inkubasi bisnis. Institusi riset Y memiliki 32 karyawan; dan yang menjadi responden penelitian berjumlah 28 orang 87,5. Sebenarnya data diambil secara sensus untuk seluruh karyawan, tetapi karena ada karyawan yang ditugaskan ke luar kota dan ke luar negeri, data dari empat orang pegawai tidak dapat diperoleh. Instrumen Pengukuran Iklim Organisasi Iklim organisasi didefinisikan sebagai atribut persepsi organisasi dan sub-sistemnya yang tercermin dalam cara organisasi berkaitan dengan karyawannya, kelompok karyawan, dan isu-isu Gupta, 2008. Iklim organisasi sering disebut juga dengan budaya organisasi, walaupun sebenarnya ada perbedaannya. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui kesiapan organisasi dalam mengimplementasikan SMM berbasis SNI ISO 9001:2008, digunakan instrumen pengukuran iklim organisasi Sanders, 2005, yang dimensi dan variabel-variabelnya 155 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 1. Instrumen yang digunakan adalah hasil penerjemahan dari bahasa inggris ke bahasa indonesia, belum dilakukan kajian faktor perbedaan budaya untuk kontektualisasi dari Amerika ke Indonesia. Instrumen penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner digitalonline berdasarkan pertanyaan- pertanyaan dari instrumen pengukuran iklim organisasi tersebut di Tabel 1. Pengukuran persepsi dilakukan dengan menggunakan skala Likert untuk mengukur sikap, persepsi dan pendapat responden terhadap tingkat kesiapan penerapan SMM di organisasinya dengan empat kriteria: tidak sama sekali, kurangsedikitrelatif, cukup, dan sangat; atau sejenis dengan pengkategorian berjenis data ordinal itu. Tabel 1. Dimensi, Jumlah Variabel dan Pertanyaan iklim organisasi Sanders, 2005 Pengumpulan Data dan Metoda Analisis Pengumpulan data dilaksanakan dengan metode survei dengan pertanyaan tertutup, dan dilaksanakan secara elektronik dengan cara responden diundang melalui alamat surat elektroniknya ke server , kemudian yang bersangkutan mengisikan pendapatpersepsinya di server tersebut, dan hasilnya tersimpan di server. Server akan merangkum data hasil kuesioner dalam bentuk file excel. Dalam pengolahan data hasil survei, digunakan skala ordinal untuk menjabarkan setiap indikator yang ada pada operasionalisasi instrumen penelitian yang digunakan. Skala ordinal merupakan data yang mempunyai tingkatan data, mulai dari data yang paling tinggi hingga yang paling rendah, tidak memberikan nilai absolut, tetapi hanya memberikan peringkat saja. Data hasil pengolahan kuesioner penulis masukkan ke kategori ini. Dalam analisis digunakan analisis gap kesenjangan, yaitu gap antara persepsi responden tentang apa yang dirasakannya riil dengan apa yang diharapkannya ideal atas kondisi organisasi atas enam dimensi yang ditanyakan. Analisis gap bermanfaat untuk menilai besar kesenjangan No Dimensi Jumlah Variabel Pertanyaan 1. Kepemimpinan Leadership 3 1. Berapa banyak keyakinan dan kepercayaan ditunjukkan atasan kepada bawahan? 2. Apakah bawahan merasa bebas untuk berbicara dengan atasan tentang pekerjaan? 3. Seberapa sering ide-ide bawahan berusaha digali dan digunakan secara konstruktif oleh atasan? 2. Motivasi Motivation 3 4. Manakah penggunaan yang dominan dari: 1 ketakutan, 2 ancaman, 3 hukuman, 4 penghargaan, 5 keterlibatan? 5. Di manakah tanggung jawab pencapaian tujuan organisasi? 6. Berapa banyak kerja tim eksis di dalam organisasi? 3. Komunikasi Communication 4 7. Bagaimana aliran arus informasi dalam organisasi? 8. Bagaimana komunikasi dari bawahan diterima atasan? 9. Bagaimana tingkat akurasi komunikasi dari bawahan ke atasan? 10. Seberapa jauh atasan tahu masalah yang sedang dihadapi oleh bawahan? 4. Pengambilan Keputusan Decisions 3 11. di tingkat manakah keputusan dibuat? 12. Apakah bawahan terlibat dalam keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka? 13. Apakah keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan berkontribusi terhadap motivasi kerja? 5. TargetTujuan Goals 2 14. Bagaimana target organisasi dirumuskan? 15. Seberapa besarkah resistensi yang terpendam tak terlihat terhadap target organisasi? 6. Pengendalian Control 3 16. Di manakah fungsi kontrol dan pengawasan ter-konsentrasi? 17. Dalam organisasi, adakah organisasi informal yang berlawanan dengan organisasi formal? 18. Digunakan untuk apakah biaya, produktivitas dan kontrol lainnya? Jumlah 6 18 11 12 3 2 30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 50 tahun 156 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 antara kinerja aktual dan standar kinerja yang diharapkan. Menurut Pasuraman, Zeithalm Berry 1995 dalam Muchsan dkk 2011 terdapat lima jenis gap, yaitu: persepsi manajemen, spesifikasi kualitas, penyampaian pelayanan, komunikasi pemasaran, dan gap pelayanan. Analisis gap yang digunakan dalam penelitian ini adalah gap kelima, yaitu gap pelayanan yang diterima dan dipersepsikan oleh para responden, yaitu para karyawan dari manajemenatasan dibandingkan dengan persepsi ideal yang dipersepsikan oleh para responden. Penilaian kesenjangan adalah dengan semakin kecil nilai gap 5, semakin baik kondisi organisasi; sebaliknya semakin besar nilai gap 10, semakin kurang baik kondisi organisasi; dengan asumsi bahwa 5-10 adalah angka normal nilai gap antara ideal dengan realitas. HASIL KUESIONER DAN ANALISIS Demografi Responden Responden penelitian di organisasi Y berjumlah 28 orang, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1a: 17 laki-laki 61 dan 11 perempuan 39. Sedangkan jabatan responden dalam organisasi, seperti ditunjukkan di Gambar 1b: pejabat struktural 7 orang 25 terdiri dari: eselon 2, satu orang; eselon 3, dua orang; dan eselon 4, empat orang; serta staf 21 orang 75. Distribusi umur responden didominasi oleh umur di bawah 40 tahun 82, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1c. Gambar 1a. Jenis kelamin responden dan 1b.jabatan responden Gambar 1c. distribusi umur responden 5.2. Hasil Survei Hasil survei iklim organisasi Y atas enam dimensi yang diukur ditunjukkan oleh Gambar 2a sampai Gambar 2f, sedangkan angka 0 0 sampai 15 100 di sumbu x menunjukkan nilai riil dan ideal rata-rata dari data seluruh responden. Yang perlu diperhatikan dalam melihat gambar adalah bukan angka pencapaian dari 100, tetapi kesenjangan di antara dua nilai: ideal dan realitas. Gambar 2a. Dimensi Kepemimpinan Gambar 2b. Dimensi Motivasi 5 10 15 1. keyakinan keper ayaa … 2. kebebasan berbicara 3. Penggalian pe ggu aa Ide… ideal realitas 5 10 15 4. Dominasi: Pu ish e … 5. Tanggung Jawa … 6. Jumlah tim kerja ideal realitas 11 17 Laki-laki 1 2 4 21 eselon 2 eselon 3 eselon 4 staf 11 12 3 2 30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 50 tahun 157 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Gambar 2c. Dimensi Komunikasi Gambar 2d. Dimensi Pengambilan Keputusan Gambar 2e. Dimensi TargetTujuan Gambar 2f. Dimensi Pengendalian

V.3. Analisis

Seperti telah disebutkan bahwa semakin kecil nilai gap, semakin baik kondisi organisasi; sebaliknya semakin besar nilai gap, semakin kurang baik kondisi organisasi, dengan gap normalbaik berkisar 5-10; bila 5 berarti kondisi iklim organisasi sangat baik; sebaliknya bila gap 10 berarti iklim organisasi kurang baik. Untuk masing-masing dimensi, dijelaskan sebagai berikut:

A. Kepemimpinan

Dari Gambar 2a terlihat bahwa gap terbesar terjadi pada variabel keyakinan dan kepercayaan atasan di depan bawahan 8,2, kemudian diikuti oleh variabel penggalian dan penggunaan ide bawahan oleh atasan 7,1, dan gap terkecil adalah untuk kebebasan berbicara 4,6. Di organisasi Y kebebasan berbicara telah relatif sangat baik, dan aspek tersebut adalah satu- satunya nilai gap yang berada di bawah 5 dari 18 aspek yang ditanyakan. Aspek kebebasan berbicara harus dipertahankan dalam organisasi Y. Sedangkan aspek kepercayaan atasan di depan bawahan dan penggalian ide dan penggunaan ide bawahan oleh atasan masuk dalam kategori normal.

B. Motivasi

Dari Gambar 2b terlihat bahwa gap terbesar terjadi pada aspek tanggung jawab pencapaian target 8,6, kemudian jumlah tim kerja di dalam organisasi 7,5, dan gap terkecil adalah dominasi reward and punishment 6,4. Untuk tanggung jawab pencapaian target, karyawan mengharapkan bahwa mereka ingin dilibatkan lebih banyak lagi, bukan hanya menerima keputusan di tingkat manajemen semata.

C. Komunikasi

Dari Gambar 2c terlihat bahwa gap komunikasi di institusi riset Y cukup lebar, yang terbesar gap-nya adalah aliran informasi 11,8, sama dengan gap akurasi komunikasi 11,8, dan gap terkecil untuk dimensi ini adalah penerimaan atasan atas komunikasi bawahan 9.3. .

D. Pengambilan Keputusan

Dari Gambar 2d terlihat bahwa gap pengambilan keputusan oleh atasan di institusi riset Y sangat lebar 18,6, kemudian keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan 13,8, dan gap terkecil untuk dimensi ini adalah atasan tahun masalah bawahan 9,3. Proses pengambilan keputusan di institusi riset Y 5 10 15 . Alira … . Pe eri aa … . Akurasi… . Atasa … ideal realitas 5 10 15 11. Pegambilan Keputusan 12. Keterlibatan Pe ga ila … 13. Keterlibatan Motivasi ideal realitas 5 10 15 14. Perumusan Target 15. Resistensi Terpendam ideal realitas 5 10 15 16. Konsentrasi Pengawasan 17. Organisasi Informal 18. Penggunaan Data ideal realitas 158 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 sangat perlu diperbaiki, yaitu dengan lebih banyak melibatkan karyawan, khususnya untuk masalah- masalah yang memang berhubungan dengan mereka.

E. TargetTujuan

Dari Gambar 2e terlihat bahwa gap dimensi ini semua berada di bawah 10, yaitu keterlibatan dan motivasi 6,4, kemudian perumusan target 7,1, dan gap terlebar di dimensi ini adalah resistensi yang terpendam 8,6.

F. Pengendalian

Dari Gambar 2f terlihat bahwa gap dimensi ini semua berada di bawah 10, yaitu konsentrasi pengawasan 6,8, kemudian penggunaan data 7,1, dan gap terlebar di dimensi ini adalah aspek organisasi informal di dalam organisasi yang terpendam 8,6. PENUTUP Kesimpulan 1. Instrumen pengukuran Iklim Organisasi yang terdiri dari enam dimensi, yaitu: kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pengambilan keputusan, targettujuan, dan pengendalian; dapat digunakan untuk mengukur kesiapan organisasi untuk menerapkan SMM berbasis SNI ISO 9001 di suatu organisasi. 2. Dari studi kasus pengukuran iklim organisasi di institusi riset Y, dengan responden 28 orang dari 32 karyawan 87,5 yang diambil secara sensus, diperoleh hasil bahwa: a. Nilai gap rata-rata di institusi riset Y adalah 8,9 untuk semua aspek iklim organisasi, yang berarti iklim organisasi sudah baikkondusif untuk mengimplementasikan ISO 9001. b. Nilai gap terbesar di institusi riset Y adalah aspek pengambilan keputusan masih dominan di tingkat strukturalmanajemen gap 18,6. c. Nilai gap terkecil di institusi riset Y adalah aspek kebebasan berbicara atasan bawahan untuk masalah pekerjaan gap 4,6, yang menunjukkan bahwa para karyawan di institusi riset Z merasa bebas berbicara kepada atasan pejabat struktural tentang masalah apa pun yang dimiliki bawahan. 3. Dari hasil analisis dengan nilai gap rata-rata di institusi riset Y adalah 8,9 untuk semua aspek iklim organisasi, berarti iklim organisasi Y sudah baikkondusif untuk mengimplementasikan ISO 9001:2008. Keterbatasan Penelitian ini bersifat cross sectional, yaitu data yang didapatkan hanya berasal dari persepsi para respondenkaryawan di institusi riset Y dalam satuan waktu yang pendek, bukan dengan observasi dengan waktu yang panjanglongitudinal. Instrumen pengukuran yang digunakan juga baru tahap diterjemahkan, belum dikontekstualkan dengan kondisi Indonesia, yang mungkin berbeda dengan Amerika di mana instrumen telah digunakan. Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan konsep yang sama, namun perlu merevisi instrumen pengukuran iklim organisasi yang lebih sesuai dengan kondisi organisasi di Indonesia; kemudian waktu penelitian dilakukan secara longitudinal , yaitu sebelum implementasi, saat implementasi, dan sesudah implementasi SMM berbasis SNI ISO 9001:2008; dan data dikumpulkan dari seluruh karyawan organisasi Y, sehingga hasilnya dapat menggambarkan kondisi iklim organisasi yang sebenarnya. Ucapan Terima Kasih : Penelitian ini dapat terselenggara atas biaya Daftar Isian Proyek Anggaran DIPA Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI sejak tahun 2010 hingga tahun 2014 di Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian P2SMTP – LIPI, yang di tahun 2013 sesuai dengan kontrak nomor 011JI.2SKDIPAI2013 tentang Penjaminan Mutu di Lingkungan LIPI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para responden, para pejabat struktural eselon II, III, dan IV serta staf di institusi riset Y, yang telah menjadi responden penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional BSN. 2008. SNI ISO 9001:2008 Sistem manajemen mutu – Persyaratan. ICS 03.120.10 Barney, Jay B.; Hesterly, William S. 2010. Strategic Management and Competitive Advantage, Third Edition . New Jersey: Prentice Hall. Dharma, Cipta. 2007. Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 terhadap Peningkatan Kinerja pada PT Jasa Raharja Persero Cabang 159 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Sumatra UtaraI [Tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatra Utara Djatmiko, Budi; Jumaedi, Heri. 2011. Simulasi Bisnis, Manajemen Mutu ISO 9001 . Bandung: STEMBI-Bandung Business School. Gaspersz, Vincent. 2007. Organizational Excellence. Gramedia Pustaka Utama. Goestch, David L; Davis, Stanley B. 2010. Quality Management for Organizational Excellence. New Jersey: Pearson. Gupta, Anita. 2008. Organizational Climate Study. Institute of Rural Management, Anand, India. Organizational Traineeship Segmen PRM 28055. ISO International Organisation for Standardisation. 2009. ISO 9001 – Quality management systems – Requirement. http:www.iso.orgisosurvey2009.pdf diakses 02 Oktober 2014 ISO International Organisation for Standardisation. 2014. The ISO survey of Management Systems Standard Certification – 2013 Executive Summary. http:www.iso.orgisoiso_survey_executive- summary.pdf?v20 13 diakses 02 Oktober 2014 Kanapathy, Kanagi. 2008. Critical Factors of Quality Management Used in research Questionnaires: A Review of Literature . Bandar Sunway: Sanway University College. Kim, Dong Young. 2011. A Performance Realization Framework for Implementing ISO 9000. International Journal of Quality Reliability Management Vol. 28 No.4. Kujala, J. dan Lilirank, P. 2004. Total Quality Management as a cultural Phenomenon . Quality management journal vol 11 No.4. Lovelock, Christopher; Wirtz, Jochen. 2009. Service Marketing. Seventh Edition. United States: Pearson Muchsam, Y; Falahah; Saputro. G.I. 2011. Penerapan Gap Analysis pada Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Studi Kasus PT.XYZ. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi SNATI 2011, 17-18 Juni 2011, Yogyakarta. Rochaety, Ety; dkk. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sanders, Jason. 2005. Organizational Climate Survey Results. Research Statistics Branch, Crime Prevention Justice Assistance Division, Department of the Attorney General, State of Hawai, USA. Syukri, A. F. 2011. Tingkat Kesiapan Organisasi Masyarakat Indonesia di Jepang untuk Menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi PPIS 2011 di Balai Kartini Jakarta. Syukri, A. F. 2014. Mengukur Kesiapan Organisasi “X” Menerapkan SNI ISO 9001:2008 dengan Total Quality Person TQP. Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi PPIS 2014, di Hotel New Maryott, Surabaya. Tjiptono, Fandy; Diana, Anastasia. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi. To, et al. 2011. ISO 9001:2000 Implementation in The Public Sector. A survey ini Macao SAR, the People’s Republic of China. The TQM Journal Vol. 23 No.1. Wu, Sarah J; Zhang, Dong Li. 2011. Customization of quality practices: the impact of Quality Culture . International Journal of Quality Reliability Management Vol. 23 No.3. Yamada, Shu. 2007. Introduction to Total Quality Management TQM . Nikkei Bunko 1090 B87. in Japanese 160 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Bagaimana Lindung Nilai Mengakselekrasi Pengembangan dan Komersialisasi Teknologi How Hedging Accelerates Development and Commercialization of Technology Manaek Simamora 1 1 Center for Innovation, Indonesian Institute of Sciences-LIPI Gedung Inovasi Jl. Raya Jakarta Bogor KM 47, Cibinong16912, Indonesia I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords : Hedging RD Technology Development Commercialization of Technology Tech-based Start-up Innovation Financing Kata Kunci: Lindung Nilai Litbang Pengembangan Teknologi Komersialisasi Teknologi Usaha Pemula Berbasis Teknologi Pembiayaan Inovasi Technological innovation has been widely recognized as a very important factor in strengthening firms’ competitiveness. Continuous launching of newly technology- based product by firms is aimed at keeping the firms staying competitive in the market. Large firms have capacity to evaluate and access technology they need from various sources besides developed them internally. These firms have the capacity to take risk through experimentation of even untested technology yet have good commercial potential. On the other hand, most SMEs do not have such this capacity due to high risk of such this undertaking. To address this challenge, a new strategy needs to be considered, that is, through hedging normally practiced the financial and commodity markets. Through this strategy a firm will only need to invest a very small fraction of the total value of a contract to secure its right to execute the contract if the contract will deliver benefit. Hence, the potential loss that may occur for the firm that hedges the contract is minimized. Firms can also adopt this hedging type strategy to access technology from various RD institutes. Such this strategy has been successfully implemented in Taiwan. This paper will elaborate why and how hedging strategy can help firms to improve its capacity to access and adopt technology and help RD institutes to accelerate its technology transfer to firms. Hedging strategy seems to be a new concept and practice that can also be adapted in the field of management of innovation technology. S A R I K A R A N G A N Inovasi teknologi telah diakui secara luas sebagai suatu faktor yang sangat penting dalam penguatan daya saing perusahaann. Peluncuran produk-produk baru berbasis inovasi teknologi dimaksudkan agar perusahaan tetap unggul bersaing di pasar. Perusahaan-perusahaan besar mempunyai kapasitas mengevaluasi dan mengakses teknologi yang mereka butuhkan dari berbagai sumber disamping yang dikembangkan secara internal; mempunyai kapasitas mengambil resiko teknologi melalui eksperimentasi teknologi yang bahkan beleum terbukti namun mempunyai potensi komersial yang baik. Di sisi lain, UKM atau perorangan pada umumnya tidak mempunyai kedua kapasitas tersebut. Utuk mengatasi tantangan ini, suatu strategi baru perlu dipertimbangkan, yaitu, melalui hedging lindung nilai yang biasanya diterapkan pada pasar modal atau komoditas. Melalui strategi ini suatu perusahaan atau seseorang hanya perlu menginvestasikan bagian sangat kecil dari jumlah nilai suau kontrak atau proyek untuk menjamin haknya untuk melaksanakan kontrak tersebut di kemudian hari jika kontrak dipandang akan menghasilkan suatu manfaat. Dengan demikian, potensi kehilangan atau kerugian yang mungkin timbul bagi perusahaan atau orang yang melakukan lindung nilai atas kontrak dapat diminimalisir. Perusahaan juga dapat mengadopsi jenis strategi lindung nilai ini untuk mengakses teknologi dari berbagai lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan.Strategi ini telah berhasil dipraktekkan di Taiwan. Makalah ini mengelaborasi mengapa dan bagaimana strategi lindung nilai dapat membantu perusahaan meningkatkan kapasitasnya mengakses dan mengadopsi teknologi dan juga dapat membantu lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan mengakselerasi alih teknologi ke perusahaan. Strategi lindung nilai tampaknya menjadi suatu konsep dan praktek baru yang dapat diadaptasi dalam bidang manajemen inovasi teknologi. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: manaekyahoo.com , manaek.simamoralipi.go.id , manaeksinas-indonesia.org 161 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 INTRODUCTION Technology innovation has been widely recognized as a very important factor in strengthening firms’ or industry competitiveness. This, for example, can be seen through continuous new product launching to the market by firms in its attempts not only in providing solution to its customers or market but also to stay competitive. Many of new products launched to the market generally are based on technology resulted from research and development RD activities. The firms might source its technology from its own internal RD activities andor from external sources such including RD institutes. Whether the technology obtained from internal andor external sources the costs of its acquisition normally is also very expensive. Besides, when a firm sources its technology from external sources it requires a capacity to assess the risks and benefit of such undertaking. Based on this assessment, in many cases, a firm would be required to conduct further experiments to prove technical and commercial viability of a newly tech-base product with specific application and market. This would incur risk for the firm. Therefore, developing andor accessing technology from external sources normally is done by large firms and mostly done in a more developed countries. In developing countries, like Indonesia, this approach has not become a common practice. Firms have a tendency to adopt a new technology or new product which have bee proven elsewhere —there is no need to undertake experimentations to prove its technical and commercial viability. In other words, besides state-of-the art of research results from RD institution in developing countries still contain high risk; the industry culture also tend to be more risk aversion. This creates a situation where adoption of technological innovation by local firms, both large and SMES, from local RD institutions and also from foreign market takes place in a very slow phase —insignificant. It is therefore necessary to find a strategy on how to accelerate innovation adoption from RD institutions by local firms, given the high risk nature of such undertaking. Hedging can become one of the alternatives for industry to minimize the risk that might occur in the technology development process in collaboration with RD institutions. Through hedging, a firm can reduce technological development risk level which in turn can enhance its ability to adopt technology innovation. This is so as the firm can set its investment in the technology development to a minimum amount and only when the opportunity becoming more visible the firm can make further investment in the technology development collaboration. However, an RD institute needs to have an appropriate form of organization to enable it to adopt hedging strategy in its research collaboration schemes. RD institute will have to be able to conduct collaboration in a flexible and professional manner. In the absence of such organizational requirement, the presence of intermediaries can help such RD institute to accelerate its RD results utilization through, amongst other, hedging strategy. This paper briefly reviews how hedging concept which commonly used in financial, investment, and commodities business can be applied in technology innovation development; what type of institutional form is required so as to be able to implement hedging strategy; and how firms can use hedging in its technology investment. The purpose of this paper is to introduce a commonly known concept in the financial and commodity sector, i.e., hedging as a new concept in the technology innovation management. This concept can be practiced by firm, individuals, and RD intitutes to accelerate commercialization of technology. CONCEPTUAL REVIEW Risk Management, Hedging, and Technologi Commercialization Risk Management Risk management can be defined as “a general management function to idendity, assess, and addess causes and effects of uncertainty and risk in an organisation” Williams, Smith, dan Young, 2001:27. The purpose of rist management is to enable an organization to achieve its mission and objective in a most efective, efficience, and direct way. This definition entails two key words, i.e. a uncertainty and b risk. Uncertainty is a doubtful condition of our ability to predict outcome in the future from currect activity. While a risk presents on every thing the human does. When a risk exist, outcome cannot be forecasted accurately. The existence of this risk increase uncertainty. On the other hand, exposure toward risk is created when an action increase and unpredicted gain or loss. As such risk is an objective concept which can be measured.