Consulting service 2. Contract Others

172 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Wang, R.C., 2011, How Does ITRI Assist SME to Develop Green Technologies, Green Energy and Environment Research Laboratories GEL, Industrial Technology Research Institute ITRI, Taiwan, a power point presentation made at the International Workshop and Training on The Role of Business Incubators in Developing Green Technology-Based SME, 27-28 September di Yogyakarta APEC SME 04 2011A 173 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Emulsi Massal untuk Tanah Reaktif Dalam Industri Pertambangan Bulk Emulsion for Reactive ground In Mining Industry Anggaria Maharani 1 , Widya Faradila Omega 1,2 , Roikhatus Solikhah 1,2 1,2 Energetic Material Center, PT PT DAHANA PERSERO Persero Jalan Raya Subang - Cikamurang KM 12, Subang 41285, Jawa Barat - Indonesia I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Research Instituition, Organizational Climate, Quality Management System SNI ISO 9001:2008 Kata Kunci: Amonium Nitrat SulfidaPyrite Bulk Emulsion For Reactive Ground Safety industry plays an important role in the Indonesian economy. In carrying out its activities, the mining industry in general use based Explosives Ammonium Nitrate. The use of explosives in the mining industry is a process that is difficult to avoid despite the potential dangers and high risks if not properly controlled. In recent years, the addition of risk has increased when based Explosives Ammonium Nitrate is used in mines containing sulfide pyrite, which is known as reactive rock Reactive ground. Reactive ground is a term in the mining industry for the rocks containing sulfide pyrite that when it comes in contact with ammonium nitrate will undergo exothermic reaction. The heat released from the decomposition reaction can reach 450˚C and can cause premature detonation of explosives that had been inserted into the hole shot. To prevent premature detonation, decomposition reaction should be inhibited or eliminated if possible. Therefore, developed with the addition of a compound Explosive in order to have a level of stability and enough protection against decomposition reaction. Studies conducted by the Energetic Materials Center EMC PT DAHANA Persero, focusing on the addition of a buffer compound in Bulk Emulsion Explosives which can inhibit exothermic reaction. Bulk Emulsion Explosives is hereinafter referred to as Bulk Emulsion For Reactive ground DABEX FRG. Isothermal testing for reactive ground refer to appendix 2 of the AEISG Code of Practice: Elevated and Reactive ground 3rd edition . When DABEX FRG mixed with rocks containing sulfidepyrite and heated at a constant temperature of 55°C for 2 hours, the exothermic reaction does not occur, even DABEX FRG can inhibit the rate of the exothermic reaction with a maximum temperature of 54.7°C. For comparison has been done to Bulk Emulsion without the addition of buffer compounds with the same treatment, there was an increase above 2°C with a maximum temperature of 58.6°C. This proves that DABEX FRG can provide a solution to the problem of the exothermic reaction that can lead to premature detonation of the blasting activities in reactive ground. Along 2013 and 2014, PT DAHANA Persero continued its transformation program which started in 2002 and had shown an encouraging result since 2006. One of the program is technology to support its business development. One of the explosives developed by PT DAHANA Persero is bulk emulsion reactive ground. The results of this innovation have become a business commodity of PT DAHANA Persero and get 2 two Blasting Services Contracts each for 2-3 years can be extended with a transaction value of Rp 40-60 billion per year. Innovation in technology will also change the market of explosives. Keywords : Ammonium Nitrate, SulfidePyrite, Bulk Emulsion For Reactive ground, Safety, commodity business S A R I K A R A N G A N Industri pertambangan memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia. Di dalam menjalankan kegiatannya, Industri pertambangan pada umumnya menggunakan Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat. Penggunaan Bahan Peledak di industri pertambangan merupakan sebuah proses yang sulit dihindari meskipun potensi bahaya dan resiko yang dihadapi sangat tinggi apabila tidak dikendalikan dengan tepat. Dalam beberapa tahun ini, penambahan resiko telah mengalami peningkatan ketika Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat ini 174 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 digunakan dalam tambang yang mengandung sulfida pyrite, yang dikenal dengan Batuan Reaktif Reactive ground. Reactive ground merupakan istilah dalam industri pertambangan terhadap batuan mengandung sulfida pyrite yang apabila terjadi kontak dengan Amonium Nitrat akan mengalami reaksi eksotermis. Panas yang dilepaskan dari reaksi dekomposisi terse but bisa mencapai 450˚C dan dapat menyebabkan terjadinya detonasi prematur dari Bahan Peledak yang telah dimasukkan ke dalam lubang tembak. Untuk mencegah terjadinya detonasi prematur, reaksi dekomposisi harus dihambat atau bila mungkin dieliminasi. Oleh karena itu, dikembangkan suatu Bahan Peledak dengan penambahan senyawa buffer agar Bahan Peledak dapat memiliki tingkat kestabilan dan perlindungan yang cukup terhadap reaksi dekomposisi. Studi yang dilakukan oleh Energetic Material Center EMC PT DAHANA Persero, fokus kepada penambahan senyawa buffer dalam Bahan Peledak Bulk Emulsion yang dapat menghambat reaksi eksotermis. Bahan Peledak Bulk Emulsion ini selanjutnya disebut dengan Bulk Emulsion For Reactive ground DABEX FRG. Pengujian isotermal untuk Reactive Ground mengacu pada appendix 2 of the AEISG Code of Practice : Elevated and Reactive Ground 3rd Edition . Ketika DABEX FRG dicampurkan dengan Batuan yang mengandung sulfidapyrite dan dipanaskan pada suhu konstan 55°C selama 2 jam, reaksi eksotermis tidak terjadi, bahkan DABEX FRG dapat menghambat laju reaksi eksotermis dengan suhu pencapaian maksimum 54.7°C. Sebagai pembanding dilakukan pula terhadap Bulk Emulsion tanpa penambahan senyawa buffer dengan perlakuan yang sama, terjadi kenaikan di atas 2°C dengan pencapaian suhu maksimum sebesar 58.6°C. Hal ini membuktikan bahwa DABEX FRG dapat memberikan solusi terhadap problem reaksi eksotermis yang dapat mengakibatkan detonasi prematur pada kegiatan peledakan di Reactive Ground. Sepanjang tahun 2013 dan 2014, PT DAHANA Persero terus melanjutkan program transformasinya yang telah dimulai pada 2002 dan telah menunjukkan hasil menggembirakan sejak tahun 2006. Salah satu program tersebut adalah teknologi yang mendukung pengembangan usaha. Teknologi yang telah dikembangkan salah satunya adalah Bulk Emulsion For Reactive Ground. Hasil inovasi ini telah menjadi komoditi bisnis bagi PT DAHANA Persero dengan memperoleh 2 dua Kontrak Jasa Peledakan masing-masing selama 2-3 tahun dapat diperpanjang dengan nilai transaksi sebesar Rp 40-60 Milyar per tahun . © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 175 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PENDAHULUAN Industri bahan peledak merupakan tulang punggung pertahanan dan keamanan suatu negara. Salah satu industri bahan peledak di Indonesia yang dikelola oleh Pemerintah BUMN adalah PT DAHANA Persero. Salah satu visi dari PT DAHANA Persero adalah menjadi perusahaan terunggul di industri bahan peledak dan komitmen untuk melayani bangsa. PT DAHANA Persero akan selalu meningkatkan teknologi dengan lebih meningkatkan lagi kemampuan penelitian dan pengembangan. Ini sudah menjadi tekad PT DAHANA Persero untuk menjadi perusahaan yang terkemuka di kawasan Asia Tenggara dan berkelas dunia, sehingga semakin meningkatkan kontribusi bagi ekonomi Indonesia dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Sepanjang tahun 2013 dan 2014 PT DAHANA Persero terus melanjutkan program transformasi yang sudah dimulai sejak 2002 dan telah menunjukkan hasil menggembirakan sejak tahun 2006. Program transformasi tersebut mempunyai empat tujuan pokok, yakni untuk semakin mengukuhkan posisi perusahaan sebagai service provider yang terintegrasi, memperluas pasar, membangun aliansi strategis dengan para pemasok dan pelanggan, serta membangun kompetensi SDM dan teknologi untuk mendukung pengembangan usaha. Dalam rangkaian itulah PT DAHANA Persero terus mengembangkan inovasi produk maupun jasa. PT DAHANA Persero telah secara berkelanjutan melakukan usaha-usaha inovatif guna memenuhi kebutuhan para pelanggan yang senantiasa menginginkan produk dan jasa yang semakin baik. Dengan inovasi perusahaan telah berhasil mempertahankan keunggulannya dalam bisnis bahan berenergi tinggi di Indonesia. Inovasi menjadi kata inti PT DAHANA Persero untuk terus berkembang baik dari segi inovasi produk, inovasi proses maupun manajemen yang menjadi pendukung. Salah satu jenis bahan peledak yang di produksi dan digunakan oleh PT DAHANA Persero adalah bahan peledak jenis emulsion. Bahan peledak explosives merupakan bahanzat yang berbentuk cair, padat, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan, gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang lebih stabil, yang sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang amat singkat, disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi. Emulsion adalah bahan peledak yang tersusun dari bahan pengoksida, air dan fuel phase . Bahan peledak emulsion memiliki tingkat kestabilan dan water resistance yang lebih tinggi dibandingkan ANFO Ammonium Nitrate Fuel Oil , sehingga dapat digunakan untuk lubang tembak yang di dalamnya terdapat air. Akan tetapi, tingkat perlindungan dan kestabilan yang dimiliki oleh emulsion belum mencukupi apabila bahan peledak tersebut digunakan di lubang tembak dengan air yang bersifat asam. Air yang bersifat asam seringkali ada di daerah pertambangan yang batuannya mengandung kandungan sulfur. Daerah tambang yang seperti itu biasa disebut reactive ground. Reactive ground dapat memicu terjadinya premature detonation. Untuk mencegah terjadinya detonasi prematur yang dapat membahayakan proses peledakan, reaksi dekomposisi harus dihambat. Penelitian ini berhubungan dengan komposisi bahan peledak yang telah dikembangkan. Secara khusus, penemuan ini berhubungan dengan emulsion wo yang memiliki kompatibilitas termal yang telah ditingkatkan terhadap bijih yang mengandung sulfidepyrite FeS 2 yang pada umumnya reaktif terhadap garam-garam nitrat, terutama Amonium Nitrat. Seperti yang telah digunakan sebelumnya, istilah “air dalam minyak” mengacu kepada fasa terlarut senyawa polar atau butiran emulsion yang larut dalam air di seluruh fasa pelarut nonpolar atau tidak dapat larut dalam air. Jenis emulsion yang demikian pada kenyataannya dapat mengandung atau tidak mengandung air, dan emulsion yang tidak mengandung air terkadang disebut sebagai emulsion yang “melebur-dalam-minyak”. Emulsion wo pada penemuan ini tersusun atas bahan bakar organik yang tidak dapat larut dalam air sebagai fasa pelarut, larutan garam oksidator teremulsi sebagai fasa terlarut, emulsifier, gelembung gas atau komponen udara terlarut untuk sensitifikasi, dan senyawa buffer untuk stabilisasi terhadap degradasi termal oleh bijih sulfidapyrite reaktif. Sasaran dari penelitian ini adalah mengembangkan bahan peledak jenis emulsi yang memiliki kandungan inhibitor Reactive Ground dan memberikan solusi terhadap masalah peledakan pada reactive ground dari aspek safety dan environmental. 176 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 KERANGKA TEORI Strategi penerapan teknologi yang dikembangkan di PT DAHANA Persero adalah dengan penguasaan teknologi melalui alih teknologi, pengembangan teknologi yang telah dikuasai dan kerjasama dengan lembagaindustri terkait. Sejalan dengan itu, konsep penelitian dan pengembangan yang diterapkan di PT DAHANA Persero berdasarkan sebuah input yang dapat diperoleh dari informasi teknologi, ketidaksesuaian proses dan produk serta kebutuhan pasar. Pada prosesnya inovasi dan rekayasa produk maupun proses dilakukan sehingga didapatkan sebuah produk, proses dan peralatan. Penciptaan inovasi ini dilakukan sesuai dengan rambu ketentuan yang berlaku di PT DAHANA Persero yakni sistem manajemen mutu, manajemen K3 dan manajemen lingkungan. Proses riset dan pengembangan dilakukan secara berkelanjutan dengan mengumpulkan informasi dan kegiatan teknologi baik yang diperoleh melalui internal ataupun eksternal PT DAHANA Persero. Dalam menjalankan kegiatannya, Industri pertambangan pada umumnya menggunakan Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat. Penggunaan Bahan Peledak di industri pertambangan merupakan sebuah proses yang sulit dihindari meskipun potensi bahaya dan resiko yang dihadapi sangat tinggi apabila tidak dikendalikan dengan tepat. Dalam beberapa tahun ini, penambahan resiko telah mengalami peningkatan ketika Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat ini digunakan dalam tambang yang mengandung sulfida pyrite, sehingga dikembangkan suatu Bahan Peledak dengan penambahan senyawa buffer agar Bahan Peledak dapat memiliki tingkat kestabilan dan perlindungan yang cukup terhadap reaksi dekomposisi. Reactive ground merupakan istilah dalam industri pertambangan yang merujuk kepada batuan yang memiliki kandungan sulfidapyrite FeS 2 yang, apabila memperoleh kontak dengan amonium nitrat, akan mengalami reaksi eksotermis . Mekanisme reaksi yang terjadi antara amonium nitrat yang ada di dalam bahan peledak dengan batuan pyrite adalah sebagai berikut: 4 NH 4 NO 3 + FeS 2 → FeSO 4 + H 2 SO 4 + 4NH 3 + H 2 O + N 2 O + 2 NO Reaksi dekomposisi amonium nitrat tersebut dapat berlangsung secara spontan ∆G reaksi = - 753,32 kJmol pada kondisi standar T = - 298,15 o C, P = 101,325 kPa. Reaksi dekomposisi tersebut juga disertai dengan pelepasan panas hingga Q reaksi = 320,69 kJmol Marenets, M dkk. 2005. Panas yang dilepaskan dari reaksi dekomposisi tersebut dapat menyebabkan detonasi prematur dari bahan peledak yang telah dimasukkan ke dalam lubang tembak. Hal yang harus diperhatikan adalah lama waktu hingga reaksi dekomposisi Amonium Nitrat berlangsung tidak dapat diperkirakan, mulai dari beberapa jam hingga beberapa bulan tergantung dari kondisi daerah tambang dan kandungan pyrite yang ada di dalam batuan. METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian secara garis besar adalah: - Studi literatur dan perencanaan perancangan alat, bahan, metode dan kajian safety - Verifikasi dan validasi - Inventarisasi kebutuhan peralatan dan bahan - Pengadaan peralatan dan bahan - Pembuatan bahan peledak skala laboratorium - Pengolahan data dan analisis - Uji coba lapangan - Pembuatan laporan dan presentasi hasil penelitian 3.2. Tahapan Pengujian 3.2.1 Material Batuan yang menjadi studi disini berasal dari site PT. Kasongan Bumi Kencana KBK, Kalimantan Tengah. Sampel Batuan yang diuji diberi label: - EMCDHN001 kandungan 5 pyrite , disseminated - EMCDHN002 10 sulphide undifferentiated, veinstringer; 1 py, disseminated - EMCDHN003 3 sulphide undifferentiated, cluster; 7 pyrite blebs - EMCDHN004 10 pyrite , cluster; chalcopyrite 5, cluster - EMCDHN005 7 sulphide undifferentiated, veinstringer; 5 pyrite - EMCDHN006 10 pyrite, cluster and disseminated 177 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 - EMCDHN007 20 pyrite, cluster and disseminated; 1 sulphide undiffveinstringer - EMCDHN008 3 pyrite, cluster - EMCDHN009 green andesite, 1 py blebs - EMCDHN010 lithic tuff: hematite, chlorite, fresh rock, 0-1 pyrite - EMCDHN011 dark green andesite, polimetallic, fres rock, 1 pyrite - EMCDHN012 quartz vein: fresh rock, vuggy, comb; 0-1 pyrite, 3 sulphide undif Batuan pyrite dipisahkan dengan menggunakan jaw crusher dan kemudian dihaluskan menggunakan pulveriser sampai dengan ukuran 250µm. ANFO digunakan untuk mengetahui reaktivitas dari sampel batuan. Emulsion berbahan dasar Amonium Nitrat tanpa penambahan senyawa buffer, emulsion dengan penambahan senyawa buffer digunakan untuk mengetahui kemampuan menghambat laju eksotermis terhadap sampel batuan paling reaktif. Ferric sulphate- Fe 2 SO 4 3 .9H 2 O dan Ferrous sulphate - FeSO 4 .7H 2 O tingkat teknis atau lebih tinggi digunakan sebagai reagen. 3.2.2 Analisis Isotermal Batuan Reaktif Analisis Isotermal dilakukan untuk mengetahui reaktivitas eksotermik dari sampel batuan dengan bahan peledak ANFO dan emulsion . Tujuan umum dari pengujian ini adalah untuk mengukur waktu induksi reaksi pada temperatur konstan. Kondisi pengujian diatur untuk menyerupai “kemungkinan terburuk yang dapat terjadi” dari ukuran partikel batuan, temperatur, lama terjadinya kontak dan adanya produk-produk samping dari pelapukan oksidatif batuan. Istilah “isotermal” digunakan untuk mengindikasikan bahwa batuan akan diuji pada lingkungan dengan temperatur konstan yang telah ditentukan sebelumnya. Fenomena eksotermik ditandai dengan terjadinya kenaikan temperatur campuran sampel yang signifikan hingga melebihi temperatur semula pada percobaan. Pengujian sampel batuan terhadap ANFO adalah bertujuan untuk mengetahui reaktivitas sampel batuan terhadap ANFO. Analisis Isotermal juga dilakukan terhadap emulsion berbasis Amonium Nitrat dengan batuan paling reaktif. Untuk aplikasi peledakan dengan temperatur normal pada site yang telah atau belum diketahui reaktivitasnya, temperatur standar yang digunakan adalah 55 o C dan pengujian dilakukan selama 2 jam. Metode uji Isotermal untuk reactive ground mengacu pada appendix 2 of the AEISG code of practice: Elevated Temperature and Reactive ground Edisi 3. Campuran yang akan diujikan terdiri dari bubuk halus batuan, ANFO, emulsion berbahan dasar Amonium Nitrat, dan larutan dari ferrous dan ferric sulphate. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Sampel Batuan terhadap ANFO Tabel 1 menunjukkan 8 dari 12 sampel batuan KBK mengalami kenaikan suhu di atas 2°C dari suhu background. Reaksi eksotermis terjadi pada sampel 1 sampai dengan sampel 8. Kenaikan suhu paling tinggi ditunjukkan oleh sampel EMCDHN004 yakni 66.9°C. Sampel EMCDHN004 ini mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite 5, cluster. Sampel batuan EMCDHN004 selanjutnya digunakan untuk pengujian isotermal emulsion dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Gambar 1abc menunjukkan fenomena eksotermis yang dialami oleh sampel batuan terhadap waktu. Gambar 1a menunjukkan fenomena eksotermis terjadi pada menit ke-110 dan konstan pada suhu kisaran 59°C. Gambar 1b menunjukkan fenomena eksotermis terjadi pada menit ke-135 dan konstan pada suhu kisaran 65°C untuk sampel EMCDHN004 dan EMCDHN005. Sedangkan untuk sampel EMCDHN006; EMCDHN007 dan EMCDHN008 menunjukkan fenomena eksotermis terjadi pada menit ke-170 dan konstan pada suhu kisaran 60°C. Gambar 1c menunjukkan kenaikan suhu paling tinggi pada menit ke-35 dan konstan pada suhu kisaran 51°C. Sampel batuan EMCDHN001 sampai dengan EMCDHN008 menunjukkan bahwa sampel batuan site KBK reaktif terhadap ANFO. Hal ini dikarenakan kandungan pyrite dalam batuan lebih dari 1, sehingga memungkinkan kontak antara pyrite dengan Ammonium Nitrat lebih besar apabila dibandingkan dengan sampel batuan EMCDHN009 sampai dengan EMCDHN012. Selain kandungan pyrite yang lebih sedikit pada 4 sampel terakhir, kandungan mineral lain dalam batuan sampel lebih bervariasi namun tidak bereaksi terhadap Ammonium Nitrat. 178 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Tabel 1. Hasil Reaktivitas ANFO Terhadap Sampel batuan KBK No. Sampel Suhu Max °C Reaktivitas 1 EMCDHN001 61 Eksoterm 2 EMCDHN002 60.8 Eksoterm 3 EMCDHN003 59.5 Eksoterm 4 EMCDHN004 66.9 Eksoterm 5 EMCDHN005 66.2 Eksoterm 6 EMCDHN006 61.9 Eksoterm 7 EMCDHN007 60.3 Eksoterm 8 EMCDHN008 60.4 Eksoterm 9 EMCDHN009 56.2 None 10 EMCDHN010 56.8 None 11 EMCDHN011 55.9 None 12 EMCDHN012 55.9 None 4.2. Pengujian Sampel Batuan Reaktif terhadap Emulsion Sampel batuan EMCDHN004 yang mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite 5, cluster digunakan untuk menguji reaktivitas emulsion dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Tabel 2 menunjukkan hasil uji sampel batuan reaktif dengan Dabex PT DAHANA PERSERO Bulk Emulsion . Pada kondisi pengujian yang sama yakni pada suhu 55 C selama 2 jam, emulsion tanpa adanya penambahan senyawa buffer menghasilkan suhu maksimum sebesar 58.6 C yang berarti reaktif. Sedangkan emulsion dengan penambahan senyawa buffer A menunjukkan suhu 54.7 C dan emulsion dengan penambahan senyawa buffer B juga menunjukkan suhu 54.7 C. Gambar 1a. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam dengan ANFO – Sampel EMCDHN001-003 Gambar 1b. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam dengan ANFO – Sampel EMCDHN004-008 Gambar 1c. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam dengan ANFO – Sampel EMCDHN009-012 4.3. Pengujian Sampel Batuan Reaktif terhadap Emulsion Sampel batuan EMCDHN004 yang mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite 5, cluster digunakan untuk menguji reaktivitas emulsion dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Tabel 2 menunjukkan hasil uji sampel batuan reaktif dengan Dabex PT DAHANA PERSERO Bulk Emulsion . Pada kondisi pengujian yang sama yakni pada suhu 55 C selama 2 jam, emulsion tanpa adanya penambahan senyawa buffer menghasilkan suhu maksimum sebesar 58.6 C yang berarti reaktif. Sedangkan emulsion dengan penambahan senyawa buffer A menunjukkan suhu 54.7 C dan emulsion dengan penambahan senyawa buffer B juga menunjukkan suhu 54.7 C. Pada emulsion yang ditambahkan dengan senyawa buffer tidak terlihat adanya tanda-tanda reaksi seperti gelembung gas ataupun pembentukan oksida nitrogen yang berwarna coklat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi reaksi eksotermis pada emulsion yang ditambahkan dengan senyawa buffer. Berbeda dengan emulsion yang tidak ditambahkan 179 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 dengan senyawa buffer, selama pengujian terjadi gelembung gas dan perubahan warna coklat apabila dilihat secara visual yang mengindikasikan terbentuknya oksida nitrogen. Fenomena eksoterm untuk pengujian ini yang mengklasifikasikan sampel sebagai “reaktif” memiliki karakteristik sebagai berikut:  Di atas 2 o C atau lebih dari suhu background pada kurva suhuwaktu background untuk sampel tersebut,  Menunjukkan baik kenaikan maupun penurunan suhu kembali ke suhu background setelah reaksi selesai berlangsung,  Reaksi dapat disertai dengan tanda-tanda yang terlihat secara visual, seperti gelembung gas, danatau pembentukan nitrogen oksida coklat. Gambar 2. Menunjukkan grafik fenomena suhu terhadap waktu hasil pengujian emulsion dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Emulsion tanpa penambahan senyawa buffer menunjukan kenaikan suhu diatas 2 C dari suhu 55 C pada waktu 50 menit. Suhu kenaikan ini kemudian konstan berada diatas suhu pengujian. Hal ini mengindikasikan bahwa emulsion tanpa penambahan senyawa buffer bereaksi eksotermis. Emulsion dengan penambahan senyawa buffer menunjukkan adanya penghambatan reaksi eksoterm yakni tidak terjadi kenaikan suhu. Ammonium Nitrate merupakan asam lemah maka akan semakin asam apabila direaksikan dengan air dikarenakan bertambahnya ion H + . Apabila kondisi semakin asam, maka akan lebih reaktif sehingga akan terjadi reaksi oksidasi pyrite, pada saat proses oksidasi akan dilepaskan kalor. Semakin reaktif, semakin banyak reaksi yang terjadi, semakin tinggi pula panas yang dihasilkan, sehingga semakin cepat memicu Premature Detonation. No Dabex Kondisi Pengujian Suhu Max ˚C Reaktivitas Hasil 1 Dabex Regular PT DAHANA PERSERO EMCDHN-NFRG 2 jam pada 55˚C 58.6 Reaktif 2 Dabex For Reactive ground A – EMCDHN-FRG-A 2 jam pada 55˚C 54.7 Tidak Reaktif 3 Dabex For Reactive ground B – EMCDHN-FRG-B 2 jam pada 55˚C 54.7 Tidak Reaktif Ta el . Hasil Pe gujia sa pel atua reaktif de ga Dabex 180 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Mekanisme Reaksinya sebagai berikut: Bila inhibitor bersifat Basa maka akan menaikkan pH dari Ammonium Nitrate sehingga bisa menghambat dekomposisi nitrat. Bila tidak ditambahkan inhibitor, dikarenakan rekasi eksotermis maka akan menghasilkan banyak panas atau dapat timbul ignition reaction. Mekanisme Ignition Reaction : Apabila ditambahkan inhibitor, maka reaksi menjadi: Asam yang terbentuk akan diikat oleh inhibitor yang merupakan basa dan karena reaksi tersebut endotermis, sehingga akan menyerap panas dari reaksi sebelumnya sehingga menghambat terjadinya Premature Detonation. 4.4. Analisis Kelayakan Ekonomi Melalui berbagai upaya inovasi dan pengembangan, pelayanan prima dan pemahaman pasar, PT DAHANA Persero menjalankan komitmen untuk selalu menjadi yang terdepan. 181 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Salah satu inovasi yang dikembangkan dahana adalah Bulk Emulsion For Reactive Ground. Hasil inovasi ini telah menjadi komoditi bisnis bagi PT PT DAHANA PERSERO Persero dengan memperoleh 2 dua Kontrak Jasa Peledakan masing-masing selama 2-3 tahun bisa diperpanjang dengan nilai transaksi sebesar Rp 40-60 Milyar per tahun. Jasa Peledakan ada 2 Nilai Kontrak : 1. OSP KBK di Kalimantan Tengah, Kontrak selama 2 tahun dari 15 Maret 2013- 16 Maret 2015 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 53.700.480.000,-. Pencapaian produksi per Juni 2014 sebesar 1.050 Ton. 2. OSP Seruyung di Kalimantan Utara, Kontrak selama 3 tahun dari November 2013-November 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 44.496.000.000,-. Pencapaian produksi per Juni 2014 sebesar 318,5 Ton. Bila dilihat dari penjualan, terdapat peningkatan pendapatan yang berasal dari produksi Bulk Emulsion For Reactive Ground. Kenaikan permintaan Jasa Drilling and Blasting juga meningkatkan produksi Bulk Emulsion For Reactive Ground . PENUTUP Sebanyak 8 sampel dari 12 sampel batuan yang berasal dari site KBK Kalimantan Tengah menunjukkan reaktivitas terhadap bahan peledak ANFO. Hal ini merupakan bukti reaktivitas ANFO terhadap sampel batuan reaktif, yang mengindikasikan diperlukannya bahan peledak inhibited . Dari hasil pengembangan komposisi emulsion untuk batuan reaktif di pertambangan Bulk Emulsion For Reactive Ground , dapat dibuktikan bahwa Bulk Emulsion FRG mampu mengatasi fenomena reactive ground. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diperuntukkan kepada Kepala Energetic Material Center EMC dan rekan-rekan PT PT DAHANA PERSERO Persero yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam menghasilkan suatu karya. Penelitian dan terobosan inovasi tiap tahunnya tidak lepas dari dukungan financial yang diberikan oleh manajemen PT PT DAHANA PERSERO Persero. DAFTAR PUSTAKA [1] Araos, M. 2010. Reactive ground in Queensland . Queensland Government Mining Journal . [2] Australian Explosives Industry and Safety Group Inc. 2012. Code of Practice : Elevated Temperature and Reactive ground . Edition 3. [3] Cranney, dkk. 1992. Emulsions that is Compatible with Reactive ground . U.S Pat. No, 5,159,153. [4] Marenets, dkk. 2005. Inhibition of Spontaneous Reactions of Propellants on the Basis of Amonium Nitrat During Their Contact with the Pyrite . 5 th International Seminar of Flame Structure. Institute of Chemical Kinetics and Combustion SB RAS dan Institute of Theoretical and Applied Mechanics SB RAS Novosibirsk, Russia. [5] Xuguang, W. 1994. Emulsion Explosives, Metallurgical Industry Press : Beijing 182 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 DAFTAR PATEN Anggaria Maharani Lahir di Lamongan, 19 Februari 1985. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang Kimia di Institut Teknologi Sepuluh November ITS, sedangkan pendidikan terakhirnya Pasca Sarjana di Bidang Kimia di Institut Teknologi Sepuluh November ITS. Widya Faradila Omega Lahir di Solo, 21 Maret 1986. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang Teknik Kimia di Universitas Negeri Sebelas Maret UNS. Roikhatus Solikhah Lahir di Demak, 8 Maret 1989. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang Teknik Kimia di Universitas Negeri Diponegoro UNDIP. 183 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Penerapan GMP dan HACCP dalam Penyediaan Sayuran untuk Pasar Lokal dan Ekspor di Era Perdagangan Bebas Application of GMP and HACCP to Provide Vegetables in Local and Export Markets in Era of Free Trade Khaririyatun, N 1 ; Puspitojati, E 2 ; Pertiwi, M D 3 and Rahajeng, E 4 1 Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung Jawa Barat 40391 2 STPP Magelang Jurluhtan Yogyakarta , Jl.Kusumanegara No. 2 Yogyakarta 55167 3 BPTP Jawa Tengah, Jl. BPTP No.40 Bukit Tegalepek, Kotak Pos 101 Ungaran 50501 4 SPP Sembawa, Jl. Palembang Jambi Km.29 Palembang I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Postharvest Cold Storage Cold chain Temperature Kata Kunci: Pasca panen Ruang berpendingin Rantai berpendingin Suhu Good Manufacturing Practices GMP is the necessary practices to comply with the recommended instructions of agencies having authorization and licensing for the food manufacture and sale. These guidelines provide the minimum requirements which must be fulfill by producers of food products to ensure that the resulting products have high quality and do not cause any risk to consumers and public. Hazard Analysis and Critical Control Point HACCP is a systematic preventive approach concerning to food safety from biological, chemical and physical hazard in the food production process which may cause unsafe products to consume as well as to reduce the risk to a safer level. HACCP system can be used at all stages of the food chain, from the production process including the preparation of food, packaging, distribution and others. The study was conducted with a purposive random sampling survey method to the agribusiness companies which have already implemented the GMP and HACCP with inductive qualitative analysis. Result of the survey showed that the vegetable packaging company handles products surveillance using good cultivation practice from the planting to harvesting of vegetables plants, especially in the application of synthetic-chemical fertilizers and pesticides. Cold chain system is used to the post- harvest product handling in order to prevent damage and maintain the freshness of the products. Temperature in the processing room is set not less than 10 ᵒC. The main problems which faced by the manufacture are 1 the physical weakness of Indonesian workers to work in cool room which set below than 10 ᵒC 2 how to well process the products delivery from the cool storage room to the cool box and then put them into the cool-container truck and send them to the buyer. S A R I K A R A N G A N Good Manufacturing Practices GMP adalah praktek-praktek yang diperlukan untuk mematuhi petunjuk yang direkomendasikan oleh badan-badan yang memiliki otorisasi dan perizinan untuk pembuatan dan penjualan makanan. Pedoman ini memberikan persyaratan minimum yang harus dipenuhi produsen produk makanan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan resiko apapun kepada konsumen atau publik. Hazard Analisis and Critical Control Point HACCP adalah pendekatan preventif yang sistematis untuk keamanan pangan dari bahaya biologis, kimia dan fisik dalam proses produksi yang dapat menyebabkan produk menjadi tidak aman dan desain pengukuran untuk mengurangi risiko ke tingkat yang aman. Sistem HACCP dapat digunakan pada semua tahapan rantai makanan, dari proses produksi makanan, termasuk persiapan kemasan, distribusi dan lain-lain. Penelitian dilakukan dengan metode survei, sampel ditentukan secara purposive yaitu perusahaan agribisnis yang telah melaksanakan GMP dan HACCP. Analisis dilakukan secara kualitatif induktif. Berdasarkan survey diperoleh hasil bahwa perusahaan pengemasan sayuran melakukan pengawasan sejak tanam hingga panen dengan penerapan budidaya tanaman yang baik terutama pengawasan pemberian pupuk dan pestisida yang berbahan kimia sintetis. Penanganan pasca panen menggunakan sistem cold chain atau rantai berpendingin untuk menghindari kerusakan dan mempertahankan kesegaran produk. Ruang pemrosesan menggunakan suhu 10 C, atau masih diatas rekomendasi yang seharusnya 5 C. Masalah utama yang ditemui yaitu 1 pekerja Indonesia tidak dapat bekerja pada suhu di bawah 10 C, 2 pengelolaan produk dengan ketat untuk memenuhi periode pengiriman mulai dari ruang penyimpanan, memindahkan ke kotak berpendingin cool box dan memasukkan ke truk berpendingin untuk pengiriman ke konsumen. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: nurkharigmail.com 184 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PENDAHULUAN Gerbang era globalisasi dunia telah terbuka, khususnya sejak awal millennium lalu, yang ditandai dengan menisbinya batas-batas wilayah antar negara di dunia dalam segala aspek sumber daya. Sebagaimana telah disiratkan dalam berbagai perjanjian World Trade Organization WTO yang berawal dari perjanjian perdagangan multilateral pada perundingan Uruguay maupun kesepakatan pelaksanaan wilayah perdagangan bebas di Asia bagi negara- negara kawasan Asia. Batas-batas arus lintas semakin menipis, beragam sumber daya antar negara menjadi semakin mudah dan murah dikarenakan akses dari negara yang satu ke negara yang lain kian mudah, yang meliputi transportasi, perijinan dan pajak. Sebuah negara yang tidak memiliki sebuah jenis sumber daya kini dapat memperolehnya dari negara lain. Memasuki era globalisasi berarti pula memasuki era perdagangan bebas, yang menuntut setiap pelaku usaha untuk lebih meningkatkan keunggulan kompetitifnya bila ingin tetap eksis dalam pasar global. Seluruh pelaku usaha mau tidak mau harus mempersiapkan diri bila ingin tetap sukses dalam era perdagangan bebas. Tidak terkecuali para pelaku usaha di Indonesia, dengan mengingat kawasan Asia pun dengan segera telah memberlakukan pasar bebas pada tahun 2008-2010, dimana untuk mempersiapkan hal itu akan diterapkan penghapusan segala bentuk proteksi bagi pelaku bisnis domestik dalam bentuk penurunan struktur tarif secara bertahap. Tingkat persaingan menjadi semakin tajam dalam memasuki era globalisasi ini. Perdagangan bebas memungkinkan mengalirnya barang dan jasa antar negara tanpa adanya hambatan yang berarti. Kondisi ini tentu menuntut kesiapan dan ketangguhan dari setiap pelaku usaha bila tidak ingin tersingkir dari pasar dunia. Keunggulan komparatif seperti mengandalkan tenaga kerja murah tidak lagi terlalu berarti, sejak dimungkinkannya dilakukan multy sourcing pada era pasar bebas. Untuk itu diperlukan keunggulan kompetitif yang lebih kuat, baik dalam hal sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan teknologi maupun kemampuan akses pasar yang luas melampaui batas-batas negara, dalam menghadapi persaingan yang kian meningkat. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan hingga saat makanan atau minuman tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen. Masalah keamanan pangan saat ini merupakan hal serius yang menjadi perhatian berbagai pihak yaitu pemerintah, industri maupun konsumen. Masyarakat semakin selektif dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Tingkat serangan penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga saat ini masih tinggi, meskipun prinsip- prinsip yang mendasari pengendaliannya telah diketahui. Pendekatan tradisional melalui pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir, dianggap gagal untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium, tetapi harus diawasi sejak dari pengadaan bahan baku, penanganan dan pengolahan, hingga ke tangan konsumen akhir. Produk pangan atau makanan yang aman untuk dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani, diolah, dan distribusikan secara baik dan benar. Sebagai upaya untuk mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan beberapa kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian ini antara lain adalah Good Manufacturing Practices GMP, Skor Keamanan Pangan SKP dan Hazard Analysis Critical Control Points HACCP. HACCP adalah suatu sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, yakni mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan dengan cara mencegah terjadinya keracunan makanan. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui evaluasi cara memproduksi bahan pangan, yakni mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara memproduksi bahan pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan sanitasi, meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini dilakukan secara mandiri oleh karyawan. Pada dasarnya, metode HACCP 185 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 ditujukan mengendalikan semua potensi bahaya titik kendali kritis yang mungkin terjadi selama proses produksi. Tujuan dari penulisan tema ini adalah untuk 1 mengetahui penerapan GMP dan HACCP di perusahaan exportir sayuran dan 2 mengetahui kendala penerapan GMP dan HACCP di perusahaan exportir sayuran. KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Tuntutan terhadap bahan pangan yang sehat dan aman sudah menjadi perhatian sejak dulu. Hal tersebut diperlihatkan dengan konsepsi higien pada penanganan bahan pangan yang bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroorganisme dengan pendekatan pemeriksaanpengujian produk akhir. Konsep tersebut tidak cukup memberikan perlindungan terhadap kesehatan konsumen akibat konsumsi bahan pangan. Beberapa kasus gangguan kesehatan yang disebabkan mikroba diantaranya Campylobacter dan Salmonella memiliki tingkat kejadian lebih dari 3000 kasus Heijden et al., 1999. Konsep pengawasan keamanan pangan berubah dari pendekatan meminimalisir bahaya menjadi mencegah dan menghilangkan bahaya dengan tidak hanya menerapkan metode pengujian produk akhir namun juga melakukan analisis kemungkinan bahaya yang dapat terjadi. Codex Alimentarius Comissions merekomendasikan penggunaan sistem HACCP, yaitu sistem yang menekankan pada analisis bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya sehingga bahaya kesehatan yang terjadi pada pangan dapat terjadi. Komponen- komponen dalam sistem pengawasan keamanan pangan berdasarkan food hygiene yang baik adalah dengan penentuan kriteria bahan pangan yang baik, pelaksanaan analisis resiko untuk mengidentifikasi dan karakterisasi potensi bahaya, pelaksanaan pengawasan keamanan pangan berdasarkan hasil analisis resiko dan penetapan panduan pelaksanaan penanganan bahan pangan secara higienis, Codex Alimentarius Comissions CAC, 1997. Good Manufacturing Practice GMP GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen Thaheer, 2005. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB menurut Menteri Kesehatan No.23MEN. KESSK1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan produksi, bahan, kebersihan karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah kemasan, dan transportasi: Lokasi Pabrik Lokasi pabrik mempunyai syarat berada pada daerah bebas atau jauh dari pencemaran. Pencemaran yang dimaksud dapat bersumber dari daerah pembuangan sampah, rawa, pemukiman padat penduduk, dan sistem saluran air yang tidak baik. Bangunan Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi, mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Produk Akhir Produk akhir perlu dianalisis sesuai bahan baku secara kimia, fisik, dan mikrobiologis sebelum produk dipasarkan agar aman dikonsumsi. Peralatan Produksi Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene, antara lain sesuai dengan jenis produksi, permukaan alat yang digunakan berhubungan makanan harus tidak menyerap air, tidak mengelupas, dan tidak mudah berkarat. Bahan Bahan baku dan bahan tambahan serta bahan penolong yang digunakan untuk pembuatan produk tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu persyaratan yang ditetapkan. Sebelum diproses bahan tersebut dianalisis secara organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologis dan biologis. Kebersihan Karyawan Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus dalam keadaan sehat bebas penyakit, luka, dan penyakit kulit. Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala, karyawan selama bekerja harus meninggalkan kebiasaan –kebiasaan buruk 186 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 seperti: membersihkan hidung, membuang air ludah sembarangan, bersin tidak ditutup dan tidak boleh mengenakan perhiasan serta arloji karena akan beresiko terjadi kontaminasi fisik pada produk. Pengendalian Proses Pengolahan Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara: menetapkan persyaratan bahan mentah, komposisi, pengolahan distribusi, pengendalian bahaya melalui penerapan HACCP, dan adanya catatan lengkap mengenai proses produksi, keterangan produk serta jumlah atau tanggal batas kadaluarsa produk. Fasilitas Sanitasi Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan dan higiene, antara lain : sarana penyediaan air bersih harus cukup, sumber dan saluran air untuk keperluan lain pemadam api, penghasil uap dan pendinginan harus terpisah dari sumber saluran air untuk pengolahan. Label Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang label dan periklanan. Peraturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Keterangan Produk Keterangan produk harus lengkap dan jelas, yang mencakup: cara penggunaan, penyimpanan, dan pengolahan. Penyimpanan Penyimpanan menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang sehingga harus terpisah antara bahan yang sudah diolah dengan yang belum, bahan beracun dengan bahan non pangan, dan bahan yang dikemas dengan bahan yang tidak dikemas serta kondisi yang sesuai. Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Kegiatan Sanitasi Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi pada bangunan dilakukan dengan cara melakukan pencegahan binatang serangga, unggas dan lain-lain masuk ke dalamnya, pembasmian jasad renik dan serangga serta monitoring keefektifan system sanitasi. Laboratorium Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan Menteri Kesehatan harus dilengkapi atau memiliki fasilitas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan serta produk akhir. Wadah Kemasan Bahan dan kemasan mempunyai fungsi utama untuk melindungi produk, namun aman bagi konsumen dan benar –benar sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Kemasan tidak bersifat mencemari produk sehingga dalam penggunaanya perlu dipertimbangkan jenis bahan kemasan tersebut. Transportasi Distribusi produk harus dilakukan dengan sistem transportasi yang mampu menjaga produk agar tidak terkontaminasi, terlindung dari kerusakan yang menyebabkan produk tidak layak dikonsumsi dan dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Pendekatan sistem pada Pengelolaan GMP Sistem manajemen mutu yang telah diadopsi oleh banyak industri pangan maupun institusi di Indonesia saat ini telah mampu mengelola GMP secara sistematik. Sistem manajemen mutu ISO seri 9001 : 2000 telah memberikan terobosan penting pada pengelolaan dalam bidang penyelenggaraan makanan di Indonesia. Sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 memusatkan pengembangan sistem dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sistem manajemen mutu yang mengerakkan fungsi manajemen deming, mulai dari perencanaan, penerapan, evaluasi, dan perbaikan. Tujuan yang ingin dicapai adalah kepuasan pelanggan, yakni menyediakan produk sesuai dengan keinginan pelanggan. Pendekatan proses adalah suatu aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran. Melalui pendekatan proses institusi memperhatikan semua unsur yang terlibat saat mengubah masukan menjadi keluaran. Kedua pendekatan ini bertumpu pada sistem pengelolaan data yang dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila sistem manajemen modern sangat mewarnai teknik semestinya. 187 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Aspek – aspek dalam GMP Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan kontruksi higienes untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienes untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. Cara produksi makanan yang baik atau GMP terdiri dari beberapa aspek yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap produk yang diolah dan dihasilkan Thaherr, 2005 Hazard Analysis Critical Control Point HACCP Hazard Analysis Critical Control Point HACCP merupakan suatu analisa yang dilakukan terhadap bahan baku, proses dan produk untuk menentukan komponen, kondisi atau tahapan proses yang harus mendapat pengawasan ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. HACCP merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah atau preventif Fardiaz, 1996. Konsep HACCP telah diterima secara internasional oleh Codex Alimentarius Commision dan diadopsi sebagai teks “Guidelines for the Application of the Hazard Analysis Critical Control PointHACCP System ” Mortimore dan Wallace, 1994. Dalam HACCP dikenal istilah CCP Critical Control Point yaitu semua titik di dalam sistem keamanan pangan yang spesifik yaitu yang bila terjadi hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang besar Pierson dan Corlett, 1992. Prinsip HACCP yang diadopsi pada SNI 01- 4852-1998 sesuai dengan Codex terdiri dari: 1 Analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya; 2 Penetapan titik kendali kritis CCP; 3 Penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan; 4 Dokumetasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP; 5 Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP; 6 Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan 7 Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya. Sistem HACCP terdiri atas dua belas langkah dan terdapat tujuh prinsip menurut Codex Alimentarius Comission ACC. Langkah- langkah dalam menerapkan HACCP yang direkomendasikan oleh BSN 1998 meliputi: 1 Menyusun tim HACCP; 2 Membuat keterangan mengenai produk pangan; 3 Identifikasi mengenai cara penggunaan atau konsumsi oleh konsumen; 4 Menyusun diagram alir proses; 5 Verifikasi diagram alir; 6 Prinsip 1: analisis bahaya dan pencegahan; 7 Prinsip 2: identifikasi Critical Control Point CCP di dalam proses; 8 Prinsip 3: menetapkan batas kritis untuk setiap CCP; 9 Prinsip 4: menetapkan cara pemantauan CCP; 10 Prinsip 5: menetapkan tindakan koreksi; 11 Prinsip 6: menyusun prosedur untuk verifikasi; dan 12 Prinsip 7: menetapkan prosedur pencatatan. Rencana Sistem HACCP Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip –prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangkan BSN, 2002. Rencana HACCP ditulis oleh tim HACCP dan berisi dua komponen esensial yaitu diagram alir proses HACCP Control Chart beserta dokumentasi pendukung lainnya Mortimore dan Wallace, 1994. Penyusunan dokumen rencana HACCP di Indonesia mengacu pada pedoman BSN 1004-2002. Ruang lingkup rencana HACCP mencakup 3 materi utama: 1 Prinsip-prinsip HACCP merupakan implementasi dari tujuh prinsip dan langkah – langkah penerapannya sesuai dengan SNI 01-4852-1998; 2 Persyaratan dasar prerequisite merupakan syarat minimal untuk menjamin keamanan pangan melalui penerapan GMP dan SSOP yang terkendali; dan 188 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 3 Program universal manajemen mutu merupakan program manajemen mutu untuk menjamin konsistensi dan ketelusuran penerapan system HACCP. Unsur atau elemen yang harus tercakup dan dipertimbangkan dalam penyusunan rencana HACCP adalah sebagai berikut: 1 Kebijakan mutu perusahaan; 2 Deskripsi dari organisasi yang meliputi identitas, struktur organisasi, bidang kegiatan, personil tim HACCP dan pelatihan bagi tim HACCP; 3 Penjelasan mengenai deskripsi produk yang berupa sebuah daftar yang berisikan seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP; 4 Memuat persyaratan dasar pre- requisite; 5 Memuat diagram alir dan memverifikasinya; 6 Adanya penjelasan mengenai analisis bahaya; 7 Adanya lembar kerja pengendalian control measure yang mencakup informasi lokasi CCP pada setiap proses, jenis bahaya, batas kritis, prosedur pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi dan system pencatatan; 8 Sistem penyimpanan catatan; 9 Prosedur verifikasi. Prinsip HACCP Prinsip sistem HACCP yang diadopsi pada SNI 01 – 4852 – 1998 sesuai dengan Codex terdiri dari tujuh, yakini sebagai berikut : 1. Prinsip 1 berkaitan dengan analisis biaya 2. Prinsip 2 menentukan titik kendali kritis TKK 3. Prinsip 3 menetapkan batas kritis 4. Prinsip 4 menetapkan sistem pemantauan pengendalian TKK 5. Prinsip 5 menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali 6. Prinsip 6 menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. 7. Prinsip 7 menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya. Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus berkesinambungan, artinya tidak terhenti setelah satu tahap analisis selesai dilakukan dan bahaya terselesaikan. Konsepsi perputaran tujuh prinsip ini sangat identik dengan penetapan program pengelolaan lingkungan pada ISO 14001. Kondisi awal suatu objek dipotret dengan teliti, ditemukan titik lemah dari segi keamanan pangan, kemudian dibuatkan program pemantauannya, dan akhirnya dikendalikan. Setelah berhasil mengendalikan bahaya, proses pemantauan masuk dalam operasi rutin. Identifikasi bahaya tidak pernah dihentikan meskipun program pemantauan sudah sukses, tetapi terus dilakukan tanpa henti. Penemuan titik kendali kritis baru sangatlah mungkin terjadi sehingga memerlukan program khusus yang dirancang secara spesifik. Pedoman Penerapan HACCP Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap instansi, maka instansi tersebut harus telah menerapkan prinsip Umum Pangan dan Codex. Pedoman dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen di instansi tersebut adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, kategori konsumen yang berkepentingan dan bukti – bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan. Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada titik kendali kritis. Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya.penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasional. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode survei purposive random sampling ke perusahaan agribisnis yang telah melaksanakan GMP dan HACCP dengan analisis kualitatif induktif. 189 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Penelitian kualitatif ini tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Penelitian dilaksanakan dengan cara langsung ke lokasi sampel dan mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan- kesimpulan dari proses tersebut. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan agribisnis bidang sayuran yang ditujukan untuk penyediaan pasar dalam negeri dan luar negeri ekspor. Perusahaan tersebut adalah CV. Bimandiri, PT. Alamanda Sejati Utama dan PT. Sayuran Siap Saji Bogor. Kesimpulan atau generalisasi lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey yang didapat dari 3 perusahaan adalah masing-masing perusahaan telah melaksanakan sistem GMP dan HACCP yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. GMP adalah praktek-praktek yang diperlukan untuk mematuhi petunjuk yang direkomendasikan oleh badan-badan yang mengontrol otorisasi dan perizinan untuk pembuatan dan penjualan makanan. Pedoman ini memberikan persyaratan minimum untuk makanan produk produsen harus memenuhi yang menjamin bahwa produk-produk berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan resiko apapun kepada konsumen atau publik. CV Bimandiri yang beralamat di Jl. Panorama no 54 Haurpungkur Lembang Bandung Jawa Barat 40391 bergerak dalam bidang perdagangan penyediaan sayuran dan buah segar untuk pasar lokal. Rata-rata kapasitas barang masuk untuk didistribusi 7 ton per hari. Tabel 1. Jenis komoditas sayuran yang didistribusikan CV Bimandiri : Nama komoditas Jumlah distribusi Tomat 1500 kghari Wortel 400 kghari Kol 400 kghari Kembang kol 250 kghari Brokoli 350 kghari Sawi putih 400 kghari Kentang 700 kghari Daun bawang 150 kghari Cabe besar 300 kghari Cabe keriting 150 kghari Sumber: data primer dari PT. Bimandiri Penerimaan barang sesuai kualitas dan jumlah permintaan. Penanganan produk sayuran dari petani ke gudang CV. Bimandiri meliputi : 1. Processing, pengolahan produk sesuai jenis komoditi, 2. Pembersihan, dikopek, dicuci, trimming, dilap, dipilih, 3. Pengemasan, wrapping, diikat, plastik pori, styrofoam 4. Pembagian dan pemisahan sesuai jumlah dan nama toko Carrefour 5. Distribusi, pengiriman ke masing- masing toko Carrefour. Sumber : data primer, PT. Bimandiri Gambar 1. Alur prosessing penanganan produk di PT. Bimandiri Asal produk Sayuran dan buah-buahan yang dipasarkan PT. Bimandiri berasal dari Kebumen, Pengalengan, Lembang, Garut, Subang, Bandung dan Pemalang. PT. Bimandiri membina 260 petani, 6 kelompok tani, 35 supplier dan 11 pedagang di pasar induk. Tenaga Kerja 20 40 60 80 100 120 140 160 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 Orang Sumber : data sekunder, PT Bimandiri Grafik 1. Pertumbuhan tenaga kerja 190 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 PT. Bimandiri memberikan pelatihan petani binaannya yang meliputi proses sortasi awal. Petani diberi pengetahuan mengenai sortasi awal yang bisa dilakukan di lokasi petani bukan di perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperendah resiko kerusakan produk sampai ke perusahaan. Cold storage dan truk berpendingin belum tersedia di PT. Bimandiri sehingga untuk mengantisipasi pengiriman produk ke carefour Jakarta dilakukan pada malam hari. Perusahaan ini mempunyai semboyan 4 K yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas dan komitmen. PT. Alamanda Sejati Utama adalah perusahaan swasta pertanian Indonesia yang bergerak dalam bidang menjual dan mengekspor sayuran, buah-buahan, dan bunga ke negara lain. PT. Alamanda Sejati Utama didirikan di Jakarta pada tahun 2002 berkantor di Banjaran, Bandung Selatan, Jawa Barat pada 2004. Visi dari perusahaan ini adalah menjadi eksportir sayuran, buah-buahan dan bunga terkemuka yang menempatkan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama. Misi dari PT Alamanda Sejati Utama adalah bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan dan petani untuk memajukan ekspor hortikultura Indonesia ke negara-negara lain. Perusahaan ini mengutamakan pada pelayanan yang sangat baik dan menjaga standar kontrol kualitas yang tinggi mulai dari pemilihan produk, penanganan, sampai pengiriman untuk menyediakan barang- barang terbaik dan segar untuk pelanggan. PT. Alamanda Sejati Utama telah mendapatkan kepercayaan dari NTUC salah satu supermarket terbesar di Singapura, Cold Storage, Shop n Save, Giant, dan Sat. Ekspor produk ke Malaysia, Thailand, Hongkong, Brunei Darussalam, U.A.E, Bangladesh, South Korea, Jepang, Pakistan. Pada 2009, PT. Alamanda Sejati Utama telah bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat LPPM UNPAD, yang dalam hal ini bertugas untuk membantu produsen dalam hal teknik produksi, manajemen, dan kelembagaan. Kerjasama ini terjalin dalam rangka mengembangkan rantai pasokan hortikultura. Selain itu juga PT. Alamanda Sejati Utama telah bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani GAPOKTAN untuk menjaga rantai pasokan sehingga telah melakukan ekspor selama bertahun-tahun. Produk Semua produk adalah sayuran segar terbaik. Perusahaan bekerja dengan banyak petani yang terlatih dan terdidik yang memahami kualitas standar ekspor produk. Untuk mempertahankan standar kualitas produk digunakan bibit yang terbaik dan melatih para petani untuk memastikan produk diperlakukan dengan baik. PT. Alamanda Sejati Utama menerapkan manajemen rantai dingin untuk menjaga standar kualitas untuk setiap barang-barang, mulai dari bidang kebun ke gudang dan dari gudang ke pelabuhan keberangkatan digunakan didinginkan armadas truk dan penyimpanan yang dingin yang dapat mempertahankan sayuran dan buah- buahan lebih dari 300 tonhari. Berikut ini adalah daftar produk dari PT. Alamanda Sejati Utama: 1. Sayuran baby buncis, kacang Perancis, selada air, cabai merah, kubis, Capsicum, Petai kacang, jagung manis, Xiao BaiCai, kentang, bawang merah 2. Buah-buahan Alphonso Mangga, Arumanis Mangga, salak, merah jambu, Rambutan, air melon, Manggis, Rock Melon 3. Bunga karangan bunga melati, bunga melati, melati botak 4. Jamur Champignon mushroom, Portabello jamur Produksi PT. Alamanda Sejati Utama memahami bahwa kualitas tinggi berasal dari benih yang baik, baik perawatan, penanganan yang baik dan rangkaian baik pengiriman. Ini adalah alasan kami menerapkan kontrol kualitas yang ketat di semua tingkat pengolahan, mulai dari pemilihan benih, panen, pemisahan, muncul produk dan kemasan. Untuk mencapai kualitas segar, PT. Alamanda Sejati Utama memiliki cold storage di gudang yang dapat mempertahankan lebih dari 300 tonhari sayuran dan buah-buahan. PT. Alamanda Sejati Utama juga memiliki armada truk berpendingin untuk menjaga kualitas produk agar tetap baik selama dalam proses pengangkutan ke konsumen. PT. Alamanda Sejati Utama memiliki kerjasama yang baik dengan maskapai penerbangan terbaik pengiriman baris di dunia, seperti Singapore Airlines SQ, Cathay Pasific CX, Maersk Line, APL, PIL, dan lainnya untuk memastikan semua barang telah diperlakukan baik selama di perjalanan sampai ke tujuan. Tenaga Kerja PT. Alamanda Sejati Utama memiliki staf yang berpengalaman sebanyak 60 karyawan 191 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 dan lebih dari 400 karyawan terampil yang telah terlatih untuk menentukan kualitas produk di standar tertinggi sebagai kebutuhan pelanggan. Pasar PT. Alamanda Sejati Utama telah mengekspor barang-barang melalui beberapa negara di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa area market kami yang kami masih aktif terus mendukung mereka dengan kami terbaik dan tinggi standar buah-buahan segar, sayuran dan bunga. Tabel 2. Pasar Ekspor Aktif untuk Sayur, Buah dan Bunga PT Alamanda Sejati Utama ASIA TIMUR TENGAH Singapura • Abu Dhabi • Thailand • Jeddah • Brunei Darussalam • Dubai • Malaysia • Hongkong • Taiwan • Pakistan • Bangladesh Sumber : data sekunder PT Alamanda Sejati Utama Manajemen Rantai Pasokan PT. Alamanda Sejati Utama bersama LPPM UNPAD membuat manajemen rantai pasokan, terutama untuk sayuran dan buah-buahan di pasar ekspor, tujuannya adalah untuk:  Menjaga konsistensi kualitas  Menjaga konsistensi kuantitas dan kontinuitas  Menjaga konsistensi harga  Membangun komitmen kemitraan rantai pasokan hortikultura berkelanjutan  Memberikan pelajaran bagi petani untuk menerapkan SOPGAP untuk mendapatkan sertifikasi GLOBAL GAP. PT. Sayuran Siap Saji adalah perusahaan yang memasok sayuran segar potong. Desember 2011 PT. Sayuran Siap Saji bekerjasama dengan Perusahaan Belanda mulai beroperasi untuk memenuhi semua kebutuhan sayuran segar potong menggunakan mesin pada semua proses pengolahanannya. Misi perusahaan ini adalah menjadi salah satu leader dalam bidang agribisnis serta produksi sayur fresh cut dengan menerapkan teknologi yang tepat guna meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat petani dalam membangun Negara Indonesia. PT. Sayuran Siap Saji berkomitmen melaksanakan, mengembangkan dan meningkatkan kinerja proses produksinya dalam menjamin keamanan pangan produknya dengan menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. Sistem HACCP telah diakui oleh dunia international sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Seluruh kegiatan HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi. HACCP dan GMP dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang pangan memiliki keterkaitan. Sistem HACCP akan berjalan dengan baik jika prinsip GMP sudah dilakukan. HACCP harus dibangun atas landasan yang kokoh untuk melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices GMP dan penerapan Standard Sanitation Operating ProcedureSSOP. GMP dan SSOP merupakan pre-requisite program dalam sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP. GMP termasuk lokasi, orang-orang, proses, produk, sertifikasi dan rekaman. Berikut ini penerapan GMP yang dilakukan di PT. Sayuran Siap Saji :

1. Tempat

Tabel 3. Persyaratan GMP Persyaratan Pernyataan Bangunan - Menyediakan ruang yang cukup Lokasi - Jauh dari peternakan - Jauh dari banjir kolam - Jauh dari situs beracun Lantai - Mudah dibersihkan - Struktur tekstur tidak berlumpur berdebu - Air, garam, asam, alkali bukti-bukti - Permukaan datar halus Dinding - Setidaknya 20 cm - TahanKedap Air - Permukaan mudah membersihkan - Datar, halus, cerah, tidak mudah terkelupas Langit-langit - Terbuat dari bahan yang tidak mudah jatuh peeling 192 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Persyaratan Pernyataan - Tidak ada lubangcrack - Minimal 2,5 m di atas lantai - Permukaan yang halus, Datar, tahan air, tidak bocor Pintu - Permukaan mudah dibersihkan - Buka luar - Tahan lama Sanitary - Menggunakan air bersih - Utilitas cuci Jendela - Permukaan mudah membersihkan - 1 meter dari lantai - Kabel Pencahayaan - Dari lampu Ventilasi - Memberikan sirkulasi udara yang baik Peralatan - Mengatur keteraturan langkah proses produksi - Tidak mencemari produk - Tidak berkarat dan menyerap air Sumber : data primer dari PT. Sayuran Siap Saji 2. Pekerja - Mengenakan masker topi kepala - Mengenakan pakaian luar sarung tangan - Pekerja sehat - Batuk, bersin menggunakan saputangan - Tidak mengenakan perhiasan - Tidak merokok, makan, minum di area pengolahan - Diharuskan mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan mereka

3. Proses

- Pencucian I Pencucian sayuran dilakukan menggunakan sistem perendaman air water batch system selama 60 detik sampai 3 menit tergantung pada jenis sayuran yang diproses. Air yang digunakan diperbaharui setiap hari. - Pemotongan Sebagian besar sayuran dipotong menggunakan mesin untuk meminimalkan kontak dengan manusia. Namun beberapa sayuran seperti brokoli dan kembang kol dipotong secara manual karena membutuhkan ukuran tertentu sesuai permintaan pasar. Pisau yang digunakan harus benar-benar steril untuk menjaga kualitas produk. Penggunaan mesin dengan kecepatan pemotongan 500-1000 kgjam dikhususkan pada salah satu jenis sayuran, apabila digunakan untuk memotong jenis sayuran lain maka mesin dibersihkan menggunakan pembersih cairan kimia yang diperbolehkan di bidang pangan. Waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan mesin kurang lebih satu jam. - Sayuran dipotong dengan mesin untuk meminimalkan kontak dengan orang- orang khusus untuk daun selada. Perusahaan ini hanya memiliki dua mesin tetapi mereka harus memotong beberapa jenis sayuran. Setelah memotong salah satu jenis sayuran dan terus memotong sayuran lainnya, mereka harus membersihkan mesin dengan makanan kelas larutan kimia untuk menghindari kontaminasi silang. Dibutuhkan waktu satu jam membersihkan. - Pencucian II Pencucian dilakukan secara otomatis menggunakan mesin cuci sayuran kontinyu continuous vegetables washing machine menggunakan air suhu 5 C. Dengan kapasitas mesin 500- 1000 kgjam, pencucian bisa dilakukan dengan tepat, cepat dan efisien. Mereka menggunakan air dingin 5 o C dengan mesin cuci sayuran continuous yang akan memproses sayuran dalam jumlah besar dengan cepat dan efisien. - Pengeringan Pengeringan sayuran menggunakan mesin sentrifuse yang didesain khusus untuk sayuran continuous cycle vegetable spin dryer. Sayuran kering dengan sempurna dan siap untuk diproses ke tahap berikutnya. - Metal detector 193 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Metal detector adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi semua jenis metal. Sayuran yang sudah dikeringkan kemudian dideteksi keberadaan logam yang berbahaya. Cara kerjanya adalah dengan menggunakan gelombang electromagnet. Apabila terjadi perubahan gelombang yang tidak sesuai, maka akan di baca sebagai metal yang mengganggu, dan di deteksi adanya metal yang lewat di lubang metal detector. Sayuran yang mengandung logam tidak akan dikemas dan didistribusikan. - Kemasan Segar sayuran dipotong dikemas oleh standart plastik tergantung permintaan konsumen. Produk disimpan dalam penyimpanan dingin dengan suhu 5- 10 C.

4. Produk Kualifikasi produk adalah sebagai berikut :

 Kemasan segar sayuran potong  Pelabelan terdiri dari nama produk, produksi, kadaluarsa, komposisi, metode yang disajikan, dan kode barang. 5. Sertifikasi Produk berkualitas baik pengolahan harus disertifikasi, PT. Sayuran Siap Saji telah diaudit setiap tahunnya oleh Inspektur HACCP. Audit juga dilaksanakan secara langsung oleh pelanggan misalnya: Mc Donald dan Burger King seminggu sekali. PT. Sayuran Siap Saji juga telah mendapat sertifikasi yang dirilis oleh otoritas hukum seperti: sertifikat HACCP dan ISO 22000:2005 6. Rekaman Nama perusahaan, alamat perusahaan, aktivitas, dan metode pengolahan, rutin aktivitas lingkungan yang ramah yang terekam baik di PT Sayuran Siap Saji. Dan yang paling penting rutin rekaman adalah sistem SOP, sisa pestisida tingkat konten pengujian dan kimia Produk direkam setiap tiga bulan sekali. Berdasarkan survey dari ketiga perusahaan tersebut, terdapat beberapa kendala untuk menjamin produk sayuran yang akan dipasarkan di pasar lokal maupun ekspor tetap dalam kondisi baik dan segar yaitu : 1. Perusahaan yang belum memiliki cold chain pada proses produksinya memiliki kelemahan harus memilih waktu yang tepat pada tahap pengirimandistribusi ke lokasi yang dituju, karena proses respirasi pada sayuran berlangsung dengan baik pada suhu ruang. Namun hal ini dapat diatasi dengan proses pengiriman dilakukan pada malam hari pada saat kondisi udara dingin. 2. Perusahaan yang masih menggunakan proses pemotongan manual produknya, baik proses trimming maupun untuk produk fresh cut memiliki permasalahan pada browning . Pada buah dan sayuran utuh, sel-selnya masih utuh, sehingga substrat yang terdiri atas senyawa- senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuhmemar atau terpotong pengupasan, pengirisan substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob terdapat oksigen sehingga terjadi reaksi browning enzimatis. Reaksi browning ditangani dengan penanganan produk dengan baik, menggunakan pisau tajam dan steril ketika pemotongan dan sesegera mungkin dikemas dengan baik, proses tetap dilakukan pada ruangan dengan kondisi dingin. 3. Perusahaan yang sudah memiliki cold chain pada proses produksinya masih memiliki permasalahan para periode transfer produk, terutama setelah produk keluar dari mesin dan dikemas, kemudian pada saat transfer dari ruang pendingin ke truk pengiriman dan dari truk menuju konsumen. Proses tersebut belum dapat dilakukan secara kontinyu, sehingga harus dikelola dengan cepat dan tepat. 4. Perusahaan menangani produk sayuran dengan menggunakan cold chain untuk menghindari kerusakan dan mempertahankan kesegaran produk. Ruang pemrosesan masih menggunakan 10 C, padahal suhu rekomendasi ruang pemrosesan sayuran adalah 5 C. Masalah utama adalah disebabkan oleh kemampuan pekerja Indonesia yang tidak dapat bekerja pada kondisi suhu di bawah 10 C. Agar para pekerja dapat bekerja pada suhu yang 194 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 direkomendasikan maka ruangan sebaiknya dilengkapi dengan alirankecepatan angin windchill index. Pakaian pekerja disesuaikan untuk kondisi dingin yaitu berlapis dari katun, ada lubang ventilasi untuk kelembaban, kering dan bersih, baju dalam insulated terpisah serta menggunakan sepatu bukan dari karet. Selain itu disediakan pula sarung tangan khusus suhu dingin. Pekerja juga sebaiknya tersertifikasi bekerja di ruang dingin. Kondisi kesehatan pekerja dicek rutin setiap bulannya untuk menjaga kelancaran proses produksi. Pengaturan jam kerja juga diperlukan dalam pekerjaan di ruang ekstrim,sehingga satu shift karyawan hanya bekerja kurang dari dua jam per shiftnya. 5. Penggunaan mesin pada proses pemotongan sayuran, kecepatan blade dan konveyor harus dikelola dengan benar sesuai dengan jenis sayuran yang dipotong. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang, proses pembersihan mesin juga harus dilakukan dengan benar dan menggunakan zat kimia pembersih yang diijinkan sehingga keamanan sayuran tetap terjaga dengan baik. PENUTUP Penerapan GMP dan HACCP oleh perusahaan pemasaran sayuran di Indonesia, lebih difokuskan untuk memenuhi permintaan dan persyaratan pasar luar negeri ekspor, terutama untuk kandungan minimal residu bahan kimia sintetis dalam produk dan kemasan serta kualitas fisik sayuran seperti ukuran, bentuk dan warna yang harus memenuhi standar dan permintaan yang telah ditentukan. Produk sayuran petani di Indonesia pada umumnya belum siap bersaing dalam era pasar bebas dan belum bisa diterima perusahaan eksportir sayuran, karena dalam budidaya sayuran belum memperhatikan GAP. Terkecuali petani yang bekerjasama dengan perusahaan eksportir sayuran sudah menerapkan GAP dalam usahataninya. Rekomendasi untuk kebijakan pemerintah adalah diperlukan adanya regulasi dari pemerintah agar para stakeholders yang langsung berhubungan dengan petani terutama perusahaan penyediaan benih, pupuk, pestisida, kemasan dan pemasaran memperhatikan penerapan GAP di tingkat petani agar produk petani Indonesia mempunyai daya saing dan dapat diterima di pasar Internasional sehingga nilai ekspor sayuran Indonesia dapat terus meningkat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami tujukan kepada semua pihak yang terkait dengan penelitian ini: 1. PT. Bimandiri 2. PT. Alamanda Sejati Utama 3. PT. Sayuran Siap Saji 4. BBPP Lembang DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01- 4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Pedoman 1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis HACCP, Badan Satandardisasi Nasional, Jakarta. Codex Alimentarius Comissions. 1997. Food Hygiene Basic Text. Codex Alimentarius Comissions, Rome. Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Heijden K., M. Younes., L. Fishbein., and S. Miller. 1999. International Food Safety Handbook: Science, International Regulation and Control. Marcel Dekker, New York. Mortimore, S. and C. Wallace. 1994. HACCP a Practical Approach. Chapman and Hall Publ., London. Pierson, M.P. and D.A. Corlett, Jr. 1992. HACCP: Principles and Applications Chapman and Hall Publ., New York. Thaheer, H 2005 . Sistem Manajemen HACCP. Jakarta : Bumi Aksara 195 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 Technopreneurship : Tantangan Bagi Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan di Indonesia Technopreneurship : Challenge for Entrepreneurship Educational Development In Indonesia Wening Estiningsih 1 , Zainal Arifin H. Masri 2 , 1 Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta 2 Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta I N F O A R T I K E L A B S T R A C T Keywords: Technopreneurship Entrepreneurship Educational Technology Indonesia Kata Kunci: Technopreneurship Kewirausahaan Pendidikan Teknologi Indonesia Technopreneurshipis a developmentof entrepreneur concept. Entrepreneurship is answertobalancebetween thegrowth ofthe productive populationwithjob availability. On the other handthe number of entrepreneurs in Indonesiais still below2. Education sectoris rensposible for producing a new generation that has independence, including economic independence.. Schools, colleges also other informal educational medianotonly serves to share knowledge with the theory the theory and skill stopr actice-practice. Butif it is associated with is the lack of understanding and interest about the world of entrepreneurship, the world of education can be used also as a medium of information to increase the under standing and interest of their studentsto the worldof entrepreneurship Technology requiresthe development of entrepreneur stowards teknopreneur. Communicate and education technology in the development ofthe entrepreneur becomes a challenge in education sector. This studyis expected tobe a referencein the development of entrepreneurship education S A R I K A R A N G A N Teknoprenuership merupakan pengembangan dari konsep kewirausahaan. Wirausaha adalah salah satu jawaban untuk menjawab ketimpangan antara pertumbuhan penduduk usia produktif dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Disisi lain pemahaman dan minat berwirausaha di Indonesia masih sangat minim, bahkan jumlah wirausaha di Indonesia masih dibawah 2.Dunia pendidikan berkewajiban untuk dapat mencetak generasi – generasi yang memiliki kemandirian, termasuk kemandirian secara ekonomi dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kelak, tetapi dunia pendidikan sendiri tidak dapat memberikan jaminan bahwa semua anak didiknya akan terserap didunia kerja.Sekolah, kampus juga media pendidikan informal lainnya bukan hanya berfungsi untuk berbagi ilmu dengan teori – teorinya maupun ketrampilan dengan praktek – prakteknya. Tetapi jika dikaitkan dengan masih rendahnya pemahaman dan minat tentang dunia wirausaha, dunia pendidikan dapat difungsikan juga sebagai media informasi untuk meningkatakan pemahaman dan minat anak didiknya pada dunia kewirausahaan. kemajuan teknologi menuntut pengembangan entrepreneur menuju teknopreneur. Mengkomunikasikan pentingnya teknologi dalam pengembangan entrepreneur menjadi tantangan dalam dunia pendidikan. Kajian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan sehingga melahirkan entrepreneur-entrepreneur muda yang sukses. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014  Corresponding author. E-mail address: tyas_unyahoo.co.id