Consulting service 2. Contract Others
172
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Wang, R.C., 2011, How Does ITRI Assist SME to Develop Green Technologies,
Green Energy and Environment Research Laboratories GEL, Industrial Technology
Research Institute ITRI, Taiwan, a power point presentation made at the International
Workshop and Training on The Role of Business Incubators in Developing Green
Technology-Based SME, 27-28 September di Yogyakarta APEC SME 04 2011A
173
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Emulsi Massal untuk Tanah Reaktif Dalam Industri Pertambangan
Bulk Emulsion for Reactive ground In Mining Industry
Anggaria Maharani
1
, Widya Faradila Omega
1,2
, Roikhatus Solikhah
1,2 1,2
Energetic Material Center, PT PT DAHANA PERSERO Persero Jalan Raya Subang - Cikamurang KM 12, Subang 41285, Jawa Barat - Indonesia
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords:
Research Instituition, Organizational Climate,
Quality Management System SNI ISO 9001:2008
Kata Kunci: Amonium Nitrat
SulfidaPyrite Bulk Emulsion For
Reactive Ground Safety industry plays an important role in the Indonesian economy. In carrying out its
activities, the mining industry in general use based Explosives Ammonium Nitrate. The use of explosives in the mining industry is a process that is difficult
to avoid despite the potential dangers and high risks if not properly controlled. In recent years, the addition of risk has increased when based Explosives
Ammonium Nitrate is used in mines containing sulfide pyrite, which is known as reactive rock Reactive ground. Reactive ground is a term in the mining
industry for the rocks containing sulfide pyrite that when it comes in contact with ammonium nitrate will undergo exothermic reaction. The heat released from
the decomposition reaction can reach 450˚C and can cause premature detonation of explosives that had been inserted into the hole shot. To prevent
premature detonation, decomposition reaction should be inhibited or eliminated if possible. Therefore, developed with the addition of a compound Explosive in
order to have a level of stability and enough protection against decomposition reaction. Studies conducted by the Energetic Materials Center EMC PT
DAHANA Persero, focusing on the addition of a buffer compound in Bulk Emulsion Explosives which can inhibit exothermic reaction. Bulk Emulsion
Explosives is hereinafter referred to as Bulk Emulsion For Reactive ground DABEX FRG. Isothermal testing for reactive ground refer to appendix 2 of the
AEISG Code of Practice: Elevated and Reactive ground 3rd edition
. When DABEX FRG mixed with rocks containing sulfidepyrite and heated at a constant
temperature of 55°C for 2 hours, the exothermic reaction does not occur, even DABEX FRG can inhibit the rate of the exothermic reaction with a maximum
temperature of 54.7°C. For comparison has been done to Bulk Emulsion without the addition of buffer compounds with the same treatment, there was an increase
above 2°C with a maximum temperature of 58.6°C. This proves that DABEX FRG can provide a solution to the problem of the exothermic reaction that can
lead to premature detonation of the blasting activities in reactive ground. Along 2013 and 2014, PT DAHANA Persero continued its transformation program
which started in 2002 and had shown an encouraging result since 2006. One of the program is technology to support its business development. One of the
explosives developed by PT DAHANA Persero is bulk emulsion reactive ground. The results of this innovation have become a business commodity of PT
DAHANA Persero and get 2 two Blasting Services Contracts each for 2-3 years can be extended with a transaction value of Rp 40-60 billion per year.
Innovation in technology will also change the market of explosives.
Keywords : Ammonium Nitrate, SulfidePyrite, Bulk Emulsion For Reactive ground, Safety, commodity business
S A R I K A R A N G A N
Industri pertambangan memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia. Di dalam menjalankan kegiatannya, Industri pertambangan pada umumnya
menggunakan Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat. Penggunaan Bahan Peledak di industri pertambangan merupakan sebuah proses yang sulit dihindari
meskipun potensi bahaya dan resiko yang dihadapi sangat tinggi apabila tidak dikendalikan dengan tepat. Dalam beberapa tahun ini, penambahan resiko telah
mengalami peningkatan ketika Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat ini
174
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014 digunakan dalam tambang yang mengandung sulfida pyrite, yang dikenal dengan
Batuan Reaktif Reactive ground. Reactive ground merupakan istilah dalam industri pertambangan terhadap batuan mengandung sulfida pyrite yang apabila
terjadi kontak dengan Amonium Nitrat akan mengalami reaksi eksotermis. Panas yang dilepaskan dari reaksi dekomposisi terse
but bisa mencapai 450˚C dan dapat menyebabkan terjadinya detonasi prematur dari Bahan Peledak yang telah
dimasukkan ke dalam lubang tembak. Untuk mencegah terjadinya detonasi prematur, reaksi dekomposisi harus dihambat atau bila mungkin dieliminasi. Oleh
karena itu, dikembangkan suatu Bahan Peledak dengan penambahan senyawa buffer
agar Bahan Peledak dapat memiliki tingkat kestabilan dan perlindungan yang cukup terhadap reaksi dekomposisi. Studi yang dilakukan oleh Energetic
Material Center EMC PT DAHANA Persero, fokus kepada penambahan senyawa buffer dalam Bahan Peledak Bulk Emulsion yang dapat menghambat
reaksi eksotermis. Bahan Peledak Bulk Emulsion ini selanjutnya disebut dengan Bulk Emulsion For Reactive ground
DABEX FRG. Pengujian isotermal untuk Reactive Ground
mengacu pada appendix 2 of the AEISG Code of Practice : Elevated and Reactive Ground 3rd Edition
. Ketika DABEX FRG dicampurkan dengan Batuan yang mengandung sulfidapyrite dan dipanaskan pada suhu konstan
55°C selama 2 jam, reaksi eksotermis tidak terjadi, bahkan DABEX FRG dapat menghambat laju reaksi eksotermis dengan suhu pencapaian maksimum 54.7°C.
Sebagai pembanding dilakukan pula terhadap Bulk Emulsion tanpa penambahan senyawa buffer dengan perlakuan yang sama, terjadi kenaikan di atas 2°C dengan
pencapaian suhu maksimum sebesar 58.6°C. Hal ini membuktikan bahwa DABEX FRG dapat memberikan solusi terhadap problem reaksi eksotermis yang dapat
mengakibatkan detonasi prematur pada kegiatan peledakan di Reactive Ground. Sepanjang tahun 2013 dan 2014, PT DAHANA Persero terus melanjutkan
program transformasinya yang telah dimulai pada 2002 dan telah menunjukkan hasil menggembirakan sejak tahun 2006. Salah satu program tersebut adalah
teknologi yang mendukung pengembangan usaha. Teknologi yang telah dikembangkan salah satunya adalah Bulk Emulsion For Reactive Ground. Hasil
inovasi ini telah menjadi komoditi bisnis bagi PT DAHANA Persero dengan memperoleh 2 dua Kontrak Jasa Peledakan masing-masing selama 2-3 tahun
dapat diperpanjang dengan nilai transaksi sebesar Rp 40-60 Milyar per tahun
.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
175
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PENDAHULUAN
Industri bahan peledak merupakan tulang punggung pertahanan dan keamanan
suatu negara. Salah satu industri bahan peledak di Indonesia yang dikelola oleh Pemerintah
BUMN adalah PT DAHANA Persero. Salah satu visi dari PT DAHANA Persero adalah
menjadi perusahaan terunggul di industri bahan peledak dan komitmen untuk melayani bangsa.
PT
DAHANA Persero
akan selalu
meningkatkan teknologi
dengan lebih
meningkatkan lagi kemampuan penelitian dan pengembangan. Ini sudah menjadi tekad PT
DAHANA Persero untuk menjadi perusahaan yang terkemuka di kawasan Asia Tenggara dan
berkelas dunia, sehingga semakin meningkatkan kontribusi
bagi ekonomi
Indonesia dan
kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Sepanjang tahun 2013 dan 2014 PT
DAHANA Persero terus melanjutkan program transformasi yang sudah dimulai sejak 2002 dan
telah menunjukkan hasil menggembirakan sejak tahun 2006. Program transformasi tersebut
mempunyai empat tujuan pokok, yakni untuk semakin
mengukuhkan posisi
perusahaan sebagai service provider yang terintegrasi,
memperluas pasar, membangun aliansi strategis dengan para pemasok dan pelanggan, serta
membangun kompetensi SDM dan teknologi untuk mendukung pengembangan usaha. Dalam
rangkaian itulah PT DAHANA Persero terus mengembangkan inovasi produk maupun jasa.
PT DAHANA Persero telah secara berkelanjutan melakukan usaha-usaha inovatif
guna memenuhi kebutuhan para pelanggan yang senantiasa menginginkan produk dan jasa yang
semakin baik. Dengan inovasi perusahaan telah berhasil mempertahankan keunggulannya dalam
bisnis bahan berenergi tinggi di Indonesia. Inovasi menjadi kata inti PT DAHANA
Persero untuk terus berkembang baik dari segi inovasi
produk, inovasi
proses maupun
manajemen yang menjadi pendukung. Salah satu jenis bahan peledak yang di
produksi dan digunakan oleh PT DAHANA Persero adalah bahan peledak jenis emulsion.
Bahan peledak
explosives merupakan
bahanzat yang berbentuk cair, padat, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi
berupa panas, benturan, gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang lebih
stabil, yang sebagian besar atau seluruhnya berbentuk
gas dan
perubahan tersebut
berlangsung dalam waktu yang amat singkat, disertai efek panas dan tekanan yang sangat
tinggi. Emulsion
adalah bahan peledak yang tersusun dari bahan pengoksida, air dan fuel
phase . Bahan peledak emulsion memiliki tingkat
kestabilan dan water resistance yang lebih tinggi dibandingkan ANFO Ammonium Nitrate
Fuel Oil , sehingga dapat digunakan untuk
lubang tembak yang di dalamnya terdapat air. Akan tetapi, tingkat perlindungan dan kestabilan
yang dimiliki oleh emulsion belum mencukupi apabila bahan peledak tersebut digunakan di
lubang tembak dengan air yang bersifat asam. Air yang bersifat asam seringkali ada di daerah
pertambangan yang batuannya mengandung kandungan sulfur. Daerah tambang yang seperti
itu biasa disebut reactive ground. Reactive ground
dapat memicu terjadinya premature detonation.
Untuk mencegah terjadinya detonasi prematur yang dapat membahayakan proses
peledakan, reaksi dekomposisi harus dihambat. Penelitian ini berhubungan dengan komposisi
bahan peledak yang telah dikembangkan. Secara khusus, penemuan ini berhubungan dengan
emulsion
wo yang memiliki kompatibilitas termal yang telah ditingkatkan terhadap bijih
yang mengandung sulfidepyrite FeS
2
yang pada umumnya reaktif terhadap garam-garam
nitrat, terutama Amonium Nitrat. Seperti yang telah digunakan sebelumnya,
istilah “air dalam minyak” mengacu kepada fasa terlarut senyawa polar atau butiran emulsion
yang larut dalam air di seluruh fasa pelarut nonpolar atau tidak dapat larut dalam air. Jenis
emulsion
yang demikian pada kenyataannya dapat mengandung atau tidak mengandung air,
dan emulsion yang tidak mengandung air terkadang disebut sebagai emulsion yang
“melebur-dalam-minyak”. Emulsion
wo pada penemuan ini tersusun atas bahan bakar organik yang tidak dapat larut
dalam air sebagai fasa pelarut, larutan garam oksidator teremulsi sebagai fasa terlarut,
emulsifier, gelembung gas atau komponen udara terlarut untuk sensitifikasi, dan senyawa buffer
untuk stabilisasi terhadap degradasi termal oleh bijih sulfidapyrite reaktif.
Sasaran dari penelitian ini adalah mengembangkan bahan peledak jenis emulsi
yang memiliki kandungan inhibitor Reactive Ground
dan memberikan solusi terhadap masalah peledakan pada reactive ground dari
aspek safety dan environmental.
176
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
KERANGKA TEORI Strategi
penerapan teknologi
yang dikembangkan di PT DAHANA Persero
adalah dengan penguasaan teknologi melalui alih teknologi, pengembangan teknologi yang
telah dikuasai
dan kerjasama
dengan lembagaindustri terkait. Sejalan dengan itu,
konsep penelitian dan pengembangan yang diterapkan di PT DAHANA Persero
berdasarkan sebuah input yang dapat diperoleh dari informasi teknologi, ketidaksesuaian proses
dan produk serta kebutuhan pasar. Pada prosesnya inovasi dan rekayasa produk maupun
proses dilakukan sehingga didapatkan sebuah produk, proses dan peralatan. Penciptaan inovasi
ini dilakukan sesuai dengan rambu ketentuan yang berlaku di PT DAHANA Persero yakni
sistem manajemen mutu, manajemen K3 dan manajemen lingkungan. Proses riset dan
pengembangan dilakukan secara berkelanjutan dengan mengumpulkan informasi dan kegiatan
teknologi baik yang diperoleh melalui internal ataupun eksternal PT DAHANA Persero.
Dalam menjalankan kegiatannya, Industri pertambangan pada umumnya menggunakan
Bahan Peledak berbahan dasar Amonium Nitrat. Penggunaan
Bahan Peledak
di industri
pertambangan merupakan sebuah proses yang sulit dihindari meskipun potensi bahaya dan
resiko yang dihadapi sangat tinggi apabila tidak dikendalikan dengan tepat. Dalam beberapa
tahun ini, penambahan resiko telah mengalami peningkatan ketika Bahan Peledak berbahan
dasar Amonium Nitrat ini digunakan dalam tambang yang mengandung sulfida pyrite,
sehingga dikembangkan suatu Bahan Peledak dengan penambahan senyawa buffer agar Bahan
Peledak dapat memiliki tingkat kestabilan dan perlindungan yang cukup terhadap reaksi
dekomposisi.
Reactive ground merupakan istilah dalam
industri pertambangan yang merujuk kepada batuan yang memiliki kandungan sulfidapyrite
FeS
2
yang, apabila memperoleh kontak dengan amonium nitrat, akan mengalami reaksi
eksotermis . Mekanisme reaksi yang terjadi
antara amonium nitrat yang ada di dalam bahan peledak dengan batuan pyrite adalah sebagai
berikut:
4 NH
4
NO
3
+ FeS
2
→ FeSO
4
+ H
2
SO
4
+ 4NH
3
+ H
2
O + N
2
O + 2 NO Reaksi dekomposisi amonium nitrat tersebut
dapat berlangsung secara spontan ∆G
reaksi
= - 753,32 kJmol pada kondisi standar T = -
298,15
o
C, P = 101,325 kPa. Reaksi dekomposisi tersebut juga disertai dengan
pelepasan panas hingga Q
reaksi
= 320,69 kJmol Marenets, M dkk. 2005.
Panas yang dilepaskan dari reaksi dekomposisi
tersebut dapat
menyebabkan detonasi prematur dari bahan peledak yang telah
dimasukkan ke dalam lubang tembak. Hal yang harus diperhatikan adalah lama waktu hingga
reaksi dekomposisi
Amonium Nitrat
berlangsung tidak dapat diperkirakan, mulai dari beberapa jam hingga beberapa bulan tergantung
dari kondisi daerah tambang dan kandungan pyrite
yang ada di dalam batuan.
METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian secara garis besar adalah:
- Studi literatur dan perencanaan perancangan
alat, bahan, metode dan kajian safety -
Verifikasi dan validasi -
Inventarisasi kebutuhan peralatan dan bahan -
Pengadaan peralatan dan bahan -
Pembuatan bahan peledak skala laboratorium -
Pengolahan data dan analisis -
Uji coba lapangan -
Pembuatan laporan dan presentasi hasil penelitian
3.2. Tahapan Pengujian
3.2.1 Material Batuan yang menjadi studi disini berasal
dari site PT. Kasongan Bumi Kencana KBK, Kalimantan Tengah. Sampel Batuan yang diuji
diberi label: -
EMCDHN001 kandungan
5 pyrite
, disseminated
- EMCDHN002
10 sulphide
undifferentiated, veinstringer;
1 py,
disseminated -
EMCDHN003 3 sulphide undifferentiated, cluster; 7 pyrite blebs
- EMCDHN004
10 pyrite
, cluster;
chalcopyrite 5, cluster -
EMCDHN005 7 sulphide undifferentiated, veinstringer; 5 pyrite
- EMCDHN006 10 pyrite, cluster and
disseminated
177
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
- EMCDHN007 20 pyrite, cluster and
disseminated; 1
sulphide undiffveinstringer
- EMCDHN008 3 pyrite, cluster
- EMCDHN009 green andesite, 1 py blebs
- EMCDHN010 lithic tuff: hematite, chlorite,
fresh rock, 0-1 pyrite -
EMCDHN011 dark
green andesite,
polimetallic, fres rock, 1 pyrite -
EMCDHN012 quartz vein: fresh rock, vuggy, comb; 0-1 pyrite, 3 sulphide
undif Batuan pyrite dipisahkan dengan menggunakan
jaw crusher
dan kemudian
dihaluskan menggunakan pulveriser sampai dengan ukuran
250µm. ANFO digunakan untuk mengetahui reaktivitas dari sampel batuan.
Emulsion berbahan dasar Amonium Nitrat
tanpa penambahan senyawa buffer, emulsion dengan penambahan senyawa buffer digunakan
untuk mengetahui kemampuan menghambat laju eksotermis terhadap sampel batuan paling
reaktif. Ferric sulphate- Fe
2
SO
4 3
.9H
2
O dan Ferrous sulphate
- FeSO
4
.7H
2
O tingkat teknis atau lebih tinggi digunakan sebagai reagen.
3.2.2 Analisis Isotermal Batuan Reaktif
Analisis Isotermal
dilakukan untuk
mengetahui reaktivitas eksotermik dari sampel batuan dengan bahan peledak ANFO dan
emulsion . Tujuan umum dari pengujian ini
adalah untuk mengukur waktu induksi reaksi pada temperatur konstan. Kondisi pengujian
diatur untuk menyerupai “kemungkinan terburuk yang dapat terjadi” dari ukuran partikel
batuan, temperatur, lama terjadinya kontak dan adanya produk-produk samping dari pelapukan
oksidatif batuan.
Istilah “isotermal” digunakan untuk mengindikasikan bahwa batuan akan diuji pada
lingkungan dengan temperatur konstan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Fenomena eksotermik ditandai dengan terjadinya kenaikan
temperatur campuran sampel yang signifikan hingga melebihi temperatur semula pada
percobaan.
Pengujian sampel batuan terhadap ANFO adalah bertujuan untuk mengetahui reaktivitas
sampel batuan terhadap ANFO. Analisis Isotermal juga dilakukan terhadap emulsion
berbasis Amonium Nitrat dengan batuan paling reaktif. Untuk aplikasi peledakan dengan
temperatur normal pada site yang telah atau belum diketahui reaktivitasnya, temperatur
standar yang digunakan adalah 55
o
C dan pengujian dilakukan selama 2 jam. Metode uji
Isotermal untuk reactive ground mengacu pada appendix 2 of the AEISG code of practice:
Elevated Temperature and Reactive ground Edisi 3.
Campuran yang akan diujikan terdiri dari bubuk halus batuan, ANFO, emulsion berbahan
dasar Amonium Nitrat, dan larutan dari ferrous dan ferric sulphate.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Sampel Batuan terhadap ANFO
Tabel 1 menunjukkan 8 dari 12 sampel batuan KBK mengalami kenaikan suhu di atas
2°C dari suhu background. Reaksi eksotermis terjadi pada sampel 1 sampai dengan sampel 8.
Kenaikan suhu paling tinggi ditunjukkan oleh sampel EMCDHN004 yakni 66.9°C. Sampel
EMCDHN004 ini mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite 5, cluster. Sampel batuan
EMCDHN004 selanjutnya digunakan untuk pengujian isotermal emulsion dengan dan tanpa
penambahan senyawa buffer.
Gambar 1abc
menunjukkan fenomena eksotermis yang dialami oleh sampel
batuan terhadap
waktu. Gambar
1a menunjukkan fenomena eksotermis terjadi pada
menit ke-110 dan konstan pada suhu kisaran 59°C. Gambar 1b menunjukkan fenomena
eksotermis terjadi pada menit ke-135 dan konstan pada suhu kisaran 65°C untuk sampel
EMCDHN004 dan EMCDHN005. Sedangkan untuk sampel EMCDHN006; EMCDHN007 dan
EMCDHN008
menunjukkan fenomena
eksotermis terjadi pada menit ke-170 dan konstan pada suhu kisaran 60°C. Gambar 1c
menunjukkan kenaikan suhu paling tinggi pada menit ke-35 dan konstan pada suhu kisaran
51°C.
Sampel batuan EMCDHN001 sampai dengan EMCDHN008 menunjukkan bahwa
sampel batuan site KBK reaktif terhadap ANFO. Hal ini dikarenakan kandungan pyrite dalam
batuan lebih dari 1, sehingga memungkinkan kontak antara pyrite dengan Ammonium Nitrat
lebih besar apabila dibandingkan dengan sampel batuan
EMCDHN009 sampai
dengan EMCDHN012. Selain kandungan pyrite yang
lebih sedikit pada 4 sampel terakhir, kandungan mineral lain dalam batuan sampel lebih
bervariasi namun tidak bereaksi terhadap Ammonium Nitrat.
178
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Tabel 1. Hasil Reaktivitas ANFO Terhadap Sampel batuan KBK
No. Sampel
Suhu Max
°C Reaktivitas
1
EMCDHN001 61
Eksoterm
2 EMCDHN002
60.8 Eksoterm
3
EMCDHN003 59.5
Eksoterm
4
EMCDHN004 66.9
Eksoterm
5
EMCDHN005 66.2
Eksoterm
6
EMCDHN006 61.9
Eksoterm
7
EMCDHN007 60.3
Eksoterm
8
EMCDHN008 60.4
Eksoterm
9 EMCDHN009
56.2 None
10
EMCDHN010 56.8
None
11
EMCDHN011 55.9
None
12
EMCDHN012 55.9
None 4.2.
Pengujian Sampel Batuan Reaktif terhadap Emulsion
Sampel batuan EMCDHN004 yang mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite
5, cluster digunakan untuk menguji reaktivitas emulsion
dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Tabel 2 menunjukkan hasil uji
sampel batuan reaktif dengan Dabex PT DAHANA PERSERO Bulk Emulsion
. Pada kondisi pengujian yang sama yakni
pada suhu 55 C selama 2 jam, emulsion tanpa
adanya penambahan
senyawa buffer
menghasilkan suhu maksimum sebesar 58.6 C
yang berarti reaktif. Sedangkan emulsion dengan penambahan senyawa buffer A menunjukkan
suhu 54.7 C dan emulsion dengan penambahan
senyawa buffer B juga menunjukkan suhu 54.7
C.
Gambar 1a. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam dengan ANFO
– Sampel EMCDHN001-003 Gambar 1b. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam
dengan ANFO – Sampel EMCDHN004-008
Gambar 1c. Grafik WaktuSuhu selama 2 jam dengan ANFO
– Sampel EMCDHN009-012 4.3.
Pengujian Sampel Batuan Reaktif terhadap Emulsion
Sampel batuan EMCDHN004 yang mengandung 10 pyrite, cluster; chalcopyrite
5, cluster digunakan untuk menguji reaktivitas emulsion
dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Tabel 2 menunjukkan hasil uji
sampel batuan reaktif dengan Dabex PT DAHANA PERSERO Bulk Emulsion
. Pada kondisi pengujian yang sama yakni
pada suhu 55 C selama 2 jam, emulsion tanpa
adanya penambahan
senyawa buffer
menghasilkan suhu maksimum sebesar 58.6 C
yang berarti reaktif. Sedangkan emulsion dengan penambahan senyawa buffer A menunjukkan
suhu 54.7 C dan emulsion dengan penambahan
senyawa buffer B juga menunjukkan suhu 54.7
C. Pada emulsion yang ditambahkan dengan
senyawa buffer tidak terlihat adanya tanda-tanda reaksi
seperti gelembung
gas ataupun
pembentukan oksida nitrogen yang berwarna coklat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi
reaksi eksotermis
pada emulsion
yang ditambahkan dengan senyawa buffer. Berbeda
dengan emulsion yang tidak ditambahkan
179
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
dengan senyawa buffer, selama pengujian terjadi gelembung gas dan perubahan warna coklat
apabila dilihat
secara visual
yang mengindikasikan terbentuknya oksida nitrogen.
Fenomena eksoterm untuk pengujian ini yang
mengklasifikasikan sampel
sebagai “reaktif” memiliki karakteristik sebagai berikut:
Di atas 2
o
C atau lebih dari suhu background pada kurva suhuwaktu background untuk
sampel tersebut, Menunjukkan baik kenaikan maupun
penurunan suhu
kembali ke
suhu background
setelah reaksi
selesai berlangsung,
Reaksi dapat disertai dengan tanda-tanda yang
terlihat secara
visual, seperti
gelembung gas, danatau pembentukan nitrogen oksida coklat.
Gambar 2. Menunjukkan grafik fenomena suhu terhadap waktu hasil pengujian emulsion
dengan dan tanpa penambahan senyawa buffer. Emulsion
tanpa penambahan senyawa buffer
menunjukan kenaikan suhu diatas 2 C
dari suhu 55 C pada waktu 50 menit. Suhu
kenaikan ini kemudian konstan berada diatas suhu pengujian. Hal ini mengindikasikan bahwa
emulsion tanpa penambahan senyawa buffer
bereaksi eksotermis.
Emulsion dengan
penambahan senyawa buffer menunjukkan adanya penghambatan reaksi eksoterm yakni
tidak terjadi kenaikan suhu. Ammonium Nitrate
merupakan asam lemah maka akan semakin asam apabila
direaksikan dengan
air dikarenakan
bertambahnya ion H
+
. Apabila kondisi semakin asam, maka akan lebih reaktif sehingga akan
terjadi reaksi oksidasi pyrite, pada saat proses oksidasi akan dilepaskan kalor. Semakin reaktif,
semakin banyak reaksi yang terjadi, semakin tinggi pula panas yang dihasilkan, sehingga
semakin cepat memicu Premature Detonation. No
Dabex Kondisi
Pengujian Suhu Max
˚C Reaktivitas
Hasil
1 Dabex Regular PT
DAHANA PERSERO
EMCDHN-NFRG 2 jam pada
55˚C 58.6
Reaktif
2 Dabex For Reactive
ground A
– EMCDHN-FRG-A
2 jam pada 55˚C
54.7 Tidak Reaktif
3 Dabex For Reactive
ground B
– EMCDHN-FRG-B
2 jam pada 55˚C
54.7 Tidak Reaktif
Ta el . Hasil Pe gujia sa pel atua reaktif de ga Dabex
180
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Mekanisme Reaksinya sebagai berikut:
Bila inhibitor bersifat Basa maka akan menaikkan
pH dari
Ammonium Nitrate
sehingga bisa menghambat dekomposisi nitrat. Bila tidak ditambahkan inhibitor, dikarenakan
rekasi eksotermis maka akan menghasilkan banyak panas atau dapat timbul ignition
reaction.
Mekanisme Ignition Reaction : Apabila ditambahkan inhibitor, maka reaksi
menjadi:
Asam yang terbentuk akan diikat oleh inhibitor yang merupakan basa dan karena reaksi tersebut
endotermis, sehingga akan menyerap panas dari reaksi
sebelumnya sehingga
menghambat terjadinya Premature Detonation.
4.4. Analisis Kelayakan Ekonomi
Melalui berbagai upaya inovasi dan pengembangan,
pelayanan prima
dan pemahaman pasar, PT DAHANA Persero
menjalankan komitmen untuk selalu menjadi yang terdepan.
181
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Salah satu inovasi yang dikembangkan dahana adalah Bulk Emulsion For Reactive
Ground. Hasil inovasi ini telah menjadi
komoditi bisnis bagi PT PT DAHANA PERSERO Persero dengan memperoleh 2
dua Kontrak Jasa Peledakan masing-masing selama 2-3 tahun bisa diperpanjang dengan
nilai transaksi sebesar Rp 40-60 Milyar per tahun.
Jasa Peledakan ada 2 Nilai Kontrak : 1. OSP KBK di Kalimantan Tengah,
Kontrak selama 2 tahun dari 15 Maret 2013- 16 Maret 2015 dengan nilai kontrak sebesar
Rp. 53.700.480.000,-. Pencapaian produksi per Juni 2014 sebesar 1.050 Ton.
2. OSP Seruyung di Kalimantan Utara, Kontrak selama 3 tahun dari November
2013-November 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 44.496.000.000,-. Pencapaian
produksi per Juni 2014 sebesar 318,5 Ton.
Bila dilihat dari penjualan, terdapat peningkatan pendapatan yang berasal dari produksi Bulk
Emulsion For Reactive Ground.
Kenaikan permintaan Jasa Drilling and Blasting juga meningkatkan produksi Bulk Emulsion For
Reactive Ground .
PENUTUP Sebanyak 8 sampel dari 12 sampel batuan yang
berasal dari site KBK Kalimantan Tengah menunjukkan reaktivitas terhadap bahan peledak
ANFO. Hal ini merupakan bukti reaktivitas ANFO terhadap sampel batuan reaktif, yang
mengindikasikan diperlukannya bahan peledak inhibited
. Dari hasil pengembangan komposisi emulsion
untuk batuan reaktif di pertambangan Bulk Emulsion For Reactive Ground
, dapat dibuktikan bahwa Bulk Emulsion FRG mampu
mengatasi fenomena reactive ground. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih diperuntukkan kepada Kepala Energetic Material Center
EMC dan rekan-rekan PT PT DAHANA PERSERO
Persero yang
senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam
menghasilkan suatu karya. Penelitian dan terobosan inovasi tiap tahunnya tidak lepas dari
dukungan financial yang diberikan oleh manajemen PT PT DAHANA PERSERO
Persero.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Araos, M. 2010. Reactive ground in Queensland
. Queensland Government Mining Journal
. [2] Australian Explosives Industry and Safety
Group Inc. 2012. Code of Practice : Elevated Temperature and Reactive ground
. Edition 3. [3] Cranney, dkk. 1992. Emulsions that is
Compatible with Reactive ground . U.S Pat. No,
5,159,153. [4] Marenets, dkk. 2005. Inhibition of
Spontaneous Reactions of Propellants on the Basis of Amonium Nitrat During Their Contact
with the Pyrite
. 5
th
International Seminar of Flame Structure. Institute of Chemical Kinetics
and Combustion SB RAS dan Institute of Theoretical and Applied Mechanics SB RAS
Novosibirsk, Russia. [5] Xuguang, W. 1994. Emulsion Explosives,
Metallurgical Industry Press : Beijing
182
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
DAFTAR PATEN
Anggaria Maharani
Lahir di Lamongan, 19 Februari 1985. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang
Kimia di Institut Teknologi Sepuluh November ITS, sedangkan pendidikan terakhirnya Pasca
Sarjana di Bidang Kimia di Institut Teknologi Sepuluh November ITS.
Widya Faradila Omega
Lahir di Solo, 21 Maret 1986. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang
Teknik Kimia di Universitas Negeri Sebelas Maret UNS.
Roikhatus Solikhah
Lahir di Demak, 8 Maret 1989. Penulis menamatkan Pendidikan Sarjana di bidang
Teknik Kimia di Universitas Negeri Diponegoro UNDIP.
183
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Penerapan GMP dan HACCP dalam Penyediaan Sayuran untuk Pasar Lokal dan Ekspor di Era Perdagangan Bebas
Application of GMP and HACCP to Provide Vegetables in Local and Export Markets in Era of Free Trade
Khaririyatun, N
1
; Puspitojati, E
2
; Pertiwi, M D
3
and Rahajeng, E
4
1
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung Jawa Barat 40391
2
STPP Magelang Jurluhtan Yogyakarta , Jl.Kusumanegara No. 2 Yogyakarta 55167
3
BPTP Jawa Tengah, Jl. BPTP No.40 Bukit Tegalepek, Kotak Pos 101 Ungaran 50501
4
SPP Sembawa, Jl. Palembang Jambi Km.29 Palembang
I N F O A R T I K E L A B S T R A C T
Keywords: Postharvest
Cold Storage Cold chain
Temperature
Kata Kunci: Pasca panen
Ruang berpendingin Rantai berpendingin
Suhu Good Manufacturing Practices GMP is the necessary practices to comply with the
recommended instructions of agencies having authorization and licensing for the food manufacture and sale. These guidelines provide the minimum requirements which
must be fulfill by producers of food products to ensure that the resulting products have high quality and do not cause any risk to consumers and public. Hazard Analysis
and Critical Control Point HACCP is a systematic preventive approach concerning to food safety from biological, chemical and physical hazard in the food production
process which may cause unsafe products to consume as well as to reduce the risk to a safer level. HACCP system can be used at all stages of the food chain, from the
production process including the preparation of food, packaging, distribution and others. The study was conducted with a purposive random sampling survey method to
the agribusiness companies which have already implemented the GMP and HACCP with inductive qualitative analysis. Result of the survey showed that the vegetable
packaging company handles products surveillance using good cultivation practice from the planting to harvesting of vegetables plants, especially in the application of
synthetic-chemical fertilizers and pesticides. Cold chain system is used to the post- harvest product handling in order to prevent damage and maintain the freshness of the
products. Temperature in the processing room is set not less than 10
ᵒC. The main problems which faced by the manufacture are 1 the physical weakness of Indonesian
workers to work in cool room which set below than 10 ᵒC 2 how to well process the
products delivery from the cool storage room to the cool box and then put them into the cool-container truck and send them to the buyer.
S A R I K A R A N G A N
Good Manufacturing Practices GMP adalah praktek-praktek yang diperlukan untuk mematuhi petunjuk yang direkomendasikan oleh badan-badan yang memiliki otorisasi
dan perizinan untuk pembuatan dan penjualan makanan. Pedoman ini memberikan persyaratan minimum yang harus dipenuhi produsen produk makanan untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan resiko apapun kepada konsumen atau publik.
Hazard Analisis and Critical Control Point HACCP adalah pendekatan preventif yang sistematis untuk keamanan pangan dari bahaya
biologis, kimia dan fisik dalam proses produksi yang dapat menyebabkan produk menjadi tidak aman dan desain pengukuran untuk mengurangi risiko ke tingkat yang
aman. Sistem HACCP dapat digunakan pada semua tahapan rantai makanan, dari proses produksi makanan, termasuk persiapan kemasan, distribusi dan lain-lain.
Penelitian dilakukan dengan metode survei, sampel ditentukan secara
purposive yaitu perusahaan agribisnis yang telah melaksanakan GMP dan HACCP. Analisis dilakukan
secara kualitatif induktif. Berdasarkan survey diperoleh hasil bahwa perusahaan pengemasan sayuran melakukan pengawasan sejak tanam hingga panen dengan
penerapan budidaya tanaman yang baik terutama pengawasan pemberian pupuk dan pestisida yang berbahan kimia sintetis. Penanganan pasca panen menggunakan sistem
cold chain atau rantai berpendingin untuk menghindari kerusakan dan mempertahankan kesegaran produk. Ruang pemrosesan menggunakan suhu 10
C, atau masih diatas rekomendasi yang seharusnya 5
C. Masalah utama yang ditemui yaitu 1 pekerja Indonesia tidak dapat bekerja pada suhu di bawah 10
C, 2 pengelolaan produk dengan ketat untuk memenuhi periode pengiriman mulai dari ruang penyimpanan,
memindahkan ke kotak berpendingin cool box dan memasukkan ke truk berpendingin
untuk pengiriman ke konsumen. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Corresponding author. E-mail address: nurkharigmail.com
184
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PENDAHULUAN Gerbang era globalisasi dunia telah terbuka,
khususnya sejak awal millennium lalu, yang ditandai dengan menisbinya batas-batas wilayah
antar negara di dunia dalam segala aspek sumber daya. Sebagaimana telah disiratkan dalam
berbagai perjanjian World Trade Organization WTO
yang berawal
dari perjanjian
perdagangan multilateral pada perundingan Uruguay maupun kesepakatan pelaksanaan
wilayah perdagangan bebas di Asia bagi negara- negara kawasan Asia. Batas-batas arus lintas
semakin menipis, beragam sumber daya antar negara menjadi semakin mudah dan murah
dikarenakan akses dari negara yang satu ke negara yang lain kian mudah, yang meliputi
transportasi, perijinan dan pajak. Sebuah negara yang tidak memiliki sebuah jenis sumber daya
kini dapat memperolehnya dari negara lain.
Memasuki era globalisasi berarti pula memasuki era perdagangan bebas, yang
menuntut setiap pelaku usaha untuk lebih meningkatkan keunggulan kompetitifnya bila
ingin tetap eksis dalam pasar global. Seluruh pelaku
usaha mau
tidak mau
harus mempersiapkan diri bila ingin tetap sukses
dalam era perdagangan bebas. Tidak terkecuali para pelaku usaha di Indonesia, dengan
mengingat kawasan Asia pun dengan segera telah memberlakukan pasar bebas pada tahun
2008-2010, dimana untuk mempersiapkan hal itu akan diterapkan penghapusan segala bentuk
proteksi bagi pelaku bisnis domestik dalam bentuk penurunan struktur tarif secara bertahap.
Tingkat persaingan menjadi semakin tajam dalam memasuki era globalisasi ini.
Perdagangan bebas memungkinkan mengalirnya barang dan jasa antar negara tanpa adanya
hambatan yang berarti. Kondisi ini tentu menuntut kesiapan dan ketangguhan dari setiap
pelaku usaha bila tidak ingin tersingkir dari pasar dunia.
Keunggulan komparatif
seperti mengandalkan tenaga kerja murah tidak lagi
terlalu berarti, sejak dimungkinkannya dilakukan multy sourcing pada era pasar bebas. Untuk itu
diperlukan keunggulan kompetitif yang lebih kuat, baik dalam hal sumber daya manusia yang
berkualitas, penguasaan teknologi maupun kemampuan akses pasar yang luas melampaui
batas-batas
negara, dalam
menghadapi persaingan yang kian meningkat.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan
dan membahayakan
kesehatan manusia.
Keamanan pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya pencegahan
yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahaya yang dapat menggangu atau merusak
kesehatan. Mulai dari sebelum
makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan hingga saat
makanan atau minuman tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen.
Masalah keamanan pangan saat ini merupakan hal serius yang menjadi perhatian
berbagai pihak yaitu pemerintah, industri maupun konsumen. Masyarakat semakin selektif
dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. Tingkat serangan penyakit dan
kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga saat ini masih tinggi, meskipun prinsip-
prinsip yang mendasari pengendaliannya telah diketahui.
Pendekatan tradisional
melalui pengawasan pangan yang mengandalkan pada
uji produk akhir, dianggap gagal untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan
keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir
di laboratorium, tetapi harus diawasi sejak dari pengadaan bahan baku, penanganan dan
pengolahan, hingga ke tangan konsumen akhir. Produk pangan atau makanan yang aman untuk
dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani, diolah, dan distribusikan
secara baik dan benar.
Sebagai upaya untuk mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan beberapa
kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian
ini antara
lain adalah
Good Manufacturing
Practices GMP,
Skor Keamanan Pangan SKP dan Hazard Analysis
Critical Control Points HACCP. HACCP adalah suatu sistem mengidentifikasi bahaya
spesifik, yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya
tersebut pada suatu produk makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan
kesadaran
masyarakat, yakni
mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan
dengan cara mencegah terjadinya keracunan makanan. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui
evaluasi cara memproduksi bahan pangan, yakni mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara
memproduksi bahan pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan
sanitasi, meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini dilakukan secara mandiri oleh
karyawan. Pada dasarnya, metode HACCP
185
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
ditujukan mengendalikan semua potensi bahaya titik kendali kritis yang mungkin terjadi selama
proses produksi. Tujuan dari penulisan tema ini adalah
untuk 1 mengetahui penerapan GMP dan HACCP di perusahaan exportir sayuran dan 2
mengetahui kendala penerapan GMP dan HACCP di perusahaan exportir sayuran.
KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP
Tuntutan terhadap bahan pangan yang sehat dan aman sudah menjadi perhatian sejak dulu. Hal
tersebut diperlihatkan dengan konsepsi higien pada penanganan bahan pangan yang bertujuan
untuk
menghilangkan atau
meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroorganisme dengan
pendekatan pemeriksaanpengujian
produk akhir. Konsep tersebut tidak cukup memberikan
perlindungan terhadap kesehatan konsumen akibat konsumsi bahan pangan. Beberapa kasus
gangguan kesehatan yang disebabkan mikroba diantaranya Campylobacter dan Salmonella
memiliki tingkat kejadian lebih dari 3000 kasus Heijden et al., 1999. Konsep pengawasan
keamanan pangan berubah dari pendekatan meminimalisir bahaya menjadi mencegah dan
menghilangkan bahaya dengan tidak hanya menerapkan metode pengujian produk akhir
namun juga melakukan analisis kemungkinan bahaya yang dapat terjadi. Codex Alimentarius
Comissions merekomendasikan penggunaan sistem HACCP, yaitu sistem yang menekankan
pada analisis bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya sehingga bahaya kesehatan yang
terjadi pada pangan dapat terjadi. Komponen- komponen dalam sistem pengawasan keamanan
pangan berdasarkan food hygiene yang baik adalah dengan penentuan kriteria bahan pangan
yang baik, pelaksanaan analisis resiko untuk mengidentifikasi dan karakterisasi potensi
bahaya, pelaksanaan pengawasan keamanan pangan berdasarkan hasil analisis resiko dan
penetapan panduan pelaksanaan penanganan bahan
pangan secara
higienis, Codex
Alimentarius Comissions CAC, 1997. Good Manufacturing Practice GMP
GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan
konsumen Thaheer, 2005. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik CPMB
menurut
Menteri Kesehatan
No.23MEN. KESSK1978
mencakup lokasi
pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan produksi,
bahan, kebersihan karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label,
keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi,
laboratorium, wadah kemasan, dan transportasi: Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik mempunyai syarat berada pada daerah bebas atau jauh dari pencemaran.
Pencemaran yang dimaksud dapat bersumber dari
daerah pembuangan
sampah, rawa,
pemukiman padat penduduk, dan sistem saluran air yang tidak baik.
Bangunan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik
dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi,
mudah dibersihkan,
mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah
dipelihara. Produk Akhir
Produk akhir perlu dianalisis sesuai bahan
baku secara
kimia, fisik,
dan mikrobiologis sebelum produk dipasarkan agar
aman dikonsumsi. Peralatan Produksi
Alat dan
perlengkapan yang
dipergunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan higiene, antara lain sesuai dengan jenis produksi,
permukaan alat yang digunakan berhubungan makanan harus tidak menyerap air, tidak
mengelupas, dan tidak mudah berkarat. Bahan
Bahan baku dan bahan tambahan serta bahan penolong yang digunakan untuk pembuatan
produk
tidak boleh
merugikan atau
membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu persyaratan yang ditetapkan.
Sebelum diproses bahan tersebut dianalisis secara organoleptik, fisik, kimia, mikrobiologis
dan biologis. Kebersihan Karyawan
Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus dalam keadaan sehat
bebas penyakit, luka, dan penyakit kulit. Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan
secara berkala, karyawan selama bekerja harus meninggalkan
kebiasaan –kebiasaan
buruk
186
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
seperti: membersihkan hidung, membuang air ludah sembarangan, bersin tidak ditutup dan
tidak boleh mengenakan perhiasan serta arloji karena akan beresiko terjadi kontaminasi fisik
pada produk. Pengendalian Proses Pengolahan
Pengendalian proses
pengolahan dilakukan dengan cara: menetapkan persyaratan
bahan mentah, komposisi, pengolahan distribusi, pengendalian
bahaya melalui
penerapan HACCP, dan adanya catatan lengkap mengenai
proses produksi, keterangan produk serta jumlah atau tanggal batas kadaluarsa produk.
Fasilitas Sanitasi
Bangunan pabrik harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan dan higiene, antara lain : sarana penyediaan air
bersih harus cukup, sumber dan saluran air untuk keperluan lain pemadam api, penghasil
uap dan pendinginan harus terpisah dari sumber saluran air untuk pengolahan.
Label
Label makanan
harus memenuhi
ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang label dan periklanan.
Peraturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2013
tentang Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan
Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Keterangan Produk
Keterangan produk harus lengkap dan jelas, yang mencakup: cara penggunaan,
penyimpanan, dan pengolahan. Penyimpanan
Penyimpanan menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang sehingga harus terpisah
antara bahan yang sudah diolah dengan yang belum, bahan beracun dengan bahan non
pangan, dan bahan yang dikemas dengan bahan yang tidak dikemas serta kondisi yang sesuai.
Pemeliharaan
Sarana Pengolahan
dan Kegiatan Sanitasi
Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi pada bangunan dilakukan dengan cara melakukan
pencegahan binatang serangga, unggas dan lain-lain masuk ke dalamnya, pembasmian
jasad renik dan serangga serta monitoring keefektifan system sanitasi.
Laboratorium
Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan Menteri
Kesehatan harus dilengkapi atau memiliki fasilitas
laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan
penolong, bahan tambahan serta produk akhir. Wadah Kemasan
Bahan dan kemasan mempunyai fungsi utama untuk melindungi produk, namun aman
bagi konsumen dan benar –benar sesuai dengan
fungsi yang diharapkan. Kemasan tidak bersifat mencemari
produk sehingga
dalam penggunaanya perlu dipertimbangkan jenis
bahan kemasan tersebut. Transportasi
Distribusi produk harus dilakukan dengan sistem transportasi yang mampu
menjaga produk agar tidak terkontaminasi, terlindung dari kerusakan yang menyebabkan
produk tidak layak dikonsumsi dan dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Pendekatan sistem pada Pengelolaan GMP
Sistem manajemen mutu yang telah diadopsi oleh banyak industri pangan maupun
institusi di Indonesia saat ini telah mampu mengelola GMP secara sistematik. Sistem
manajemen mutu ISO seri 9001 : 2000 telah memberikan terobosan penting pada pengelolaan
dalam bidang penyelenggaraan makanan di Indonesia.
Sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 memusatkan pengembangan sistem dengan
dua pendekatan, yaitu pendekatan sistem manajemen mutu yang mengerakkan fungsi
manajemen deming, mulai dari perencanaan, penerapan, evaluasi, dan perbaikan. Tujuan yang
ingin dicapai adalah kepuasan pelanggan, yakni menyediakan produk sesuai dengan keinginan
pelanggan.
Pendekatan proses adalah suatu aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran.
Melalui pendekatan
proses institusi
memperhatikan semua unsur yang terlibat saat mengubah masukan menjadi keluaran. Kedua
pendekatan ini
bertumpu pada
sistem pengelolaan data yang dapat dipercaya untuk
pengambilan keputusan. Dengan demikian, tidak mengherankan
apabila sistem
manajemen modern sangat mewarnai teknik semestinya.
187
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Aspek – aspek dalam GMP
Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan kontruksi higienes untuk pengolahan
produk makanan, desain dan konstruksi higienes untuk peralatan yang digunakan dalam proses
pengolahan, pembersihan
dan desinfeksi
peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta
dokumentasi yang tepat. Cara produksi makanan yang baik atau GMP terdiri dari beberapa aspek
yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap produk yang diolah dan dihasilkan
Thaherr, 2005 Hazard Analysis Critical Control Point
HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point HACCP merupakan suatu analisa yang
dilakukan terhadap bahan baku, proses dan produk untuk menentukan komponen, kondisi
atau tahapan proses yang harus mendapat pengawasan ketat untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. HACCP
merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah atau preventif Fardiaz, 1996.
Konsep
HACCP telah
diterima secara
internasional oleh
Codex Alimentarius
Commision dan
diadopsi sebagai
teks “Guidelines for the Application of the Hazard
Analysis Critical
Control PointHACCP
System ” Mortimore dan Wallace, 1994. Dalam
HACCP dikenal istilah CCP Critical Control Point yaitu semua titik di dalam sistem
keamanan pangan yang spesifik yaitu yang bila terjadi hilangnya kendali akan menyebabkan
resiko kesehatan yang besar Pierson dan Corlett, 1992.
Prinsip HACCP yang diadopsi pada SNI 01- 4852-1998 sesuai dengan Codex terdiri dari:
1 Analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya;
2 Penetapan titik kendali kritis CCP; 3 Penetapan batas kritis yang harus
dipenuhi bagi
setiap CCP
yang ditentukan;
4 Dokumetasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP;
5 Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan
selama pemantauan CCP; 6 Penetapan prosedur verifikasi untuk
membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan
7 Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur catatan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip dan penerapannya.
Sistem HACCP terdiri atas dua belas langkah dan terdapat tujuh prinsip menurut Codex
Alimentarius Comission ACC. Langkah- langkah dalam menerapkan HACCP yang
direkomendasikan oleh BSN 1998 meliputi:
1 Menyusun tim HACCP; 2 Membuat keterangan mengenai produk
pangan; 3 Identifikasi mengenai cara penggunaan
atau konsumsi oleh konsumen; 4 Menyusun diagram alir proses;
5 Verifikasi diagram alir; 6 Prinsip
1: analisis
bahaya dan
pencegahan; 7 Prinsip 2: identifikasi Critical Control
Point CCP di dalam proses; 8 Prinsip 3: menetapkan batas kritis untuk
setiap CCP; 9 Prinsip 4: menetapkan cara pemantauan
CCP; 10 Prinsip 5: menetapkan tindakan koreksi;
11 Prinsip 6: menyusun prosedur untuk verifikasi; dan
12 Prinsip 7:
menetapkan prosedur
pencatatan.
Rencana Sistem HACCP
Rencana HACCP adalah dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip
–prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang
nyata bagi keamanan pangan pada bagian rantai pangan yang sedang dipertimbangkan BSN,
2002. Rencana HACCP ditulis oleh tim HACCP dan berisi dua komponen esensial yaitu
diagram alir proses HACCP Control Chart beserta
dokumentasi pendukung
lainnya Mortimore dan Wallace, 1994. Penyusunan
dokumen rencana
HACCP di Indonesia
mengacu pada pedoman BSN 1004-2002. Ruang lingkup rencana HACCP mencakup 3 materi
utama:
1 Prinsip-prinsip HACCP
merupakan implementasi dari tujuh prinsip dan
langkah – langkah penerapannya sesuai
dengan SNI 01-4852-1998; 2 Persyaratan
dasar prerequisite
merupakan syarat
minimal untuk
menjamin keamanan pangan melalui penerapan GMP dan SSOP yang
terkendali; dan
188
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
3 Program universal manajemen mutu merupakan program manajemen mutu
untuk menjamin
konsistensi dan
ketelusuran penerapan system HACCP.
Unsur atau elemen yang harus tercakup dan dipertimbangkan dalam penyusunan rencana
HACCP adalah sebagai berikut:
1 Kebijakan mutu perusahaan; 2 Deskripsi dari organisasi yang meliputi
identitas, struktur organisasi, bidang kegiatan, personil tim HACCP dan
pelatihan bagi tim HACCP;
3 Penjelasan mengenai deskripsi produk yang
berupa sebuah
daftar yang
berisikan seluruh produk akhir yang dicakup oleh konsep HACCP;
4 Memuat persyaratan
dasar pre-
requisite; 5 Memuat
diagram alir
dan memverifikasinya;
6 Adanya penjelasan mengenai analisis bahaya;
7 Adanya lembar kerja pengendalian control
measure yang
mencakup informasi lokasi CCP pada setiap proses,
jenis bahaya, batas kritis, prosedur pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi
dan system pencatatan;
8 Sistem penyimpanan catatan; 9 Prosedur verifikasi.
Prinsip HACCP Prinsip sistem HACCP yang diadopsi
pada SNI 01 – 4852 – 1998 sesuai dengan
Codex terdiri dari tujuh, yakini sebagai berikut : 1. Prinsip 1 berkaitan dengan analisis biaya
2. Prinsip 2 menentukan titik kendali kritis TKK
3. Prinsip 3 menetapkan batas kritis 4. Prinsip
4 menetapkan
sistem pemantauan pengendalian TKK
5. Prinsip 5
menetapkan tindakan
perbaikan yang dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu
titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali
6. Prinsip 6
menetapkan prosedur
verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.
7. Prinsip 7 menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus berkesinambungan,
artinya tidak terhenti setelah satu tahap analisis selesai dilakukan dan bahaya terselesaikan.
Konsepsi perputaran tujuh prinsip ini sangat identik dengan penetapan program pengelolaan
lingkungan pada ISO 14001. Kondisi awal suatu objek dipotret dengan teliti, ditemukan
titik lemah dari segi keamanan pangan, kemudian dibuatkan program pemantauannya,
dan akhirnya dikendalikan. Setelah berhasil mengendalikan bahaya, proses pemantauan
masuk dalam operasi rutin. Identifikasi bahaya tidak pernah dihentikan meskipun program
pemantauan sudah sukses, tetapi terus dilakukan tanpa henti. Penemuan titik kendali kritis baru
sangatlah
mungkin terjadi
sehingga memerlukan program khusus yang dirancang
secara spesifik. Pedoman Penerapan HACCP
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap instansi, maka instansi tersebut harus telah
menerapkan prinsip Umum Pangan dan Codex. Pedoman dari Codex yang sesuai, serta
peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen di instansi tersebut adalah
penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif.
Selama melaksanakan
identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya
dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan
bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan
dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, kategori konsumen
yang berkepentingan dan bukti
– bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada titik kendali kritis.
Perancangan kembali
operasi harus
dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK.
Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan
modifikasi
dalam produk,
proses atau
tahapannya.penerapan HACCP
perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan
yang tepat
disesuaikan dengan
memperhitungkan sifat
dan ukuran
dari operasional.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode survei
purposive random sampling ke perusahaan agribisnis yang telah melaksanakan GMP dan
HACCP dengan analisis kualitatif induktif.
189
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
Penelitian kualitatif ini tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni
fakta empiris. Penelitian dilaksanakan dengan cara langsung ke lokasi sampel dan mempelajari
suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan
melaporkan
serta menarik
kesimpulan- kesimpulan dari proses tersebut. Perusahaan
yang dijadikan sampel adalah perusahaan agribisnis bidang sayuran yang ditujukan untuk
penyediaan pasar dalam negeri dan luar negeri ekspor. Perusahaan tersebut adalah CV.
Bimandiri, PT. Alamanda Sejati Utama dan PT. Sayuran Siap Saji Bogor. Kesimpulan atau
generalisasi lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan
tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun
tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan
dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey yang didapat dari 3
perusahaan adalah masing-masing perusahaan telah melaksanakan sistem GMP dan HACCP
yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
GMP adalah praktek-praktek yang diperlukan untuk mematuhi petunjuk yang
direkomendasikan oleh badan-badan yang mengontrol otorisasi dan perizinan untuk
pembuatan dan penjualan makanan. Pedoman ini memberikan
persyaratan minimum
untuk makanan produk produsen harus memenuhi
yang menjamin
bahwa produk-produk
berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan resiko apapun kepada konsumen atau publik.
CV Bimandiri yang beralamat di Jl. Panorama no 54 Haurpungkur Lembang
Bandung Jawa Barat 40391 bergerak dalam bidang perdagangan penyediaan sayuran dan
buah segar untuk pasar lokal. Rata-rata kapasitas barang masuk untuk didistribusi 7 ton per hari.
Tabel 1. Jenis komoditas sayuran yang didistribusikan CV Bimandiri :
Nama komoditas Jumlah distribusi
Tomat 1500 kghari
Wortel 400 kghari
Kol 400 kghari
Kembang kol 250 kghari
Brokoli 350 kghari
Sawi putih 400 kghari
Kentang 700 kghari
Daun bawang 150 kghari
Cabe besar 300 kghari
Cabe keriting 150 kghari
Sumber: data primer dari PT. Bimandiri Penerimaan barang sesuai kualitas dan jumlah
permintaan. Penanganan produk sayuran dari petani ke gudang CV. Bimandiri meliputi :
1. Processing, pengolahan produk sesuai jenis komoditi,
2. Pembersihan, dikopek, dicuci, trimming, dilap, dipilih,
3. Pengemasan, wrapping, diikat, plastik pori, styrofoam
4. Pembagian dan
pemisahan sesuai
jumlah dan nama toko Carrefour 5. Distribusi, pengiriman ke masing-
masing toko Carrefour.
Sumber : data primer, PT. Bimandiri
Gambar 1. Alur prosessing penanganan produk di PT. Bimandiri
Asal produk Sayuran dan buah-buahan yang dipasarkan PT.
Bimandiri berasal dari Kebumen, Pengalengan, Lembang, Garut, Subang, Bandung
dan Pemalang. PT. Bimandiri membina 260 petani, 6
kelompok tani, 35 supplier dan 11 pedagang di pasar induk.
Tenaga Kerja
20 40
60 80
100 120
140 160
2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 Orang
Sumber : data sekunder, PT Bimandiri Grafik 1. Pertumbuhan tenaga kerja
190
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
PT. Bimandiri memberikan pelatihan petani binaannya yang meliputi proses sortasi
awal. Petani diberi pengetahuan mengenai sortasi awal yang bisa dilakukan di lokasi petani
bukan di perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk memperendah resiko kerusakan produk sampai
ke perusahaan.
Cold storage dan truk berpendingin belum tersedia di PT. Bimandiri sehingga untuk
mengantisipasi pengiriman produk ke carefour Jakarta dilakukan pada malam hari. Perusahaan
ini mempunyai semboyan 4 K yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas dan komitmen.
PT. Alamanda Sejati Utama adalah perusahaan swasta pertanian Indonesia yang
bergerak dalam bidang menjual dan mengekspor sayuran, buah-buahan, dan bunga ke negara lain.
PT. Alamanda Sejati Utama didirikan di Jakarta pada tahun 2002 berkantor di Banjaran,
Bandung Selatan, Jawa Barat pada 2004. Visi dari perusahaan ini adalah menjadi eksportir
sayuran, buah-buahan dan bunga terkemuka yang menempatkan kepuasan pelanggan sebagai
prioritas utama. Misi dari PT Alamanda Sejati Utama adalah bekerjasama dengan semua
pemangku kepentingan dan petani untuk memajukan ekspor hortikultura Indonesia ke
negara-negara
lain. Perusahaan
ini mengutamakan pada pelayanan yang sangat baik
dan menjaga standar kontrol kualitas yang tinggi mulai dari pemilihan produk, penanganan,
sampai pengiriman untuk menyediakan barang- barang terbaik dan segar untuk pelanggan.
PT. Alamanda Sejati Utama telah mendapatkan kepercayaan dari NTUC salah
satu supermarket terbesar di Singapura, Cold Storage, Shop n Save, Giant, dan Sat. Ekspor
produk ke Malaysia, Thailand, Hongkong, Brunei Darussalam, U.A.E, Bangladesh, South
Korea, Jepang, Pakistan.
Pada 2009, PT. Alamanda Sejati Utama telah bekerjasama dengan Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat LPPM UNPAD, yang dalam hal ini bertugas untuk membantu
produsen dalam
hal teknik
produksi, manajemen, dan kelembagaan. Kerjasama ini
terjalin dalam rangka mengembangkan rantai pasokan hortikultura. Selain itu juga PT.
Alamanda Sejati Utama telah bekerja sama dengan
Gabungan Kelompok
Tani GAPOKTAN untuk menjaga rantai pasokan
sehingga telah melakukan ekspor selama bertahun-tahun.
Produk
Semua produk adalah sayuran segar terbaik. Perusahaan bekerja dengan banyak
petani yang terlatih dan terdidik yang memahami kualitas standar ekspor produk.
Untuk mempertahankan standar kualitas produk digunakan bibit yang terbaik dan melatih para
petani untuk memastikan produk diperlakukan dengan baik.
PT. Alamanda Sejati Utama menerapkan manajemen rantai dingin untuk menjaga standar
kualitas untuk setiap barang-barang, mulai dari bidang kebun ke gudang dan dari gudang ke
pelabuhan keberangkatan digunakan didinginkan armadas truk dan penyimpanan yang dingin
yang dapat mempertahankan sayuran dan buah- buahan lebih dari 300 tonhari.
Berikut ini adalah daftar produk dari PT. Alamanda Sejati Utama:
1. Sayuran baby buncis, kacang Perancis,
selada air, cabai merah, kubis, Capsicum, Petai kacang, jagung manis, Xiao BaiCai,
kentang, bawang merah 2. Buah-buahan Alphonso Mangga, Arumanis
Mangga, salak, merah jambu, Rambutan, air melon, Manggis, Rock Melon
3. Bunga karangan bunga melati, bunga melati, melati botak
4. Jamur Champignon mushroom, Portabello jamur
Produksi
PT. Alamanda Sejati Utama memahami bahwa kualitas tinggi berasal dari benih yang
baik, baik perawatan, penanganan yang baik dan rangkaian baik pengiriman. Ini adalah alasan
kami menerapkan kontrol kualitas yang ketat di semua tingkat pengolahan, mulai dari pemilihan
benih, panen, pemisahan, muncul produk dan kemasan.
Untuk mencapai kualitas segar, PT. Alamanda Sejati Utama memiliki cold storage di
gudang yang dapat mempertahankan lebih dari 300 tonhari sayuran dan buah-buahan.
PT. Alamanda Sejati Utama juga memiliki armada truk berpendingin untuk
menjaga kualitas produk agar tetap baik selama dalam proses pengangkutan ke konsumen. PT.
Alamanda Sejati Utama memiliki kerjasama yang baik dengan maskapai penerbangan terbaik
pengiriman baris di dunia, seperti Singapore Airlines SQ, Cathay Pasific CX, Maersk
Line, APL, PIL, dan lainnya untuk memastikan semua barang telah diperlakukan baik selama di
perjalanan sampai ke tujuan. Tenaga Kerja
PT. Alamanda Sejati Utama memiliki staf yang berpengalaman sebanyak 60 karyawan
191
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional IV, Tahun 2014
dan lebih dari 400 karyawan terampil yang telah terlatih untuk menentukan kualitas produk di
standar tertinggi sebagai kebutuhan pelanggan. Pasar
PT. Alamanda Sejati Utama telah mengekspor barang-barang melalui beberapa
negara di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa area market kami yang kami masih aktif terus
mendukung mereka dengan kami terbaik dan tinggi standar buah-buahan segar, sayuran dan
bunga. Tabel 2. Pasar Ekspor Aktif untuk Sayur, Buah
dan Bunga PT Alamanda Sejati Utama ASIA
TIMUR TENGAH Singapura
• Abu Dhabi • Thailand
• Jeddah • Brunei Darussalam
• Dubai • Malaysia
• Hongkong • Taiwan
• Pakistan • Bangladesh
Sumber : data sekunder PT Alamanda Sejati Utama
Manajemen Rantai Pasokan
PT. Alamanda Sejati Utama bersama LPPM UNPAD membuat manajemen rantai pasokan,
terutama untuk sayuran dan buah-buahan di pasar ekspor, tujuannya adalah untuk:
Menjaga konsistensi kualitas Menjaga konsistensi kuantitas dan
kontinuitas Menjaga konsistensi harga
Membangun komitmen kemitraan rantai pasokan hortikultura berkelanjutan
Memberikan pelajaran bagi petani untuk menerapkan
SOPGAP untuk
mendapatkan sertifikasi GLOBAL GAP. PT. Sayuran Siap Saji adalah perusahaan
yang memasok sayuran segar potong. Desember 2011 PT. Sayuran Siap Saji bekerjasama dengan
Perusahaan Belanda mulai beroperasi untuk memenuhi semua kebutuhan sayuran segar
potong menggunakan mesin pada semua proses pengolahanannya. Misi perusahaan ini adalah
menjadi salah satu leader dalam bidang agribisnis serta produksi sayur fresh cut dengan
menerapkan
teknologi yang
tepat guna
meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat petani dalam membangun Negara
Indonesia. PT. Sayuran Siap
Saji berkomitmen melaksanakan,
mengembangkan dan
meningkatkan kinerja proses produksinya dalam menjamin keamanan pangan produknya dengan
menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. Sistem HACCP telah diakui oleh dunia
international sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan
produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Seluruh kegiatan HACCP
dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan kesadaran
bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi. HACCP dan GMP dalam
suatu perusahaan yang bergerak di bidang pangan memiliki keterkaitan. Sistem HACCP
akan berjalan dengan baik jika prinsip GMP sudah dilakukan. HACCP harus dibangun atas
landasan yang kokoh untuk melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices GMP
dan penerapan Standard Sanitation Operating ProcedureSSOP. GMP dan SSOP merupakan
pre-requisite program dalam sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP.
GMP termasuk lokasi, orang-orang, proses, produk, sertifikasi
dan rekaman. Berikut ini penerapan GMP yang dilakukan di PT. Sayuran Siap Saji :