BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam. Golongan
organofosfat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam mengantarkan impuls sepanjang
serabut syaraf. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah dengan menggunakan metode Tintometer Kit, tingkat
keracunan adalah sebagai berikut : 75 - 100 kategori keracunan berat, 50 - 75 kategori keracunan sedang, 25 - 50 kategori keracunan ringan dan 0 - 25
kategori normal Tarumingkeng, 1992. Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, penyakit dan
gulma karena membunuh langsung jasad pengganggu. Kegiatan mengendalikan jasad pengganggu merupakan pekerjaan yang memakan banyak waktu, tenaga dan biaya.
Kemanjuran pestisida dapat diandalkan, penggunaannya mudah, tingkat keberhasilannya tinggi, ketersediaannya mencukupi dan mudah didapat serta
biayanya relatif murah. Manfaat pestisida memang terbukti besar, sehingga muncul kondisi ketergantungan bahwa pestisida adalah faktor produksi penentu tingginya
hasil dan kualitas produk, seperti yang tercermin dalam setiap paket program atau
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pertanian yang senantiasa menyertakan pestisida sebagai bagian dari input produksi Wahyuni, 2010.
Pestisida jenis organofosfat di negara berkembang seperti Indonesia biasanya ditemukan dalam bentuk insektisida. Persenyawaan organofosfat pada mulanya
ditemukan di Jerman selama Perang Dunia II. Mereka menggunakannya sebagai gas saraf dalam perang kimia seperti tabun, sarin dan soman. Sintesa awal meliputi
persenyawaan seperti Tetraetilfirofosfat TEPP, parathion dan skradan nyata efektif sebagai insektisida. Gas syaraf ini dapat mengimbulkan menurunnya kadar
kholinesterase dalam darah. Selain dari penurunan kadar kolinesterase dalam darah, pestisida juga dapat menimbulkan penurunan kadar haemoglobin, penurunan fungsi
hati dan bertambahnya volume ginjal. Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki
nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara
Indonesia. Penggunaan pestisida pada tanaman cabai pada umumnya dilakukan oleh petani dua kali dosis anjuran yang dipacu oleh kebutuhan pasar dan pendeknya umur
tanaman cabai Depkes, 2013. Profenofos merupakan salah satu jenis pestisida-insektisida golongan
organofosfat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Permentan tahun 2009 yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Deptan, pestisida yang digunakan untuk
cabai merah adalah karbendazim, profenofos dan quinoxifen, dari ketiga pestisida ini pestisida yang digunakan oleh petani di Desa Sukamandi adalah profenofos. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu juga berdasarkan informasi dari penjual khusus bahan pertanian, pestisida merk CURACRON® yang berbahan aktif profenofos merupakan pestisida golongan
organofosfat yang banyak dibeli, hal inilah yang menjadi alasan peneliti memilih pestisida profenofos ini untuk diperiksa.
Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional Indonesia SNI tahun 2008, tentang batas maksimum residu BMR pestisida pada tanaman.
Residu pestisida untuk golongan organofosfat profenofos masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk cabai batas
konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 5 mgkg. Pada penelitian yang dilakukan oleh Munarso dan Miskiyah 2009 di Malang
dan Cianjur ditemukan residu pestisida pada kubis, tomat, dan wortel. Hasil analisis menemukan sebanyak 37,4 ppb endosulfan pada kubis, 10,6 ppb endosulfan pada
wortel, dan 7,9 ppb profenos pada tomat. Selain itu, residu lain yang terdeteksi antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation, dan
karbaril. Berdasarkan penelitian Karlina dkk 2013 di Swalayan Lottemart dan Pasar
Terong Makassar bahwa Hasil pemeriksaan residu pestisida Klorfiripos dalam cabai besar dan cabai rawit di Pasar Terong dan Lotte art menunjukkan hasil tidak
terdeteksi berdasarkan batas minimum deteksi alat yang digunakan di Laboratorium Kesehatan Makasaar. Hasil pemeriksaan residu pestisida Klorfiripos dalam cabai
besar di Pasar Terong pada laboratorium pengujian pestisida BPTPH menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
hasil terdeteksi pestisida dengan bahan aktif klorfiripos tetapi masih dibawah Batas Maksimum Residu yaitu 0.5 mgkg.
Hasil penelitian Hidayat dkk 2010 di Kabupaten Tegal dalam penggunaan pestisida baik petani cabai, bawang merah dan padi mempunyai tingkat pengetahuan
yang rendah terhadap pengelolaan pestisida yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, yang selanjutnya dengan sikap dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip
Pengendalian Hama Terpadu. Penggunaan pestisida oleh paetani masih tinggi yaitu khlorpirifos, profenofos, al fametrin, deltametrin, propineb dan mankozeb. Terdapat
kaitan nyata antara pengetahuan dan tindakan petani di Kabupaten Tegal dalam aplikasi dan penanganan pestisida dengan tingkat gejala keracunan pestisida.
Berdasarkan hasil penelitian Dalimunthe 2012 pemeriksaan residu insektisida profenofos pada cabai merah segar dan cabai merah giling di beberapa
pasar tradisional Kota Medan dengan menggunakan alat Kromatografi Gas terdapat 3 tiga sampel yang positif mengandung residu insektisida profenofos yaitu 2 dua
sampel cabai merah segar dari Pasar Aksara dengan nilai 0,733 mgkg dan Pasar Sukaramai dengan nilai 1,205 mgkg , sedangkan 1 satu sampel cabai merah giling
dari Pasar Petisah dengan nilai 0,128 mgkg dalam setiap 15 gram cabai. Cabai merah segar dari Pasar Aksara dan Pasar Sukaramai positif mengandung residu profenofos
sedangkan cabai merah giling tidak mengandung residu profenofos. Cabai merah segar dari Pasar Petisah tidak mengandung residu profenofos sedangkan cabai merah
giling positif mengandung residu profenofos. Hal ini disebabkan karena sampel cabai merah segar dan cabai giling dari Pasar Aksara, Pasar Sukaramai dan Pasar Petisah
Universitas Sumatera Utara
diambil dari satu penjual yang cabai gilingnya itu tidak berasal dari sampel cabai merah segar. Residu yang tedapat pada 3 tiga sampel yang diteliti masih berada
dibawah batas maksimum residu BMR yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia SNI yaitu 5 mgkg.
Petani dalam menggunakan pestisida beranggapan bahwa penggunaan pestisida sama dengan penggunaan pupuk, sehingga penggunaannya tidak dapat
dikontrol. Penggunaan pestisida yang berlebihan pada tanaman cabai sampai mencapai dua kali lipat dibandingkan dosis yang dipacu oleh pendeknya umur
tanaman cabai. Konsep perilaku yang diterima secara luas adalah memandang perilaku sebagai variabel pencampur, oleh karena perilaku mencampuri atau
mempengaruhi responsi subyek terhadap stimulus. Menurut konsep ini, maka perilaku adalah pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang
memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap sesuatu obyek Afriyanto, 2008.
Masyarakat di Kecamatan Merek Kabupaten Karo merupakan salah satu Kecamatan pemasok cabai untuk Kabupaten Karo dan sekitarnya. Kelompok petani
cabai di Kecamatan ini terdapat di Desa Sukamandi yang terdiri dari sawah, ladang dan pekarangan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan ditemukan jenis pestisida
profenofos yang digunakandisemprotkan, frekuensi penyemprotan lebih dari 2 kali dalam seminggu, banyaknya jenis pestisida yang digunakan serta perilaku petani yang
melakukan pencampuran sendiri, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji resiu pestisida cabai pada petani di Desa Sukamandi Kecamatan Merek Kabupaten
Karo.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan