Sejarah Pembuatan Arang Strategi Adaptasi Pembuat Arang dalam Pemanfaatan Sumber Daya Kayu Mangrove di Desa Gambus Laut, Kec. Lima Puluh, Kab. Batu Bara

40 Organisasi yang ada di desa Gambus Laut cukup beragam. Antara lain organisasi yang terbentuk dari hubungan keagamaan STM dan Perwiritan, hubungan pekerjaan seperti kelompok tani. Organisasi politik juga sudah masuk di desa Gambus Laut.

2.3. Sejarah Pembuatan Arang

Seiring dengan perkembangan populasi penduduk di Indonesia masyarakat Aceh mulai melakukan transmigrasi ke daerah-daerah tetangganya seperti Sumatera Utara. Masyarakat Aceh tersebar di berbagai wilayah di Sumatera Utara termasuk Batu Bara. Orang-orang Aceh yang datang ke Batu Bara hidup dan menetap di tempat ini, yaitu di Desa Gambus Laut. Aceh merupakan salah satu daerah produksi arang di Indonesia, sehingga tidak heran jika orang-orang aceh memiliki pengetahuan tentang membuat arang. Orang Aceh yang tinggal di Batubara kemudian mencari mata pencaharian yang dapat mereka lakukan, karena mereka memiliki keahlian dalam membuat arang dan tersedianya sumber daya alam maka mereka mencari mata pencaharian dengan membuat arang. Lalu masyarakat sekitar mengikuti jejak mereka, masyarakat kemudian mempelajari cara-cara mereka membuat arang. Setelah ada dan tidak ada orang-orang Aceh, masyarakat sekitar masih melakukan pekerjaan ini dari apa yang mereka pelajari dari orang Aceh. Sampai sekarang mereka masih melakukan pekerjaan ini sebagai mata pencaharian mereka. Di Desa gambus Laut terdapat tujuh orang pembuat arang, dan lima tungku arang yang masih aktif. Salah satu tungku arang dikerjakan oleh 3 orang, dengan sistem kongsi atau bagi hasil. Sedangkan empat orang lainnya melakukan proses pembuatan arang sendiri, hanya saja dibantu oleh istri mereka. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41 Pak Mujani tinggal di desa gambus laut ini sejak tahun 1979. Kemudian datanglah pendatang dari aceh. Mereka membuat tungku arang dan mengenalkan kepada penduduk bagaimana cara membuat arang. Pak mujani belajar dari mereka, lalu pak mujani pun mengikuti jejak mereka menjadi pembuat arang. Dulunya Pak Mujani hanya memiliki satu tungku yang dia kelola bersama istrinya. Tungku yang dimiliki Pak Mujani berkapasitas 300 kg. Kayu yang digunakan pak mujani adalah kayu bakau, yang di ambilnya dari rawa-rawa pinggir sungan di dusun satu. Pak Mujani memiliki enam orang anak laki-laki, setelah anaknya besar pak mujani tidak pernah mengambil kayu lagi. Anaknyalah yang kemudian menggantikannya untuk mengambil kayu. Hasan 22 Tahun mengatakan bahwa dulu mencari kayu untuk arang itu susah. Banyak kali dulu di sepanjang jalan dusun satu itu kayu bakau, gampang aja ngambilnya, kalau sekarang ngambinya mesti kelaut. Hasan adalah anak pak mujani yang ke enam. Semua anaknya menjadi pembuat arang. Tungku petama digunakan oleh Bang Budi 33 Tahun. Bang budi mengelola tungkunya sendirian oleh karena itu tungku yang dia miliki agak kecil dibandingkan yang lainnya. Kapasitas tungku yang di milikinya berisi sekitar 200 kg kayu. Bang Budi biasa mengambil kayu sendiri, hal itu dapat dia lakukan karena dia masih muda. Tungku kedua digunakan oleh bang Sapri 30 Tahun, Bang Sapri adalah anak ke tiga Pak Mujani. Tungku arang milik Bang Sapri ini berkapasitas 200 kg. Selain menjadi pembuat arang bang Sapri juga melaut, dulunya bang Sapri hanya menjadi pembuat arang, akan tetapi setelah dia menikah dan mempunyai istri maka dia memutuskan untuk melaut juga agar memiliki penghasilan tambahan untuk kebutuhan hidup mereka. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42 Tungku ketiga digunakan oleh bang Sutris 29 Tahun, Tungku yang digunakan bang Sutris adalah milik Pak Sutimin. Pak Sutimin memiliki tiga tungku, salah satu tungkunya disewa oleh bang Sapri. Bang Sapri menyewa tungku milik Pak Sutimin yang memiliki kapasitas 300 kg. Pembuat arang sangat tergantung pada hutan mangrove bakau yang dulunya mempunyai “sifat terbuka” dan menjadi milik umum dengan batas-batas tertentu. Adanya konsep kepemilikan bersama, maka setiap orang berhak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut. Jika hal ini tidak dikendalikan akan menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya alam itu sendiri. Sebagai contoh, pembuat arang yang mengambil kayu mangrove terus-menerus tanpa melakukan reboisasi terhadap hutan mangrove akan menyebabkan hilangnya kelestarian hutan mengrove. Pemerintah pun kemudian mengambil tindakan demi kelestarian lingkungan, masing-masing dinas membuat peraturan atas sumber daya alam. Salah satunya adalah hutan mangrove yang merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh di air asin dan juga tumbuhan yang dapat beradaptasi untuk hidup di daerah pinggir pantai. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu habitat bagi sejumlah tanaman lainnya dan menyediakan perlindungan bagi binatang laut dan burung-burung.

2.4 Kondisi Hutan Mangrove