Latar Belakang Strategi Adaptasi Pembuat Arang dalam Pemanfaatan Sumber Daya Kayu Mangrove di Desa Gambus Laut, Kec. Lima Puluh, Kab. Batu Bara

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan sumber daya potensial di Indonsia, yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km Dahuri R, Rais Y, Putra S, G, Sitepu, M.J, 2001. Garis pantai yang panjang menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati adalah sumber daya alam yang ada di permukaan bumi dan hidup, antara lain hewan dan tumbuhan , misalnya perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang. Potensi non hayati adalah sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi tetapi tidak hidup, misalnya tanah, udara, mineral dan bahan tambang serta pariwisata. Sumber daya alam di wilayah pesisir terdapat berbagai macam ekosistem. Ekosistem pesisir laut merupakan sumber daya alam yang produktif sebagai penyedia energi bagi kehidupan komunitas di dalamnya. Sumber daya alam pesisir laut umumnya berupa aneka makhluk hidup yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, ataupun dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk bertahan hidup. Semua sumber daya alam ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar pesisir pantai untuk bertahan hidup. Hal ini merupakan suatu insting dari manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran. Ekosistem pesisir laut mempunyai potensi sebagai sumber bahan pangan, pertambangan dan mineral, energi, kawasan rekreasi, dan pariwisata. Hal ini UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 menunjukkan bahwa ekosistem pesisir dan laut merupakan aset yang tak ternilai harganya di masa yang akan datang. Ekosistem pesisir laut meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem pantai dan ekosistem pulau- pulau kecil. Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pesisir laut tersebut perlu dijaga dan dilestarikan karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Salah satu komponen ekosistem pesisir dan laut adalah hutan mangrove. Di Indonesia, hutan mangrove atau hutan bakau kurang lebih seluas 4,2 juta ha. 1 MANFAAT HUTAN MANGROVE Hutan mangrove adalah hutan yang terdiri dari pohon-pohon besar dan tumbuhan perdu. Vegatasi mangrove merupakan tumbuhan halofit hidup dengan adanya pengaruh garam, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Faktor ekologis yang menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove adalah frekuensi air laut tergenang secara tetap, endapan lumpur atau pasir, dan percampuran antara air laut dengan air sungai di muara. Dengan kondisi yang spesifik ini, hutan mangrove berperan penting dalam stabilitas ekosistem pantai pesisir. Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian : 1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas : a. Hasil berupa kayu kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiangpancang b. Hasil bukan kayu • Hasil hutan ikutan non kayu 1 http:oryza-sativa135rsh.blogspot.com201005hutan-mangrove-indonesia-sumber- daya.html. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3 • Lahan Ecotourisme dan lahan budidaya 2. Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya: a. Sebagai proteksi dan abrasierosi, gelombang atau angin kencang. b. Pengendalian instrusi air laut c. Habitat berbagai jenis fauna d. Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang e. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi f. Pengontrol penyakit malaria g. Memelihara kualitas air mereduksi polutan, pencemar air Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak seimbang mengakibatkan luasannya semakin menurun. Kondisi ini tentunya mengancam kelangsungan hidup manusia. Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial dan mendukung bagi kelangsungan hidup manusia, baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan ekologi. Rusaknya hutan mangrove diakibatkan oleh penebangan dalam skala besar. Tingginya interaksi manusia yang tinggal di sekitar kawasan hutan mangrove menjadi salah satu faktor dominan yang menyebabkan tingginya kerusakan kawasan hutan mangrove. Intensitas interaksi manusia dengan kawasan hutan mangrove yang begitu tinggi pada dasarnya juga dipengaruhi oleh fakor lain dan salah satu fakor pendorongnya adalah tuntutan ekonomi. Masyarakat di sekitar pesisir pantai memanfaatkan hutan mangrove yang merupakan sumberdaya alam sebagai jalan keluar mereka untuk dapat bertahan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 hidup. Hutan mangrove yang kayunya banyak memiliki kegunaan untuk masyarakat menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk memanfaatkannya demi melangsungkan hidup. Seperti halnya di Desa Gambus Laut yang terletak di Kabupaten Batubara, masyarakat menggunakan kayu bakau untuk dijadikan arang yang kemudian dapat mereka jual dan bernilai ekonomi untuk kelangsungan hidup mereka. Namun, pengolahan kayu bakau tersebut tidaklah diikuti dengan pelestarian kembali oleh masyarakat. Karena menurut pengetahuan masyarakat sekitar khususnya pembuat arang, kayu bakau yang telah dipotong akarnya akan kembali memunculkan tunas baru, sehingga hal inilah yang membuat masyarakat tidak melestarikan kembali hutan mangrove. Dari wawancara dengan Bapak Mujani 64 Tahun yang mengatakan bahwa dahulu daerah Desa Gambus Laut ini dikelilingi oleh pohon bakau. Sekitar 30 Tahun yang lalu tanah di Desa Gambus Laut ini masih didominasi oleh rawa-rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon bakau, sehingga mau seberapa banyak pun kayu tersebut diambil tidak pernah habis. Oleh karena itu mereka merasa tidak perlu melakukan pelestarian terhadap pohon bakau tersebut. Dahulu ada tiga kepala keluarga yang bekerja sebagai pembuat arang. Mereka masing-masing memiliki satu tungku yang mempunyai kapasitas 300 kg kayu bakau. Pada awalnya pekerjaan membuat arang ini merupakan pekerjaan pokok mereka. Akan tetapi setelah mempunyai anak, mereka mengalami pertambahan kebutuhan ekonomi, selain membeli pangan untuk kehidupan sehari-hari mereka juga harus membiayai sekolah anak mereka. Sehingga Pak Mujani mulai berkebun, menanam pisang dan coklat. Namun pekerjaan pokoknya tetap membuat arang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5 Jenis hutan mangrove yang yang terdapat di pesisir pantai timur adalah jenis Rhizophora sp 2 Kayu dari hutan-hutan mangrove dipanen terutama 90 untuk produksi arang, misalnya di Sumatera Boon 1936 yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat arang, dan jenis Avicennia sp. Arang pada masa dahulu sebuah komoditi yang sangat terkenal karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi yang cukup bagus dan ramah lingkungan namun seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi arang lambat laun ditinggalkan dan beralih ke minyak bumi, batubara bahan bakar fosil dan listrik karena dianggap lebih praktis. Arang bakau memiliki kualitas yang baik setelah arang kayu oak dari Jepang dan arang onshyu dari Cina. Pengusahaan arang mangrove di Indonesia sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. 3 Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, lahan kosong yang terdapat di Desa Gambus Laut ini mulai dijual oleh para pemiliknya. Dikarenakan para pengusaha perkebunan yang ingin membuka lahan di daerah ini. Mulyono mengatakan bahwa pihak perkebunan berani membayar dengan nilai yang tinggi atas tanah mereka, . Salah seorang masyarakat di Desa Gambus Laut Mulyono 25 Tahun mengatakan bahwa beberapa orang masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pembuat arang, dengan menggunakan kayu bakau yang terdapat di sekitar pesisir pantai. Para pembuat arang yang terdapat di Desa Gambus Laut bukanlah para produsen arang yang utama, atau yang produksinya terus menerus dilakukan. Usaha yang mereka punya masih dalam bentuk tradisional yang hanya dapat menghasilkan sedikit arang. 2 Jenis Rhizophoraceae merupakan kayu bakar berkualitas baik karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Sumber: Departemen kehutanan, Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II. 2010. 3 Cecep Kusmana, dkk. Manual Silviculture Mangrove di Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan KOICA. 2008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6 sehingga mereka banyak yang menjual tanahnya kepada pihak perkebunan. Lahan kosong yang tadinya rawa yang penuh dengan tumbuhan bakau sekarang sudah disulap oleh pihak perkebunan menjadi ladang sawit. Sehingga para pembuat arang mulai kesulitan untuk mencari bahan baku membuat arang. Para pembuat arang kemudian pergi ke pesisir pantai karena tumbuhan bakau di pesisir pantai masih banyak. Bapak Mujani mengatakan dahulu dia tidak mengambil bakau di pesisir, tetapi semenjak lahan kosong tempat dia biasa mengambil kayu bakau mulai ditimbun dan ditanami bibit sawit maka mereka mulai pergi ke pesisir untuk mengambil kayu bakau. Pada awal menjadi pembuat arang Bapak Mujani hanya memiliki satu tungku 4 Pada tahun 1990 sudah dikeluarkan keppres No. 32 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yang terdapat pada pasal 26 yang berbunyi: , setelah anak-anaknya dewasa Bapak Mujani mulai membangun satu tungku lagi untuk anaknya. Begitu juga dengan keluarga yang lain, sehingga ada sekitar enam tungku di Desa Gambus Laut. dan bahan baku yang diambil adalah dari pesisir pantai. Bapak Mujani dan pembuat arang lainnya tidak pernah mempelajari bagaimana penanaman kembali pohon bakau. Disamping minimnya pendidikan mereka, pemerintah juga tidak pernah memberikan pengarahan terhadap mereka para pembuat arang yang merupakan pengguna bakau. Sehingga lama kelamaan hutan bakau di pesisir Desa Gambus Laut mulai menipis dan rusak. “Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau dan tempat perkembangbiakannya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya dibelakangnya.” 4 Tungku adalah media yang di gunakan untuk membakar arang yang tebuat dari batu bata, pasir dan tanah liat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7 Pada pasal berikutnya di jelaskan batas kawasan hutan bakau, pada pasal 27 yang berbunyi: “Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat.” Pada tahun disahkannya Keputusan Presiden ini kawasan pesisir khususnya hutan bakau di desa Gambus Laut dalam keadaan baik. Para pembuat arang menggunakan kayu bakau untuk diproses lebih lanjut menjadi arang dan hal ini merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat tersebut. Sejak lama mereka sudah bergelut dalam bidang pembuatan arang ini hingga sekarang. Gudang arang yang terdapat di daerah Gambus Laut ini 8 tungku dan saat ini yang aktif sekitar 6 tungku. Akan tetapi, pemanfaatan kayu bakau yang terus-menerus dilakukan sebagian masyarakat menyebabkan wilayah hutan bakau di desa Gambus Laut ini menjadi rusak, sehingga wilayah ini menjadi kawasa konservasi. Data tentang kondisi hutan menyatakan bahwa keadaan hutan mangrove di desa Gambus Laut ternyata lebih banyak luas hutan yang rusak. Kondisi Hutan Mangrove di desa Gambus Laut No Kondisi Luas ha 1. Luas hutan yang kondisinya baik 180 2. Luas hutan yang kondisinya rusak 281 3, Luas hutan produksi yang sudah siap diambil hasilnya - Sumber Data: Kantor Kepala Desa desa Gambus Laut, tahun 2011 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8 Pada tahun 2007 muncul Undang-undang Republik Indonesia No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pasal 35 pada Bab Larangan yang menjelaskan bahwa: “Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menebang mangrove dikawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, danatau kegiatan lain.” 5 Dari wawancara dengan salah seorang pegawai di Departemen Kehutanan Sumatera Utara, Bapak Ernest 31 Tahun mengatakan bahwa wilayah pesisir di desa Gambus Laut ini termasuk dalam kawasan konservasi. Adanya pemetaan terhadap wilayah pesisir sebagai wilayah konservasi membuat masyarakat tidak dapat lagi menggunakan kayu bakau. Tuntutan untuk bertahan hidup membuat manusia akan mencari cara untuk dapat hidup dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Dengan adanya larangan pengambilan bakau oleh pemerintah, dan juga keberadaan perusahaan di areal lokasi yang dulunya menjadi situs pengambilan bakau oleh para pembuat arang, menyebabkan munculnya permasalahan kehidupan ekonomi bagi para pembuat arang ini. Akses untuk pengambilan kayu bakau mulai ditutup. Pembuat arang menjadi kesulitan untuk mendapatkan kayu bakau. Pembuat arang di Desa Gambus Laut di satu sisi harus terus melanjutkan hidup dengan membuat arang, tapi di sisi lain adanya tekanan dari pemerintah kepada mereka, yaitu penangkapan yang dilakukan polisi hutan ketika pembuat arang mengambil arang di pesisir pantai. Pembuat arang yang terlihat mengambil arang di pesisir pantai akan ditangkap dan diinapkan dikantor dinas kehutanan selama dua sampai tiga hari. 5 Undang-undang Republik Indonesia No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

1.2 Tinjauan Pustaka