maksimum 87 dB pada telinga kanan dan 81 dB pada telinga kiri. Lansia yang tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik memiliki mean 65,22 dB pada telinga
kanan dan 60,56 dB pada telinga kiri, nilai minimum 40 dB pada telinga kanan dan 39 pada telinga kiri, serta nilai maksimum 98 dB pada telinga kanan dan 91
dB pada telinga kiri. Lansia dengan riwayat penyakit sistemik memiliki ambang dengar yang lebih tinggi daripada kelompok umur yang lainnya.
5.2 Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Jumlah sampel yang didapat dalam penelitian adalah 37 orang. Semua data diambil dari wawancara dan pemeriksaan audiometri menggunakan audiometri di
dua panti jompo dikota Medan dan Binjai. Audiometri yang digunakan adalah Interacoustic AD 206 Audiometry buatan Jerman.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik sampel berdasarkan kelompok umur. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa lansia yang
menderita presbikusis terbanyak pada dua kelompok umur yaitu kelompok umur 60-69 tahun dan 70-79 tahun dengan jumlah sampel yang sama yaitu 15 orang
40,5 dan paling sedikit terdapat pada umur di atas 80 tahun yaitu sebanyak 7 orang 18,9. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Soegebi, dkk
2013 yang mendapatkan bahwa frekuensi terbanyak lansia yang menderita presbikusis adalah pada kelompok umur 71-80 tahun 40,5 dan yang paling
sedikit adalah pada kelompok umur ≥81 tahun 11,8. Hal ini dikarenakan pada panti jompo yang menjadi lokasi penelitian, mayoritas lansia lebih banyak pada
kelompok umur 60-79 tahun. Sementara berdasarkan jenis kelamin, dari tabel 5.2 didapati bahwa lansia
yang menderita presbikusis terbanyak pada jenis kelamin perempuan yaitu 26 orang 70,3 dibanding dengan laki-laki yaitu 11 orang 29,7. Hasil ini juga
sesuai dengan penelitian Astari 2014 yang mendapatkan frekuensi terbanyak lansia yang menderita presbikusis terdapat pada perempuan yaitu 53 orang
58,89 dibanding dengan laki-laki yaitu 37 orang 41,11. Namun hal ini bertentangan dengan hasil yang didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
Nilforoush 2012 yang mendapatkan bahwa laki-laki 55 lebih banyak frekuensi menderita presbikusis dibanding dengan perempuan 45. Hal ini
dikarenakan lansia penghuni panti jompo di Kota Medan dan Binjai lebih banyak berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan ada tidaknya riwayat penyakit sistemik, pada tabel 5.3 didapatkan bahwa jumlah lansia dengan riwayat penyakit sistemik lebih banyak
menderita presbikusis yaitu 19 orang 51,4 dibanding dengan yang tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik yaitu 18 orang 48,6. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Soegebi 2013 yang juga mendapatkan bahwa orang yang mempunyai riwayat penyakit sistemik 56,7 lebih banyak
dibanding dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit sistemik43,3. Hal ini karena penyakit-penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia mempunyai efek terhadap pembuluh darah di koklea. Proses neuropati dan mikroangiopati yang terjadi pada penderita DM mempunyai
kontribusi besar untuk mempengaruhi aliran darah ke telinga dalam. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa derajat ketulian yang paling banyak
frekuensinya sama pada telinga kiri dan kanan yaitu pada derajat ketulian sedang berat, 13 orang 35,1 pada telinga kiri dan 14 orang 37,8 pada telinga
kanan. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo S 2010 juga menunjukkan hal yang sama. Pada penelitiannya didapatkan bahwa distribusi frekuensi lansia
penderita presbikusis paling banyak pada derajat ketulian sedang berat 37. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh pola hidup, penyakit lainnya, paparan bising di
waktu muda, dan psikososial dari orang tersebut.
5.2.2. Tabulasi Silang Ambang Dengar Telinga pada Subjek Penelitian