Definisi Gejala Klinis Derajat presbikusis

2.3. Presbikusis

2.3.1. Definisi

Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi telinga Roland, Eaton, Meyerhoff, 2001. Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi semua proses menua, pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak ditemukannya kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum Shohet, Talavera, Gianoli, 2005.

2.3.2. Patologi

Terdapat empat tipe patologik yang telah diklasifikasikan oleh Schuknecht. Fenomena pertama adalah presbikusis sensorik. Pada bentuk ini, yang mula-mula hilang adalah patologi sel-sel rambut. Hal ini kemudian akan menyebabkan gangguan neuron-neuron koklea. Biasanya melibatkan hilangnya sel-sel rambut pada gelang basal koklea dan menyebabkan ketulian nada tinggi. Sebaliknya, neuropresbikusis, hilangnya gangguan primer adalah pada neuron- neuron koklea dan sel-sel rambut relatif dipertahankan. Pada kasus ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut. Presbikusis stria masih memberi skor diskriminasi yang bagus walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat yang sifatnya relatif datar. Secara patologis, stria vaskularis tampak berdegenerasi dan menciut. Yang terakhir, ketulian koklear-konduktif dengan populasi sel rambut dan neuron yang normal tanpa adanya kerusakan stria vaskularis namun ketullian diduga berkaitan dengan keterbatasan gerak membrana basilaris. Sifat-sifat proses patologik ini masih belum jelas Adams, Boeis, Higler, 2007. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Jenis Presbikusis Berdasarkan Patologinya Jenis Patologi Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ corti, jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang kurang. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang. Metabolik Strial presbycusis Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun. Fungsi sel dan keseimbangan biokimiabioelektrik koklea berkurang. Mekanik Cochlear presbycusis Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis. Atrofi ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih kaku Sumber: Suwento H Hendarmin H, 2007.

2.3.2.1. Presbikusis Sensori

Menurut Lalwani 2008 pada pemeriksaan audiometri didapatkan penurunan pendengaran pada nada tinggi dan simetris dengan penurunan ambang dengar secara tiba-tiba, terjadi mulai usia pertengahan. Diskriminasi tutur berhubungan langsung dengan bagaimana mempertahankan fungsi pendengaran frekuensi tinggi. Secara histologi terjadi kehilangan baik pada sel rambut dan sel penunjang yang terletak di basal koklea. Selain itu terjadi atropi organ korti akan diikuti oleh degenerasi neural sekunder. Sedangkan bagian tengah dan apeks koklea yang mengandung frekuensi bicara biasanya tertahan. Perubahan patologi ini memiliki kemiripan dengan trauma akibat bising Astari, 2014.

2.3.2.2. Presbikusis Neural

Ditandai dengan hilangnya sel-sel neuron pada seluruh koklea dan berhubungan dengan hilangnya diskriminasi tutur secara signifikan. Hilangnya diskriminasi tutur lebih berat daripada yang dapat diperkirakan dari pemeriksaan ambang dengar dengan nada murni. Meskipun dapat terjadi pada semua usia, gangguan pendengaran tidak akan dikeluhkan sampai jumlah sel-sel neuron yang baik tinggal sedikit. Tanda khasnya pada audiogram didapatkan gambaran penurunan frekuensi yang sangat tajam. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya gangguan pada diskriminasi tutur yang berhubungan langsung dengan luasnya Universitas Sumatera Utara kehilangan sel-sel neuron pada koklea yang bertanggungjawab terhadap frekuensi tutur pada koklea Astari, 2014.

2.3.2.3. Presbikusis Strial Presbikuis Metabolik

Didapatkan audiogram yang flat atau mendatar dengan diskriminasi tutur yang baik. Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang bertanggung jawab terhadap sekresi dari endolimfe dan pemeliharaan gradien ion yang melalui organ korti. Patologinya dimana terjadi atropi sebagian pada stria vaskularis pada bagian tengah dan apikal dari koklea, tanpa disertai kehilangan sel-sel neuron koklea. Besarnya atropi yang terjadi berhubungan dengan derajat penurunan pendengaran. Kualitas dari endolimfe akan berpengaruh pada degenerasi dari strial, dimana akan menyebabkan hilangnya ketersediaan energi pada end-organ Astari, 2014.

2.3.2.4. Presbikusis Konduksi Koklea

Perubahan secara mekanikal pada membran basilar dapat menyebabkan penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi secara perlahan-lahan pada usia pertengahan. Presbikusis konduksi koklea secara patologi tidak dapat dilihat perubahannya yang terjadi pada telinga dalam. Tanpa adanya pengukuran langsung secara mikromekanikal, presbikusis konduksi koklea hanyalah suatu teori belaka pada kategori presbikusis. Diskriminasi tutur berkaitan dengan besarnya penurunan dari nada murni Astari, 2014. Tabel 2.2. Karakteristik Penurunan Pendengaran pada Presbikusis Tipe presbikusis Nada murni Diskriminasi tutur Sensori Nada tinggi, penurunan tiba-tiba Sesuai dengan frekuensi yang terganggu Neural Terjadi pada semua frekuensi Sangat berat Strial Terjadi pada semua frekuensi Minimal Konduksi koklea Nada tinggi, penurunan perlahan Sesuai dengan penurunan ketajaman pada nada tinggi Sumber: Astari, 2004. Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Pendengaran

Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor risiko tersebut dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut Roland, Eaton, Meyerhoff, 2001.

2.3.3.1. Usia dan Jenis Kelamin

Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki- laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan Kim, Lim, Park, 2010. Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Penelitian di Korea Selatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran pada perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki. Pearson menyatakan sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan daripada laki-laki Muyassaroh, 2012.

2.3.3.2. Hipertensi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme Fernanda, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.3.3.3. Diabetes Melitus

Pada pasien dengan diabetes melitus DM, glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product AGEP yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah arteriosklerosis. Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopatipada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan menimbulkan neuropati National Health Survey USA melaporkan bahwa 21 penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM Diniz, 2009.

2.3.3.4. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah dislipidemia di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mgdL. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan plakatherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen. Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia dengan penurunan pendengaran Muyassaroh, 2012. Universitas Sumatera Utara

2.3.3.5. Merokok

Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin ikatan antara CO dan haemoglobin sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karmonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik Muyassaroh, 2012. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain Laviolette Kooy, 2004.

2.3.3.6. Riwayat Bising

Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, ama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yangditerima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea Bashiruddin Soetirto, 2007.

2.3.4. Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien presbkusis yaitu adanya kesulitan untuk memahami percakapan. Perlahan kemampuan tersebut semakin menurun terutama Universitas Sumatera Utara untuk menentukan jenis suara dan arah datangnya suara. Kehilangan senstivitas bermula dari frekuensi yang tinggi, sehingga terdapat kesulitan ketika mendengar pada situasi bising. Keluhan pada pasien presbikusis kebanyakan bukan tidak dapat mendengar tetapi tidak dapat memahami percakapan Gates Milles, 2005. Selain itu, terdapat keluhan tambahan yaitu tinnitus berdenging. Hal ini terjad karena adanya peningkatan sensitivitas dari saraf pendengaran. Setelah kehilangan frekuensi yang tinggi, selanjutnya yaitu kehilangan frekuensi rendah. Seiring berjalannya waktu kesulitan yang terjadi mencakup keduanya yaitu tidak dapat mendengar dan tidak dapat memahami percakapan. Kehilangan pendengaran akan berpengaruh terhadap masalah sosial. Masalah sosial yang akan terjadi antara lain depresi, kehilangan kepercayaan diri, cemas, paranoid, dan frustasi Gates Milles, 2005.

2.3.5. Derajat presbikusis

Derajat kurang pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu: Ambang DengarAD = Tabel 2.3. Derajat Ketulian berdasarkan ISO Derajat Ketulian Ambang Dengar Normal 0 - 25 dB Tuli ringan 25 - 40 dB Tuli sedang 40 – 55 dB Tuli sedang berat 55 – 70 dB Tuli berat 70 – 90 dB Tuli sangat berat 90 dB Sumber: Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2007

2.3.6. Penegakan Diagnosis