2.4.1.3. Audiometri Nol Dan Rentang Intensitas
Tingkat ambang pendengaran yang didapat dari pemeriksaan pasien dibandingkan dengan audiometri
“nol”. Audiometri nol adalah median ambang bunyi yang didapat dari suatu sampel yang sangat besar dari kelompok dewasa
muda tanpa keluhan pendengaran, tanpa riwayat penyakit telinga dan tidak menderita flu akhir-akhir ini. Masing-masing frekuensi memiliki angka nol nya
sendiri, dan suatu alat kalibrasi nilai nol dirakitkan pada outmput audiometer. Karena “nol” untuk memeriksa pendengaran yang lebih peka. Skala yang sama
tidak selalu harus digunakan. Hasil-hasil pengujian yang sudah lama mungkin berbeda dengan hasil-hasil terakhir hanya krena standar yang berbeda Adams,
Boeis, Higler, 2007. Intensitas audiometer berkisar antara -10 dB hingga 110 dB. Jika seorang
pasien memerlukan intensitas sebesar 45 dB diatas intensitas normal untuk menangkap bunyi tertentu, maka tingkat ambang pendengarannya adalah 45 dB;
jika kepekaan pasien lebih dekat ke normal dan hanya memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas normal, maka ambang tingkat pendengarannya adalah 20dB.
Jika pendengaran pasien 10 dB lebih peka dari pendengaran rata-rata, tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam nilai negatif atau -10 dB Adams, Boeis,
Higler, 2007.
2.4.1.4. Notasi Audiogram untuk Hantaran Udara dan Hantaran Tulang
Audiogram adalah gambaran kepekaan pendengaran pada berbagai frekuensi. Pemeriksaan direkam untuk masing-masing telinga secara terpisah,
dimana frekuensi merupakan aksis sedangkan intensitas sebagai ordinatnya. Simbol hantaran udara dihubungkan dengan garis penuh seperti yang tergambar
pada audiogram. Simbol hantaran tulang dihubungkan dengan garis putus-putus yaitu bila terdapat perbedaan antara hantaran tulang-udara; jika tidak, simbol
hantaran tulang tidak dihubungkan. Warna tidak perlu berbeda untuk identifikasi simbol dari telinga mana. Namun seandainya menggunakan warna, maka warna
merah harus digunakan untuk simbol telinga kanan dan biru untuk telinga kiri. Menggambarkan grafik telinga kanan dan kiri pada audiogram yang terpisah telah
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menghindari kekacauan audiogram Adams, Boeis, Higler, 2007.
2.4.1.5. Prosedur untuk Menentukan Ambang Pendengaran 2.4.1.5.1. Persiapan Pasien
a. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat melihat
panel kontrol ataupun pemeriksanya. Sebagian pemeriksa lebih suka bila dapat melihat profil pasien.
b. Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone yang
tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Misalnya anting-anting, kacamata, topi, wig, permen karet dan kapas
dalam liang telinga. Saat ini pemeriksa sebaiknya memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan
dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. Perbedaan hantaran udara tulang hingga sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat
penyempitan liang telinga. Masalah ini dapat diatasi dengan memegang earphone bantal sirkumaural. Cara lain adalah dengan
memasukkan suatu cetakan telinga ke dalam kanalis agar suatu jalan udara menuju membrana timpani dapat dipertahankan.
c. Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang
harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang
dapat didengarnya. d.
Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga. Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau juri
atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diinstruksikan untuk terus memberi jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.
Tindakan ini memungkinkan pemeriksa mengendalikan pola jawaban pasien, tidak hanya dengan mengubah-ubah selang waktu antar rangsangan namun juga
lamanya sinyal diberikan. Hal ini khususnya penting jika pasien memberikan banyak jawaban positif palsu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Contoh Audiogram Presbikusis. Sumber: Huangn Qi and Tang Jianguo, 2010.
Gambar 2.3. Contoh Audiometri Sumber: http:alkes-maraleksana.indonetwork.co.idgroup+148628audiometers-
welch-allyn-usa.html 2.4.2. Audiometri Hambatan dan Timpanometri
Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak
langsung dari kelenturangerakan membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan positif, normal atau negatif. Energi akustik tinggi
Universitas Sumatera Utara
dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat; sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke analisis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari
tabung tersebut. Satu alat pengukur pada telinga normal diperlihatkan bahwa besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya
bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal.
Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur kelenturan Adams,
Boeis, Higler, 2007. Timpanogram dalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan
relatif sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika
tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpano-
osikular yang normal Adams, Boeis, Higler, 2007.
2.4.3. Audiometri Bicara