BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Metode SRI System of Rice Intensification pada Padi Sawah yang Dianjurkan di Daerah Penelitian
Metode SRI anjuran dalam hal ini adalah metode yang dianjurkan oleh penyuluh
kepada petani padi sawah dengan tujuan untuk memperbaiki sistem usahatani dalam meningkatkan pendapatan petani padi sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli
Serdang. Dalam hal ini metode yang disarankan penyuluh kepada petani dibagi dalam 7 komponen metode SRI System of Rice Intensification meliputi persiapan benih,
penanaman, pemeliharaan tanaman, pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemanenan.
5.1.1.Persiapan Benih
Persiapan benih adalah awal dari metode yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani padi sawah yang akan dijalankan dalam hal ini metode SRI
System of Rice Intensification dimana dalam persiapan benih ini benih yang digunakan berupa benih unggulvarietas unggul yang diperoleh dari toko saprodiUD,
maupun dinas pertanian setempat untuk menjamin kualitas bibit. Selanjutnya sebelum benih disemai, terlebih dahulu dilakukan peroses penyeleksian dengan cara melihat
kondisi bibit yang bernas melalui perendaman dalam air yang dicampur garam agar setiap benih yang akan disemai dimungkinkan untuk tumbuh dalam kondisi sehat dan
bermutu dan pada saat ditanam di lapangan memiliki kualitas yang baik. 45
Universitas Sumatera Utara
Adapun benih yang telah diseleksi, kemudian disemai pada petakan khusus dapat berupa nampanbakibesekplastik. Tanah pembenihan dijaga tetap lembab dan tidak
tergenang air. Sebagian besar petani sudah menggunakan bibit unggul dalam persiapan benih ini dan jarang petani yang menggunakan bibit dari hasil panen
sebelumnya. Sebelum penyemaian pada nampan petani juga telah melakukan penyeleksian benih sehingga dapat dikatakan petani telah melakukan proses persiapan
benih metode SRI sesuai dengan anjuran PPL setempat.
5.1.2.Penanaman
Pada dasarnya perbedaan penerapan metode SRI dengan metode lainnya dalam usahatani padi sawah diantaranya terletak pada proses penanaman bibit di lapangan
dimana bibit yang akan ditanam harus ditransplantasi lebih awal saat dua daun telah muncul pada batang muda, berumur 8-15 hari berbeda dengan biasanya yang berumur
diatas 20 hari dan bibit ditanam satu per satu tunggal, tidak secara berumpun satu tanaman untuk satu titik tanam dimana penanaman secara konvensional atau dengan
metode lainnya biasanya bibit yang akan ditanam sebanyak 5 sampai 7 bahkan sampai 20 bibit dalam satu titik tanam. Sehingga dengan metode SRI ini
dimungkinkan untuk lebih menghemat biaya pembelian benih dan upah tanam. Selanjutnya benih ditanam dangkal atau tidak dalam terbenam. Saat menanam benih
di sawah, bibit dibenamkan dalam posisi horizontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas. Adapun jarak tanam yang dianjurkan untuk metode SRI adalah
cukup lebar yaitu 25 cm x 25 cm, 30 cm x 30 cm atau 35 cm x 35 cm.
Universitas Sumatera Utara
Dari kesemua proses tersebut berdasarkan pengamatan di lapangan yang telah dilakukan sebahagian besar petani padi sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten
Deli Serdang telah melakukannya sehingga dapat dikatakan petani telah mengikuti anjuran PPL setempat terkait penanaman dengan metode SRI ini.
5.1.3. Pemeliharaan Tanaman
Pada saat pemeliharaan tanaman dengan metode SRI System of Rice Intensification hal-hal yang dianjurkan oleh PPL setempat yaitu melakukan penyulaman saat
penyiangan pertama dan kedua, penyiangan tanaman dilakukan sebanyak 4 kali, saat tanaman berumur 10, 20, 30, dan 40 hari setelah tanam. Selanjutnya penyemprotan
Mikroorganisme Lokal MOL saat setelah penyiangan untuk mendapatkan keanekaragaman mikroba yang lebih baik. Dan yang terakhir adalah pengelolaan air
dengan cara menjaga volume air agar tidak menggenang dalam petakan atau air dijaga hanya dalam parit petakan, sehingga kondisi petakan tetap lembab.
Dari kesemua proses yang dianjurkan PPL di atas ada beberapa proses yang belum sesuai atau belum sepenuhnya dilakukan oleh beberapa petani seperti pada proses
penyulaman dan penyiangan dimana PPL mengajurkan penyulaman sebanyak 2 kali penyulaman sewaktu penyiangan dan penyiangan yang dianjurkan adalah sebanyak 4
kali penyiangan. Sebahagian kecil dari petani cenderung mengabaikan hal tersebut dan lebih memilih pekerjaan lain sebagai buruh harian lepas dan mebiarkan sawah
mereka ditumbuhi rumput yang secara otomatis penyemprotan Mikroorganisme Lokal MOL saat setelah penyiangan tentu ikut ditinggalkan. Hal ini dikarenakan
rendahnya tinggkat kesadaran dari beberapa orang petani sampel tentang manfaat
Universitas Sumatera Utara
penyulaman dan penyiangan dan juga manfaat yang diperoleh setelah penggunaan MOL pada saat selesai proses penyiangan dalam meningkatkan mikroorganisme yang
dapat menambah kesuburan tanah. Namun secara keseluruhan sebahagian besar petani padi sawah di Kecamatan Beringin telah mengikuti proses pemeliharaan
tanaman dengan metode SRI sesuai apa yang dianjurkan penyuluh.
5.1.4. Pengolahan Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa sebahagian besar petani sudah melakukan atau mengikuti metode Pengolahan Tanah SRI yang dianjurkan oleh
penyuluh. Berbeda dengan penanaman padi sawah pada umumnya atau dengan metode lainnya dimana sisa-sisa tanaman sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu,
pada metode SRI terjadi keadaan sebaliknya sisa-sisa tanaman sebelumnya dimanfaatkan sebagai penyubur tanah atau dengan kata lian dapat dijadikan sebagai
tambahan pupuk organik yaitu dengan melakukan penyerakan serasah berupa jerami atau sisa tanaman kacangan sebelumnya secara merata pada area lahan sebelum
dilakukannya pembajakan. Setelah dilakukannya penyerakan sisa tanaman selanjutnya dilakukan pembajakan
tanah sebanyak 2 kali pembajakan dengan bajak kasar dan bajak halus sehingga sisa tanaman dapat ikut terpotong-potong dan tercampur dengan tanah secara merata.
Agar sisa tanaman cepat membusuk dan menjadi kompos bersama tanah yang telah dibajak maka dilakukan penyemprotan MOL dekomposer ke tanah beberapa saat
setelah pembajakan. Setelah itu dilakukan pendangiran minimal 2-3 kali pendangiran
Universitas Sumatera Utara
dengan pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah transplantasi dan pendangiran ke dua setelah 14 hari.
5.1.5. Pemupukan
Pada dasarnya ushatani padi sawah metode SRI System of Rice Intensification ini merupakan suatu bentuk usahatani yang memanfaatkan bahan organik sebagai
penyubur tanah mengingat prinsip dari metode SRI itu sendiri adalah bertani kembali ke alam.
Setelah dilakukannya pengamatan, pemupukan dengan bahan organik atau sesuai anjuran PPL setempat belum sepenuhnya dilakukan oleh petani. Petani cenderung
merasa takut gagal apabila dalam pemupukannya hanya bergantung pada pupuk organik dalam hal ini pupuk kompos, sehingga hanya sebahagian kecil dari petani
yang benar-benar mengikuti anjuran penyuluh menggunkan pupuk kompos, sebahagian besar lainnya menggabung antara pupuk organik kompos dengan pupuk
kimia atau bahkan ada juga dari beberapa petani sampel yang sama sekali tidak menggunakan pupuk kompos pada penerapan metode SRI ini.
Adapun anjuran pada pemupukan metode SRI yang dimaksudkan yaitu pemupukan menggunakan bahan organik berupa kompos dengan dosis 5
– 7 tonha, pemberian kompos dilakukan seminggu sebelum bibit padi di tanam dan pada pengolahan tanah
kedua, penyemprotan
mikroorganisme lokal
MOL untuk
mendapatkan keanekaragaman mikroba yang lebih baik yang akan berguna dalam membantu
memenuhi kebutuhan pemupukan.
Universitas Sumatera Utara
5.1.6. Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian hama penyakit secara intensif pada usahatani padi sawah sangat penting sekali, terutama pada penyakit hawar daun bulai, serangan jamur, serangan wereng,
hama penggerek batang, keong mas, tikus, hama kepinding dan lainnya. Pada penerapan metode SRI pengendalian hama dan penyakit yang dianjurkan penyuluh
adalah penyemprotan pestisida nabati alami atau dengan kata lain tidak menggunakan pestisida kimia yang selanjutnya mengupayakan terciptanya
lingkungan yang alami guna meningkatkan volume musuh alami predator alami sebagai pengendali hama dan penyakit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
hanya sebahagian kecil dari petani yang menggunakan pestisida alami nabati sementara sebahagian besar dari petani sampel di Kecamatan Beringin dalam
pengendalian hama penyakit pada usahatani padi sawah mereka masih menggunakan pestisida kimia atau tidak sesuai anjuran penyuluh.
5.1.7. Pemanenan
Panen dengan metode SRI pada padi sawah sesuai anjuran penyuluh dilakukan setelah malai berumur 30
– 35 hari setelah berbunga merata dan 90 – 95 gabah dari malai tampak menguning. Penggunaan alat pemanenan baik alat sederhana seperti
ani-ani, sabit maupun alat modern seperti Combine Harvester, dan Reaper, Thresher atau Stripper. Menentukan kelompok pemanen sebanyak 5
– 7 orang, dan bila menggunakan alat seperti thresher cukup 1 orang. Setelah penelitian dilakukan
diketahui bahwasanya sebahagian besar petani telah mengikuti proses pemanenan dengan penggunaan teknologi panen sesuai dengan anjuran PPL di atas.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Perbandingan Metode SRI Sesuai Anjuran dengan yang Diterapkan oleh Petani di Daerah Penelitian
Adapun perbandingan metode SRI sesuai anjuran yang diterapkan oleh petani dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Perbandingan Metode SRI Sesuai Anjuran dengan yang Diterapkan Petani
No. Uraian
Metode Metode SRI Sesuai Anjuran
Yang Diterapkan Petani Keterangan
1. Persiapan
benih e. Benih yang digunakan berupa
benih unggulvarietas unggul diperoleh dari toko saprodiUD,
maupun dinas
pertanian setempat.
f. Benih sebelum disemai terlebih dahulu
dilakukan peroses
penyeleksian. g. Benih disemai pada petakan
khusus dapat
berupa nampanbakibesekplastik.
h. Tanah pembenihan dijaga tetap lembab dan tidak tergenang air.
a. Benih yang digunakan petani varietas Seherang dan Impari
dari toko saprodi maupun lembaga penyedia benih.
b. Benih melalui proses seleksi c. Benih
disemai di
bakinampan
Sesuai
2 Penanaman
f. Bibit transplantasi lebih awal saat dua daun telah muncul pada
batang muda, berumur 8-15 hari.
g. Bibit ditanam satu per satu tunggal,
tidak secara
berumpun satu tanaman untuk satu titik tanam.
h. Benih ditanam dangkal atau tidak dalam terbenam.
i. Saat menanam benih di sawah, benamkan benih dalam posisi
horizontal agar
ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas.
j. Jarak tanam lebar 25 cm x 25 cm, 30 cm x 30 cm atau 35 cm x
35 cm. a.
Bibit transplantasi saat berumur sekitar 10 hari
b. Petani
menanam satu
bibit pada satu titik tanam c.
Bibit ditanam
tidak terlalu dalam
d. Posisi benih dibenamkan
dalam posisi horizontal e.
Jarak tanam antara 25 cm x 25 cm dan 30 cm x 30 cm
Sesuai
Universitas Sumatera Utara
3 Pemeliharaan
tanaman e. Melakukan penyulaman saat
penyiangan pertama dan kedua. f. Penyiangan tanaman dilakukan
sebanyak 4 kali, saat tanaman berumur 10,20,30, dan 40 hari
setelah tanam.
g. Pnyemprotan mikroorganisme
lokal MOL
saat setelah
penyiangan untuk mendapatkan keanekaragaman mikroba yang
lebih baik.
h. Pengelolaan air dengan cara menjaga volume air agar tidak
menggenang dalam petakan, hanya dalam parit petakan,
sehingga kondisi petakan tetap lembab.
a. Penyulaman saat penyiangan pertama dan kedua
b. Penyiangan dilakukan
sebanyak 4 kali c. Penyemprotan MOL setiap
kali penyiangan
selesai dilakukan
d. Air selalu dikelola demi menjaga kelembaban tanah.
Sesuai
4 Pengolahan
tanah e. Penyerakan
serasah berupa
jerami atau
sisa tanaman
kacangan sebelumnya secara merata pada area lahan sebelum
dilakukannya pembajakan.
f. Pembajakan tanah sebanyak 2 kali pembajakan dengan bajak
kasar dan bajak halus g. Penyemprotan
MOL dekomposer ke tanah beberapa
saat setelah
dilakukannya pembajakan pertama
h. Dilakukan pendangiran minimal 2-3 kali pendangiran dengan
pendangiran pertama dilakukan 10
atau 12
hari setelah
transplantasi dan pendangiran ke dua setelah 14 hari.
a. Sisa tanaman
berupa tumpukan jerami dan sisa
tanaman kacangan
diserakkan secara merata dilahan
saat sebelum
pembajakan. b. Pembajakan tanah sebanyak
2 kali pembajakan c. Penyemprotan MOL saat
setelah pembajakan d. Pendangiran sebanyak 2 kali
saat tanaman berumur kira- kira 12 hari setelah tanam.
Sesuai
5 Pemupukan
d. Pemupukan menggunakan
bahan organik berupa kompos dengan dosis 5
– 7 tonha. e. Pemberian kompos dilakukan
seminggu sebelum bibit padi di tanam dan pada pengolahan
tanah kedua
f. Penyemprotan mikroorganisme lokal
MOL untuk
a. Pemupukan dengan pupuk kompos sebanyak 1 tonha
ditambah pupuk Urea atau Za pada awal pemupukan,
dan
pada pemupukan
selanjutnya juga
masih mencampurkan
antara penggunaan pupuk organik
berupa kompos
dengan
Tidak Sesuai
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan keanekaragaman mikroba yang lebih baik yang
akan berguna dalam membantu memenuhi
kebutuhan pemupukan.
pupuk kimia seperti TSP, KCL, NPK dll.
b. Pemberian kompos jarang atau tidak dilakukan oleh
sebahagian besar petani. c. Penyemprotan MOL masih
dilakukan tetapi tidak hanya sebahagian kecil petani.
6 Pengendalian
hama penyakit
c. Mengupayakan terciptanya
lingkungan yang alami guna meningkatkan volume musuh
alami predator alami sebagai pengendali hama hayati.
d. Penyemprotan dengan
menggunakan pestisida nabati. a. Lingkungan belum tercipta
alami sesuai
apa yang
dianjurkan karena
masih menggunakan bahan kimia,
seperti pupuk, dan pestisida kimia.
b. Upaya pengendalian hama masih
melakukan penyemprotan
dengan pestisida kimia salah satunya
dengan Bestok, Mid, dan Amistartop. Dengan kata lain
tidak menggunakan pestisida nabati.
Tidak Sesuai
7 Pemanenan
d. Panen dilakukan setelah malai berumur 30
– 35 hari setelah berbunga merata dan 90
– 95 gabah
dari malai
tampak menguning.
e. Penggunaan alat pemanenan baik alat sederhana seperti ani-
ani, sabit maupun alat modern seperti
tresher, combine
harvester, dan reaper, stripper. f. Menentukan kelompok pemanen
sebanyak 5 – 7 orang, dan bila
menggunakan alat
seperti thresher cukup 1 orang.
a. Panen dilakukan saat padi berumur kira-kira 24 hari
setelah berbunga dan malai sudah tampak menguning.
b. Pemanenan menggunakan
ani-ani dan tresher. c. Panen
manual dilakukan
oleh 5 – 6 buruh tani, 2 -3
dengan ani-ani dan 1 orang dengan alat tresher.
Sesuai
Sumber: Data Primer diolah, 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari ke 7 komponen kegiatan metode
SRI yang dilaksanakan oleh petani di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang, ternyata 2 komponen kegiatan yaitu pemupukan dan pengendalian hama penyakit
belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran namun komponen yang lainnya sudah
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan anjuran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adopsipenerapan metode SRI pada padi sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang sudah
termasuk insentif. Sehingga dapat dikatakan petani sudah tergolong maju dalam mengelola usahatani padi sawah mereka dengan metode SRI System of Rice
Intensification .
Frekuensi interaksi dengan penyuluh bukanlah satu-satunya penentu bagi responden dalam pengambilan keputusan dalam menerapkan Metode sesuai anjuran, karena
menurut responden mereka lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti manfaat yang diperoleh. Apabila metode tersebut memang menguntungkan bagi responden
dan manfaatnya besar dalam perbaikan ekonomi mereka, maka mereka akan melaksanakan metode anjuran tersebut dengan lebih baik.
5.3. Tingkat Adopsi Metode SRI pada Petani Sawah di Kecamatan Beringin