4.3.1 Di pantar
Pantar merupakan gubuk kecil yang biasanya dibuat di tengah sawah atau ladang dan kebun. Pantar dibuat karena antara tempat tinggal dan ladang atau
sawah memiliki jarak yang cukup jauh. Pantar ini biasanya digunakan untuk tempat berteduh, beristirahat, dan juga sebagai tempat penimpanan alat dan bahan
pertanian. Namun selain itu, pantar juga sering digunakan sebagai tempat kegiatan
untuk bermain musik, khususnya oning-oning instrumen musik solo yaitu pada saat beristirahat ataupun pada saat menjaga tanaman dari gangguan hewan-hewan
seperti kera, babi hutan, atau burung yang sering memakan padi mereka. Pada saat seperti itu, kegiatan bermain musik yang dilakukan adalah sebagai pengungkapan
perasaan pemainnya terhadap sesuatu hal yang mempengaruhi pikirannya atau pun untuk mengusir kebosanan dan kejenuhan dari orang yang memainkannya.
Dengan seringnya digunakan sebagai tempat bermain musik, maka proses belajar mengajar dapat dilakukan secara langsung antara murid dengan gurunya,
namun ada juga yang belajar secara tidak langsung, yaitu saat berada di pantar ia hanya mendengar, mengingat, lalu mempraktekkannya di tempat yang lain atau
ditempat dimana alat musik yang sama dapat ia temukan. Untuk belajar alat musik secara langsung, biasanya antara murid dengan
gurunya terlebih dahulu harus melakukan perjanjian, perjanjian ini adalah mengenai waktu dan tempat dimana mereka akan belajar, dan biasanya kedua hal
tersebut akan ditentukan oleh sang guru sebagai pengajar. Pengajaran alat musik yang dilakukan di pantar biasa akan berlangsung secara tidak formal, yaitu
Universitas Sumatera Utara
kegiatan belajar akan dilakukan secara bersamaan dengan melakukan kegiatan yang utama, yakni menjaga tanaman dari berbagai macam hewan, sehingga
dengan demikian, konsentrasi siguru akan terbagi antara mengajar dengan menjaga tanaman.
4.3.2 Di balai desa Bale.
Kegiatan proses belajar mengajar di bale akan berbeda dengan yang dilakukan di pantar, pengajaran yang dilakukan di bale akan bersifat lebih formal.
Hal ini didukung oleh keberadaan bale itu sendiri, yaitu selain untuk tempat bermusyawarah bagi warga desa, bale juga berfungsi sebagai tempat berkumpul
bagi para kaum pria pada malam hari. Selain itu, bale juga digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka milik desa serta alat-alat musik
tradisional, baik oning-oning maupun gotci. Tersedianya alat musik di tempat ini, menjadikan orang-orang yang ingin
belajar menjadi mudah untuk memperoleh alat musik yang akan dipelajari. Sedangkan waktu untuk mengadakan proses belajar mengajar pun tidak dibatasi,
artinya proses belajar dapat dilakukan pada siang atau pun pada malam hari. Pada siang hari, yang menjadi pengajar biasanya adalah orang-orang yang telah tua
yang tidak mampu untuk bekerja di ladang lagi. Biasanya seseorang yang mengetahui kemampuan orang tua untuk
memainkan sarune akan memanfaatkan situasi pada siang hari untuk belajar secara khusus dari orang tua tersebut, dan kemudian pada malam harinya dia akan
mempraktekkannya kembali di bale itu ketika orang-orang berkumpul disana,
Universitas Sumatera Utara
dengan maksud agar orang lain mendengarnya dan berharap mereka mengomentari atau memberi saran untuk permainannya. Jika ia merasa masih
kurang mahir untuk memainkan instrumen tersebut sesuai dengan komentar dari orang-orang yang telah mendengarnya, maka pada keesokan harinya ia akan
menjumpai gurunya dan kembali berlatih hingga ia benar-benar mahir untuk memainkan alat musik itu, sehingga dengan demikian boleh dikatakan bahwa
kemahiran seseorang untuk memainkan alat musik tidaklah dinilai oleh gurunya, dan juga olehnya, melainkan melalui hasil komentar dan juga pujian yang
diberikan oleh orang-orang yang telah mendengarnya.
4.4 Proses belajar Sarune Pakpak