Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kebudayaan 1 , ada beberapa unsur yang terkandung didalamnya, salah satunya adalah kesenian, khususnya musik. Masyarakat Pakpak 2 Dalam kesempatan ini, penulis akan mengangkat atau membahas salah satu alat musik tradisional Pakpak yang bernama sarune membagi musiknya kedalam dua golongan besar, yakni vokal dan instrumental. Takari, dkk dalam bukunya yang berjudul Masyarakat Kesenian di Indonesia 2008; 73, mengatakan bahwa musik vokal atau nyanyian pada masyarakat Pakpak disebut sebagai ende, sedangkan untuk instrumental, mereka membaginya kembali menjadi dua kelompok, yaitu oning-oning dan gocci. Oning-oning adalah instrumen yang dalam penyajiannya dapat dipertunjukkan secara tunggal biasanya adalah instrumen yang berperan sebagai melodi, sedangkan gocci adalah instrumen yang dimainkan dalam bentuk ensambel. 3 yaitu alat musik tiup 4 1 Kebudayaan menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan dari gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang menjadi milik manusia melalui proses belajar. Kesenian merupakan salah satu dari 7 unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat. 2 Pakpak adalah salah satu sub-suku sub etnik yang tinggal di kawasan Sumatera Utara, dan sebahagian besar bermukim di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat . 3 Sarune adalah alat musik tiup sejenis oboe, memiliki 2 reed, dan enam buah lubang nada. Oleh masyarakatnya, sarune dikelompokkan kedalam oning-oning jika dimainkan secara tunggal, dan juga kedalam kelompok gotci jika dimainkan bersama-sama dengan instrumen lain. 4 Ada beberapa contoh alat musik Pakpak yang dimainkan dengan cara ditiup, diantaranya adalah; lobat, surdam, sarune, dan lain-lain. Alat-lat musik jenis ini disebut sisempulan ditiup. yang terbuat dari kayu junjung bukit sejenis kayu Meranti. Jenis kayu ini biasanya tumbuh di hutan yang lebat. Universitas Sumatera Utara Menurut Bapak Atur P. Solin, pada jaman dahulu sarune umumnya dimainkan oleh anak-perana pemuda di pantar-pantar gubukdangau kecil dengan tiang yang tinggi yang berada di persawahan atau ladang sebagai tempat berteduh para petani di sela-sela pekerjaannya. Sarune dimainkan untuk menghibur diri sambil melepas lelah ketika beristirahat disela-sela kesibukan bekerja. Atur P. Solin mengatakan bahwa pemakaian sarune mulai berkembang pada awal abad ke 20, setelah diikutsertakan sebagai alat musik melodis untuk ensambel genderang si sibah, genderang sidua-dua, atau pun dalam ensambel gerantung. Namun setelah itu, pemakaian sarune dalam ensamble secara lambat laun mulai berkurang, hingga tidak lagi digunakan dalam ensambel. Hal ini terjadi antara lain disebabkan karena pembuatannya begitu sulit, yakni harus menjalankan beberapa ritual sebagai syarat, ditambah dengan pemainnya yang semakin berkurang dan tidak ada regenerasi tidak berkesinambungan. 5 Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mardi Boangmanalu, yang merupakan pembuat dan sekaligus pemain sarune Pakpak. 6 Secara organologis sarune Pakpak berbentuk konis, dengan memiliki 6 enam lubang nada, dan sebuah reed pit berlapis ganda double reed yang Diperlukan beberapa syarat dan ketentuan dalam pembuatan sarune agar dapat menghasilkan bunyi yang diinginkan dan memenuhi syarat untuk digunakan pada upacara adat. Untuk menghasilkan bunyi musikal yang diharapkan, biasanya sarune dibuat sendiri oleh pemainnya sesuai rasa, keahlian, dan kebiasaan mereka. 5 Wawancara pada bulan januari tahun 2013 6 Wawancara pada bulan mei tahun 2013 Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai penghasil bunyi. Reed terbuat dari daun kelapa atau daun make sejenis Palma yang tumbuh dipinggiran sungai. Untuk memperbesar suara, pada bagian ujung sarune dibuat sangar-sangar resonator, sedangkan pada bagian atas upper end 7

1.2 Pokok Permasalahan