3.3 Proses Pembuatan Sarune Pakpak.
Secara keseluruhan, sarune Pakpak dapat dibagi menjadi lima bagian yang dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu :
1. Batang, 2. Pit,
3. Kambung baba, 4. Sitongkohi, dan
5. Sangar-sangar. Proses pembuatan sarune Pakpak pada jaman dahulu telah berbeda dengan
proses pembuatan sarune Pakpak pada jaman sekarang, terutama dalam hal pemilihan kayu sebagai bahan utamanya. Oleh karena itu penulis memutuskan
untuk memaparkan proses pemilihan kayu dan proses penebangannya pada masa dulu dan proses pembuatan sarune Pakpak pada masa kini.
3.3.1 Proses pemilihan dan penebangan kayu pada jaman dahulu.
Menurut cerita rakyat Pakpak tori-torien dari narasumber penulis, pada jaman dahulu ketika manusia masih bisa dihitung jumlahnya di bumi ini, antara
manusia dan mahluk hidup yang lain, seperti hewan dan tumbuhan mampu saling berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain. Namun karena manusia mulai
serakah, Batara Guru Maha pencipta mulai murka terhadap manusia. Kepada manusia keamudian dijatuhkan hukuman, yaitu tidak dapat lagi berkomunikasi
dengan benda-benda hidup atau mahluk hidup lainnya termasuk kepada pohon. Jika pun ingin berkomunikasi dengan mahluk hidup lain, haruslah melalui
Universitas Sumatera Utara
perantaraan guru dukun atau juga dengan sesajian melalui bahasa mantra tabas yang secara khusus hanya digunakan pada upacara-upacara yang bersifat religius.
Tuhan Batara Guru tidak hanya menjatuhkan hukuman kepada manusia, tetapi Ia juga menjatuhkan hukuman kepada binatang, yaitu haarus tunduk kepada
manusia, dan harus mau dijadikan sebagai sesajian untuk kepentingan manusia, dan juga harus siap menderita jika sewaktu-waktu manusia membutuhkannya.
Salah satu mahluk hidup yang tidak mendapatkan hukuman dari Batara Guru adalah tumbuh-tumbuhan. Hal ini dikarenakan jaman dahulu hanya tumbuh-
tumbuhanlah yang selalu berbicara kebenaran tanpa sedikitpun kebohongan. Berdesarkan cereeda inilah masyarakat Pakpak saat itu memilih kayu
junjung bukit sebagai bahan utama pembuatan sarune Pakpak. Kayu junjung bukit sejenis kayu meranti adalah kayu yang terbaik diantara semua kayu yang ada di
hutan pada saat itu, kayu ini biasanya tumbuh di hutan yang lebat di puncak- puncak gunung. Dari segi bentuk dan penampilan, kayu junjung bukit memiliki
sesuatu yang menonjol dibanding dengan pohon ata kayu yang lain, yakni secara periodik, kulit kayu yang sudah berlumut akan terkelupas dan berganti secara
sendirinya dan akan terus berlangsung seperti ini selama kayu tersebut masih hidup.
Pada jaman dahulu, selain mempercayai Batara Guru, orang Pakpak juga mempercayai bahwa hutan dan alam masing-masing memiliki kekuatan yang
besar, sehingga manusia perlu meminta izin kepada alam dan penjaga hutan tersebut jikalau ingin mengambil sesuatu dari mereka, misalnya saat hendak
menebang kayu yang dianggap berkeramat atau suci. Maka oleh sebab itulah,
Universitas Sumatera Utara
untuk mengambil kayu junjung bukit dari tengah hutan untuk dijadikan sebagai bahan utama pembuatan sarune Pakpak, bukanlah hal yang mudah, melainkan
orang yang ingin menebangnya pun harus menjalankan beberapa syarat yang bertujuan sebagai permintaan ijin kepada penjaga hutan dan ke alam semesta
karena kayu junjung bukit tersebut merupakan salah satu jenis kayu yang suci. Berikut adalah beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan seseorang
jika ingin menebang kayu junjung bukit. Penebang harus menyediakan : 1.
Gatap penter, yaitu sehelai daun sirih yang masih segar atau baru diambil dari pohonnya. Gatap penter tersebut haruslah dengan ruas-ruas yang
saling bertemu. 2.
Gatap i krimpit, yaitu beberapa helai biasanya 7 helai daun sirih yang masih segar kemudian dipincuk
18
3. Beras banu, yaitu beras ketan beras pulut yang dicampur dengan air
kunyit kental tidak terlalu cair lalu dikepal hingga beberapa kepal sehingga kelihatan warna beras tersebut menjadi kuning. Beras banu ini
selanjutnya harus diletakkan di atas daun pisang. menjadi 7 pincukan yang masing-masing
pincuk sudah diisi dengan: Kapur sirih, pinang yang sudah dibelah kecil- kecil, kemiri gambiri, dan sebiji lada hitam.
4. Baja minak, yaitu :
a. Minyak Kayu Baja, jenis kayu ini biasanya tumbuh di pinggiran
hutan. Batangnya tidak terlalu besar namun sangat keras dan tidak
18
Dibentuk sedemikian rupa untuk dapat dipergunakan. Misalnya daun sirih yang telah diberi kapur, kemiri, dan lada hitam harus dibentuk sedemikian rupa agar mempermudah untuk
dimakan.
Universitas Sumatera Utara
mudah patah. Minyak kayu baja diperoleh dengan cara membakar batang kayu baja yang tidak terlalu kering yang nantinya akan
mengeluarkan lendir minyak berwarna hitam. Minyak ini kembali diambil dengan serpihan kayu baja kecil lainnya yang diteruskan
dengan menggoreskannya di pipi bagian atas atau di lekukan mata bagian bawah orang yang akan menebang pohon kayu Siraja
Junujung Bukit itu. b.
Serpihan Kayu Baja lainnya atau sisa serpihan kayu baja akan digoreskan ke permukaan gigi bagian bawah paling depan.
Kemudian serpihan kayu baja yang digoreskan di lekukan mata bagian bawah dan di gigi bagian bawah tadi diambil kembali dan
diletakkan di atas beras banu.
Setelah seluruh persyaratan ini tersedia, maka sipenebang berangkat ke hutan untuk mencari dan memilih kayu Siraja junjung bukit yang dibutuhkan.
Sesampainya di hutan, semua persyaratan yang telah dibawa diletakkan di atas tanah didekat kayu yang akan ditebang, setelah tanah itu dibersihkan terlebih
dahulu. Sebelum kayu ditebang, sipenebang harus permisi terlebih dahulu kepada
penjaga hutan dan ke alam semesta dengan maksud agar kayu yang ditebang nantinya hasilnya baik, caranya ialah memukul tanah dengan telapak tangan kanan
satu kali, kemudian sipenebang mengatakan: ...Ooo ale mpung.. Ko Sinangga jeheā¦ Beras pati ni tanoh. Ko Sinangga
Julu.. ulang ko tergerrek.. ulang ko terkuncol, ulang ko tersengget.. kudilo
Universitas Sumatera Utara
pe ko, en mo berreenku bamu : Beras banu, baja minak, napuren mpenter, napuren kinirimpit. En mo kubereken bamu asa ulang ko terenggek,ulang
ko terkuncol,ulang ko tersengget. Naing kutabah ko kayu SIRAJA JUNJUNG BUKIT, asa mengampuni mo ko, asa mengerjetken mo ko,
mengurupi mo ko mendahiken kami; kupakke kami ko. Ooo mpung Debatara guru.. susur mo ko miterruh. Ko beras pati ni tanoh.. Ko debata
tengah.. kundul mo ko ke sisada arih.. asa mendengkoh katangken; kutabah pe kayu siraja junjung bukit en asa mengerasaken mo ko menjunjungi kami.
Terjemahan Indonesia: Wahai eyang.. penghuni hilir, beras pati ni tanoh. Engkau penghuni hulu,
jangan engkau terbangun.. jangan engkau terkejut, jangan engkau tersentak.. walau pun engkau ku panggil, ini lah yang ingin kuberikan padamu : beras ketan,
minyak kayu baja, sirih bersirip lurus, sirih yang telah dibentuk, ini lah yang akan kuberikan kepadamu agar kamu tidak terbangun, agar kamu tidak terkejut, agar
kamu tidak tersentak. Saya ingin menebang kayu siraja Junjung bukit, biar engkau mengampuni, agar engkau memberi berkah, agar engkau membantu bagi kami ;
engkau kami pakai. Ooo eyang maha dewata.. turunlah engkau ke bawah,. Engkau beraspati ni tanoh.. engkau dewata tengah.. duduklah engkau yang sehati
semufakat, agar engkau mendengarkan permintaan ku ini; ku tebang pun kayu siraja junjung bukit ini, agar engkau merasakan juga menjunjung kami.
Demikianlah bunyi kalimat permintaan yang disampaikan oleh sipenebang kayu kepada seluruh penjaga-penjaga alam semesta sebagaimana mereka percayai
bahwa alam ini sangat gaib dan memilki kekuatan yang besar. Oleh karena itu mereka perlu menjaga hubungan yang baik antara alam dengan insan manusia,
dengan melakukan syarat seperti di atas, mereka telah menjaga hubungan yang dimaksud sehingga sipenebang dapat menebang kayu Siraja Junjung bukit dan
dan selanjutnya dibawa ke kampung untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan
Universitas Sumatera Utara
Sarune. Namun, jika syarat ini tidak dilakukan untuk menebang kayu, maka diyakini sipenebang tidak akan selamat dalam menggunakannya, dan kayu
tersebut juga tidak akan pernah baik untuk dijadikan sebagai alat musik yang dapat membawa tuah terhadap pemakainya.
3.3.2 Proses pembuatan sarune Pakpak masa sekarang. 3.3.2.1 Proses pembuatan batang sarune.