Gambaran dan Bentuk Umum Pedesaan

Sisingamangaraja XII di Pearaja, Kelasen pada tahun 1907. Muhammad Takari, Dkk, Masyarakat Kesenian di Indonesia 2008 : 72.

2.4 Gambaran dan Bentuk Umum Pedesaan

Jika sekelompok orang dari merga yang sama mendirikan sebuah perkampungan, maka secara otomatis mereka akan menjadi merga tanoh pemilik desa, pemilik tanah dan pertaki penguasa bagi desa yang baru itu. Desa pertama yang menjadi asal muasal perkembangan desa selanjutnya disebut lebuh. Lebuh biasanya akan ditandai dengan mendirikan pemukiman kecil berbentuk persegi yang dibangun berdekatan dengan sungai lae, persegi tersebut dikelilingi oleh parit yang ditumbuhi oleh bambu buluh, didalamnya terdapat sederetan rumah besar bages jojong dan rumah yang lebih kecil sapo yang terletak di kanan dan kirinya. Berhadapan dengan deretan rumah tersebut terdapat sebuah balai besar bale silindung bulan. Balai ini memiliki ukuran yang besar, dibentuk dengan tanpa dinding. Sehari-harinya balai ini akan digunakan oleh para pria bercengkrama untuk menghabiskan waktu luang mereka. Namun tujuan utama dari balai ini adalah sebagai tempat bermusyawarah tentang kehidupan sosial desa. Diantara bangunan-bangunan tersebut, mereka juga membuatkan lapangan untuk bermain-main bagi anak-anak serta sebagai tempat untuk melakukan upacara adat. Sebuah desa yang besar akan ditandai dengan adanya mejan patung manusia menunggangi gajah yang terletak di depan gerbang lebuh. Selain mejan, desa yang besar juga akan memiliki pohon beringin sebagai tempat cibalen, persilihi sesajen Universitas Sumatera Utara dan pengulu balang sebuah patung yang telah diisi dengan kekuatan magis telah diberi mantra sebagai penjaga desa yang diletakkan secara berdampingan. Di bagian belakang desa, biasanya terdapat geriten makam, kuburan untuk tempat anggota masyarakat yang meninggal dikuburkan. Fischer 1960:61 mengatakan bahwa bentuk seperti ini adalah suatu dunia yang tertutup, akan tetapi juga merupakan suatu kesatuan yang yang hidup, tempat orang diam bersama, juga tempat anak-anak mereka melihat dunia dan tempat meninggal yang mereka harapkan. Apabila satu lebuh tidak mampu lagi menampung jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka masyarakat secara bersama-sama dan atas persetujuan pertaki, permangmang, dan guru orang pandai akan mencari perkampungan kuta perbekasen yang lebih luas disekitar wilayah yang menjadi bahagian dari lebuh tersebut. Jika semakin banyak kuta penyebaran dari lebuh, maka semakin makmur beak, gabe pulalah merga tanoh itu, dan dengan sendirinya mereka telah mengangkat harkat dan martabat raja itu dihadapan masyarakat dan desa tetangga. Universitas Sumatera Utara Gambar 1: Bentuk dan posisi sebuah lebuh pada Suku Pakpak. Keterangan : 1. Bages jojong, tempat tinggal pertaki pemimpin suku, 2. Bagas atau sapo, rumah tempat tinggal sibeltek saudara serumpun dari pertaki, 3. Bale silindung bulan, yaitu balai pertemuan milik warga desa, 4. Mejan, yaitu patung kepala suku yang terbuat dari batu, berbentuk gajah yang ditunggangi oleh kepala suku tersebuat, 5. Pengulu balang, yaitu patung menyerupai manusia yang juga terbuat dari batu, diyakini memiliki kekuatan untuk menjaga kampung, 6. Pohon beringin yang mereka sebut Siraja onggu-onggu berfungsi sebagai tempat sesajen kepada leluhur mereka, 7. Geritten, jerro, kuburan yang terletak dibelakang desa, 8. Pintu gerbang desa.

2.5 Mata Pencaharian