Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedatangan orang asing dari luar negeri ke Sumatera Utara khususnya ke kota Barus dan Dairi dapat dijadikan sebagai
ulasan tentang asal-usul masyarakat Pakpak.
2.2  Sistem Kekerabatan pada Suku Pakpak
Seperti halnya dengan suku Batak yang lain, suku Pakpak juga memiliki marga  merga, klen  sebagai identitas mereka, merga  pada suku Pakpak didapatkan
dari orang tua laki-laki garis keturunan diturunkan oleh ayah atau patrilineal. Ada sekitar lima puluh tiga jenis merga yang tersebar diantara suku Pakpak,
dan setiap merga tersebut memilki kampung  masing-masing yang juga mereka sebut sebagai kuta atau lebuh. Merga yang pertama untuk mendirikan dan berada di sebuah
kuta  lebuh  disebut sebagai  merga  tanoh, sedang orang  bermerga  lain yang mendatangi tempat itu dan tinggal disana disebut sebagai   ginemgen  atau  merga
penumpang G. Colleman, 1983:97. Kuta atau lebuh yang merupakan daerah lingkungan merga tanoh akan selalu
dipimpin oleh seorang pertaki  atau  sipande taki, yakni orang yang mampu dan bijaksana untuk mengambil sebuah keputusan yang diwariskan oleh merga-merga
tanoh secara turun-temurun. Secara hukum adat, setiap pertaki harus berdaulat penuh terhadap wilayah dan masyarakatnya; yaitu mengatur tata kehidupan rakyatnya, baik
didalam maupun diluar wilayah tanah tanoh kekuasaannya perkampungannya. Hal ini berlangsung  secara terus menerus hingga masa penjajahan Belanda terjadi di
kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa itu, untuk menjalankan tugas-tugasnya, seorang pertaki  biasanya dibantu oleh permangmang, yakni pengetuai dari kelompok merga yang sama. Dalam
kesehariannya, permangmang akan memilki tugas khusus dalam sistem peradatan dan juga hal-hal yang berkaitan dengan pertanian yang pada saat itu masyarakat Pakpak
hidup dari usaha mereka di bidang pertanian.
10
1. Puang Kula-kula, yakni merupakan keluarga dari istri kelompok
Untuk mengatur  tata hubungan antar masyarakat, kedudukan seseorang terhadap orang lain diatur dalam satu sistem
kekerabatan sosial yang terdiri dari :
merga pemberi istri, 2.
Berru, yaitu kelompok penerima istri, 3.
Dengan Sibeltek, yaitu kelompok garis keturunan satu merga.
Sistem kekerabatan ini akan sangat berpengaruh dan tercermin dalam menjalani aspek kehidupan bermasyarakat baik dalam melaksanakan upacara adat
reedual maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari. Namun sistem kekerabatan di atas bukanlah berlaku secara permanen terhadap satu merga, artinya kita harus
menyesuaikan merga kita dengan merga yang mengadakan upacara adat. Selain hubungan sosial yang berasaskan ketiga golongan kekerabatan
fungsional di atas, terdapat juga sistem kekerabatan pembagian nan lima atau disebut
10
Ada beberapa upacara yang berkaitan dengan pertanian pada suku Pakpak pada jaman dahulu yang harus dipimpin langsung oleh pemangmang, yaitu : Menoto, yakni membuka hutan untuk
membuat ladang yang baru sebagai lahan pertanian ; mendegeruruk upacara menanam untuk pertama, kegiatan ini dimulai oleh kelompok permangmang  ; merani, yaitu upacara syukuran
memberikan persembahan kepada beraspati ni tanoh, atau dewa pengatur tanam-tanaman oleh karena
hasil panen yang telah mereka raih.
Universitas Sumatera Utara
juga dengan istilah Sulang si lima.  Sulang  si  lima  ini direalisasikan dengan cara pembagian  jukut,  yaitu daging kerbau atau lembu atau hewan kurban lainnya yang
telah dipotong-potong sesuai dengan konteks penyembelihan dalam upacara adat. Pembagian daging ini disesuaikan dengan  hubungan kekerabatannya dengan
pihak  kesukuten,  yaitu pihak yang melaksanakan upacara. Puang  akan menerima bagian daging hewan seperti dada atau paha, dengan sibeltek akan menerima bagian
badan, sementara berru  akan mendapatkan bagian dari daging  tertentu  seperti kaki atau leher. Bagian  kepala  dari hewan yang disembelih  akan diberikan kepada ketua
suku atau pimpinan adat permangmangpertaki  dan sisanya adalah untuk petugas yang membagi sulang. Muhammad Takari, Dkk,
Masyarakat Kesenian di Indonesia : 73.
2.3 Sistem Kepercayaan