Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Afektif LATAR BELAKANG

21 komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif.

C. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Afektif

Budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi yang lain. Budaya organisasi adalah sekumpulan norma-norma tingkah laku atau corakwarna serta nilai-nilai yang ada di dalam suatu perusahaanorganisasi dan merupakan aturan main yang harus ditaati dan diamalkan oleh para pelaku perusahaanorganisasi tersebut agar dapat berinteraksi baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Dalam hal ini, karyawan yang telah dapat memiliki nilai-nilai budaya yang kuat yang dijalani seperti karyawan yang berinovasi dan mengambil resiko dalam pekerjaannya, cermat dalam bekerja, dapat bekerja tim dengan baik, serta kompetitif diharapkan dapat menimbulkan ketertarikan secara emosional kepada organisasi, atau dengan kata lain timbul yang dinamakan komitmen afektif. Dimana komitmen afektif ini timbul karena faktor tantangan pekejaan, partisipasi, timbal balik serta saling bergantung. Budaya organisasi yang diukur melalui kejelasan tujuan organisasi dan otonomi pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap komitmen organisasi, baik pada perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Nystrom 1993 yang menunjukkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Mengingat setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang berbeda-beda, maka Universitas Sumatera Utara 22 tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen afektif pada karyawan PT. Pos Pusat Medan.

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis alternatif : “ Adanya pengaruh positif budaya organisasi terhadap komitmen afektif.” Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena efektifitas dan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas dan kinerja sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen utama dari organisasi yang tidak dapat diabaikan. Karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia tidak saja membantu organisasi dalam mencapai tujuannya tetapi juga dapat membantu organisasi untuk menghadapi persaingan yang ada. Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan Cusway, 2002. Berdasarkan pemaparan di atas, sangat penting bagi perusahaan untuk memilih dan mempertahankan karyawan yang benar-benar berkualitas Mariatin, 2009. Karena organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan Robbins, 2006. Perubahan lingkungan bisnis dan organisasi saat ini tidak sekedar berjalan cepat tetapi juga sangat tidak pasti, khususnya perkembangan pada industri pelayanan jasa dan barang. Perubahan tersebut menjadikan suatu tantangan bagi PT. Pos Pusat Medan yang mempunyai core business jasa pengiriman surat dan Universitas Sumatera Utara 2 barang. Sementara itu dengan semakin majunya tingkat teknologi, membutuhkan karyawan yang juga dapat memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam beradaptasi dengan kemajuan teknologi tersebut. Dengan kata lain, terjadi perubahan budaya atau kebiasaan dalam hal teknologi dalam dunia kerja di PT. Pos pusat Medan tersebut. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut organisasi membutuhkan karyawan –karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi Mariatin, 2009. Komitmen organisasi didefinisikan oleh beberapa peneliti sebagai ukuran dari kekuatan identitas dan keterlibatan karyawan dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi Porter, Steers, Mowday, dan Boulian, 1974, dalam McNeese-Smith, 1996. Komitmen terhadap organisasi mengarah kepada keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Karyawan yang berkomitmen berarti bersifat loyal terhadap organisasinya, dimana karyawan yang setia memiliki keuntungan untuk bersaing McShane dan Glinow, 2003. Meyer, Allen dan Gellatly dalam Manetje dan Martins, 2009 menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu attitude yang di karakteristikkan sebagai komponen kognitif dan afektif yang positif mengenai organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi adalah suatu bagian psikologis yang menggambarkan hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki dampak pada keputusan karyawan untuk menetap dalam organisasi tersebut Meyer Allen, 1997. Tiga konsep sebagai model komitmen organisasi menurut Meyer Allen 1997 : 1 Affective commitment: yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk Universitas Sumatera Utara 3 terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. 2 continuance commitment: suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila mememutuskan untuk pindah dari organisaasi atau perusahaan tersebut atau memilih akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan need to. 3 normative commitment: komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi ought to. Meyer dan Allen 1997 mengajukan tiga tipe tersebut sebagai tiga model komponen pada komitmen three-component model of commitment. Karyawan dengan affective commitment yang kuat tetap bekerja dengan organisasi tersebut karena mereka ingin melakukannya. Karyawan yang bertahan dalam suatu organisasi berdasarkan continuance commitment itu karena mereka perlu melakukannya. Sedangkan karyawan dengan tingkat normative commitment yang tinggi merasa bahwa mereka wajib untuk bertahan dalam organisasi tersebut Meyer Allen, 1997. Setiap komponen pada komitmen memiliki konsekuensi yang berbeda- beda terhadap perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan seperti performa, kehadiran karyawan, dan lain-lain. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi lebih sedikit keluar dari pekerjaan mereka, absen dari bekerja Universitas Sumatera Utara 4 McShane dan Glinow, 2003, dan memiliki motivasi serta keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi tersebut Meyer Allen, 1997. Sebaliknya pada karyawan dengan continuance commitment yang tinggi tidak memiliki keinginan yang kuat dalam berkontribusi pada organisasi dan cenderung dapat mengarah pada perilaku bekerja yang tidak pantas, karena karyawan dengan komitmen tersebut bertahan dalam organisasi bukan karena keterikatan emosional melainkan berdasarkan upah yang diberikan. Sedangkan karyawan dengan normative commitment akan termotivasi untuk berperilaku pantas dan melakukan apa yang benar pada organisasi tersebut, sehingga performa kerja dan kehadiran bekerja akan positif Meyer Allen, 1997. Menurut data yang diterima peneliti melalui hasil wawancara terhadap kepala HRD dan beberapa karyawan di PT. Pos Pusat Medan, beberapa karyawan yang bekerja di PT. Pos Pusat Medan menyatakan bahwa selama bekerja dalam organisasi ini, mereka merasa nyaman dan puas baik terhadap organisasi maupun pada pekerjaan mereka masing-masing. Karyawan menyatakan bahwa pekerjaan mereka berhubungan dengan banyak orang, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan membuat mereka menjadi lebih banyak tahu, bisa menguasai banyak hal, berhubungan dengan banyak orang dan menambah wawasan mereka. Jika pengalaman karyawan dalam organisasi sesuai dengan harapan mereka dan dapat memuaskan kebutuhan mereka, maka dapat mengembangkan komitmen afektif yang kuat pada organisasinya daripada karyawan-karyawan dengan kepuasan yang sedikit terhadap pengalaman kerja mereka Meyer, dalam Meijen 2007. Pengalaman kerja ini dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu: 1 Universitas Sumatera Utara 5 karyawan yang puas akan merasa nyaman secara fisik dan fisiologis dalam organisasi mereka dan 2 karyawan tersebut juga merasa berkompeten dalam pekerjaan mereka Meyer Allen, 1997. Komitmen afektif merupakan keterikatan emosional kepada organisasi, identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi Meyer Allen, 1997. Karyawan yang berkomitmen secara afektif memiliki sense of belonging yang meningkatkan keterlibatan mereka dalam aktivitas organisasi, keingingan mereka untuk mencapai tujuan organisasi dan kesediaan untuk menetap dalam organisasi tersebut Meyer Allen; Mowday, Porter Steers, dalam Rhoades, Eisenberger dan Armeli, 2001. Hubungan antara karyawan dan pemimpin organisasi dapat mempengaruhi perkembangan komitmen afektif karyawan Meyer dan Allen, 1997. Karyawan akan memiliki komitmen afektif yang kuat ketika pemimpin perusahaan mengizinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan Jermier Berkes, dalam Meyer dan Allen, 1997 serta mendapat perlakuan yang adil dari pemimpin Meyer dan Allen, 1997. Beberapa karyawan PT. Pos Pusat Medan menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan pemimpin mereka, dimana pemimpin mereka memperlakukan setiap karyawan secara adil dan pemimpin juga dapat memberikan kesempatan bagi setiap karyawan untuk mengambil keputusan, dengan demikian mereka merasa nyaman bekerja sama dengan pemimpin mereka. Menurut data yang diterima peneliti melalui hasil wawancara terhadap beberapa karyawan di PT. Pos Pusat Medan, menunjukkan bahwa karyawan yang Universitas Sumatera Utara 6 bekerja di PT. Pos Pusat Medan tersebut memiliki tipe komitmen afektif dimana memenuhi beberapa indikator-indikator perilaku yang terdapat pada tipe komitmen tersebut. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi lebih sedikit keluar dari pekerjaan mereka, absen dari bekerja McShane dan Glinow, 2003, dan memiliki motivasi serta keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi tersebut Meyer Allen, 1997. Hal ini sesuai dengan pernyataan HRD pada PT. Pos Pusat Medan, bahwa terdapat sedikit karyawan yang keluar dari pekerjaan mereka ataupun absen dalam bekerja dan setiap karyawan juga berkontribusi dengan baik dalam organisasi. Peningkatan komitmen dalam organisasi sangatlah penting dalam era persaingan bisnis dunia ini. Salah satunya adalah dengan membangun suatu budaya organisasi yang mampu untuk meningkatkan komitmen pada karyawan Keren dkk., dalam Sabir, Razzaq dan Yameen, 2010, karena budaya organisasi pada umumnya memiliki pengaruh pada komitmen organisasi karyawan O’Reilly, dalam Silverthorne, 2004. Komitmen organisasi adalah merupakan manifestasi dari pada nilai budaya organisasi yang kuat dan mendalam Lincoln dan Kelleberg, 1991 dalam Bjarnason, 2009. Komitmen merupakan suatu kepercayaan yang timbul dari hati karyawan yang sering dikaitkan dengan budaya organisasi yang tinggi Storey dkk., dalam Mariatin, 2009. Robbins 2006 mendefenisikan budaya organisasi merupakan sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Selanjutnya Schein Universitas Sumatera Utara 7 1992 menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar dapat tetap bertahan. Budaya organisasi yang kuat dapat membantu melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuannya, budaya yang kuat juga merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi Robbins, 2006. Budaya organisasi mengandung nilai-nilai yang harus dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan bersama oleh semua individukelompok yang terlibat di dalamnya. Budaya organisasi yang berfungsi secara baik mampu untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan internal Dharma, 2004. Oleh Karena itu, untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal tersebut, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi dapat dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota organisasi Mangkunegara, 2005. Hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Dwi Cahyono dan Imam Ghozali 2002 yang meneliti mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi, menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Serta penelitian yang dilakukan Sabir, Razzaq dan Yameen 2010 yang menunjukkan dampak dari tiga level budaya organisasi terhadap komitmen karyawan, di mana dampaknya adalah postiif, dengan kata lain budaya organisasi mempengaruhi komitmen karyawan. Universitas Sumatera Utara 8 Berdasarkan dari hasil penelitian di atas dan pendapat para ahli, yang menyatakan budaya organisasi dianggap berpengaruh terhadap komitmen karyawan, atau dengan kata lain budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan, peneliti tertarik melihat apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen afektif pada karyawan PT. Pos Pusat Medan, di mana penelitian ini memiliki perbedaan dalam hal core bisnis terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.

B. Rumusan Masalah