LOGAM TIMBAL Pb ADSORPSI

8 Kadmium, seng, tembaga, nikel, timah, merkuri, dan kromium sering ditemukan pada limbah cair industri, dimana berasal dari pelapisan logam, aktivitas pertambangan, produksi cat, pestisida, produksi pigmen, industri percetakan dan fotografi dan sebagainya. Berbagai penelitian mengacu pada pembuatan adsorben yang murah sebagai pengganti metode pengolahan limbah yang memerlukan biaya yang mahal seperti presipitasi, pertukaran ion, elektroflotasi, membran separasi, elektrodialisis, ekstraksi solven dan sebagainya [22]. Meningkatnya kebutuhan akan produk yang menggunakan proses elektroplating menyebabkan perkembangan industri elektroplating yang berada di Indonesia semakin meningkat. Perkembangan industri tersebut memberikan manfaat, namun menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah dari proses elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam limbah B3 [23]. Pada industri elektroplating terdapat limbah yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dan proses pelapisan. Bahan-bahan kimia yang digunakan beracun sehingga limbah yang dihasilkan berbahaya bagi kesehatan manusia baik yang terlibat langsung dengan kegiatan industri maupun yang di sekitar perusahaan. Limbah cair dari industri pelapisan logam umumnya mengandung krom Cr, tembaha Cu, seng Zn, nikel Ni, kadmium Cd dan timbal Pb karena logam- logam ini digunakan dalam proses produksi [5]. Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang dilakukan. Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat merusak lingkungan. Limbah tersebut dapat mencemari lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya baik dalam bentuk larutan, koloid, maupun bentuk partikel lainnya. Mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah dibuang ke lingkungan [23].

2.4 LOGAM TIMBAL Pb

Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu-batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95 bersifat anorganik dan pada umumnya dalam bentuk garam anorganik yang kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk Universitas Sumatera Utara 9 timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead TEL dan Tetra Methyl Lead TML. Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid. Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi penguraian dan tidak dapat dihancurkan [24]. Timbal dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam logam lembaran, solder dan pipa, perlengkapan medis penangkal radiasi dan alat bedah, cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiahpraktek papan sirkuitCB untuk komputer dan sebagainya [24]. Timbal akan berikatan dengan eritrosit di dalam tubuh. Timbal akan berdistribusi ke dalam ginjal dan hati serta ke dalam tulang dan sebagian kecil ke dalam gigi. Timbal dapat mempengaruhi pengeluaran zat kapur. Keracunan timbal dapat menyebabkan berbagai gejala seperti kepala pusing, suhu badan menurun, gangguan penglihatan, rambut rontok, muka pucat disertai bibir berwarna abu-abu, sukar tidur, lemah otot dan nyeri [5].

2.5 ADSORPSI

Limbah cair memiliki beberapa tingkatan tertentu dalam proses pengolahannya. Tingkatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1 Pengolahan Pendahuluan PreTreatment Dilakukan sebelum proses pengolahan yaitu pembersihan-pembersihan limbah cair berupa pengambilang benda-benda terapung maupun benda-benda mengendap seperti pasir. 2 Pengolahan Tingkat Pertama Primary Treatment Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan padat tersuspensi dengan cara pengendapan atau pengapungan dimana proses sedimentas banyak dilakukan pada pengolahan primer ini. 3 Pengolahan Tingkat Kedua Secondary Treatment Pada pengolahan tingkat kedua dilakukan proses biologis untuk menghilangkan bahan organik di dalam limbah cair melalui oksidasi biochemis. Metode yang sering digunakan pada fase ini adalah lumpur aktif. Universitas Sumatera Utara 10 4 Pengolahan Tingkat Ketiga Tertiary Treatment Pada pengolahan tingkat ketiga, kontaminan tertentu dihilangkan agar limbah cair dapat digunakan kembali. Pengolahan ini meliputi penggunaan chlorin untuk menghancurkan mikroorganisme patogen, penggunaan tawas untuk menghilangkan senyawa fosfor, penghilangan sisa bahan organik dan senyawa-senyawa yang menimbulkan warna menggunakan adsorben tertentu serta menghilangkan bahan padat terlarut menggunakan proses membran. [25] Pada penelitian ini dilakukan proses adsorpsi menggunakan adsorben kulit jengkol untuk menjerap ion logam Pb II yang merupakan pengolahan tingkat ketiga dalam pengolahan limbah cair. Adsorpsi adalah salah satu dari proses pengolahan fisika kimia yang terbukti efektif dalam mengurangi logam berat dari limbah cair [22]. Adsorpsi merupakan metode yang efektif dan murah untuk mengolah limbah cair yang mengandung logam berat. Proses adsorpsi menawarkan fleksibilitas dalam desain dan operasinya pada berbagai kasus sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki kualitas baik [26]. Adsorpsi adalah fenomena permukaan. Ketika cairan murni gas atau cair dikontakkan dengan permukaan padat adsorben, gaya tarik antar molekul cairan- padat menyebabkan beberapa molekul fluida adsorbat menjadi berkumpul pada permukaan. Hal ini menciptakan daerah padat pada molekul cairan yang membentang beberapa diameter molekuler di dekat permukaan fase terjerap. Untuk campuran multikomponen, komponen tertentu dari campuran bahan terjerap yang dipilih berkumpul pada permukaan akibat adanya perbedaan kekuatan tarik cairan- padat diantara komponen-komponen. Fasa terjerap ini memiliki komposisi yang berbeda dari fasa cairan bulk yang menjadi dasar pemisahan dengan teknologi adsorpsi [27]. Mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Molekul-molekul adsorbat berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben. 2. Molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari adsorben. Universitas Sumatera Utara 11 3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori. 4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben. [28] Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi fisika ikatannya relatif lemah, bersifat reversibel dan dapat membentuk lapisan multilayer. Adsorpsi kimia terjadi karena terbentuk ikatan kovalen atau ion antara adsorbat dengan adsorben. Adsorpsi kimia ikatannya kuat, tidak reversibel dan memberntuk lapisan monolayer [29]. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu : 1. Konsentrasi Adsorbat Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat tetapi tidak berbanding langsung. 2. Sifat Adsorben Semakin besar permukaan yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi. 3. Temperatur Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu adsorpsi akan besar jika temperatur rendah. 4. Waktu kontak dan pengadukan Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi. Jika fasa cair yang berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat akan berlangsung lambat. Karena itu diperlukan pengadukan untuk mempercepat proses adsorpsi. 5. pH larutan Senyawa yang terdisosiasi lebih mudah diserap daripada senyawa terionisasi. Semakin asam pH maka proses pengionan akan semakin besar dan sebaliknya. Karena kecenderungan ini maka adsorpsi akan berlangsung baik pada pH asam. Akan tetapi tidak demikian karena pada umumnya adsorpsi meningkat pada kisaran pH dimana senyawa organik bermuatan netral dan senyawa ini terdisosiasi. [24] Universitas Sumatera Utara 12

2.6 ADSORBEN

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

10 87 77

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

2 4 19

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 10

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Pb (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 3 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 19

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 5

Pemanfaatan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) Sebagai Adsorben Dalam Penyerapan Logam Cd (II) Pada Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 0 13