7 A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tanin, dan
glikosida [19].
2.2 KULIT JENGKOL
Kulit Jengkol Pithecellobium jiringa selama ini tergolong limbah organik yang berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis [19].
Selama ini, ekstrak kulit buah jengkol digunakan sebagai larvasida untuk mencegah penyakit demam berdarah dan sebagai herbisida alami untuk pengendalian
gulma di sawah tanpa menghambat pertumbuhan padi [20]. Menurut Gusnidar dkk. [13], kandungan hara kulit jengkol dapat dilihat pada
tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan Hara Kulit Jengkol [13]
Parameter Pengamatan Kadar
Air 65,56
N-total 1,82
P-total 0,32
K-total 2,10
Ca-total 0,27
Mg-total 0,25
C-total 44,02
2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
Setiap hari, industri, pertanian dan populasi secara umum menggunakan air dan melepas banyak senyawa dalam limbah cairnya. Banyak artikel yang telah menulis
tentang adanya senyawa polutan pada limbah cair dan lingkungan perairan. Pengolahan limbah cair sangat penting untuk mengurangi senyawa yang beracun
tetapi efisiensinya tidak begitu jelas [21]. Limbah industri yang mengandung logam berat dalam konsentrasi yang tinggi dapat membahayakan kesehatan dan kerusakan
lingkungan. Sasaran pengendalian limbah yang mengandung ion logam berat adalah menurunkan kadarnya sampai batas tidak membahayakan kesehatan lingkungan [5].
Logam berat telah dilepas secara besar-besaran ke lingkungan karena peningkatan pertumbuhan industri dan merupakan hal yang diperhatikan oleh dunia.
Universitas Sumatera Utara
8 Kadmium, seng, tembaga, nikel, timah, merkuri, dan kromium sering ditemukan
pada limbah cair industri, dimana berasal dari pelapisan logam, aktivitas pertambangan, produksi cat, pestisida, produksi pigmen, industri percetakan dan
fotografi dan sebagainya. Berbagai penelitian mengacu pada pembuatan adsorben yang murah sebagai pengganti metode pengolahan limbah yang memerlukan biaya
yang mahal seperti presipitasi, pertukaran ion, elektroflotasi, membran separasi, elektrodialisis, ekstraksi solven dan sebagainya [22].
Meningkatnya kebutuhan akan produk yang menggunakan proses elektroplating menyebabkan perkembangan industri elektroplating yang berada di Indonesia
semakin meningkat. Perkembangan industri tersebut memberikan manfaat, namun menimbulkan dampak negatif dari limbah yang dihasilkan. Limbah dari proses
elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam limbah B3 [23]. Pada industri elektroplating terdapat limbah yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dan proses pelapisan. Bahan-bahan kimia yang digunakan beracun sehingga limbah yang dihasilkan berbahaya bagi kesehatan manusia baik
yang terlibat langsung dengan kegiatan industri maupun yang di sekitar perusahaan. Limbah cair dari industri pelapisan logam umumnya mengandung krom Cr,
tembaha Cu, seng Zn, nikel Ni, kadmium Cd dan timbal Pb karena logam- logam ini digunakan dalam proses produksi [5].
Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang
dilakukan. Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat merusak lingkungan. Limbah tersebut dapat mencemari
lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya baik dalam bentuk larutan, koloid, maupun bentuk partikel lainnya. Mengingat penting dan besarnya dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah dibuang ke lingkungan [23].
2.4 LOGAM TIMBAL Pb