f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Menurut hasil penelitian Seymour Martin Lipset, dalam Political Man : the Social Bases of Politics 1960 dalam Miriam Budihardjo 1998 : 10 karakteristik sosial berpengaruh terhadap partisipasi politik. Karakteristik sosial
tersebut meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, status dan organisasi.
Berdasarkan tinggi rendahnya faktor-faktor yangg mempengaruhi partisipasi politik seseorang, Paige 1987 membagi partisipasi menjadi 4 empat tipe. Pertama, apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah yang tinggi, maka partisipasi politik cenderung aktif. Kedua, sebaliknya apabila kesadaan politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah, maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan apatis. Ketiga, berupa
militan radikal, yakni apabila kesadaran tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Keempat, apabila kesadaran politik sangat rendah, tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi tersebut disebut
tidak aktif. Sedangkan menurut Ramlan Surbakti 1992: 144, dijelaskan bahwa faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi
tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah sistem politik. Yang dimaksud dengan kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Sedangkan yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah.
Kedua faktor di atas menurut Ramlan Surbakti 1992: 144, bukan faktor-faktor yang berdiri sendiri bukan variabel yang independen. Artinya, tinggi rendah kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial
dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman organisasi. Yang dimaksud dengan status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan
pekerjaan. Sedangkan yang dimaksud dengan status ekonomi ialah kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Hal ini diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda
berharga.
2. Pemahaman Persepsi
Pengertian persepsi menurut Japri 1983, ialah kemampuan individu untuk mengamati mengenal perangsang stimulus sesuatu sehingga berkesan menjadi pemahaman, pengetahuan, sikap dan tanggapan-tanggapan. Persepsi itu
ada hubungan antara pengamatan dan perangsang yang mana hubungan keduanya harus ada kesesuaian. Persepsi adalah proses individu dalam menyeleksi, mengorganisir dan menginterprestasikan stimulasi ke dalam suatu
gambaran yang berarti dan koheren dengan dunia sekitarnya Robbins, 1991: 26. Persepsi merupakan faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam ilmu psikologi dan kognitif persepsi adalah proses untuk
memperoleh, menginterpresati, menyeleksi dan mengorganisasi informasi. Metode studi persepsi dapat dengan
pendekatan biologi
atau psikologi
untuk menggambarkan
pemikiran dari
mental psikologi
www.wikipedia.orgwikiperception .
Persepsi masyarakat terhadap pembangunan, khususnya kemanfaatan pembangunan dapat bersifat dekat dapat pula bersifat jauh bagi masyarakat. Sifat dekat atau jauh tidak hanya dalam arti jarak dan atau waktu, tetapi juga orang
tersebut melihat atau tidak melihat kemanfaatan yang segera atau jangka pendek dapat diperoleh. Dalam keadaan seperti itu biasanya masyarakat tidak atau kurang representatif untuk ikut serta dalam pembangunan.
Persepsi mempengaruhi kemauan dan akhirnya kemampuan melakukan sesuatu. Menurut Asngari 1984 bahwa kemauan merupakan bagian yang penting dari kinerja seseorang. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh
kemauannya untuk menanggapi situasi, kemauan yang didorong oleh adanya persepsi, kesempatan dan kemampuan yang ada pada orang tersebut. Litteter dalam Asngari, 1984, yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kemauan yang
didukung oleh persepsi yang jelas dan kemampuan dan kesempatan yang ada, semakin tinggi pula kinerjanya dalam pembangunan masyarakat.
Persepsi mencakup penerimaan stimulus inputs, pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga
dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri Gibson, 1986 : 54. Sedangkan menurut Thoha 2005 : 141 menyatakan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap
orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi selalu berkaitan dengan pengalaman dan tujuan seseorang pada waktu terjadinya
proses persepsi. Ia merupakan tingkah laku selektif dan bertujuan Bigger dalam Sutopo, 2002 :181. Persepsi menurut Jalaluddin 1998: 51, adalah “pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Sedangkan menurut Ruch 1967: 300, persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk indrawi sensory dan pengalaman masa lampau yang relevan
diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran terstruktur dan bermakna pada situasi tertentu. Melalui persepsi orang dapat mengenali dunia sekitarnya, yaitu dunia yang terdiri atas benda, manusia dan kejadian-
kejadian. Kejadian-kejadian itu dapat berupa sistem budaya, norma-norma masyarakat atau berbagai kenyataan sosial. Persepsi merupakan proses mental bagi individu tentang kesadaran dan reaksinya terhadap stimulus. Kata-kata
individu menurut Silverman 1971; 276 sangat penting diperhatikan dalam mendiskusikan persepsi, karena persepsi merupakan aspek yang sangat penting dari tingkah laku. Dengan demikian berarti bahwa persepsi terkait antara
individu dengan lingkungan sekelilingnya atau lingkungan sekitarnya. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi dalam Yusuf 1991: 108 sebagai pemaknaan hasil pengamatan
yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan dengan “interpretation”, begitu juga berinterkasi dengan “closure”. Proses seleksi terjadi pada
saat seseorang memperoleh informasi maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang
dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedang interprestasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran
atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari 1984: 12-13 pada fase interprestasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal- hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli Jalaluddin 1998: 55. Dilain pihak Gibson 1986: 54 menyatakan bahwa “persepsi meliputi juga kognisi pengetahuan yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang
dari sudut pengalaman yang bersangkutan”. Persepsi masyarakat pada partisipasi politik Pemilu Legislatif 2004 muncul karena adanya penilaian seseorang
terhadap Pemilu Legislatif 2004. Apakah masyarakat menilai hasil Pemilu 2004 dapat dipercaya atau tidak dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat itu sendiri. Persepsi dalam hal merupakan kemampuan individu dalam
memberikan sikap, pemahaman, pengetahuan serta tanggapan terhadap proses demokrasi tersebut, sehingga diketahui keterlibatan diri, sumbangan dan tanggung jawab dalam rangka partisipasi politiknya.
Persepsi timbul karena adanya dua faktor baik internal maupun eksternal. Kedua faktor ini menimbulkan persepsi karena di dahului oleh proses yang dikenal dengan komunikasi. Demikian pula proses komunikasi ini terselenggara
dengan baik atau tidak tergantung persepsi masing-masing orang terlibat dalam proses komunikasi tersebut Thoha, 2005: 139.
3. Perilaku Pemilih