Menurut Asfar 2006 : 137-145, pendekatan perilaku memilih selama ini selain didasarkan dua model atau pendekatan, yaitu pendekatan sosiologi dan pendekatan psikologi, ada pula pendekatan rasional. Dalam pendekatan
rasional, pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya, para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.
Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu menekan ongkos
sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka dalam perilaku memilihnya pun masyarakat akan dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai yang dianggap mendatangkan
keuntungan dan kemaslahatan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian atau kemudlaratan yang sekecil- kecilnya.
Dalam pendekatan terdahulu, secara implisit dan eksplisit menempatkan pemilih pada waktu dan ruang yang kosong, ibarat wayang yang tidak mempunyai kehendak bebas kecuali atas kemauan dalang. Pemilih seolah-olah pion catur
yang dengan mudah ditebak langkah-langkahnya. Mereka beranggapan bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada saat menjelang atau ketika berada di bilik suara, tetapi sudah ditentukan jauh sebelumnya, bahkan
jauh sebelum kampanye dimulai. Karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan kultural, afiliasi-afiliasi okupasi atau identifikasi partai
melalui proses sosialisasi dan pengalaman hidup, merupakan variabel-variabel yang secara sendiri-sendiri atau komplementer mempengaruhi perilaku politik seseorang. Pemilih seolah-olah berada dalam ruang dan waktu yang
kosong, yang keberadaan dan ruang geraknya ditentukan oleh posisi individu dalam lapisan sosialnya.
4. Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan masyarakat empowerment mulai tampak ke
permukaan sekitar dekade 1970-an dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an akhir abad ke-20. Konsep pemberdayaan dapat
dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada abad 20 yang lebih dikenal sebagai aliran post modernisme. Aliran ini
menitik beratkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur dan antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia
kekuasaan. Munculnya konsep pemberdayaan merupakan akibat dari reaksi
terhadap pikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang berkembang di suatu negara Pranarka 1996 dalam Hikmat, 1996
Konsep pemberdayaan menjadi basis utama dalam pembangunan masyarakat. Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumberdaya,
kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka. Konsep utama yang
terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan arah kehidupan sendiri dalam
komunitasnya Jim Ife 1995: 178 dalam Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003:37.
Kata pemberdayaan sebenarnya sangat terkait erat dengan konsep pembangunan alternatif yang dikemukakan oleh John Friedman. Konsep ini
menuntut adanya demokrasi, pertumbuhan ekonomi yang menjamin kepentingan rakyat banyak kesamaan gender dan keadilan antar generasi
Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003:42 Pemberdayaan adalah merupakan salah satu prinsip pengembangan
masyarakat. Konsep pemberdayaan menjadi basis utama dalam pembangunan masyarakat. Prinsip pengembangan masyarakat lainnya, yaitu pembangunan
terpadu dan seimbang, maksudnya bahwa pembangunan masyarakat pada dasarnya harus mencakup pembangunan politik, ekonomi, sosial, kultural,
lingkungan dan personil spiritual Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan politik pada dasarnya
sudah ada. Pemberdayaan ini mengupayakan agar masyarakat dapat berperan
lebih banyak dan mampu mengembangkan masyarakat pemilih dalam keterlibatan pembangunan demokrasi dan politik. Artinya bahwa masyarakat
perlu diperdayakan untuk lebih berperan dalam kontek pendidikan politik melalui Pemilu.
Prinsip lain dalam pengembangan masyarakat yang mempunyai peranan penting dengan pemberdayaan adalah partisipasi. Pemberdayaan dan
partisipasi merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan.
Salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi. Dalam hubungannya dengan pengembangan demokrasi, partisipasi masyarakat sebenarnya tidak
hanya terbatas dalam proses menentukan pemimpin dan apa yang harus dilakukan oleh pemimpin, tetapi menentukan proses demokrasi itu sendiri.
Dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi misalnya, masyarakat mempunyai peranan sangat signifikan dan menentukan percepatan proses
transisi konsolidasi demokrasi melalui bentuk partisipasi dan gerakan sosial lainnya Hollifiled dan Jillson 2000:3-20 dalam Muhammad Asfar, 2006:12.
Salah satu bentuk partisipasi yang sangat penting penting dilakukan oleh warga adalah keikutsertaan dalam Pemilihan Umum Pemilu. Yang
dimaksud Pemilu disini adalah Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden termasuk Pemilu Kepala Daerah Muhammad Asfar, 2006: 12-14.
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan dengan didasarkan hasil Pemilu Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk yang tingkat partisipasi politiknya cenderung menurun dibanding dengan Pemilu sebelumnya. Di satu sisi Pemilu Legislatif 2004
tersebut menggunakan sistem proposional dengan daftar calon terbuka, dan calon legislatif dipilih secara langsung.