Usaha Pemerintah Daerah Magetan Untuk Mempertahankan Eksistensi Batik Pring Di Kabupaten Magetan

commit to user 5. Motif Pring Gunung Gambar 24 Motif ini adalah motif terbaru ciptaan para pengrajin yang tergabung dalam koperasi Batik Pring Mukti Lestari. Motif ini biasa digunakan sebagai kain bawahan atau kain jarik. Gunung yang terdapat di dalam motif ini dimaksudkan sebagai perwujudan Gunung Lawu yang ada di barat desa ini. Sudah banyak pembeli yang memesan motif ini. Menurut ibu Indrarini, para seniman di daerah Jawa timur dan Jawa Tengah sudah banyak yang memakai kain ini. Misalnya Topan, Didi Kempot dan Cak Dikin. Semua motif yang ada di kerajinan Batik Pring Sidomukti ini mengambil dari benda-benda yang terdapat di lingkungan Desa Sidomukti, desa tempat batik ini dibuat. Sehingga motif batik ini tidak mempunyai arti khusus.

D. Usaha Pemerintah Daerah Magetan Untuk Mempertahankan Eksistensi Batik Pring Di Kabupaten Magetan

Keadaan politik yang kurang stabil sangat mempengaruhi kelangsungan ekonomi suatu negara. Itu pula yang terjadi pada kerajinan batik di Desa Sidomukti ketika krisis moneter pada tahun 1998 yang berpengaruh sampai kemunculan kembali batik Desa Sidomukti pada tahun 2000. Hal ini berpengaruh pada kerajinan batik dan mengakibatkan meredupnya usaha batik ini dan pada akhirnya menghilang. Sejak saat itu perekonomian Indonesia kurang stabil dan begitu banyaknya kekacauan di berbagai daerah, ketidakstabilan politik Indonesia yang dipergunakan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab commit to user memberikan pengaruhnya juga terhadap berkembangnya kerajinan batik di Desa Sidomukti. Faktor yang paling mencolok dari keterpurukan batik tulis adalah begitu berkembangnya teknologi yang menghasilkan tehnik printing dimana batik tulis mendapat pesaing yang tangguh karena konsumen pada umumnya lebih memilih harga yang relatif murah meskipun mutunya kurang bagus. Perbedaan antara batik tradisional dan batik modern yang jelas terlihat adalah dalam penggunaan warna. Pada batik tradisional warna yang dipergunakan cenderung warna-warna kalem dan lembut seperti coklat dan biru. Sedangkan dalam batik modern warna yang dipergunakan lebih berani yaitu warna-warna yang cerah seperti merah, oranye, hijau dan sebagainya. Motif juga sangat mempengaruhi berkembangnya kerajinan batik di Indonesia. Hilangnya aturan pemakaian motif larangan bagi masyarakat umum seolah memberikan keleluasaan bagi pengrajin batik untuk meningkatkan karya seninya. Meskipun sebenarnya larangan tersebut masih diterapkan. Jika kita masuk ke keraton, kita tidak boleh memakai batik dengan motif berbagai jenis Parang. Motif tersebut dianggap sebagai milik keluarga istana, sehingga jika kita berkunjung ke Keraton kita tidak boleh memakai motif tersebut. Adanya motif larangan tersebut bukan berarti mematikan kreatifitas pengrajin batik. Hal ini tidak mempengaruhi sama sekali dalam proses pembuatan batik. Pengrajin tetap memproduksi bahkan memakainya jika diluar pagar Keraton. Kerajinan batik sepertinya menerobos norma-norma otoriteritas kaum feodal. Membatik yang pada awalnya hanya dilakukan oleh para puteri keraton mulai keluar pagar dibawa oleh orang-orang dekat Keraton dan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Namun seiring dengan perkembangan jaman saat ini, ketika norma-norma kepakeman telah luntur dan liberilisasi diberbagai bidang begitu menggaung, kerajinan batik tulis mulai mengalami kejenuhan yang dapat menjadi embrio bagi keterpurukan kerajinan tersebut. Hal ini dikarenakan adanya krisis regenerasi dimana anak-anak muda saat ini kurang menyukai ketekunan dan keuletan penuh. Generasi muda di era teknologi canggih saat ini menginginkan sesuatu yang lebih praktis dan cepat. commit to user Krisis regenerasi yang dialami bukanlah karena kurangnya anak muda yang memakai produk batik, melainkan kurangnya yang mengerjakan batik khususnya batik tulis. Jika hanya sebagai konsumennya saja saat ini batik mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena batik saat ini sangat beragam baik dari warna, corak bahkan bentuk. Batik yang beredar saat ini bukan hanya jarik kain bawah sebagai pasangan kebaya saja, tetapi berkat kreatifitas para desainer batik maka berkembang pesat mulai baju-baju hem, t-shirt, rok, celana, sprei, taplak, sarung bantal guling bahkan pernak-pernik kecil sekalipun. Perkembangan tersebut bukan merupakan hasil dari kerajinan batik tulis melainkan produk dari batik printing, hanya coraknya saja yang sama. Jika dibandingkan dengan batik printing, dalam hal mutu batik tulis jelas lebih unggul karena batik tulis tidak luntur sehingga warnamya terjaga dengan baik karena batik tulis manjalankan proses pencelupan selama berkali-kali. Harga menjadi tolak ukur konsumen karena dalam hal harga, batik tulis lebih mahal. Untuk satu potong kain kemeja ukuran 2,25x1,5m batik Pring Sidomukti dipatok seharga Rp. 110-175.000,- tergantung motif yang dipesan. Sedangkan batik printing dipatok seharga Rp. 70.000,- bahkan ada yang lebih murah. Persaingan antara batik tulis dengan batik printing ini sangat memojokkan para pengrajin batik Pring Sidomukti karena walaupun para pengrajin menerima pesanan batik printing, umumnya para pembeli lebih memilih memesan batik tulis. Hal ini sangat menyulitkan para pengrajin dikenakan lamanya proses pengerjaan batik yaitu sekitar 14 hari untuk selembar kain jarik. Para pengrajin lebih memilih mempertahankan mutu sehingga memerlukan waktu yang lumayan lama. Puncaknya pada tahun 2006 lalu saat Pemkab Magetan mempunyai hajat pengadaan seragam kain batik bagi pegawai di lingkungan Pemkab setempat. Tetapi karena Pemkab menginginkan 30.000 lembar kain batik tulis dan meminta waktu yang cepat, akhirnya para pembatik tidak sanggung memenuhi permintaan tersebut. Mereka pesan kain batik ke Solo, tapi menggunakan motif kain batik khas Sidomukti. Pada 2007, kejadian itu kembali terulang, di mana motif khas Sidomukti, yaitu Batik Pring Sedapur, kembali commit to user dikerjakan oleh perajin batik dari Solo. Hal ini berdampak terhadap mata pencarian perajin batik asal Sidomukti. Seharusnya, Pemkab setempat memberdayakan perajin lokal, bukannya mematikan usaha perajin Sidomukti wawancara dengan Ibu Sumini, salah satu pembatik di Desa Sidomukti pada 23 September 2010. Adanya peran pemerintah baik lewat pemerintah desa, Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun Pemkab Magetan sendiri dan sektor swasta sebagai pengusaha harus mampu menciptakan iklim yang mantap bagi perkembangan kerajinan batik pring di Desa Sidomukti. Melihat keadaan industri batik yang semakin terpuruk, pemerintah tidak tinggal diam saja. Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara MenPAN mewajibkan seluruh PNS menggunakan Batik atau kain Tradisional setiap Hari Jum’at dan acara-acara resmi lainnya. Aturan ini sangat menggairahkan kewirausahaan batik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri no 53 tahun 2009. Sebelum dikeluarkan peraturan menteri, sebenarnya pemerintah Kabupaten Magetan sudah mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan PNS dan jajaran Staf di Kabupaten untuk memakai batik. Batik yang diharuskan untuk dipakai adalah batik khas Magetan yaitu batik pring desa Sidomukti untuk hari Jum’at dan batik bebas setiap hari Kamis. Hal ini merangsang perkembangan usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Peraturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bupati PerBup No. 88 tahun 2006 tentang pakaian Dinas Pegawai dan Pejabat di Lingkungan Kabupaten Magetan dan Peraturan Bupati no 90 tahun 2006 tentang Tanda Pengenal Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Magetan pada poin G. Hal ini merangsang perkembangan usaha batik pring cukup baik walau tidak terlalu besar. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Magetan ini ternyata tidak dilakukan sepenuhnya dengan tujuan untuk mengembangkan Batik Pring Sidomukti. Hal ini terbukti dengan adanya pemesanan sebanyak 30.000 potong batik kepada pengusaha batik di luar Magetan. Namun, motif batik tersebut adalah motif Batik Pring Sidomukti. commit to user Sebelumnya, Pemkab Magetan telah memesan batik dari perajin di Desa Sidomukti, dengan alasan terlambat memproduksi, pihak pemkab akhirnya memesan kepada produsen kain batik di Surabaya. Menurut bapak soetikno, mengenai motif batik Sidomukti yang diklaim sebagai motif temuan perajin asal Desa Sidomukti, adalah masalah ketidaktahuan para perajin. Sebenarnya, motif batik yang merupakan temuan perajin asal Magetan, bahkan, sampai dilombakan adalah motif batik yang diberi nama Pring Sedapur, bukan batik Sidomukti. Karena, Sidomukti adalah nama dari motif kain jarik, yang sudah ada sejak dulu. Sesuai prosedur yang ditetapkan pemerintah, pengadaan barang dan jasanya yang nilainya di atas Rp100 juta harus melalui lelang tender. Dan untuk tender harus mengikuti ketentuan yang ada, dan itu tidak akan bisa dipenuhi oleh para perajin batik di Magetan yang umumnya adalah usaha rumah tangga. Lelang pengadaan batik untuk seragam pegawai pemkab itu pun dibuka untuk umum yang diikuti oleh 75 pengusaha, dan dimenangkan oleh pengusaha dari Surabaya. Dari hasil pertemuan antara Pemkab dan wakil dari pengrajin batik Pring untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Magetan, termasuk home industry, pihak pemkab juga mensyarakatkan kepada pemenang tender agar mau menyisihkan sebagian dari keuntungan dari pekerjaan pengadaan barang dan jasa yaitu pengadaan 30.000 potong batik. Pemenang tender sanggup memberikan Rp. 40 juta dari keuntungannya untuk membantu mengembangkan perajin batik di Magetan. Selain dari hal-hal tersebut, pihak Pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Perindustrian memberikan bantuan mesin printing kepada para pengrajin. Pihak Disperindag juga melakukan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat Desa Sidomukti khususnya ibu-ibu rumah tangga tentang cara-cara pembuatan batik Pring Sidomukti. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan batik khas Magetan ini dan memperkenalkannya ke masyarakat luas kalau Magetan juga mempunyai batik yang bernama Batik Pring Sidomukti. Pemerintah juga membuat akun di Internet baik itu Blog maupun Facebook untuk memberikan sarana promosi yang baik agar batik Pring Desa Sidomukti lebih dikenal dalam masyarakat luas. commit to user 83

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan daiatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kerajinan batik di desa Sidomukti telah lama berkembang di masyarakat desa Sidomukti khususnya berpusat di Dukuh Papringan. Walaupun hanya terbatas pada beberapa orang, tetapi menjadi warisan turun temurun yang diturunkan kepada keturunannya masing-masing. Batik ini sempat menghilang selama beberapa dekade. Baru muncul kembali pada tahun 70-an tapi dengan motif yang berbeda yaitu motif bambu atau yang terkenal dengan sebutan motif Pring Sedapur. Motif ini terinspirasi dari keadaan desa tempat batik ini muncul di dukuh Papringan yang masih banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon bambu. Dari sinilah tercipta motif-motif batik Pring Sidomukti yang pada intinya adalah bambu yang dikolaborasi dengan motif-motif lain seperti garuda, cucak rowo, bunga-bunga, naga dan binatang-binatang serta tumbuh- tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar Gunung Lawu., yang kesemuanya itu merupakan hasil dari alam gunung Lawu. Mulai diperkenalkan kepada masyarakat umum sekitar tahun 2002 sampai sekarang para pembatik di Desa Sidomukti sudah berhasil menciptakan 21 motif batik. Sayangnya sekarang ini, Industri kerajinan batik di Kabupten Magetan bisa dibilang mengalami krisis. Krisis yang dimaksud lebih kepada krisis regenerasi. Krisis regenerasi yang dialami bukanlah karena kurangnya anak muda yang memakai produk batik, melainkan kurangnya generasi yang menekuni batik khususnya batik tulis. Jika hanya sebagai konsumennya saja saat ini batik mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena batik saat ini sangat beragam baik dari warna, corak bahkan bentuk. Batik yang beredar saat ini bukan hanya