commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman budaya yang dihasilkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Budaya tersebut
menunjukan identitas dari suatu kelompok sebagai penunjang identitas nasional, namun letak geografis yang terpisah dan tersebar luas serta sifat terbuka bangsa
Indonesia memungkinkan adanya pengaruh dari kebudayaan Negara lain yang akan menimbulkan pergeseran atau perubahan tata kehidupan bagi masyarakat.
Keanekaragam warisan budaya sangatlah teramat penting untuk kita lestarikan keberadaannya. Budaya tersebut menunjukan identitas dari suatu kelompok yang
akhirnya diharapkan menjadi identitas nasional. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang agama, sejarah, adat istiadat,
kebudayaan, dan kesenian yang beraneka ragam serta letak geografis yang terpisah dan tersebar luas membentuk suatu identitas bangsa.
Kebudayaan itu sendiri memiliki unsur-unsur pokok yang dapat menunjang perkembangannya. Salah satu unsurnya adalah kesenian yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan bangsa. Kesenian harus ditumbuhkembangkan sebagai ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa yang lainya. Seni berfungsi juga sebagai cermin masyarakat Indonesia yaitu sebagai suatu bentuk ekspresi yang mengandung nilai-nilai dan
pola perilaku masyarakat untuk menopang identitas dan solidaritas kelompok masyarakat Soedarsono;1974:23.
Salah satu bentuk karya seni bangsa Indonesia yang dikagumi dunia adalah batik. Nilai seni yang ada pada batik tidak terbatas hanya pada keindahan
penampilan. Lebih dari itu batik memiliki keragaman yang hadir melalui ragam hias penyusunan pola dengan makna filosofi. Batik dengan segala seluk beluknya,
telah menempuh perjalanan panjang sejak beberapa tahun silam dalam kebudayaan Indonesia. Sehelai batik dapat menyiratkan dinamika budaya melalui
commit to user
pola dan ragam hiasnya, tumbuh dan berkembang seirama dengan berjalannya waktu dan lingkungan.
Batik merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia yang mempunyai nilai tinggi. Batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang
lalu. Bahkan sebelum hindu Jawa dan merupakan warisan budaya nenek moyang yang adi luhung dan bersifat turun temurun. Disamping keindahan bentuk dan
coraknya, batik menyimpan nilai filosofi yang tinggi karena motifnya melambangkan kehidupan dan kondisi alam. Batik cukup di kenal sejak zaman
nenek moyang kita, khususnya masyarakat Jawa. Di kalangan para leluhur, membatik merupakan kegiatan yang dapat dilakukan sehari-hari bahkan untuk
kalangan tertentu, misalnya keraton, kain batik dengan motif tertentu menjadi pakaian kebesaran Destin Huru Setiati; 2007:iii, 1.
Pada awalnya batik dikerjakan berdasarkan kebutuhan keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena
banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Proses pembuatan batik dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita
dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang
digemari, baik wanita maupun pria mepow.wordpress.com. Dalam pembuatan batik tradisional terdapat empat aspek yang
diperhatikan, yakni motif, warna, teknik pembuatan, dan fungsinya. Batik memiliki keindahan visual karena semua ornamen, isian dalam pola atau “carik”
tersusun dengan rapi dan harmonis. Batik juga memiliki keindahan spiritual karena pesan, harapan, ajaran hidup dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dari
pembuat batik dituangkan dalam pola batik. Ragam hias batik merupakan ekspresi keadaan diri dan lingkungan penciptanya. Ragam hias batik dibagi menjadi dua,
yakni batik keraton dan batik pesisiran Sariyatun, 2005: 3. Di daerah-daerah tertentu terdapat usaha atau industri batik yang masih
bersifat tradisional dan bersifat kerajinan tunggal atau sambilan. Hasil kerajinan
commit to user
batik tradisional tersebut mempunyai gaya, corak, motif dan pewarnaan khas yang kuat, contohnya batik Jogja, batik Surakarta, batik Cirebon dan batik Pekalongan.
Batik-batik daerah tersebut apabila kita cermati tampak adanya perbedaan, baik pada corak, motif maupun pewarnaannya Destin Huru Setiati;2007:3.
Di Jawa Timur, terdapat sejumlah motif batik khas. Mulai dari khas Madura, khas Sidoarjo, hingga khas Sidomukti di Magetan. Di Sidoarjo,
misalnya, batik sudah mulai muncul sejak tahun 1920-an. Ada juga yang menyatakan batik sudah ada sejak tahun 1922-an. Namun, yang jelas kegiatan
perbatikan di Sidoarjo memang ada dan sudah ada sejak sebelum jaman kemerdekaan. Hal ini ditegaskan dengan keberadaan sentra batik yang ada di
wilayah Sidoarjo. Antara lain Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon, Desa Sekardangan Kecamatan Sidoarjo, dan Kampung Jetis Pekauman Kecamatan
Sidoarjo. Pada 1970-an, industri batik Sidoarjo menjadi salah satu tiang penopang
ekonomi utama dari hampir seluruh rumah tangga di Kampung Jetis. Namun, pernah juga mengalami masa surut yang cukup lama. Baru beberapa tahun
belakangan sentra batik tersebut menggeliat kembali. Dan kini batik telah menjadi perhatian dan disukai masyarakat secara luas. Para perajin batik pun mulai
bergairah. Selain batik Sidoarjo, ada batik yang khas di Kabupaten Magetan yang
dimenal dengan nama batik pring sidomukti. Batik Sidomukti tak jauh berbeda dari batik daerah lainnya. Namun, sebenarnya Batik Sidomukti Magetan
mempunyai ciri khusus pada motifnya, yakni motif “Pring Sedapur” atau serumpum bambu. Menurut ketua Kelompok Perajin Batik Pring Sedapur, Mukti
Rahayu, Indrawati, motif ini diambil dari rumpunan tumbuhan bambu yang tumbuh mengelilingi kawasan Dusun Papringan di Desa Sidomukti, tempat batik
tulis ini dibuat untuk pertama kalinya sekitar tahun 1970 www. Kompas. Com. Menurut bu Indra, seiring dengan berjalannya waktu, jumlah anggotanya
tidak bertambah banyak, sebaliknya malah terus berkurang. Jika dulu, awal kelompok perajin batik yang terdiri dari dua kelompok ini didirikan pada tahun
2000 beranggotakan 60 orang, kini hanya tinggal 50 orang untuk masing-masing
commit to user
kelompok. Banyak yang beralih menjadi petani. Karena jika hanya mengandalkan sebagai seorang perajin, tidak mencukupi dari segi ekonomi. Pada sisi lain, ibu
Indra menerangkan bahwa untuk membuat sebuah batik diperlukan kesabaran dan ketelitian. Pembatik di Desa Sidomukti mengaku tetap mempertahankan keaslian
proses pembuatan batik secara tradisional. Tak heran jika pengerjaan sebuah batik membutuhkan waktu empat hari hingga satu minggu lamanya. Hal ini untuk
mempertahankan keasliannya dan kepuasan konsumen. Meski demikian, perajin batik Sidomukti juga melayani batik cap untuk memenuhi kebutuhan
pelanggannya. Jadi semua tergantung dari keinginan pelanggan. Batik tradisional atau tulis ada, demikian juga untuk batik cap juga tersedia.
Menurut bapak Tikno, Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan, di desanya telah ada sekitar 15 perajin batik yang membuat batik di Balai Desa
Sidomukti dan sekitar 30 orang di Desa Papringan Magetan. Kebanyakan yang dipesan adalah batik tulis. Pemesannya adalah seniman, seniwati Magetan. Selain
itu, mereka juga berasal dari Ngawi, Ponorogo, Karanganyar, dan sekitarnya. Tikno mengakui, warganya memang lemah di bidang pemasaran. Batik Sidomukti
menurut informasi Pemkab Magetan, sudah ada sejak dahulu kala namun sulit dilacak tepat waktunya. Seiring perkembangan zaman, kerajinan batik tersebut
mulai redup dan nyaris tak ada lagi. Dan baru mulai hidup kembali sejak tahun 2000. Kesulitan sekarang adalah soal permodalan, hak paten dan pengakuan motif
khas Magetan. Semua ini masih diperjuangkan, selain menunggu suntikan dana dari Pemkab.
Untuk sementara ini, bahan batik seperti kain dan malam diperoleh dari Solo. Karena pengerjaannya masih manual, batik pring sidomukti ini belum
banyak dikenal seperti batik Solo atau batik Pekalongan. Meski begitu, para pengusaha batik tersebut tidak berhenti untuk membidik pasarnya. Bidikan pasar
selama ini diarahkan kepada pembuatan seragam sekolah, mulai dari SD, SMP dan SMA.
Batik khas Magetan ini, sulit berkembang, akibat kalah bersaing dengan batik dari daerah lain seperti batik Solo dan Pekalongan. Keberadaan batik khas
Magetan dengan motif pring sedapur dari tahun ke tahun semakin terpuruk di
commit to user
tingkat pasar lokal, akibat masuknya batik Solo dan Pekalongan. Meski batik pring sedapur telah diakui oleh pemerintah daerah setempat sebagai batik khas
Magetan, namun terus terang perhatian dari Pemkab Magetan sendiri dinilai masih kurang, sehingga sulit berkembang. Bentuk perhatian dari Pemkab Magetan
sempat diwujudkan dengan pemesanan seragam bagi pegawai negeri sipil PNS dari beberapa instansi pemerintah. Meski pesanannya tidak banyak, namun cukup
membuat pengrajin bertahan, waktu itu. Hingga
akhirnya, pada
tahun 2006
lalu, Pemkab
Magetan menginstruksikan semua pegawai negeri sipil PNS di lingkungannya memakai
baju batik khas Magetan, Pring Sedapur. Namun, ironisnya, instruksi tersebut tidak diikuti dengan order sebanyak 15.000 helai kain dari Pemkab Magetan ke
Kelompok Perajin Batik Magetan di Desa Sidomukti. Malahan, Pemkab Magetan telah memesan seragam batik bagi seluruh karyawannya dengan motif khas
Magetan tersebut ke Solo, Jawa Tengah. Alasannya, para pengrajin dinilai tidak mampu memenuhi order sebanyak itu dengan teknik batik yang masih batik tulis.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Magetan, Suko Winadi, menyatakan penolakannya jika Pemkab Magetan tidak ada perhatian
terhadap kelompok perajin batik khas Magetan ini. Perhatian telah diwujudkan dengan serangkaian bantuan yang diberikan kelompok perajin. Mulai dari bantuan
modal pada tahun 2002 dan 2004 lalu dan alat lainnya. Meski belum dapat diberikan setiap tahunnya, namun pemkab setempat telah ada aksi
www.kompas.com. Menurut bapak Suko, bantuan terbaru yang diberikan Pemkab kepada
anggota kelompok perajin adalah pemberian satu paket alat produksi batik cap senilai Rp110 juta. Alat tersebut terdiri dari mesin pewarna kain, pengering, bak
penampungan, alat cap, loyang, dan pengolahan limbah. Dengan diberikannya bantuan tersebut, diharapkan agar batik khas Magetan mampu bersaing di tingkat
pasar lokal. Bantuan tersebut untuk meningkatkan kemampuan produksi kecil menjadi menengah. Sehingga order bisa bertambah dan tidak fokus pada batik
tulis saja. Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang batik Pring Sidomukti di Kabupaten Magetan
commit to user
dengan mengambil judul BATIK PRING DESA SIDOMUKTI Studi Nilai Budaya dan Perkembangan Kerajinan Batik di Kabupaten Magetan.
B. Perumusan Masalah