2.11. Komplikasi DBD
Komplikasi DBD antara lain Hadinegoro dan Satari, 2004: 1. Enselopati dengue
Hal ini terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdrahan. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahaan, dapat
menjadi penyebab terjadinya enselopati. Enselopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Pada enselopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang, dan dapat terjadi pada DBDDSS. 2. Kelainan Ginjal
Pada umumnya terjadi gagal ginjal pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah syok telah teratasi dengan baik. Untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi, diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan. Diuresis diusahakan 1 mlkg berat badanjam. Oleh karena itu bila syok yang
belum diatasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
3. Udem paru Komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian cairan yang berlebihan.
Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
Universitas Sumatera Utara
perembasan plasma masih terjadi. Apabila cairan yang diberikan berlebih kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit, maka akan terjadi rearbsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
2.12. Penatalaksanaan DBD
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai 100.000pl atau kurang dari 1-2 trombositIpb rata-rata
dihitung pada 10 Ipb terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Indikasi untuk pemberian cairan yakni terjadinya peningkatan
hematokrit 20 atau lebih yang mencermikan perembesan plasma. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat
diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat
sehari di rumah sakit kelas B danA Hadinegoro dan Satari, 2004. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia
dan muntah. Jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit merupakan jenis minuman yang dianjurkan. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun
Universitas Sumatera Utara
pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali Hadinegoro
dan Satari, 2004.
2.13. Pencegahan dan Pengendalian DBD