pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali Hadinegoro
dan Satari, 2004.
2.13. Pencegahan dan Pengendalian DBD
Pengendalian demam berdarah dengue didasarkan pada pemutusan rantai penularan. Dalam hal demam berdarah dengue, komponen penularan terdiri dari
virus, Aedes aegypti, dan manusia. Karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pengendalian ditujukan kepada manusia dan
terutama vektornya Soedarmo, 2009. Pencegahan dan pengendalian Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan
berdasarkan manajemen penyakit berbasis lingkungan. Dengan mempelajari patogenesis penyakit dapat ditentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa
melakukan pencegahan. Tanpa mengetahui patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan. Kejadian penyakit merupakan
hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit Achmadi, 2008.
Dengan mengacu pada teori simpul, maka pengelolaan dilakukan pada simpul 2 dan 3. Simpul 2 menyangkut media transmisinya, berupa nyamuk dengan habitatnya
yang memungkinkan nyamuk pembawa virus dengue ini berkembang. Pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
pada simpul 3, terkait dengan perilaku manusia yang memudahkan nyamuk berkembang biak dan menularkan virus tersebut kepada manusia Anies, 2006.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD. Sampai saat ini belum ada ditemukan obat anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang
dapat melindungi diri terhadap infeksi virus dengue. Oleh karena itu perlu pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuannya untuk menurunkan
kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan vektor menghilang Soegijanto, 2008.
Pada umumnya terdapat empat cara pengendalian vektor, yaitu dengan cara kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanikpengelolaan lingkungan Soegijanto, 2008.
1. Pengendalian cara kimiawi Insektisida dapat digunakan terhadap nyamuk Aedes aegypti dewasa atau
larva. Insektisida yang digunakan antara lain, dari golongan organoklorin, organophospor, karbamat, dan piretroid. Bahan-bahan insektisida tersebut
dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan sray terhadap rumah- rumah penduduk. Insektisida yang digunakan untuk larva yaitu dari
golongan organophospor themepos dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya abatisasi.
2. Pengendalian biologis Disebut juga pengendalian hayati yang dilakukan dengan menggunakan
kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan
sebagai patogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti
Universitas Sumatera Utara
ikan kepala timah Panchaxpanchax, ikan gabus Gambusiaaffinis adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Romanomarmis
inyengari dan R. Culciforax merupakan parasit larva nyamuk dari
golongan cacing nematoda. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali
hayati larva nyamuk ditempat perindukannya. 3. Pengendalian cara radiasi
Pengendalian ini dilakukan dengan meradiasi nyamuk jantan dengan bahan radioaktif dengan dosisi tertentu sehingga menjadi mandul.
Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina tidak akan
menghasilkan telur yang fertil. 4. Pengendalian lingkungan
Menurut WHO, 2004 pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan. i Modifikasi
lingkungan: transformasi jangka panjang dari habitat vektor berupa perbaikan suplai dan persediaan air bagi daerah yang persediaan air tidak
adekuat karena hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti akibat dari penggunaan wadah
yang besar yang tidak mudah dibersihkan, tanki atau reservoir diatas atau bangunan pelindung jairingan pipa air, maupun tanki penyimpanan di
bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk. ii Manipulasi lingkungan: perubahan sementara habitat vektor sebagai hasil dari
Universitas Sumatera Utara
aktivitas yang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak disukai dalam perkembangbiakan vektor. Modifikasi lingkungan
misalnya, pemberian lobang pada potvas bunga untuk saluran air keluar, bunga hidup dalam wadah air harus diganti setiap minggu dan dibersihkan
sebelum dipakai kembali, penyimpanan air rumah tangga harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat yang harus ditempatkan kembali dengan
benar setelah mengambil air, ban bekas yang terkena air hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk untuk itu sebaiknya diisi
dengan tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman maupun pembatas jalan. Menurut Soegijanto, 2008 sekarang yang digalakkan oleh
pemerintah yaitu 3M yaitu: 1 menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit
seminggu sekali, 2 menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa, 3
menanammenimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan.
Dari semua cara pengendalian tersebut diatas tidak ada satupun yang paling unggul. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dilakukan kombinasi dari
beberapa cara tersebut diatas. Namun, yang paling penting dari semua hal tersebut adalah menggugah
dan meningkatkan
kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkugannya dan memahami mekanisme terjadinya
penularan DBD, sehingga dapat berperan aktif menanggulangi penyakit DBD Soegijanto, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.14. Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Penular