5.3. Kejadian Demam Berdarah Dengue Menurut Tempat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kasus terjadi wilayah Puskesmas Helvetia dan yang paling sedikit terjadi wilayah Puskesmas Darussalam
dan Glugur Kota. Tingginya kasus di wilayah Puskesmas Helvetia dikarenakan wilayah puskesmas tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk.
Sedangkan wilayah puskesmas dengan kasus DBD paling rendah dikarenakan merupakan wilayah pemukiman yang paling sedikit penduduknya.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hariani 2009 yang mengatakan tingginya kasus oleh karena kelurahan dengan kasus terbanyak merupakan wilayah pemukiman
yang padat penduduk. Dan penelitian Putri 2008 mengatakan bahwa daerah yang kepadatan penduduknya yang tinggi memiliki jumlah kasus DBD terbanyak.
Hal ini juga sesuai dengan teori simpul, dimana interaksi antara manusia dengan lingkungannya memiliki potensi sehingga suatu penyakit terjadi. Seperti
halnya kepadatan penduduk simpul 3 memiliki potensi untuk menimbulkan penyakit DBD simpul 4 Anies, 2006. Kepadatan penduduk mempengaruhi proses
penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain Achmadi, 2011. Tingginya jumlah penduduk disuatu daerah diasumsikan bahwa penularan demam
berdarah yang terjadi cukup tinggi. Sehingga jumlah kasus demam berdarah dengue yang ada cukup tinggi.
5.4. Kejadian Demam Berdarah Dengue Menurut Bulan
Kejadian demam berdarah dengue sebagian besar terjadi pada bulan Januari dan yang paling rendah terjadi pada bulan agustus. Di Indonesia terdapat dua musim
yaitu, musim kemarau dan musim hujan. Provinsi Sumatera Utara termasuk daerah
Universitas Sumatera Utara
yang rata-rata curah hujannya cukup tinggi sepanjang tahun. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau terjadi pada bulan April
hingga September. Tinggi atau rendahnya jumlah kasus DBD sesuai dengan kondisi musim yang ada di Indonesia.
Sesuai dengan penelitian Hariani 2009, terjadinya peningkatan kasus demam berdarah dengue pada saat musim hujan. Penelitian Asmara 2008, mengatakan
bahwa kasus tersangka DBD tertinggi terjadi pada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim hujan, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegipty yang pada
musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Sehingga populasi nyamuk Aedes aegipty meningkat
Depkes, 2005. Turunnya hujan mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk dan
meningkatkan kepadatan populasi nyamuk vektor WHO, 2012. Jumlah kasus DBD sebagian besar terjadi pada bulan Januari, dimana bulan januari termasuk dalam bulan
musim hujan. Sehingga jumlah kasus DBD pada bulan tersebut cukup tinggi. Pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Jumlah kasus yang rendah terjadi pada bulan Agustus, dimana bulan tersebut
termasuk kedalam bulan musim kemarau. Pada saat musim kemarau jumlah populasi nyamuk vektor tidak sebanyak pada musim hujan, dikarenakan berkurangnya tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor.
Universitas Sumatera Utara
5.5. Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk di Kota Medan Tahun
2012
Pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk berdasarkan laporan bulanan petugas kesehatan lingkungan Subdin Promosi dan Penyehatan Lingkungan
menunjukkan bahwa yang paling banyak dilakukan oleh Puskesmas Medan Johor, dan yang paling sedikit dilakukan oleh Puskesmas Padang Bulan. Dan Puskemas
Medan Johor tidak memberikan laporan bulanan, sehingga diasumsikan kemungkinan besar puskesmas tersebut tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan 3M Plus Menguras, mengubur, menutup dan lain-lain dan kegiatan PSN ini paling sedikit dilakukan pada bulan
desember. Penanggulangan demam berdarah dengue dilakukan dengan pemberantasan
vektor dimana cara yang harus dilakukan terus-menerus untuk mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti. Dilakukan dengan menguras bak mandi, membuang kaleng,
botol, ban dan semua yang mungkin menjadi termpat bersarangnya nyamuk Soedarmo, 2009.
Penanggulangan DBD berdasarkan manajemen penyakit berbasis lingkungan. Dalam teori simpul, terutama menyangkut simpul 2 dan simpul 3. Simpul 2
menyangkut media transmisinya berupa nyamuk dengan habitatnya. Pengelolaan pada simpul 3, terkait dengan perilaku manusia yang memudahkan nyamuk
berkembang dan menularkan virus pada manusia. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan dengan membersihkan menguras tempat penyimpanan air, menutup rapat
tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, menutup luban-lubang
Universitas Sumatera Utara
pada pagar dengan tanah untuk mengurangi tempat berkembangbiaknya nyamuk penular Anies, 2006.
Kegiatan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk yang paling banyak dilakukan oleh Puskesmas Medan Johor, dapat diasumsikan bahwa kesadaran
masyarakat di wilayah tersebut sudah cukup tinggi dan diperolehnya informasi yang cukup mengenai pentingnya pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk dari petugas
kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang baik akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekitar, yang mendorong masyarakat di
wilayah tersebut melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Wilayah Puskesmas Padang Bulan merupakan wilayah yang paling sedikit
melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk. Wilayah padang bulan merupakan wilayah dimana sebagian besar dihuni oleh anak kost-kostan. Oleh karena itu
kecenderungan untuk memperhatikan kebersihan lingkungan sekitarnya rendah. Hal ini diasumsikan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat wilayah sekitar
untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dan kurangnya peran petugas kesehatan lingkungan untuk menggalakkan pelaksanaan pemberantasan sarang
nyamuk. Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan yang menjadi target frekuensi
pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk yaitu sebanyak 400 kali dalam 1 tahun atau 400 rumah dalam 1 tahun. Frekuensi pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk
diasumsikan sama dengan jumlah rumah, misalnya 20 kali pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk sama dengan 20 rumah di wilayah puskesmas tertentu
yang diamati petugas kesehatan lingkungan melaksanakan pemberantasan sarang
Universitas Sumatera Utara
nyamuk. Berdasarkan tabel 4.5. terdapat 19 puskesmas yang mencapai target frekuensi pemberantasan sarang nyamuk pada tahun 2012 dan masih terdapat 20
puskesmas yang belum mencapai target. Hal ini diasumsikan bahwa masih kurangnya koordinasi dengan kepala lingkungan atau kepala lurah diwilayah puskesmas
tersebut. Jika dilihat dari sudut pandang waktu, maka pelaksanaan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk yang paling sedikit terjadi pada bulan Desember. Ini dikarenakan pada bulan tersebut banyak puskesmas yang tidak memberikan laporan
bulanan. Hal ini diasumsikan, apabila tidak melaporkan maka kemungkinan besar tidak dilakukannya kegiatan pemberantasan sarang nyamuk pada bulan tersebut.
Hal tersebut diatas menjadi kelemahan data laporan frekuensi pemberantasan sarang nyamuk, jika puskesmas tersebut tidak memberikan laporan pada bulan
tertentu maka puskesmas tersebut dianggap tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk atau sama dengan nol sehingga sulit untuk menginterpretasikan bagaimana
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah puskesmas tersebut. Studi ekologi yang digunakan dalam penelitian ini juga memiliki keterbatasan, dimana hanya
mengacu pada seluruh populasi sehingga tidak bisa menghubungkan antara pemaparan exposure dengan penyakit outcome terhadap individu.
5.6. Angka Bebas Jentik di Kota Medan Tahun 2012