6. antibiotik, dan belum sesuai dengan standar daftar obat dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 159Menkes SKIV 2014 tentang Formularium Nasional.
7. Puskesmas Mandala dalam melaksanakan pelayanan kesehatan belum mampu
mengimplementasikan konsep gatekeeper, dimana dari sisi pemahaman petugas tentang konsep gatekeeper masih kurang baik, masih banyaknya
pasien rujukan APS membuktikan bahwa puskesmas belum mampu menata sistem rujukan agar dapat melakukan penapisan pelayanan yang perlu dirujuk
sehingga mengurangi beban kerja rumah sakit, serta belum mampu meningkatkan kepuasan peserta dengan memberikan pelayanan kesehatan
yang berkualitas disebabkan fasilitas alat kesehatan dan obat-obatan yang masih belum lengkap.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah: Kepada Puskesmas Mandala :
1. Diharapkan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas lebih tegas dalam
memberikan rujukan kepada pasien dan sesuai dengan prosedur pelaksanaan rujukan BPJS Kesehatan.
2. Diharapkan pihak Puskesmas Mandala dapat mengevaluasi dan berdiskusi
kembali tentang jenis dan jumlah kebutuhan obat di puskesmas sehingga kekurangan obat tidak terjadi khususnya obat antibiotik dan agar sesuai
dengan formularium nasional yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Diharapkan pihak Puskesmas Mandala agar memberikan sosialisasi
kepada masyarakat tentang program JKN khususnya mengenai sistem rujukan berjenjang, agar pasien dapat mengerti prosedur rujukan yang ada.
Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan : 1.
Diharapkan pihak Dinas Kesehatan Kota Medan bekerjasama dengan pihak Puskesmas Mandala dapat melengkapi fasilitas alat kesehatan agar
sesuai dengan kompedium alat kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat 2.1.1 Pengertian
Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun
2014,
Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas juga merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupatenkota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; c hidup dalam lingkungan sehat; dan d memiliki
derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2.1.2 Fungsi Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas,
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas menyelenggarakan fungsi: a penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Masyarakat tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi nya Puskesmas berwenang untuk: a menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu; b menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: a pelayanan promosi kesehatan; b pelayanan kesehatan lingkungan; c
pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d pelayanan gizi; dan e pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas untuk
mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupatenkota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk : a rawat jalan; b pelayanan gawat darurat; c pelayanan satu hari one day
care; d home care; dan e rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
2.1.3 Pelayanan Puskesmas
Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan dan puskesmas rawat inap.
a. Pelayanan rawat jalan Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani
pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan
merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas. b. Pelayanan rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif
terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang
melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak
lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Panduan Praktis Pelayanan BPJS Kesehatan
Gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Konsep Gatekeeper
Konsep Gatekeeper menurut Panduan Praktis Gate Keeper Concept Faskes BPJS Kesehatan adalah konsep sistem pelayanan kesehatan dimana
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya dan memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medik. Puskesmas sebagai gatekeeper berfungsi sebagai kontak pertama pasien, penapis rujukan serta
kendali mutu dan biaya.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berfungsi optimal sebagai gatekeeper biasanya akan memberikan iuran kualitas kesehatan yang lebih baik
kepada peserta, akan mengurangi beban negara dalam pembiayaan kesehatan karena mampu menurunkan angka kesakitan dan mengurangi kunjungan ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan serta terdistribusi lebih besar dibandingkan dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan lebih tinggi. Puskesmas sebagai salah satu FKTP memiliki kewajiban untuk menjadi
gatekeeper terlebih lagi dalam era BPJS Kesehatan. Agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan sebagai berikut : 1 Mengoptimalkan peran fasilitas kesehatan
tingkat pertama dalam sistem pelayanan kesehatan 2 Mengoptimalkan fungsi fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar
kompetensinya 3 Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di fasiltias kesehatan tingkat lanjutan dengan melakukan penapisan pelayanan yang perlu
dirujuk sehingga mengurangi beban kerja rumah sakit 4 Menata sistem rujukan
Universitas Sumatera Utara
5 Meningkatkan kepuasan peserta dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Puskesmas memiliki empat fungsi pokok sebagai gatekeeper yaitu : 1. Kontak pertama pelayanan First Contact
Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali mendapat masalah kesehatan.
2. Pelayanan berkelanjutan Continuity Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan peserta dapat berlangsung
secara berkelanjutankontinyu sehingga penanganan penyakit dapat berjalan optimal.
3. Pelayanan paripurna Comprehensiveness Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan yang komprehensif
terutama untuk pelayanan promotif dan preventif. 4. Koordinasi pelayanan Coordination
Fasilitas kesehatan tingkat pertama melakukan koordinasi pelayanan dengan penyelenggara kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
peserta sesuai kebutuhannya Gatekeeper Concept BPJS Kesehatan. Menurut penelitian Suhartati 2015 dapat diketahui bahwa pemahaman
Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas Merdeka sebagai gatekeeper sudah cukup baik dimana puskesmas sebagai kontak pertama dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, puskesmas sebagai pemberi pelayanan berkelanjutan dengan melakukan control ulang pada pasien, puskesmas sebagai pelayanan yang paripurna
memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan
Universitas Sumatera Utara
puskesmas sebagai koordinasi pelayanan dengan melakukan koordinasi antar FKTP, FKTL maupun dinkes. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ali 2014 bahwa pemahaman petugas puskesmas sebagi pintu masuk atau penapis rujukan gatekeeper di kota Ternate cukup baik.
2.1.5 Ketersedian Tenaga Kesehatan
Sumber daya manusia di puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Tenaga kesehatan di puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Permenkes No. 75
Tahun 2014. Jenis tenaga kesehatan di puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer; b. dokter gigi;
c. perawat; d. bidan;
Universitas Sumatera Utara
e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik; h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan di puskesmas harus dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.
Menurut penelitian Gulo 2015 diketahui bahwa ketersediaan sumber daya manusia terhadap pelayanan kesehatan seperti dokter gigi, tenaga analis,
tenaga kefarmasian tidak terpenuhi di Puskesmas Botombawo. Ketersediaan ini menyebabkan proses pelayanan pemeriksaan penunjang yang mendukung
penegakkan diagnosa dokter tidak berjalan sesuai dengan prosedurnya dan terpaksa dirujuk sehingga menyebabkan terhadap peningkatan rujukan puskesmas
Setiap puskesmas terdapat 21 –51 orang tenaga namun hanya 6 enam
puskesmas yang memiliki dokter tetap. Jenis tenaga kesehatan terbanyak di masing-masing 8 delapan puskesmas adalah bidan dan tenaga perawat kesehatan
sedangkan asisten apoteker, laborat dan ahli gizi masih kurang jumlahnya. Sebanyak 53,9 tenaga kesehatan mendapatkan tugas tambahan selain tupoksi
dan menurut 56,6 tenaga kesehatan bahwa tugas tambahan tersebut dapat mengganggu tupoksi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di puskesmas
Handayani, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan paramedis perawatbidan sangat dibutuhkan dalam membantu pekerjaan dokter pada suatu fasilitas kesehatan. Hal tersebut didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sitti 2012 mengenai faktor yang berhubungan dengan mutu pelayanan di Puskesmas Pamboang Kabupaten Majene Tahun 2012,
menunjukkan bahwa sebanyak 14,3 pasien merasa pelayanan di puskesmas cukup tepat, namun mutu pelayanan yang diberikan kurang baik. Hal tersebut
disebabkan karena dokter yang ada di puskesmas hanya satu dokter, sehingga apabila dokter ke luar kota maka yang menggantikan adalah perawat Sitti, 2012.
Sedangkan hasil penelitian Suhartati 2015 bahwa ketersediaan dokter pada kedua puskesmas selalu ada di puskesmas dan apabila dokter yang bertugas
tidak datang dapat digantikan dengan dokter lain sedangkan dari hasil pengamatan selama empat hari tiga minggu berturut-turut di Puskesmas 5 Ilir ketersediaan
dokter belum baik karena ada satu dokter sering tidak masuk dikarenakan masih dalam tugas pendidikan S2 sehingga pelkes hanya di cover oleh 1 dokter. Adapun
dokter yang telat datang ke puskesmas sehingga ketika pasien datang ke puskesmas dan meminta rujukan yang memberikan pelayanan serta rujukan
tersebut adalah perawat. Ketersediaan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sangatlah penting karena merupakan salah satu tugas
pokok dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan.
2.1.6 Ketersediaan Sarana dan Fasilitas Kesehatan
Sarana dan fasilitas yang ada di pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung terselenggaranya pelayanan yang berkualitas bagi
masyarakat. Peralatan kesehatan di puskesmas harus sesuai dengan Kemenkes
Universitas Sumatera Utara
No.118MenkesSKIV2014 Tentang Kompedium Alat Kesehatan, serta memenuhi persyaratan: a standar mutu, keamanan, keselamatan; b memiliki
izin edar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan c diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang
berwenang. Berdasarkan hasil penelitian Gulo 2015 yang dilaksanakan di Puskesmas
Botombawo didapat kelengkapan sarana dan prasarana puskesmas yang sangat terbatas sehingga akan mempengaruhi dokter dalam memberikan pelayanan dan
terpaksa memberikan rujukan kepada pasien. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Ali 2014 ketersediaan fasilitas
alat kesehatan yang memadai dapat meningkatkan kinerja Puskesmas dalam melakukan pemeriksaan kepada pasien dan merupakan suatu keharusan untuk
proses rujukan yang dilakukan akibat keterbatasan sarana tersebut, jika fasilitas dan sarana penunjang kesehatan kurang lengkap maka proses mendiagnosis
pasien akan terganggu dan hal ini menyebabkan petugas kesehatan harus merujuk pasien kerumah sakit sehingga akan berdampak pada meningkatnya terjadi
rujukan di rumah sakit. Didukung oleh penelitian Suhartati 2015 bahwa ketersediaan fasilitas
alat kesehatan di Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas Merdeka belum lengkap sehingga ketika pasien datang ke puskesmas dan ingin mendapatkan pelayanan
kesehatan, puskesmas melakukan rujukan ke fasilitas tingkat lanjutan karena keterbatasan fasilitas alat kesehatan. Hal inilah yang akan menjadi kendala dalam
pelaksanaan sistem rujukan karena dengan adanya keterbatasan fasilitas alat
Universitas Sumatera Utara
kesehatan akan terganggunya proses mendiagnosa pasien dan akan menyebabkan petugas pasien untuk melakukan rujukan ke rumah sakit sehingga rasio rujukan di
puskesmas tersebut menjadi tinggi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kesumawati 2012 bahwa ketersediaan fasilitas alat
kesehatan mempengaruhi pelaksanaan sistem rujukan.
2.1.7 Ketersediaan Obat-obatan
Berdasarkan Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, pengadaan obat-obatan terutama untuk
obat peserta JKN tidak terpisah dengan obat-obatan lain. Berdasarkan petunjuk teknis JKN ketersediaan obat di puskesmas harus selalu tersedia, karena dana
kapitasi yang di bayarkan ke pusesmas 20 di dalamnya sudah termasuk biaya pembelian obat-obatan sehingga pasien atau peserta program JKN tidak bisa di
bebankan lagi untuk membeli obat. Pelayanan obat untuk peserta JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di lakukan oleh apoteker.
Pelayanan obat untuk peserta JKN pada fasilitas kesehatan mengacu pada daftar obat sesuai dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 159MenkesSkV2014 Tentang Formularium Nasional dan
harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat. Obat-obatan tersebut diajukan oleh tiap Puskesmas ke Dinas Kesehatan berdasarkan pola konsumsi dimasing-
masing Puskesmas. Penggunaan obat di luar dari Formularium nasional di FKTP dapat di gunakan apabila sesuai dengan indikasi medis dan sesuai dengan standar
pelayanan kedokteran.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartati 2015 bahwa ketersediaan obat-obat yang ada di Puskesmas 5 Ilir belum lengkap sedangkan di
Puskesmas Merdeka ketersediaan obat-obatannya sudah lengkap. Didukung dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa Puskesmas 5 Ilir tidak
memiliki panduan Formularium Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159MenkesSkV2014
sedangkan di Puskesmas Merdeka memiliki panduan Formularium Nasional.
Lebih lanjut hasil penelitian Gulo 2015 di Puskemas Botombawo kebutuhan obat di puskesmas sebenarnya masih belum terpenuhi. Puskesmas
melakukan proses perencanaan dengan mengajukan Lembar Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat LPLPO kepada Bidang Yankes di Dinas Kesehatan
Kabupaten Nias, kemudian pihak Dinas kesehatan melakukan verifikasi LPLPO dari puskesmas tersebut tetapi selama ini yang sering ditemui kendalanya
perencanaan yang disampaikan oleh puskesmas terkadang tidak sesuai dengan permintaan obat oleh puskesmas sehingga pihak puskesmas dalam melakukan
pelayanan kadang terkendala. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali 2014,
ketersediaan obat- obatan dan bahan habis pakai yang digunakan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien peserta di fasilitas pelayanan Kesehatan Rawat
Jalan Tingkat Pertama program Jaminan Kesehatatan Nasional di Kota Ternate dalam kategori cukup baik namun masih ada kendala keterlambatan serta sering
terjadi kekosongan stok obat, sehingga sangat mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang menjadi terhambat.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Sistem Rujukan
2.2.1 Pengertian
Dalam Peraturan Permenkes RI No. 001 Tahun 2012, Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang.
2.2.2 Jenis Rujukan
Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
danatau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah
ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut; c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; danatau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan danatau ketenagaan.
2.2.3 Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Menurut Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan Sistem
rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang : 1.
Sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua c.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
Universitas Sumatera Utara
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer. 2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat; kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku b.
Bencana; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat a.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. b.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter danatau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter danatau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial a.
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa : 1 Pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan 2 Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang;
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
Sumber : Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan
Gambar 2.2
Pelayanan kesehatan sub
spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes
tingkat lanjutan
Pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter
sub spesialis di Faskes tingkat lanjutan
Pelayanan kesehatan dasar oleh Faskes
tingkat Pertama Kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis rencana terapi, merupakan
pelayanan berulang dan
hanya tersedia di faskes
primer
TINGKAT PERTAMA TINGKAT KEDUA
TINGKAT KETIGA
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata
tidak mampu diatasi. 3.
Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu. Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang
terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
i. Prosedur standar merujuk pasien a. Prosedur Klinis
1. Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik
2. Menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
3. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
4. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
5. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis paramedis
yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien 6.
Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD
Universitas Sumatera Utara
tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
b. Prosedur Administratif
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2. Membuat catatan rekam medis pasien
3. Memberi informed consent persetujuan penolakan informed rujukan
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2, lembar pertama dikirim ke
tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip. Mencatat identitas pasien pada buku registrasi
rujukan pasien. 5.
Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat rujukan.
6. Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan
administrasi yang bersangkutan
ii. Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien a. Prosedur Klinis
1. Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan.
2. Setelah stabil, meneruskan pasien keruang perawatan elektif untuk
perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yang lebih mampu untuk dirujuk lanjut.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.
Universitas Sumatera Utara
b. Prosedur Administrative