Bahan-Bahan Alat-Alat Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN 44

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan-Bahan

- Aspal dari iran dengan tipe grade 6070 - Polipropilena daur ulang dari kemasan minuman gelas ”Aqua” - Agregat pasir halus - Dikumil Peroksida p.a - Maleat Anhidrida p.a.

3.2 Alat-Alat

- Gelas Beaker 500 mL - Ayakan 0,6 mm - Neraca Analitis Mettler Toledo - Hot Plate dan Agitator Corning PC 400 DFisher Dyna Mix - Ekstruder MIFPOL BRS 896 - Oven Gallenkamp Plus II - Hydraulic Press Test System Model HPTS.0001.08 - Cetakan sampel ukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm ASTM C 348-2002 - Mesin uji tekan Tokyo Testing Machine Type-20E MGF - Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu Universitas Sumatera Utara

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Agregat Pasir dan Polipropilena

- Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian dikeringkan di oven pada suhu 110 o C. Seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan. Kemudian dibuat masing-masing ke dalam 300 gram. - Polipropilena dari kemasan minuman gelas ”Aqua” dipotong kecil-kecil, kemudian dibuat masing-masing ke dalam variasi 40, 30, 20, dan 10 gram.

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Polimer

- Sebanyak 60 gram aspal dimasukkan ke dalam gelas beaker, dipanaskan pada suhu 100 o C. - Setelah meleleh ditambahkan 40 gram polipropilena daur ulang ke dalam aspal tersebut, dan dipanaskan pada suhu yang sama selama 5 menit sambil diaduk. - Ditambahkan 300 gram pasir halus ke dalam campuran tersebut secara perlahan sambil diaduk pada temperatur yang sama selama 10 menit. - Ditambahkan berturut-turut DCP dan MAH masing-masing 1 gram, sambil tetap diaduk selama 10 menit dengan pemanasan yang sama. - Campuran tersebut dimasukkan ke dalam ekstruder pada suhu 160 o C. - Hasil ekstruder dimasukkan ke dalam cetakan kubus, dan ditempatkan ke dalam alat cetak tekan pada suhu 165 o C selama 15 menit. - Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk di uji. - Perlakuan yang sama juga dilakukan dengan variasi polipropilena dan aspal dengan perbandingan masing-masing komposisi yaitu 30 : 70; 20 : 80 dan 10 : 90 gram. - Khusus untuk komposisi Aspal 100 gram, perlakuannya hampir sama yaitu 100 gram aspal dicampurkan dengan dengan 300 gram pasir halus, tetapi tanpa Universitas Sumatera Utara adanya penambahan polipropilena, DCP, dan MAH, juga tanpa menggunakan proses ekstruksi.

3.3.3 Karakterisasi Aspal Polimer

3.3.3.1 Karakterisasi dengan Uji Kuat Tekan

Alat yang digunakan pada uji kuat tekan adalah Tokyo Testing Machine Type- 20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf dan mengacu pada ASTM D 1559-76. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : - Sampel yang di uji berbentuk kubus dengan sisi 50 mm, dengan luas permukaan 2500 mm 2 . - Selanjutnya sampel ditempatkan pada mesin uji tekan. Kemudian diberikan pembebanan sebesar 1000 kgf dengan kecepatan 10 mmmenit sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai P max dalam satuan kgf. Dihitung nilai uji kuat tekan dengan menggunakan persamaan 2.1, maka nilai uji kuat tekan dari aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.2 Karakterisasi dengan Uji Daya Serap Air

Untuk mengetahui besarnya daya serap air oleh aspal polimer yang telah dibuat mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : - Sampel dibersihkan, kemudian ditimbang disebut dengan massa kering. - Sampel direndam di bak perendaman selama 1 jam, kemudian sampel diangkat dan permukaannya dilap dengan kain halus dan ditimbang disebut dengan massa jenuh. Universitas Sumatera Utara Dengan menggunakan persamaan 2.2, maka nilai daya serap air oleh aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.3 Karakterisasi Dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : - Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan. - Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding. - Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium PR 15 mv, dan DTA range + 250 µV. - Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 o C. - Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mmmenit dengan laju pemanasan 10 o Cmenit. - Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan. Hasil pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan suhu transisi gelas T g , suhu titik lebur T m dan perubahan suhu ∆T.

3.3.3.4 Karakterisasi Dengan FTIR

Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : - Sampel yang dianalisis terlebih dahulu dipotong dalam ukuran kecil kemudian dipanaskan hingga meleleh. - Hasilnya dioleskan dengan tipis pada kepingan KBr. - Kemudian di uji dengan FT-IR. Universitas Sumatera Utara Hasil yang diperoleh berupa kurva yang menampilkan puncak peak yang kemudian dapat ditentukan gugus fungsinya.

3.3.3.5 Karakterisasi Dengan SEM

Pengujian dilakukan pada permukaan sampel. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut : - Sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan bertekanan vacum evaporator 1492 x 102 atm. - Kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga + 15 kV pada ruangan khusus sehingga mengeluarkan elektron skunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya Cathode Ray Tube CTD. Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek sampel dan dan dilakukan perbesaran mencapai 100 kali, 500 kali, 1000 kali, dan 2500 kali sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas. Universitas Sumatera Utara

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Polimer

Aspal Ditambahkan dengan Polipropilena Ditambahkan agregat pasir halus 300 gram Diaduk sambil dipanaskan T=100 o C, 10 menit Campuran dan Agregat Ditambahkan Dikumil peroksida 1 gram Ditambahkan Maleat Anhidrida 1 gram Diekstruksi T=160 o C Dimasukkan ke dalam cetakan kubus Dipress dan dipanaskan T = 155 o C, 15 menit Hasil Uji Kuat Tekan Uji Daya Serap Air DTA FT-IR SEM Dikarakterisasi Dimasukkan ke dalam gelas beaker Dipanaskan T = 100 o C Diaduk sambil dipanaskan T=100 o C, 10 menit Diaduk sambil dipanaskan T=100 o C, 5 menit Dididnginkan pada suhu kamar Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Aspal polimer telah dibuat dengan mencampurkan aspal dengan polipropilena yang dicampurkan bersama agregat pasir sebanyak 300 gram dengan adanya dikumil peroksida dan maleat anhidrat masing-masing sebanyak 1 gram menggunakan proses ekstruksi. Dengan memvariasikan antara aspal dan polipropilena. Hasil kemudian dikarakterisasikan dengan pengujian kuat tekan, daya serap air, DTA, FTIR, dan SEM.

4.1.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan

Proses pengujian kuat tekan mengacu pada ASTM D 1559-76 atau SNI 03- 6758-2002 mengenai standart prosedur pengujian kuat tekan. Penguian ini diperlukan untuk mengetahui besarnya kekuatan suatu sampel terhadap tekanan atau beban yang diberikan samapai pada batas maksimumnya. Pengujian kuat tekan ini dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel dengan menggunakan alat Tokyo Testing Machine yang mempunyai kapasitas maksimum sebesar 2000 kgf. Pembebanan yang diberikan sebesar 1000 kgf terhadap benda uji yang berbentuk kubus berukuran sisi 50 mm dengan kecepatan 10 mmmenit. Dimana hasil pengujian kuat tekan tersebut ditampilkan dalam bentuk kurva – kurva yang menunjukkan besarnya gaya maksimum yang dihasilkan suatu sampel. Berikut Gambar 4.1 yang menunjukkan hasil pengujian terhadap semua variasi campuran aspal. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Diagram Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal dan Polipropilena Hasil lain dari pengujian tersebut ditampilkan secara digital, dimana diperoleh gaya maksimum load yang selanjutnya disebut dengan F dalam satuan kgf dan regangan stroke dalam satuan mmmenit. Harga F yang diperoleh tersebut kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.1 untuk mendapatkan nilai kuat tekannya. Berikut contoh perhitungan untuk campuran aspal dan PP variasi 70:30. Diketahui : F = 696,7 kgf, A = 50 mm x 50 mm = 2500 mm 2 , maka diperoleh nilai kuat tekan P yaitu : 2 2 2787 , 2500 7 , 696 mm kgf mm kgf A F P = = = Kemudian nilai P dalam satuan kgfmm 2 dikonversikan ke satuan MPa, maka diperoleh nilai kuat tekan sebagai berikut : MPa MPa x P 73 , 2 81 , 9 2787 , = = Universitas Sumatera Utara Sehingga diperoleh nilai kuat tekan dari sampel campuran Aspal dan PP variasi 70:30 yaitu sebesar 2,73 MPa. Dan mengacu pada perhitungan tersebut, maka diperoleh nilai kuat tekan masing-masing sampel dalam yang disajikan dalam bentuk Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal Dan Polipropilena No Variasi Sampel F A Kuat Tekan P Stroke Aspal PP g g kgf mm 2 kgfmm 2 MPa mmmenit 1 60 40 580,3 2500 0,232 2,28 20,04 2 70 30 696,7 2500 0,279 2,73 14,73 3 80 20 436,4 2500 0,175 1,71 11,32 4 90 10 352,1 2500 0,141 1,38 16,21 5 100 98,7 2500 0,039 0,39 14,32 Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut, dapat dilihat hubungan antara nilai kuat tekan daengan campuran aspal dan polipropilena yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Variasi Campuran Aspal dengan Polipropilena Universitas Sumatera Utara

4.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air

Proses pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendamn selama 24 jam. Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, dimana data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah disubstitusikan ke persamaaan 2.2 untuk mendapatkan nilai persentase daya serap airnya. Berikut contoh perhitungan untuk sampel campuran aspal dan PP variasi 70:30. Diketahui : berat sampel kering M k = 251,7 g dan berat jenuh air atau berat sampel basah M b = 252,5 g, maka persentase daya serap air yaitu : 24 , 100 7 , 251 6 , 100 1 , 252 1 , 252 7 , 252 100 = = − = − = x g g x g g g x M M M WA k k j Mengacu pada perhitungan tersebut, maka diperoleh persentase penyerapan air dari masing-masing sampel yang disajikan dalam bentuk Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Penyerapan Air Campuran Aspal Dan Polipropilena No Variasi Massa Sampel WA Aspal PP Mk Mj g g g g 1 60 40 251,7 252,5 0,32 2 70 30 252,1 252,7 0,24 3 80 20 250,3 251,3 0,40 4 90 10 248,1 249,5 0,56 5 100 270,9 273,0 0,78 Berdasarkan Tabel 4.2 tersebut diperoleh grafik yang menyajikan hubungan antara persentase penyerapan air campuran aspal dengan polipropilena. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Campuran Aspal dan Polipropilena

4.1.3 Hasil Pengujian Termal Dengan DTA

Pengujian sifat termal dengan DTA merupakan metode karakterisasi untuk mengetahui perubahan sifat-sifat campuran aspal dengan bahan polimer dan campuran aspal tanpa bahan polimer terhadap suhu terutama menentukan perubahan suhu transisi gelas T g dan suhu dekomposisi. Pengujian ini telah dilakukan terhadap campuran aspal dengan polipropilena variasi 70:30 yang merupakan hasil maksimum dari pengujian mekanis dan juga terhadap campuran aspal tanpa penambahan polipropilena. Dan hasil pengujian dengan menggunakan DTA ditampilkan dalam bentuk diagram seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 Diagram DTA Campuran Aspal Dengan Polipropilena 70:30 Gambar 4.5 Diagram DTA Campuran Aspal Universitas Sumatera Utara Pengujian DTA dilakukan untuk menentukan nilai temperatur kritis atau transisi gelas T g dan nilai temperatur maksimum T m . Dimana untuk pengukuran T g atau T m dimulai dari puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15 mv. Hasil yang diperoleh menjadi nilai T g ataupun T m yang dinyatakan dalam skala o C.

4.1.4 Hasil Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR

Pengujian dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terdapat pada campuran aspal sebelum dan setelah penambahan polipropilena. Pengujian ini dilakukan terhadap campuran aspal dengan polipropilena variasi 70:30 dan campuran aspal tanpa penambahan polipropilena. Berikut gambar spektrum hasil pengujian dengan FT-IR. Gambar 4.6 Spektrum Campuran Aspal Dengan Polipropilena 70:30 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.7 Spektrum Campuran Aspal Tabel 4.3 Bilangan Gelombang Campuran Aspal Dan Polipropilena 70:30 dan Bilangan Gelombang Campuran Aspal No Sampel Bilangan Gugus Fungsi Gelombang cm -1 Gambar 4.6 Campuran Aspal 2920,10 CH alifatis Dengan Polipropilena 1603,58 C=C 70:30 1459,10 CH 2 1377,90 CH 3 1167,37 C-O 841,46 =C-H Gambar 4.7 Campuran Aspal 3412,01 - OH hidroksil 2921,34 CH alifatis 1624,61 C=C 1462,56 CH 2 1376,58 CH 3 1032,40 C-O Universitas Sumatera Utara

4.1.5 Hasil Pengujian Dengan SEM

Pengujian dengan SEM dilakukan untuk menganalisis struktur permukaan dari sampel sehingga dapat dibandingkan perubahan struktur permukaan pada campuran aspal sebelum dan sesudah penambahan polipropilena, juga sebelum dan sesudah dilakukan pengujian kuat tekan. Telah dilakukan pengujian SEM ini terhadap tiga sampel yaitu campuran aspal, campuran aspal dengan polipropilena 70:30 sebelum pengujian kuat tekan, dan campuran aspal dengan polipropilena 70:30 setelah pengujian kuat tekan. Dan ketiga jenis sampel yang diujikan tersebut dianalisis dengan ukuran perbesaran 2500 kali yang hasilnya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10 berikut, dan untuk hasil lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Gambar 4.8 Foto SEM Campuran Aspal Perbesaran 2500 kali Universitas Sumatera Utara Gambar 4.9 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Sebelum Pengujian Perbesaran 2500 kali Gambar 4.10 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Setelah Pengujian Perbesaran 2500 kali Universitas Sumatera Utara

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Pengujian Kuat Tekan

Berdasarkan hasil dari pengujian kuat tekan, diketahui bahwa penambahan polipropilena sebagai aditif dalam campuran aspal menunjukkan adanya peningkatan daya tahan sampel terhadap beban yang diberikan, hal ini terlihat jelas dari diagram pada Gambar 4.1 tersebut. Dimana pada gambar tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara campuran aspal dengan polipropilena dan campuran aspal tanpa polipropilena. Untuk campuran aspal tanpa penambahan polipropilena bentuk kurva terlihat agak melebar kesamping, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kekuatan dari campuran aspal tersebut untuk menahan beban yang diberikan selain hanya bergantung pada kekuatan agregat pasir semata. Sementara untuk campuran aspal dengan bahan polipropilena, bentuk kurvanya hampir sama dimana bentuk kurvanya menurun kemudian sedikit melengkung dibawah yang menunjukkan bahwa peranan polipropilena yang memiliki sifat yang keras mampu menahan beban yang ada. Pada Gambar 4.2 tersebut terlihat jelas bahwa nilai kuat tekan maksimum pada komposisi aspal dan polipropilena 70:30 sebesar 2,73 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan minimum pada komposisi aspal dan polipropilena 100:0 sebesar 0,39 MPa. Sementara pada komposisi aspal dan polipropilena 60:40 sebesar 2,28 MPa. Seharusnya berdasarkan sifat yang dimiliki polipropilena yang keras dan kaku, cenderung semakin banyak komposisi polipropilena ditambahkan ke dalam campuran hasilnya akan semakin lebih kuat, akan tetapi pada variasi 60:40 menunjukkan kekuatan tekannya jauh lebih rendah dibandingkan variasi 70:30. Hal ini disebabkan karena pada variasi 70:30 campurannya lebih homogen dan dispersi dari pada agregat pasir merata pada ikatan yang terjadi antara aspal dengan polipropilena. Komposisi polipropilena yang cukup besar dengan diiringi semakin kecilnya komposisi dari aspal dapat menyebabkan daya rekat antara aspal, polipropilena, dan agregat pasir menjadi semakin rendah, hal ini disebabkan karena polipropilena tidak dapat berikatan dengan pasir. Universitas Sumatera Utara Dan berdasarkan SNI 08-1991-03 untuk persyaratan aspal beton nilai kuat tekannya sebesar 15-40 MPa. Ini berarti semua campuran aspal yang diujikan belum memenuhi ini standar kekuatan dari campuran aspal beton. Hal ini disebabkan karena untuk persyaratan campuran aspal beton tersebut menggunakan agregat kasar kerikil dan agregat halus pasir yang lolos saringan 2,36 mm. Sementara dari pengujian skala laboratorium, untuk agregatnya yang digunakan hanya pasir yang lolos saringan 0,6 mm. Sehingga hasil kuat tekan dari campuran aspal tersebut belum memenuhi Standar Nasional Indonesia.

4.2.2 Analisis Pengujian Daya Serap Air

Berdasarkan Gambar 4.3 diatas terlihat daya serap air minimum pada sampel campuran aspal dan polipropilena variasi 70:30 yaitu 0,24, dan daya serap air maksimum pada campuran aspal tanpa polipropilena yaitu sebesar 0,78. Dan rata- rata daya serap air dari campuran aspal dengan polipropilena yaitu sebesar + 0,38. Ini menunjukkan bahwasanya efektifitas penggunaan polipropilena sebagai bahan aditif cukup baik karena dapat mengurangi daya serap air sampai + 0,4. Hal ini dikarenakan sifat polipropilena yang tahan terhadap air. Menurut Tapkin 2007, banyaknya kandungan air di dalam campuran aspal cenderung mengurangi daya tahan campuran aspal karena menyebabkan erosi. Sehingga dengan ditambahkannya bahan polipropilena, persentase daya serap air menjadi lebih kecil. Pada komposisi aspal dan polipropilena 70:30 nilai daya serap airnya paling minimum diantara semua variasi dan ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut adalah yang terbaik untuk uji daya serap air, dikarenakan polipropilena menyebar merata homogen di dalam campuran tersebut sehingga menghalangi sebahagian air untuk masuk kedalam agregat. Berdasarkan SNI-03-1969-1990, diketahui bahwa kandungan air dalam campuran aspal maksimum sebesar 3. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel yang telah diujikan, untuk nilai penyerapan airnya telah memenuhi standar minimum penyerapan air terhadap agregat pasir menurut Standar Nasional Indonesia. Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Analisis Pengujian Termal Dengan DTA

Berdasarkan Gambar 4.4 tersebut untuk campuran aspal dan polipropilena 70:30, diketahui suhu transisi gelas T g sebesar 343 o C dengan terjadi kenaikan suhu eksoterm, dan suhu dekomposisi T m nya sebesar 454 o C dan terjadi kenaikan suhu eksoterm. Sedangkan untuk Gambar 4.5 untuk campuran aspal tanpa penambahan polipropilena, diketahui suhu transisi gelas T g sebesar 325 o C dan 395 o C, dan suhu dekomposisi T m nya sebesar 509 o C yang juga keduanya menunjukkan terjadinya kenaikan suhu eksoterm. Suhu transisi gelas dari campuran aspal dengan agregat sebesar 325 o C dan 395 o C menunjukkan adanya kandungan-kandungan dari senyawa maltene yang terpisah dari asphaltene dalam aspal. Sedangkan suhu transisi gelas campuran aspal dan polipropilena variasi 70:30 sebesar 343 o C menunjukkan adanya rantai-rantai kecil dari senyawa-senyawa radikal yang terbentuk, dan meleleh lebih dahulu serta terpisah dari ikatan-ikatan silang dari senyawa radikal antara polipropilena, aspal dan MAH.. Adanya perbedaan suhu dekomposisi T m dari campuran aspal dengan polipropilena variasi 70:30 sebesar 454 o C dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan suhu dekomposisi campuran aspal dengan agregat tanpa penambahan polipropilena, rendahnya nilai dekomposisi dengan penambahan polipropilena tersebut karena banyaknya terjadi reaksi persaingan antara senyawa-senyawa radikal dari aspal, polipropilena, dan MAH dalam campuran tersebut ini sehingga ikatan- ikatan silang yang terbentuk pun sedikit dan menyebabkan nilai dekomposisi rendah. Menurut Widia 2010, adanya kehadiran bahan polimer ini dapat meningkatkan sifat mekaniknya namun sekaligus memberikan titik dekomposisi yang rendah. Jadi, berdasarkan pengujian sifat termal dengan menggunakan DTA tidak menunjukkan hasil yang jauh lebih baik apabila aspal dan agregat ditambahkan dengan polipropilena. Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Analisis Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR

Spektrum campuran aspal dengan polipropilena 70:30 sesuai dengan Gambar 4.6 menunjukkan adanya serapan tajam dan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2920,1 cm -1 menandakan adanya CH alifatis. Dan bilangan gelombang 1603,58 cm -1 menunjukkan adanya ikatan C=C alkena. Selanjutnya serapan tajam dan intensitas kuat terlihat pada bilangan gelombang 1459,10 cm -1 dan 1377,9 cm -1 menandakan adanya pemunculan CH 2 dan CH 3 . Serapan tajam dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 1167,37 cm -1 dan 841,64 cm -1 menunjukkan adanya C-O dan =CH dari polipropilena. Spektrum campuran aspal sesuai dengan Gambar 4.7 menunjukkan adanya serapan melebar dan intensitas lemah pada bilangan gelombang 3400 cm -1 menandakan adanya gugus hidroksil –OH. Selanjutnya serapan tajam dan intensitas kuat terlihat pada bilangan gelombang 2921,34 cm -1 menandakan adanya C-H alifatis, serapan melebar dan intensitas lemah juga ditunjukkan pada bilangan gelombang 1624,61 cm -1 menandakan adanya ikatan C=C alkena. Serapan tajam dan intensitas lemah terlihat pada bilangan gelombang 1462,56 cm -1 dan 1376,58 cm -1 menandakan adanya pemunculan CH 2 dan CH 3 . Serapan tajam dan intensitas kuat pada bilangan gelombang 1032,40 cm -1 menunjukkan adanya ikatan C-O Marham,2009; Dachriyanus, 2004 Pada Gambar 4.6 terjadi peningkatan intensitas pada bilangan gelombang 1459,10 cm -1 dan 1377,9 cm -1 untuk CH 2 dan CH 3 yang menunjukkan bahwa polipropilena telah bercampur di dalam aspal tersebut, juga dipertegas dengan pemunculan =CH pada bilangan gelombang 841,64 cm -1 . Dan apabila dibandingkan dengan Gambar 4.7 untuk CH 2 dabn CH 3 nya intensitasnya rendah serta tidak adanya gugus =CH yang terlihat pada sekitaran bilangan gelombang 800 cm -1 tersebut. Tidak adanya gugus hidroksil pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa telah terjadi ikatan kimia pada campuran tersebut antara aspal dengan polipropilena yang berikatan melalui gugus hidroksil dari aspal tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa penambahan polipropilena ke dalam campuran aspal menunjukkan terjadinya ikatan kimia karena adanya inisiator dari DCP dan crosslinker MAH. Universitas Sumatera Utara

4.2.5 Analisis Pengujian Dengan SEM

Pada Gambar 4.8 tersebut terlihat struktur morfologi campuran aspal dengan agregat pasir dimana terlihat aspal berikatan dengan partikel-partikel kecil dari pasir, dan permukaan campuran aspal tersebut juga terlihat lebih rapat yang berarti pori-pori yang dihasilkan pun cukup kecil. Partikel-partikel kecil yang berwarna putih tersebut adalah pasir, sedangkan yang berwarna hitam dan mendominasi dipermukaan adalah aspal, dengan adanya partikel-partikel pasir di sekitar permukaan menyebabkan air lebih mudah masuk ke dalam campuran aspal tersebut. Pada Gambar 4.9 hasil foto SEM terhadap permukaan campuran aspal dan polipropilena 70:30 sebelum dilakukan pengujian kuat tekan memperlihatkan perubahan atau perbedaan struktur dari campuran aspal dengan agregat tanpa polipropilena. Dimana terlihat permukaan campuran aspal cukup keras yang menunjukkan polipropilena telah menyebar di dalam campuran aspal tersebut dan menyatu, dan terlihat juga partikel-partikel kecil dipermukaan yang merupakan agregat pasir terperangkap dalam ikatan yang terjadi antara aspal dengan polipropilena. Permukaan campuran menunjukkan banyaknya pori-pori yang terbentuk, dan secara fisis terlihat bahwa campuran kurang homogen, dan juga diketahui bahwa terjadi perubahan bentuk yang signifikan setelah penambahan bahan polimer. Dan Gambar 4.10 tersebut terlihat campuran aspal dengan polipropilena setelah dilakukan pengujian kuat tekan, dimana terlihat sedikit ada kerusakan pada struktur permukaannya, dan adanya bentuk seperti jarum-jarum kecil yang menunjukkan adanya ikatan yang terjadi antara aspal, polipropilena dan MAH yang terputus akibat proses pengujian kuat tekan. Hasil SEM tersebut merupakan bagian sisi dalam dari campuran aspal dengan polipropilena yang mana terlihat morfologinya lebih rapat dan pori-pori yang terbentuk lebih sedkit, dibandingkan campuran aspal dengan polipropilena yang sebelum dilakukan pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa polipropilena yang ditambahkan berperan dalam meningkatkan kekuatan mekanik dari aspal. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Aspal polimer dapat dibuat dengan menggunakan polipropilena daur ulang yang dicampurkan bersama agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida dan maleat anhidrat dengan menggunakan proses ekstruksi, dengan komposisi yang optimum yaitu pada perbandingan komposisi aspal, polipropilena, dan agregat pasir halus 70:30:300. 2. Penambahan polipropilena dalam campuran aspal telah menghasilkan ketahanan terhadap tekanan sebesar 2,73 MPa, yang menunjukkan hasil lebih baik dari campuran aspal tanpa polipropilena 0,39 MPa, namun demikian ini belum memenuhi SNI 08-1991-03 kuat tekan 15-40 MPa, juga menghasilkan ketahanan terhadap air paling baik dimana penyerapan air lebih minimum yaitu sebesar 0,24 dan ini telah memenuhi SNI-03- 1969-1990 maksimum penyerapan air sebesar 3. Tetapi ditinjau dari sifat termal tidak menghasilkan suhu dekomposisi lebih baik, dimana suhu dekomposisi sebesar 454 o C terjadi penurunan sebesar 10,8 dari campuran aspal tanpa polipropilena 509 o C. Adanya ikatan silang terjadi antara gugus hidroksil dari aspal dengan pengikat sambung silang MAH, polipropilena melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP. Dan hasil morfologi memperlihatkan adanya perubahan struktur permukaan setelah ditambahkan dengan polipropilena. Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran