Karakterisasi PMA dengan Uji Kuat Tekan Karakterisasi PMA dengan Uji Daya Serap Air Karakterisasi PMA dengan DTA

2.6 Karakterisasi Polimer Modifikasi Aspal PMA

2.6.1 Karakterisasi PMA dengan Uji Kuat Tekan

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Pengukuran kuat tekan compressive strength aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : A F P = 2.1 Dengan : P = Nilai kuat tekan, kgfmm 2 F = gaya maksimum dari mesin tekan, kgf A = Luas penampang yang diberi tekanan, mm 2

2.6.2 Karakterisasi PMA dengan Uji Daya Serap Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 100 x M M M WA k k j − = 2.2 Dengan : WA = Daya serap air M k = massa sampel kering kg M j = massa jenuh air kg Newdesnetty, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Karakterisasi PMA dengan DTA

Differential Thermal Analysis DTA merupakan metode yang paling sering digunakan saat ini untuk penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer. Dalam metode Differential Thermal Analysis DTA suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Ukuran sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai 10 mg. meskipun kedua metode memberikan tipe informasi yang sama, terdapat perbedaan yang signifikan dalam instrumentasinya. Stevens, 2001. Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer poliblen pengamatan suhu transisi kaca T g sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak T g eksotermis yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T g campuran biasanya berada diantara T g dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan T g , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair. Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T g , karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan T g yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal Wirjosentono, 1995. Berikut gambar yang menunjukkan pola kuva umum DTA. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Pola Umum Kurva DTA Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas T g , namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh T m Kristian, 2008.

2.6.4 Karakterisasi PMA dengan FT-IR