Pemanfaatan Polipropilena Daur Ulang Sebagai Bahan Aditif Dalam Pembuatan Aspal Polimer Menggunakan Proses Ekstruksi

(1)

PEMANFAATAN POLIPROPILENA DAUR ULANG SEBAGAI

BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER

MENGGUNAKAN PROSES EKSTRUKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

IRSYADUL ANAM

090822009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN POLIPROPILENA DAUR

ULANG SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM

PEMBUATAN ASPAL POLIMER

MENGGUNAKAN PROSES EKSTRUKSI

Kategori : SKRIPSI

Nama : IRSYADUL ANAM

Nomor Induk Mahasiswa : 090822009

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Agustus 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. DR. Thamrin, M.Sc Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D NIP. 196007041989031003 NIP. 195204181980021001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN POLIPROPILENA DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER MENGGUNAKAN

PROSES EKSTRUKSI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing –masing disebutkan sumbernya.

Medan, 4 Agustus 2011

IRSYADUL ANAM 090822009


(4)

PENGHARGAAN

Syukur dan Alhamdulillah, segala puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- NYA sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam hal ini penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua, Ayahanda Alm. Drs. H. Iqbal HBS dan Ibunda Rabiah Pangaribuan, S.Pd, yang dengan doa dan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai dan mendidik penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan agama. Adinda Khairul Fahmi, Hajir Fauzah, Ahmad Fadli dan khususnya Adinda Risfina Yarsih yang selalu memberikan semangat dan bantuan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Thamrin, M.Sc, sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

3. Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku kepala laboratorium Kimia Polimer Departemen Kimia FMIPA USU.

4. Ketua departemen Kimia, FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan, Nst, MS, dan Sekretaris departemen Kimia FMIPA USU, Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc.

5. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si, sebagai dosen wali penulis, yang telah banyak membantu selama penulis dalam masa studi untuk program sarjana (S1) Kimia ekstension di FMIPA USU.


(5)

7. Seluruh Bapak/ Ibu staff dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis dalam bangku perkuliahan.

8. Bang Edi selaku staff laboratorium kimia Polimer yang telah banyak membantu administrasi selama penelitian di Lab Kimia Polimer FMIPA USU. 9. Teman –teman stambuk 2009 Kimia Ekstensi FMIPA USU dan partner

penelitian Ahmad dan Tisna.

10.Bapak Nigel Landon dan Ibu Fitri Abdullah selaku pimpinan UNDP-TRWMP ACEH tempat penulis bekerja yang telah mengizinkan penulis untuk bekerja sambil kuliah dan cuti untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT akan membalas kebaikan –kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan penulis baik literatur dan pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya kepada Allah SWT jualah kita berserah diri, semoga Allah selalu menunjukkan jalan yang lurus kepada kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2011


(6)

PEMANFAATAN POLIPROPILENA DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER MENGGUNAKAN

PROSES EKSTRUKSI

ABSTRAK

Penelitian mengenai pemanfaatan polipropilena daur ulang sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer menggunakan proses ekstruksi telah dilakukan, dengan aspal dan polipropilena daur ulang divariasikan dengan adanya agregat pasir. Pembuatan aspal polimer dengan cara mencampurkan aspal, polipropilena daur ulang, agregat pasir, dikumil peroksida, dan maleat anhidrat, selanjutnya hasil pencampuran ini di ekstruksi pada suhu 160 oC, dan dikarakterisasi. Karakterisasi menunjukkan bahwa yang paling optimum yaitu pada variasi aspal : polipropilena : agregat (70:30:300), dengan hasil uji kuat tekan sebesar 2,73 MPa, daya serap air 0,24%. Karakterisasi sifat termal dengan DTA sifat termal tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dimana dihasilkan suhu dekomposisi sebesar 454oC. Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan silang yang terjadi melalui gugus hidroksil dari aspal dengan polipropilena, dan MAH melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP. Analisis morfologi dengan SEM memperlihatkan adanya perubahan struktur dari campuran aspal.


(7)

UTILIZATION OF RECYCLED POLYPROPHYLENE AS ADDITIVES IN THE PREPARATION OF ASPHALT POLYMER USING

THE EXTRUSION PROCESS

ABSTRACT

The research about the utilization of recycled polyprophylene as additives in the preparation of asphalt polymer using the extrusion process has been done, with asphlat and polyprophylene used were varied. Asphalt polymer was prepared by mixing asphalt, polypropylene used, sand aggregate, dicumil peroxide, and maleic anhydride, followed by mixing in extrusion at a temperature of 160 ° C, and characterized. The result of characterization showed that the most optimum is the variation of asphalt : polypropylene : aggreggate (70:30:300), with the results of compressive strength of 2.73 MPa, and 0.24% water absorption. The characterization of thermal properties using DTA didn’t show better results, in which the resulting decomposition temperature of 454 oC. FTIR spectra showed that the cross linking occurs through the hydroxyl group of asphalt with polyprophylene and MAH through radical reactions initiated by the peroxide DCP. The morphological analysis by SEM showed changes in the structure of asphalt mixtures.

Key words: Asphalt, Polypropylene, Sand Aggregate, Dicumil Peroxide, Maleic anhydride.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Aspal 6

2.1.1 Sumber Aspal 7

2.1.2 Jenis - Jenis Aspal 8

2.1.3 Kandungan Aspal 10

2.2 Polipropilena 11

2.2.1 Karakterisasi Polipropilena 11

2.2.2 Struktur Kristalinitas Polipropilena 12

2.2.3 Sifat - Sifat Polipropilena 13

2.2.4 Degradasi Polipropilena 14

2.3 Maleat Anhidrida 15

2.4 Dikumil Peroksida 15

2.5 Agregat 16

2.5.1 Jenis Agregat 17

2.5.2 Agregat Pasir Halus 18

2.6 Karakterisasi Polimer Modifikasi Aspal (PMA) 19


(9)

2.6.2 Karakterisasi PMA dengan Uji Daya Serap Air 19

2.6.3 Karakterisasi PMA dengan DTA 20

2.6.4 Karakterisasi PMA dengan FT-IR 21

2.6.5 Karakterisasi PMA dengan SEM 22

BAB III METODOLOGI 23

3.1 Bahan-Bahan 23

3.2 Alat-Alat 23

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 Persiapan Agregat Pasir dan Polipropilena 24

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Polimer 24

3.3.3 Karakterisasi Aspal Polimer 25

3.3.3.1 Karakterisasi Dengan Uji Kuat Tekan 25

3.3.3.2 Karakterisasi Dengan Uji Daya Serap Air 25

3.3.3.3 Karakterisasi Dengan DTA 26

3.3.3.4 Karakterisasi Dengan FTIR 26

3.3.3.5 Karakterisasi Dengan SEM 27

3.4 Bagan Penelitian 28

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Polimer 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Hasil 29

4.1.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan 29

4.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air 32

4.1.3 Hasil Pengujian Dengan Termal Dengan DTA 33

4.1.4 Hasil Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR 35

4.1.5 Hasil Pengujian Dengan SEM 37

4.2 Pembahasan 39

4.2.2 Analisis Pengujian Kuat Tekan 39

4.2.2 Analisis Pengujian Daya Serap Air 40

4.2.3 Analisis Pengujian Dengan Termal Dengan DTA 41

4.2.4 Analisis Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR 42

4.2.5 Analisis Pengujian Dengan SEM 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal Dan Polipropilena 31 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Penyerapan Air Campuran Aspal Dan

Polipropilena 32 Tabel 4.3 Bilangan Gelombang Campuran Aspal Dan Polipropilena


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Aspal 7

Gambar 2.2 Bermacam Jenis Aspal dan Proses Sebelumnya dari Minyak Bumi 8

Gambar 2.3 Struktur Asphaltene 10

Gambar 2.4 Struktur Molekul Propilena 11

Gambar 2.5 Reaksi Polimerisasi Dari Propilena Menjadi Polipropilena 11 Gambar 2.6 Atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut 109,5o12 Gambar 2.7 Struktur tiga dimensi dari polipropilena, (a)isotaktik, (b) ataktik, dan (c) sindiotaktik 13

Gambar 2.8 Pembentukan Maleat Anhidrida 15

Gambar 2.9 Struktur Dikumil Peroksida 16

Gambar 2.10 Pola Umum Kurva DTA 21

Gambar 4.1 Diagram Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal dan Polipropilena 30

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Variasi Campuran Aspal dengan Polipropilena 31

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Campuran Aspal dan Polipropilena 33

Gambar 4.4 Diagram DTA Campuran Aspal Dengan Polipropilena (70:30) 34

Gambar 4.5 Diagram DTA Campuran Aspal 34

Gambar 4.6 Spektrum Campuran Aspal Dengan Polipropilena (70:30) 35 Gambar 4.7 Spektrum Campuran Aspal 36

Gambar 4.8 Foto SEM Campuran Aspal Perbesaran 2500 kali 37

Gambar 4.9 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Sebelum Pengujian Perbesaran 2500 kali 38

Gambar 4.10 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Setelah Pengujian Perbesaran 2500 kali 38


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1. Gambar 1. Hasil SEM Campuran Aspal dan Agregat

Perbesaran 1000 kali Sebelum Pengujian 49

Gambar 2. Hasil SEM Campuran Aspal dan Agregat Perbesaran 2500 kali Sebelum Pengujian 49

2. Gambar 3. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Sebelum Pengujian 50

3. Gambar 4. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Sebelum Pengujian 50

4. Gambar 5. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Setelah Pengujian 51

5. Gambar 6. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Setelah Pengujian 51

6. Gambar 7. Foto Spesimen Campuran Aspal Dengan Polipropilena 52

Gambar 8. Pengujian Daya Serap Air 52

7. Gambar 9. Aspal - Polipropilena (70:30) Sebelum Pengujian Kuat Tekan 53

Gambar 10. Aspal - Polipropilena (70:30) Sebelum Pengujian Kuat Tekan 53

8. Gambar 11. Ekstruder 54

Gambar 12. Proses Ekstruksi 54

Gambar 13. Hot Compressor 54

Gambar 8. Proses Pencetakan 54

9. Gambar 14. Aspal 55

Gambar 15. Pasir Halus 55


(13)

PEMANFAATAN POLIPROPILENA DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER MENGGUNAKAN

PROSES EKSTRUKSI

ABSTRAK

Penelitian mengenai pemanfaatan polipropilena daur ulang sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer menggunakan proses ekstruksi telah dilakukan, dengan aspal dan polipropilena daur ulang divariasikan dengan adanya agregat pasir. Pembuatan aspal polimer dengan cara mencampurkan aspal, polipropilena daur ulang, agregat pasir, dikumil peroksida, dan maleat anhidrat, selanjutnya hasil pencampuran ini di ekstruksi pada suhu 160 oC, dan dikarakterisasi. Karakterisasi menunjukkan bahwa yang paling optimum yaitu pada variasi aspal : polipropilena : agregat (70:30:300), dengan hasil uji kuat tekan sebesar 2,73 MPa, daya serap air 0,24%. Karakterisasi sifat termal dengan DTA sifat termal tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dimana dihasilkan suhu dekomposisi sebesar 454oC. Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan silang yang terjadi melalui gugus hidroksil dari aspal dengan polipropilena, dan MAH melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP. Analisis morfologi dengan SEM memperlihatkan adanya perubahan struktur dari campuran aspal.


(14)

UTILIZATION OF RECYCLED POLYPROPHYLENE AS ADDITIVES IN THE PREPARATION OF ASPHALT POLYMER USING

THE EXTRUSION PROCESS

ABSTRACT

The research about the utilization of recycled polyprophylene as additives in the preparation of asphalt polymer using the extrusion process has been done, with asphlat and polyprophylene used were varied. Asphalt polymer was prepared by mixing asphalt, polypropylene used, sand aggregate, dicumil peroxide, and maleic anhydride, followed by mixing in extrusion at a temperature of 160 ° C, and characterized. The result of characterization showed that the most optimum is the variation of asphalt : polypropylene : aggreggate (70:30:300), with the results of compressive strength of 2.73 MPa, and 0.24% water absorption. The characterization of thermal properties using DTA didn’t show better results, in which the resulting decomposition temperature of 454 oC. FTIR spectra showed that the cross linking occurs through the hydroxyl group of asphalt with polyprophylene and MAH through radical reactions initiated by the peroxide DCP. The morphological analysis by SEM showed changes in the structure of asphalt mixtures.

Key words: Asphalt, Polypropylene, Sand Aggregate, Dicumil Peroxide, Maleic anhydride.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan yang merupakan pendukung utama untuk perkembangan pembangunan di Indonesia. Jalan juga melayani 80 -90 % mobilisasi seluruh angkutan barang dan orang. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada jalan tidak dapat dihindari karena beban yang ditanggung akibat aktivitas mobilisasi angkutan orang dan barang tersebut, serta diperparah juga oleh situasi iklim di Indonesia yang tropis, kelembaban dan curah hujan yang tinggi mengakibatkan intensitas sinar matahari yang tinggi sepanjang tahun, curah hujan yang tinggi juga dapat memperpendek umur jalan sehingga banyak ditemui jalan-jalan yang sudah rusak.

Aspal konvensional yang biasa digunakan sebagai bahan campuran panas (hotmix) cenderung memiliki viskositas dan titik lembek yang rendah, mudah dipengaruhi oleh suhu dan beban yang melintas diatasnya. Pada siang hari di Indonesia dengan suhu yang tinggi ditambah dengan adanya beban dari lalu lintas yang besar akan semakin memperbesar kemungkinan perkerasan lentur jalan akan mengalami kerusakan yang permanen. Sementara itu, terkait dengan curah hujan yang tinggi, air hujan akan sering menggenangi permukaan jalan. Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung didalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula kecil dapat membesar lebih cepat. Selain itu, kerusakan pada jalan aspal umumnya berkaitan dengan beban roda yang berat, peningkatan tekanan ban,eskalasi atau meningkatnya jumlah lalulintas dan kerusakan kelembaban (Brown, 1990)


(16)

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan dari aspal konvensional tersebut adalah dengan menggunakan aspal modifikasi sebagai material campuran. Para peneliti aspal telah memfokuskan perhatian pada sifat –sifat pemodifikasi aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dan aditif polimer. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai kedalam campuran aspal dapat dipersiapkan sifat –sifat yang dibutuhkan untuk meningkatkan kontribusi pengikat aspal untuk kinerja pengaspalan (Terrel, 1986; Khosia, 1989).

Aspal modifikasi (modified bitumen) merupakan jenis aspal yang dimodifikasi karakteristiknya sehingga memiliki sifat –sifat positif yang dibutuhkan. Untuk polimer yang efektif digunakan di jalan raya, maka harus meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih, mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu media dan suhu tinggi. Polimer harus memperbaiki tidak hanya sifat –sifat AC, tetapi harus memperbaiki kinerja kombinasi agregat pengikat dengan baik (King, 1986).

Berbagai penelitian sudah dilakukan seperti Pei-Hung (2000) telah memodifikasi pada polietilen, polipropilen, dan karet EPDM dengan aspal. Singh (1992) melihat reaksi kimia dari campuran aspal dengan polipropilen dan polietilen dari sisi thermal bahan yang dihasilkan. Yang (2010) Melihat mekanisme dan kinetika dari reaksi antara aspal dengan anhidrat maleat. Masahiko (1997) menguji reaksi grafting yang terjadi antara polipropilen dengan aspal guna meningkatkan sifat mekanik. Mothe (2008) mengkarakterisasi campuran aspal dengan TG/DTG, DTA dan FTIR.

Disamping itu, polipropilena (PP) adalah salah satu polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Plastik polipropilen juga digunakan untuk membuat alat-alat dirumah sakit, komponen mesin cuci, komponen mobil, pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta bahan pembuat karung. Cukup banyak pemanfaatan polipropilena dalam aplikasi kehidupan bermasyarakat.


(17)

Begitu pula dengan limbahnya. Hal tersebutlah yang ingin coba dimanfaatkan pengelolaan limbah tersebut. Karena polipropilena mempunyai sifat sangat kaku, berat jenis rendah, tahan terhadap bahan kimia, asam, basa, tahan terhadap panas dan tidak mudah retak (Anonim, 2010a).

Pada campuran antara aspal dengan agregat yang ditambahkan bahan aditif polipropilena hanya akan terjadi ikatan fisis sehingga membuat bahan aditif yang ditambahkan hanya berfungsi sebagai agregat. Perlunya penggunaan bahan peroksida seperti dikumil peroksida sebagai inisiator dan juga penambahan maleat anhidrat sebagai pengikat sambung silang (crosslinker) dalam campuran aspal tersebut, akan menghasilkan ikatan kimia yang kuat dalam campuran aspal tersebut dan menyebabkan agregat terperangkap diantara ikatan sambung silang yang terjadi antara aspal dengan polipropilena.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pemanfaatan polipropilena daur ulang yang dicampurkan dengan aspal untuk pembuatan aspal polimer menggunakan proses ekstruksi . Pemanfaatan polipropilena daur ulang ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan memperbaiki kualitas campuran aspal tersebut.

1.2 Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah aspal dapat dibuat dengan mencampurkan polipropilena daur ulang yang dicampur bersama agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida (DCP) dan maleat anhidrat (MAH) menggunakan proses ekstruksi.

2. Apakah pemanfaatan polipropilena daur ulang efektif dapat meningkatkan ketahanan terhadap tekanan, ketahanan terhadap air, sifat termal, kelekatan antara aspal dengan polipropilena, dan sifat morfologi dari campuran aspal dengan agregat pasir.


(18)

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu :

1. Bahan aspal yang dipergunakan yaitu aspal import asal iran dengan angka penetrasi 60/70 yang dibeli dari distributor PT. Gudang Aspal 51.

2. Bahan polimer yang dipergunakan yaitu bahan polipropilena daur ulang dari plastik minuman ”Aqua” gelas.

3. Bahan agregat yang digunakan merupakan pasir halus yang dibeli dari toko panglong CV. Setia Jaya.

1.4 Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu :

1. Untuk mengetahui apakah aspal dapat bercampur secara sempurna dengan polipropilena daur ulang yang dicampur dengan agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida (DCP) dan maleat anhidrat (MAH) menggunakan proses ekstruksi.

2. Untuk melihat efektivitas polipropilena daur ulang dengan aspal dalam hal peningkatan ketahanan terhadap tekanan, ketahanan terhadap air, sifat termal, kelekatan antara aspal dengan polipropilena, dan sifat morfologi dari campuran aspal dengan agregat pasir.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan polipropilen daur ulang sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer.

2. Sebagai solusi terhadap permasalahan pembangunan jalan raya sehingga dihasilkan kualitas aspal yang lebih baik dan lebih tahan lama (lebih tahan terhadap tekanan, dan tahan terhadap air).


(19)

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu : 1. Tahapan Persiapan Agregat Pasir Halus dan Polipropilena 2. Tahapan Pembuatan Aspal Polimer

Pada tahap ini polipropilen dengan aspal dicampurkan, dan ditambahkan dengan agregat. Lalu berturut-turut ditambahkan inisiator Dikumil Peroksida (DCP), dan crosslinking Maleat Anhidrat (MAH) yang kemudian diblending menggunakan ekstruder, dan dicetak melalui Hot Compressor.

3. Tahapan Karakterisasi Aspal Polimer

Uji yaitu dengan kuat tekan, daya serap air, termal dengan DTA, gugus fungsi dengan FTIR, dan foto SEM.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Tetap : Agregat pasir halus 300 gram,DCP 1 gram dan MAH 1 gram.

2. Variabel Bebas : Polipropilena (40, 30, 20, 10, dan 0 gram) Aspal (60, 70, 80, 90, dan 100 gram)

3. Variabel Terikat : Kekuatan tekan, daya serap air, sifat termal.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dan pengujian kuat tekan dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan. Pengujian FTIR dilakukan di Laboratorium Bea dan Cukai Belawan.Pengujian SEM di Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) Bandung.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan "tar". Untuk kata "tar" atau "aspal" sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang berbeda. Salah satu alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta bahwa, di antara negara-negara lain, ada perbedaan substansial dalam arti dihubungkan dengan periode yang sama. Sebagai contoh, aspal minyak di Amerika Serikat disebut dengan aspal, sedangkan di Eropa "aspal" adalah campuran agregat batu dan aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan. Di Eropa, istilah aspal menunjukkan residu dari penyulingan minyak bumi.

Bitumen adalah campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul. rasio persentase antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul minyak mentah dan metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal eksploitasi ladang minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal ini adalah aspal asli. Bitunie adalah produk alami tidak lagi digunakan dalam industri. Bitumen diperoleh sebagai produk sampingan dari penyulingan minyak bumi dapat digunakan sebagai atau mengalami proses fisik dan kimia yang mengubah komposisi dalam rangka untuk memberikan sifat tertentu. Operasi yang paling umum adalah proses oksidasi dan pencampuran dengan polimer yang berbeda.

Aspal adalah campuran aspal dan bahan batu (kerikil, pasir, debu). Tar, yang sesuai dengan tar kata Inggris, adalah bahan yang terlihat mirip dengan aspal, tapi benar-benar berbeda dalam asal dan komposisi, dan, pada kenyataannya, yang diperoleh dari penyulingan litantrace (batubara). Materi ini, dibandingkan dengan aspal, menunjukkan kandungan lebih tinggi dari hidrokarbon aromatik polisiklik dan senyawa lain yang banyak mengandung oksigen, nitrogen dan belerang. Di banyak


(21)

negara, di masa lalu, tar batubara sering diganti atau dicampur dengan aspal dalam industri. Penggunaan tersebut, sekarang seluruhnya berhenti, telah menyebar kebiasaan baik menggunakan dua istilah dalam tar umum digunakan dan aspal (Anonim, 2010b). Gambar berikut merupakan struktur kimia dari aspal

Gambar 2.1 Struktur Aspal

2.1.1. Sumber Aspal

Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen,

straight bitumen atau steam refined bitumen. Istilah refinery bitumen merupakan nama

yang tepat dan umum digunakan.

Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350 oC di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil. (Wignall, 2003). Berikut diagram alir bermacam jenis aspal dan proses sebelumnya dari minyak bumi.


(22)

Minyak Mentah (Crude Petroleum)

Bensin/Gasoline Minyak Tanah Minyak diesel Minyak Pelumas Aspal

Minyak Creosole Batubara-Tar

Aspal Cut Back

Emulsi Aspal Cut back

Minyak penetrasi Aspal

Emulsi aspal penetrasi

bercampur

(rektifikasi udara)

Fluks

Emulsifier dalam air

Gambar 2.2 Bermacam Jenis Aspal dan Proses Sebelumnya dari Minyak Bumi

2.1.2. Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

Aspal Alamiah. Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan


(23)

lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah-daerah tertentu saja.

Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, C.H., 1996).

Aspal Beton atau Asphalt Concrete (AC) merupakan jenis aspal yang paling umum digunakan dalam proyek-proyek konstruksi seperti permukaan jalan, bandara, dan tempat parkir. Aspal ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Aspal Beton Campuran Panas atau Hot Mix Asphalt Concrete (HMAC), diproduksi dengan memanaskan aspal untuk mengurangi viskositas, dan pengeringan agregat untuk menghilangkan uap air sebelum pencampuran. Pencampuran dilakukan umumnya pada temperatur sekitar 300 F (150 oC), untuk aspal polimer modifikasi, dan aspal semen sekitar pada temperatur 200 F (95 oC). Untuk pemadatan dilakukan sementara aspal cukup panas. HMAC merupakan jenis aspal yang paling umum dipakai pada jalan raya.

2. Aspal Beton Campuran Hangat (WMAC), diproduksi dengan penambahan zeolit, lilin atau asapal emulsi untuk campuran. Penggunaan zat aditif dalam campuran tersebut untuk lebih mudah melakukan pemadatan pada cuaca yang dingin.

3. Aspal Beton Campuran Dingin (CMAC), dipoduksi oleh emulsifier aspal dalam air dengan sabun sebelum pencampuran dengan agregat. Aspal ini umumnya digunakan sebagai bahan penambal pada jalan-jalan yang lebih kecil.

4. Aspal Beton Cut Back, diproduksi dengan melarutkan bahan pengikat dalam minyak tanah atau fraksi yang lebih ringan dari minyak bumi sebelum pencampuran dengan agregat.

5. Aspal Beton Mastis, diproduksi dengan memanaskan aspal keras dalam hot mixer sampai menjadi cairan yang lebih kental yang kemudian campuran agregat ditambahkan.


(24)

2.1.3 Kandungan Aspal

Dari sudut pandang kualitatif, aspal terdiri dari dua kelas utama senyawa: yang asphaltenes dan Malteni. Asphaltenes, dalam 5 sampai 25% berat adalah campuran kompleks dari hidrokarbon, terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatic mengandung belerang. Ada juga amina dan amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium berikut struktur kimia dari asphaltene.

Gambar 2.3 Struktur Asphaltene

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak. (Nuryanto, A. 2008).


(25)

2.2 Polipropilena

Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Struktur molekul propilena dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Struktur Molekul Propilena

Secara industri, polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalis koordinasi. Proses polimerisasi ini akan dapat menghasilkan suatu rantai linear yang berbentuk -A-A-A-A-A- , dengan A merupakan propilena. Reaksi polimerisasi dari propilena secara umum dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Reaksi Polimerisasi Dari Propilena Menjadi Polipropilena

2.2.1 Karakterisasi Polipropilena

Nama kimianya yaitu Poli (1-metiletilena), sama artinya dengan Polipropilena; Polipropena; Polipropene 25 [USAN]; Polimer Propena; Polimer Propilena; Homopolimer 1-Propena. Formula kimia (C3H6)x, dengan monomer Propilena (Propena). Untuk Nomor CAS 9003-07-0 (ataktik), 25085-53-4 (isotaktik), dan 26063-22-9 (sindiotaktik). Sedangkan kristalinitas yaitu berbentuk amorf ukuran 0.85


(26)

g/cm3 dan berbentuk kristalin ukuran 0.95 g/cm3. Untuk titik lebur ~ 165 °C, dengan suhu transisi kaca -10°C, dan titik degradasi 286 °C (559 K).

2.2.2 Struktur Kristalinitas Polipropilena

Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur). (Cowd, 1991).

Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5 o dan membentuk rantai zigzag planar sebagai berikut :

Gambar 2.6 Atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut 109,5o

Untuk polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relative gugus metal satu sama lain di dalam rantai polimernya. Ini menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotaktik.


(27)

Gambar 2.7 Struktur tiga dimensi dari polipropilena, (a)isotaktik, (b) ataktik, dan (c) sindiotaktik

Ketiga struktur polipropilena tersebut pada dasarnya secara kimia berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyususn kembali beberapa ikatan kimia. Struktur yang lebih teratur memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berkristalisasi dari pada struktur yang tidak teratur. Jadi, struktur isotaktik dan sindiotaktik lebih cenderung membentuk daerah kristalin dari pada ataktik.

Polipropilena berstruktur stereogular seperti isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metal bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya (Schwarts, 1991).

2.2.3 Sifat – Sifat Polipropilena

Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan


(28)

dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik.(Gachter, 1990).

Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.

Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras. (Almaika, 1983)

2.2.4 Degradasi Polipropilena

Tsucia dan Summil telah meneliti hasil dari dekomposisi termal polipropilena isotaktik pada suhu 360°C, 380°C dan 400 oC dalam ruang hampa. Kiran dan Gillham juga telah mempelajari degradasi termal polipropilena isotaktik. Hasil yang diperoleh oleh Kiran clan Gillhan ternyata sama seperti yang diperoleh Tsucia clan Summi. Kiran dan Gillham menyarankan mekanisme degradasi termal Polipropilena sebagai berikut : Radikal primer dan sekunder selanjutnya akan terpolimerisasi sehingga akan menjadi monomer-monomer. Reaksi perpindahan radikal intra molekular akan menghasilkan radikal tersier.(Bark 1982).


(29)

2.3 Maleat Anhidrida

Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dapat dibuat dari asam maleat, seperti reaksi dibawah ini :

Gambar 2.8 Pembentukan Maleat Anhidrida

Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06,- larut dalam air, meleleh pada temperatur 57- 60 oC, mendidih pada 202oC dan spesifik grafiti 1,5.g/cm3. Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi (Arifin, 1996).

2.4 Dikumil Peroksida

Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metal metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa hadirnya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi sebagian monomer memerlukan beberapa jenis inisiator.

Inisiator radikal bebas dikelompokkan menjadi empat tipe utama, yaitu : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks dan beberapa senyawa membentuk radikal bebas dibawah pengaruh cahaya (fotoinisiator). Radiasi berenergi


(30)

tinggi bisa juga menimbulkan polimerisasi radikal bebas, meskipun radiasi seperti ini jarang digunakan.(Stevens, 2001).

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.

Gambar 2.9 Struktur Dikumil Peroksida

2.5 Agregat

Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu yaitu 90 – 95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 –85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.


(31)

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah: gradasi, kebersihan, kekerasan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya kelekatan terhadap aspal. Sifat agregat tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis batuannya.

2.5.1 Jenis Agregat

Agregat menurut asal kejadiannya dapat dibagi menjadi 3 jenis :

1. Batuan Beku (igneous rock). Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

2. Batuan Sedimen. Berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

3. Batuan Metamorfik. Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.

Agregat menurut proses pengolahannya dapat dibagi atas 3 jenis :

1. Agregat Alam. Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses pembentukannya.

2. Agregat melalui proses pengolahan. Digunung-gunung atau dibukit-bukit, dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk batu gunung, dan ukuran yang besar-besar sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi jalan.

3. Agregat Buatan. Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen atau mesin pemecah batu.


(32)

Agregat, berdasarkan ukuran butirannya dapat dibagi atas 3 bagian menurut The Asphalt Institut, (1993), dalam Manual Series No. 2 (MS-2) :

1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 8 (2,36 mm)

2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

3. Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 30 (0,06 mm).

2.5.2 Agregat Halus Pasir

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai (Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya (Setyawan, 2006).

Senyawa kimia silikon dioksida, juga yang dikenal dengan silika (dari bahasa latin silex), adalah oksida dari silikon dengan rumus kimia SiO2 dan telah dikenal sejak dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebaga atau


(33)

2.6 Karakterisasi Polimer Modifikasi Aspal (PMA)

2.6.1 Karakterisasi PMA dengan Uji Kuat Tekan

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja.

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

A F

P= (2.1)

Dengan : P = Nilai kuat tekan, kgf/mm2

F = gaya maksimum dari mesin tekan, kgf

A = Luas penampang yang diberi tekanan, mm2

2.6.2 Karakterisasi PMA dengan Uji Daya Serap Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

% 100 ) ( x M M M WA k k j

= (2.2)

Dengan : WA = Daya serap air (%)

Mk = massa sampel kering (kg)


(34)

2.6.3 Karakterisasi PMA dengan DTA

Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan metode yang paling sering

digunakan saat ini untuk penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal dalam polimer. Dalam metode Differential Thermal Analysis (DTA) suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Ukuran sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai 10 mg. meskipun kedua metode memberikan tipe informasi yang sama, terdapat perbedaan yang signifikan dalam instrumentasinya. (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya berada diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg, karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995). Berikut gambar yang menunjukkan pola kuva umum DTA.


(35)

Gambar 2.10 Pola Umum Kurva DTA

Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas (Tg), namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm) (Kristian, 2008).

2.6.4 Karakterisasi PMA dengan FT-IR

Intrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofometer infra merah (Fessenden F, 1997). Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak, yaitu terdiri dari sumber sinar, monokromator berikut alat-alat optik seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detektor amplifier dan alat dengan skala pembacaan atau alat perekam spektra (recorder) akan tetapi disebabkan kebanyakan bahan dalam menstransmisikan radiasi infra merah berlainan dengan sifatnya dalam menstransmisikan radiasi ultra lembayung, sinar tampak, sifat dan kemampuan komponen alat tersebut diatas berbeda untuk kedua jenis alat spektrofotometer itu.

Keuntungan pemakaian sistem berkas rangkap pada alat spektrofotometer adalah : 1. Memperkecil pengaruh penyerapan sinar infra merah oleh CO2 dan uap air dari udara.


(36)

2. Mengurangi pengaruh hamburan (scattering) sinar infra merah oleh partikel-partikel debu yang ukurannya mendekati nilai rata-rata panjang gelombang infra merah. 3. Kalau blanko yang digunakan adalah pelarut dari cuplikan dengan sistem berkas

rangkap itu pita-pita serapan pelarut tidak akan timbul pada spektra yang direkam. 4. Sistem berkas rangkap mengurangi pengaruh ketidak stabilan pancaran sumber sinar

dan detektor.

5. Perekaman otomatis dapat dilakukan (scanning) (Noerdin, 1985).

Sistem analisis spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisis infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektra yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektra infra merah (IR) adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 yang sampai 2900 cm -1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung suatu analisis material (Hummel, 1985)

2.6.5 Karakterisasi PMA dengan SEM

SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih udah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada SEM suatu berkas insiden elektron yang sangat halus

di-scan meyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam

tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).


(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan-Bahan

- Aspal dari iran dengan tipe grade 60/70

- Polipropilena daur ulang dari kemasan minuman gelas ”Aqua” - Agregat pasir halus

- Dikumil Peroksida p.a - Maleat Anhidrida p.a.

3.2 Alat-Alat

- Gelas Beaker 500 mL - Ayakan 0,6 mm

- Neraca Analitis Mettler Toledo

- Hot Plate dan Agitator Corning PC 400 D/Fisher Dyna Mix - Ekstruder MIFPOL BRS 896

- Oven Gallenkamp Plus II

- Hydraulic Press Test System Model HPTS.0001.08

- Cetakan sampel ukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm (ASTM C 348-2002) - Mesin uji tekan Tokyo Testing Machine Type-20E MGF


(38)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Agregat Pasir dan Polipropilena

- Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian dikeringkan di oven pada suhu 110oC. Seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan. Kemudian dibuat masing-masing ke dalam 300 gram.

- Polipropilena dari kemasan minuman gelas ”Aqua” dipotong kecil-kecil, kemudian dibuat masing-masing ke dalam variasi 40, 30, 20, dan 10 gram.

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Polimer

- Sebanyak 60 gram aspal dimasukkan ke dalam gelas beaker, dipanaskan pada suhu 100 oC.

- Setelah meleleh ditambahkan 40 gram polipropilena daur ulang ke dalam aspal tersebut, dan dipanaskan pada suhu yang sama selama 5 menit sambil diaduk. - Ditambahkan 300 gram pasir halus ke dalam campuran tersebut secara

perlahan sambil diaduk pada temperatur yang sama selama 10 menit.

- Ditambahkan berturut-turut DCP dan MAH masing-masing 1 gram, sambil tetap diaduk selama 10 menit dengan pemanasan yang sama.

- Campuran tersebut dimasukkan ke dalam ekstruder pada suhu 160 oC.

- Hasil ekstruder dimasukkan ke dalam cetakan kubus, dan ditempatkan ke dalam alat cetak tekan pada suhu 165 oC selama 15 menit.

- Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk di uji.

- Perlakuan yang sama juga dilakukan dengan variasi polipropilena dan aspal dengan perbandingan masing-masing komposisi yaitu (30 : 70); (20 : 80) dan (10 : 90) gram.

- Khusus untuk komposisi Aspal 100 gram, perlakuannya hampir sama yaitu 100 gram aspal dicampurkan dengan dengan 300 gram pasir halus, tetapi tanpa


(39)

adanya penambahan polipropilena, DCP, dan MAH, juga tanpa menggunakan proses ekstruksi.

3.3.3 Karakterisasi Aspal Polimer

3.3.3.1 Karakterisasi dengan Uji Kuat Tekan

Alat yang digunakan pada uji kuat tekan adalah Tokyo Testing Machine

Type-20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 kgf dan mengacu pada ASTM D 1559-76.

Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

- Sampel yang di uji berbentuk kubus dengan sisi 50 mm, dengan luas permukaan 2500 mm2.

- Selanjutnya sampel ditempatkan pada mesin uji tekan. Kemudian diberikan pembebanan sebesar 1000 kgf dengan kecepatan 10 mm/menit sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai P max (dalam satuan kgf).

Dihitung nilai uji kuat tekan dengan menggunakan persamaan (2.1), maka nilai uji kuat tekan dari aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.2Karakterisasi dengan Uji Daya Serap Air

Untuk mengetahui besarnya daya serap air oleh aspal polimer yang telah dibuat mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

- Sampel dibersihkan, kemudian ditimbang disebut dengan massa kering.

- Sampel direndam di bak perendaman selama 1 jam, kemudian sampel diangkat dan permukaannya dilap dengan kain halus dan ditimbang disebut dengan massa jenuh.


(40)

Dengan menggunakan persamaan (2.2), maka nilai daya serap air oleh aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.3Karakterisasi Dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal

Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

- Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

- Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

- Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mv, dan DTA range + 250 µV.

- Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 oC.

- Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 oC/menit.

- Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.

Hasil pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan suhu transisi gelas (Tg), suhu titik lebur (Tm) dan perubahan suhu (∆T).

3.3.3.4 Karakterisasi Dengan FTIR

Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

- Sampel yang dianalisis terlebih dahulu dipotong dalam ukuran kecil kemudian dipanaskan hingga meleleh.

- Hasilnya dioleskan dengan tipis pada kepingan KBr. - Kemudian di uji dengan FT-IR.


(41)

Hasil yang diperoleh berupa kurva yang menampilkan puncak (peak) yang kemudian dapat ditentukan gugus fungsinya.

3.3.3.5Karakterisasi Dengan SEM

Pengujian dilakukan pada permukaan sampel. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

- Sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan bertekanan (vacum evaporator) 1492 x 102 atm.

- Kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga + 15 kV pada ruangan khusus sehingga mengeluarkan elektron skunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya Cathode Ray Tube (CTD).

Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan dan dilakukan perbesaran mencapai 100 kali, 500 kali, 1000 kali, dan 2500 kali sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.


(42)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Polimer

Aspal

Ditambahkan dengan Polipropilena

Ditambahkan agregat pasir halus (300 gram) Diaduk sambil dipanaskan (T=100oC, 10 menit)

Campuran dan Agregat

Ditambahkan Dikumil peroksida (1 gram) Ditambahkan Maleat Anhidrida (1 gram)

Diekstruksi (T=160 oC)

Dimasukkan ke dalam cetakan kubus

Dipress dan dipanaskan (T = 155 oC, 15 menit)

Hasil

Uji Kuat Tekan

Uji Daya

Serap Air DTA FT-IR SEM

Dikarakterisasi

Dimasukkan ke dalam gelas beaker Dipanaskan (T = 100 oC)

Diaduk sambil dipanaskan (T=100oC, 10 menit)

Diaduk sambil dipanaskan (T=100 oC, 5 menit)


(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Aspal polimer telah dibuat dengan mencampurkan aspal dengan polipropilena yang dicampurkan bersama agregat pasir sebanyak 300 gram dengan adanya dikumil peroksida dan maleat anhidrat masing-masing sebanyak 1 gram menggunakan proses ekstruksi. Dengan memvariasikan antara aspal dan polipropilena. Hasil kemudian dikarakterisasikan dengan pengujian kuat tekan, daya serap air, DTA, FTIR, dan SEM.

4.1.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan

Proses pengujian kuat tekan mengacu pada ASTM D 1559-76 atau SNI 03-6758-2002 mengenai standart prosedur pengujian kuat tekan. Penguian ini diperlukan untuk mengetahui besarnya kekuatan suatu sampel terhadap tekanan atau beban yang diberikan samapai pada batas maksimumnya.

Pengujian kuat tekan ini dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel dengan menggunakan alat Tokyo Testing Machine yang mempunyai kapasitas maksimum sebesar 2000 kgf. Pembebanan yang diberikan sebesar 1000 kgf terhadap benda uji yang berbentuk kubus berukuran sisi 50 mm dengan kecepatan 10 mm/menit. Dimana hasil pengujian kuat tekan tersebut ditampilkan dalam bentuk kurva – kurva yang menunjukkan besarnya gaya maksimum yang dihasilkan suatu sampel. Berikut Gambar 4.1 yang menunjukkan hasil pengujian terhadap semua variasi campuran aspal.


(44)

Gambar 4.1 Diagram Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal dan Polipropilena

Hasil lain dari pengujian tersebut ditampilkan secara digital, dimana diperoleh gaya maksimum (load) yang selanjutnya disebut dengan F dalam satuan kgf dan regangan (stroke) dalam satuan mm/menit. Harga F yang diperoleh tersebut kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.1 untuk mendapatkan nilai kuat tekannya. Berikut contoh perhitungan untuk campuran aspal dan PP variasi (70:30).

Diketahui : F = 696,7 kgf, A = 50 mm x 50 mm = 2500 mm2, maka diperoleh nilai kuat tekan (P) yaitu :

2 2

0

,

2787

/

2500

7

,

696

mm

kgf

mm

kgf

A

F

P

=

=

=

Kemudian nilai P dalam satuan kgf/mm2 dikonversikan ke satuan MPa, maka diperoleh nilai kuat tekan sebagai berikut :

(

)

x MPa MPa


(45)

Sehingga diperoleh nilai kuat tekan dari sampel campuran Aspal dan PP variasi (70:30) yaitu sebesar 2,73 MPa. Dan mengacu pada perhitungan tersebut, maka diperoleh nilai kuat tekan masing-masing sampel dalam yang disajikan dalam bentuk Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Uji Kuat Tekan Campuran Aspal Dan Polipropilena

No

Variasi Sampel

F A Kuat Tekan (P) Stroke Aspal PP

(g) (g) (kgf) (mm2) (kgf/mm2) (MPa) (mm/menit)

1 60 40 580,3 2500 0,232 2,28 20,04

2 70 30 696,7 2500 0,279 2,73 14,73

3 80 20 436,4 2500 0,175 1,71 11,32

4 90 10 352,1 2500 0,141 1,38 16,21

5 100 0 98,7 2500 0,039 0,39 14,32

Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut, dapat dilihat hubungan antara nilai kuat tekan daengan campuran aspal dan polipropilena yang dinyatakan dalam bentuk grafik.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Variasi Campuran Aspal dengan Polipropilena


(46)

4.1.2 Hasil Pengujian Daya Serap Air

Proses pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendamn selama 24 jam.

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, dimana data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah disubstitusikan ke persamaaan 2.2 untuk mendapatkan nilai persentase daya serap airnya. Berikut contoh perhitungan untuk sampel campuran aspal dan PP variasi (70:30).

Diketahui : berat sampel kering (Mk) = 251,7 g dan berat jenuh air atau berat

sampel basah (Mb) = 252,5 g, maka persentase daya serap air yaitu :

% 24 , 0 % 100 7 , 251 6 , 0 % 100 1 , 252 1 , 252 7 , 252 % 100 ) ( = = − = − = x g g x g g g x M M M WA k k j

Mengacu pada perhitungan tersebut, maka diperoleh persentase penyerapan air dari masing-masing sampel yang disajikan dalam bentuk Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Penyerapan Air Campuran Aspal Dan Polipropilena

No

Variasi Massa Sampel

%WA

Aspal PP Mk Mj

(g) (g) (g) (g)

1 60 40 251,7 252,5 0,32

2 70 30 252,1 252,7 0,24

3 80 20 250,3 251,3 0,40

4 90 10 248,1 249,5 0,56

5 100 0 270,9 273,0 0,78

Berdasarkan Tabel 4.2 tersebut diperoleh grafik yang menyajikan hubungan antara persentase penyerapan air campuran aspal dengan polipropilena.


(47)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Daya Serap Air Dengan Campuran Aspal dan Polipropilena

4.1.3 Hasil Pengujian Termal Dengan DTA

Pengujian sifat termal dengan DTA merupakan metode karakterisasi untuk mengetahui perubahan sifat-sifat campuran aspal dengan bahan polimer dan campuran aspal tanpa bahan polimer terhadap suhu terutama menentukan perubahan suhu transisi gelas (Tg) dan suhu dekomposisi.

Pengujian ini telah dilakukan terhadap campuran aspal dengan polipropilena variasi (70:30) yang merupakan hasil maksimum dari pengujian mekanis dan juga terhadap campuran aspal tanpa penambahan polipropilena. Dan hasil pengujian dengan menggunakan DTA ditampilkan dalam bentuk diagram seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut.


(48)

Gambar 4.4 Diagram DTA Campuran Aspal Dengan Polipropilena (70:30)


(49)

Pengujian DTA dilakukan untuk menentukan nilai temperatur kritis atau transisi gelas (Tg) dan nilai temperatur maksimum (Tm). Dimana untuk pengukuran Tg atau (Tm) dimulai dari puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15 mv. Hasil yang diperoleh menjadi nilai Tg ataupun Tm yang dinyatakan dalam skala oC.

4.1.4 Hasil Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR

Pengujian dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terdapat pada campuran aspal sebelum dan setelah penambahan polipropilena. Pengujian ini dilakukan terhadap campuran aspal dengan polipropilena variasi (70:30) dan campuran aspal tanpa penambahan polipropilena. Berikut gambar spektrum hasil pengujian dengan FT-IR.


(50)

Gambar 4.7 Spektrum Campuran Aspal

Tabel 4.3 Bilangan Gelombang Campuran Aspal Dan Polipropilena (70:30) dan Bilangan Gelombang Campuran Aspal

No Sampel

Bilangan

Gugus Fungsi Gelombang (cm-1)

Gambar 4.6 Campuran Aspal 2920,10 CH alifatis

Dengan Polipropilena 1603,58 C=C

(70:30) 1459,10 CH2

1377,90 CH3

1167,37 C-O

841,46 =C-H

Gambar 4.7 Campuran Aspal 3412,01 - OH (hidroksil) 2921,34 CH alifatis

1624,61 C=C

1462,56 CH2

1376,58 CH3


(51)

4.1.5 Hasil Pengujian Dengan SEM

Pengujian dengan SEM dilakukan untuk menganalisis struktur permukaan dari sampel sehingga dapat dibandingkan perubahan struktur permukaan pada campuran aspal sebelum dan sesudah penambahan polipropilena, juga sebelum dan sesudah dilakukan pengujian kuat tekan.

Telah dilakukan pengujian SEM ini terhadap tiga sampel yaitu campuran aspal, campuran aspal dengan polipropilena (70:30) sebelum pengujian kuat tekan, dan campuran aspal dengan polipropilena (70:30) setelah pengujian kuat tekan. Dan ketiga jenis sampel yang diujikan tersebut dianalisis dengan ukuran perbesaran 2500 kali yang hasilnya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10 berikut, dan untuk hasil lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3.


(52)

Gambar 4.9 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Sebelum Pengujian Perbesaran 2500 kali

Gambar 4.10 Foto SEM Campuran Aspal Dan Polipropilena Setelah Pengujian Perbesaran 2500 kali


(53)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Pengujian Kuat Tekan

Berdasarkan hasil dari pengujian kuat tekan, diketahui bahwa penambahan polipropilena sebagai aditif dalam campuran aspal menunjukkan adanya peningkatan daya tahan sampel terhadap beban yang diberikan, hal ini terlihat jelas dari diagram pada Gambar 4.1 tersebut. Dimana pada gambar tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara campuran aspal dengan polipropilena dan campuran aspal tanpa polipropilena.

Untuk campuran aspal tanpa penambahan polipropilena bentuk kurva terlihat agak melebar kesamping, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kekuatan dari campuran aspal tersebut untuk menahan beban yang diberikan selain hanya bergantung pada kekuatan agregat pasir semata. Sementara untuk campuran aspal dengan bahan polipropilena, bentuk kurvanya hampir sama dimana bentuk kurvanya menurun kemudian sedikit melengkung dibawah yang menunjukkan bahwa peranan polipropilena yang memiliki sifat yang keras mampu menahan beban yang ada.

Pada Gambar 4.2 tersebut terlihat jelas bahwa nilai kuat tekan maksimum pada komposisi aspal dan polipropilena (70:30) sebesar 2,73 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan minimum pada komposisi aspal dan polipropilena (100:0) sebesar 0,39 MPa. Sementara pada komposisi aspal dan polipropilena (60:40) sebesar 2,28 MPa. Seharusnya berdasarkan sifat yang dimiliki polipropilena yang keras dan kaku, cenderung semakin banyak komposisi polipropilena ditambahkan ke dalam campuran hasilnya akan semakin lebih kuat, akan tetapi pada variasi (60:40) menunjukkan kekuatan tekannya jauh lebih rendah dibandingkan variasi (70:30). Hal ini disebabkan karena pada variasi (70:30) campurannya lebih homogen dan dispersi dari pada agregat pasir merata pada ikatan yang terjadi antara aspal dengan polipropilena. Komposisi polipropilena yang cukup besar dengan diiringi semakin kecilnya komposisi dari aspal dapat menyebabkan daya rekat antara aspal, polipropilena, dan agregat pasir menjadi semakin rendah, hal ini disebabkan karena polipropilena tidak dapat berikatan dengan pasir.


(54)

Dan berdasarkan SNI 08-1991-03 untuk persyaratan aspal beton nilai kuat tekannya sebesar 15-40 MPa. Ini berarti semua campuran aspal yang diujikan belum memenuhi ini standar kekuatan dari campuran aspal beton. Hal ini disebabkan karena untuk persyaratan campuran aspal beton tersebut menggunakan agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir yang lolos saringan 2,36 mm). Sementara dari pengujian skala laboratorium, untuk agregatnya yang digunakan hanya pasir yang lolos saringan 0,6 mm. Sehingga hasil kuat tekan dari campuran aspal tersebut belum memenuhi Standar Nasional Indonesia.

4.2.2 Analisis Pengujian Daya Serap Air

Berdasarkan Gambar 4.3 diatas terlihat daya serap air minimum pada sampel campuran aspal dan polipropilena variasi (70:30) yaitu 0,24%, dan daya serap air maksimum pada campuran aspal tanpa polipropilena yaitu sebesar 0,78%. Dan rata-rata daya serap air dari campuran aspal dengan polipropilena yaitu sebesar + 0,38%. Ini menunjukkan bahwasanya efektifitas penggunaan polipropilena sebagai bahan aditif cukup baik karena dapat mengurangi daya serap air sampai + 0,4%. Hal ini dikarenakan sifat polipropilena yang tahan terhadap air. Menurut Tapkin (2007), banyaknya kandungan air di dalam campuran aspal cenderung mengurangi daya tahan campuran aspal karena menyebabkan erosi. Sehingga dengan ditambahkannya bahan polipropilena, persentase daya serap air menjadi lebih kecil.

Pada komposisi aspal dan polipropilena (70:30) nilai daya serap airnya paling minimum diantara semua variasi dan ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut adalah yang terbaik untuk uji daya serap air, dikarenakan polipropilena menyebar merata (homogen) di dalam campuran tersebut sehingga menghalangi sebahagian air untuk masuk kedalam agregat.

Berdasarkan SNI-03-1969-1990, diketahui bahwa kandungan air dalam campuran aspal maksimum sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel yang telah diujikan, untuk nilai penyerapan airnya telah memenuhi standar minimum penyerapan air terhadap agregat pasir menurut Standar Nasional Indonesia.


(55)

4.2.3 Analisis Pengujian Termal Dengan DTA

Berdasarkan Gambar 4.4 tersebut untuk campuran aspal dan polipropilena (70:30), diketahui suhu transisi gelas Tg sebesar 343 oC dengan terjadi kenaikan suhu (eksoterm), dan suhu dekomposisi Tm nya sebesar 454 oC dan terjadi kenaikan suhu (eksoterm). Sedangkan untuk Gambar 4.5 untuk campuran aspal tanpa penambahan polipropilena, diketahui suhu transisi gelas Tg sebesar 325 oC dan 395 oC, dan suhu dekomposisi Tm nya sebesar 509 oC yang juga keduanya menunjukkan terjadinya kenaikan suhu (eksoterm).

Suhu transisi gelas dari campuran aspal dengan agregat sebesar 325 oC dan 395 oC menunjukkan adanya kandungan-kandungan dari senyawa maltene yang terpisah dari asphaltene dalam aspal. Sedangkan suhu transisi gelas campuran aspal dan polipropilena variasi (70:30) sebesar 343 oC menunjukkan adanya rantai-rantai kecil dari senyawa-senyawa radikal yang terbentuk, dan meleleh lebih dahulu serta terpisah dari ikatan-ikatan silang dari senyawa radikal antara polipropilena, aspal dan MAH..

Adanya perbedaan suhu dekomposisi Tm dari campuran aspal dengan polipropilena variasi (70:30) sebesar 454 oC dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan suhu dekomposisi campuran aspal dengan agregat tanpa penambahan polipropilena, rendahnya nilai dekomposisi dengan penambahan polipropilena tersebut karena banyaknya terjadi reaksi persaingan antara senyawa-senyawa radikal dari aspal, polipropilena, dan MAH dalam campuran tersebut ini sehingga ikatan-ikatan silang yang terbentuk pun sedikit dan menyebabkan nilai dekomposisi rendah. Menurut Widia (2010), adanya kehadiran bahan polimer ini dapat meningkatkan sifat mekaniknya namun sekaligus memberikan titik dekomposisi yang rendah.

Jadi, berdasarkan pengujian sifat termal dengan menggunakan DTA tidak menunjukkan hasil yang jauh lebih baik apabila aspal dan agregat ditambahkan dengan polipropilena.


(56)

4.2.4 Analisis Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR

Spektrum campuran aspal dengan polipropilena (70:30) sesuai dengan Gambar 4.6 menunjukkan adanya serapan tajam dan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2920,1 cm-1 menandakan adanya CH alifatis. Dan bilangan gelombang 1603,58 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=C alkena. Selanjutnya serapan tajam dan intensitas kuat terlihat pada bilangan gelombang 1459,10 cm-1 dan 1377,9 cm-1 menandakan adanya pemunculan CH2 dan CH3. Serapan tajam dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 1167,37 cm-1 dan 841,64 cm-1 menunjukkan adanya C-O dan =CH dari polipropilena.

Spektrum campuran aspal sesuai dengan Gambar 4.7 menunjukkan adanya serapan melebar dan intensitas lemah pada bilangan gelombang 3400 cm-1 menandakan adanya gugus hidroksil –OH. Selanjutnya serapan tajam dan intensitas kuat terlihat pada bilangan gelombang 2921,34 cm-1 menandakan adanya C-H alifatis, serapan melebar dan intensitas lemah juga ditunjukkan pada bilangan gelombang 1624,61 cm-1 menandakan adanya ikatan C=C alkena. Serapan tajam dan intensitas lemah terlihat pada bilangan gelombang 1462,56 cm-1 dan 1376,58 cm-1 menandakan adanya pemunculan CH2 dan CH3. Serapan tajam dan intensitas kuat pada bilangan gelombang 1032,40 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-O (Marham,2009; Dachriyanus, 2004)

Pada Gambar 4.6 terjadi peningkatan intensitas pada bilangan gelombang 1459,10 cm-1 dan 1377,9 cm-1 untuk CH2 dan CH3 yang menunjukkan bahwa polipropilena telah bercampur di dalam aspal tersebut, juga dipertegas dengan pemunculan =CH pada bilangan gelombang 841,64 cm-1. Dan apabila dibandingkan dengan Gambar 4.7 untuk CH2 dabn CH3 nya intensitasnya rendah serta tidak adanya gugus =CH yang terlihat pada sekitaran bilangan gelombang 800 cm-1 tersebut. Tidak adanya gugus hidroksil pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa telah terjadi ikatan kimia pada campuran tersebut antara aspal dengan polipropilena yang berikatan melalui gugus hidroksil dari aspal tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa penambahan polipropilena ke dalam campuran aspal menunjukkan terjadinya ikatan kimia karena adanya inisiator dari DCP dan crosslinker MAH.


(57)

4.2.5 Analisis Pengujian Dengan SEM

Pada Gambar 4.8 tersebut terlihat struktur morfologi campuran aspal dengan agregat pasir dimana terlihat aspal berikatan dengan partikel-partikel kecil dari pasir, dan permukaan campuran aspal tersebut juga terlihat lebih rapat yang berarti pori-pori yang dihasilkan pun cukup kecil. Partikel-partikel kecil yang berwarna putih tersebut adalah pasir, sedangkan yang berwarna hitam dan mendominasi dipermukaan adalah aspal, dengan adanya partikel-partikel pasir di sekitar permukaan menyebabkan air lebih mudah masuk ke dalam campuran aspal tersebut.

Pada Gambar 4.9 hasil foto SEM terhadap permukaan campuran aspal dan polipropilena (70:30) sebelum dilakukan pengujian kuat tekan memperlihatkan perubahan atau perbedaan struktur dari campuran aspal dengan agregat tanpa polipropilena. Dimana terlihat permukaan campuran aspal cukup keras yang menunjukkan polipropilena telah menyebar di dalam campuran aspal tersebut dan menyatu, dan terlihat juga partikel-partikel kecil dipermukaan yang merupakan agregat pasir terperangkap dalam ikatan yang terjadi antara aspal dengan polipropilena. Permukaan campuran menunjukkan banyaknya pori-pori yang terbentuk, dan secara fisis terlihat bahwa campuran kurang homogen, dan juga diketahui bahwa terjadi perubahan bentuk yang signifikan setelah penambahan bahan polimer.

Dan Gambar 4.10 tersebut terlihat campuran aspal dengan polipropilena setelah dilakukan pengujian kuat tekan, dimana terlihat sedikit ada kerusakan pada struktur permukaannya, dan adanya bentuk seperti jarum-jarum kecil yang menunjukkan adanya ikatan yang terjadi antara aspal, polipropilena dan MAH yang terputus akibat proses pengujian kuat tekan. Hasil SEM tersebut merupakan bagian sisi dalam dari campuran aspal dengan polipropilena yang mana terlihat morfologinya lebih rapat dan pori-pori yang terbentuk lebih sedkit, dibandingkan campuran aspal dengan polipropilena yang sebelum dilakukan pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa polipropilena yang ditambahkan berperan dalam meningkatkan kekuatan mekanik dari aspal.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Aspal polimer dapat dibuat dengan menggunakan polipropilena daur ulang yang dicampurkan bersama agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida dan maleat anhidrat dengan menggunakan proses ekstruksi, dengan komposisi yang optimum yaitu pada perbandingan komposisi aspal, polipropilena, dan agregat pasir halus (70:30:300).

2. Penambahan polipropilena dalam campuran aspal telah menghasilkan ketahanan terhadap tekanan sebesar 2,73 MPa, yang menunjukkan hasil lebih baik dari campuran aspal tanpa polipropilena (0,39 MPa), namun demikian ini belum memenuhi SNI 08-1991-03 (kuat tekan 15-40 MPa), juga menghasilkan ketahanan terhadap air paling baik dimana penyerapan air lebih minimum yaitu sebesar 0,24% dan ini telah memenuhi SNI-03-1969-1990 (maksimum penyerapan air sebesar 3%). Tetapi ditinjau dari sifat termal tidak menghasilkan suhu dekomposisi lebih baik, dimana suhu dekomposisi sebesar 454 oC terjadi penurunan sebesar 10,8% dari campuran aspal tanpa polipropilena (509 oC). Adanya ikatan silang terjadi antara gugus hidroksil dari aspal dengan pengikat sambung silang MAH, polipropilena melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP. Dan hasil morfologi memperlihatkan adanya perubahan struktur permukaan setelah ditambahkan dengan polipropilena.


(59)

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang sama tetapi menggunakan pengujian-pengujian yang berbeda seperti pengujian-pengujian dengan alat Marshall, pengujian-pengujian abrasi, pengujian daktilitas.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan memvariasikan agregat dalam campuran agar mendapatkan suatu variasi campuran yang jauh lebih baik antara aspal-polipropilena dengan agregat.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan agregat kasar dan agregat halus sekaligus agar diperoleh hasil kuat tekan yang memenuhi SNI denngan menggunakan alat ekstruksi yang lebih besar.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Almaika, S., Scott, G. 1983. In Degradation and Stabilization of Polyolefin. Chapter 7. N.S. Allen (Ed). App Sci Pulp.Ltd. London.

Anonim. 2010a.

aplikasinya.html Diakses tanggal 14 Juni 2010.

Anonim. 2010b.

Arifin. 1996. Sintesis Kopolimer Stirena Maleat Anhidrida dan Karakterisasinya. Tesis PPS Kimia. Institut Teknologi Bandung Press. London.

Bark and Alan. N.S. 1982. Analysis of Polymer System. Applied Science Publisher Itd. London.

Brown, E.R., Rowlet, R.D., dan Boucher, J.L. 1990. Highway Research: Shearing The

Benefits. Proceeding of The United States Strategic Highway Research

Program Conference. London.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas University Press. Padang.

Gachter, M. 1990. Plastic Additives Handbook. Third Edition. Hanser Pubisher. Munich.

Hummel, D.O. 1985. Infrared Spectra Polymer in The Medium and The Long

Wavelenght Region. Jhon Willey and Sons. London.

Khosia, N.P., Zahran, S.Z. A Mechanistic Evaluation of Mixes Containing

Conventional and Polymer Modified (Styrelf) Asphalt. Poceedings of

Association of asphalt paving Technologists. Vol. 58. pp. 274-302.

King, G.N., Muncy, H.W., Prudhomme, J.B. 1986. Polymer Modification : Binder’s

Effect on Mix Properties, Proceedings of the Association of Asphalt paving Technologists. Vol. 55. pp. 519-540.

Kristian, S. 2008. Karakterisasi Sifat Fisika Dan Kimia Plastisiser Poligliserol Asetat

Dan Kinerja Plastisisasinya Dalam Matriks Termoplastik Polistirena. Tesis

Magister Ilmu Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marham, S. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.


(61)

Masahiko, O. 1997. Japan Patent. Japan.

Mothe, M.G., Leite, L.F.M., Mothe, C.G. 2008. Thermal Characterization of Asphalt

Mixtures By TG/DTG, DTA and FTIR. Journal of Thermal Analysis and

Calorimetry. pp. 109.

Newdesnetty, B. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Aspal Beton Berbasis Dreg dan

Grit. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. hal.

13-39.

Noerdin. D. 1985. Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi

Ultra lembayung dan Infra Merah. Angkasa. Bandung.

Nuryanto, A. 2008. Aspal Buton dan Propelan Padat. Jakarta.

Oglesby, C.H. 1996. Teknik Jalan Raya. Edisi Keempat. Jilid II. Erlangga. Jakarta.

Pei-Hung, Y. 2000. A Study of Potential Use of Asphalt Containing Synthetic

Polymers For Asphalt Paving Mixes. UMI. USA. hal 2-10.

Schwattz. SS. 1981. Plastic Material and Processes. New york: Van Nostrand Reinhold.

Setyono, E. 2003. Karakteristik Beton Dengan Agregat Halus Formulasi Pasir Pantai

Mangkang - Pasir Muntilan Dengan Variasi Jumlah Semen. Universitas

Negeri Semarang. Semarang.

Setyawan, I.B. 2006. Pengaruh Penambahan Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona

grandis L.f) Pada Mortar Semen Ditinjau Dari Kuat Tekan, Kuat Tarik Dan Daya Serap Air. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Singh, R.P. 1992. Surface Grafting Onto Polypropylene – A Survey of Recent

Development. India.

Stevens, M.P., 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta

Sukirman, S. 2003 Beton Aspal Campuran Panas. Edisi Pertama. Granit. Jakarta.

Tapkin, S. 2007. The Effect of Polypropylene Fibers on Asphalt Performance. Journal of Building and Environment. Volume 43. Anadolu University. Eskisehir. Turkey. pp. 1065–1071.

Terrel, R.L., Walter, J.L. 1986. Modified Asphalt Pavement Materials : The European

Eperience. Proceedings of the Association of Asphalt Paving Technologists.

Vol.55. pp. 482-518.

The Asphalt Institute. 1993. Mix Design Methods for Asphalt Concrete and other Hot


(62)

Warsiah, T.S. 2009. Pengaruh Penambahan Plastik LDPE (Low Density Poly Ethilen)

Dengan Cara Basah dan cara Kering Terhadap Kinerja Campuran Beraspal.

Jurnal jalan dan Jembatan. Vol 26 No. 2. Bandung.

Widia, N.,S. 2010. Optimasi Pembuatan Bioplastik Polihidroksilalkanoat Dengan

Menggunakan Bakteri Pada Media Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Tesis

Magister Ilmu Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wignall, A. 2003. Proyek Jalan Teori Dan Praktek. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Universitas Sumatera Utara – Press. Medan.

Yang, K., Fei W., Zhimming C. 2010. Reaction of Asphalt and Maleic Anhydride :


(63)

Lampiran 1.

Gambar 1. Hasil SEM Campuran Aspal dan Agregat Perbesaran 1000 kali Sebelum Pengujian

Gambar 2. Hasil SEM Campuran Aspal dan Agregat Perbesaran 2500 kali Sebelum Pengujian


(64)

Lampiran 2.

Gambar 3. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Sebelum Pengujian

Gambar 4. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Sebelum Pengujian


(65)

Lampiran 3.

Gambar 5. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Setelah Pengujian

Gambar 6. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Setelah Pengujian


(66)

Lampiran 4

Gambar 7. Foto Spesimen Campuran Aspal Dengan Polipropilena


(67)

Lampiran 5

Gambar 9. Aspal - Polipropilena (70:30) Sebelum Pengujian Kuat Tekan


(68)

Lampiran 6

Gambar 11. Ekstruder Gambar 12. Proses Ekstruksi

Gambar 13. Hot Compressor Gambar 14. Proses Pencetakan \


(69)

Lampiran 7

Gambar 15. Aspal

Gambar 16. Pasir halus


(1)

Lampiran 2.

Gambar 3. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Sebelum Pengujian

Gambar 4. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Sebelum Pengujian


(2)

Lampiran 3.

Gambar 5. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 1000 kali Setelah Pengujian

Gambar 6. Hasil SEM Campuran Aspal dan Polipropilena (70 :30) Perbesaran 2500 kali Setelah Pengujian


(3)

Lampiran 4

Gambar 7. Foto Spesimen Campuran Aspal Dengan Polipropilena


(4)

Lampiran 5

Gambar 9. Aspal - Polipropilena (70:30) Sebelum Pengujian Kuat Tekan


(5)

Lampiran 6

Gambar 11. Ekstruder Gambar 12. Proses Ekstruksi

Gambar 13. Hot Compressor Gambar 14. Proses Pencetakan


(6)

Lampiran 7

Gambar 15. Aspal

Gambar 16. Pasir halus