Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Meminjam pendapat Prihatin (2011:153:154) bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.

Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulm ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

Kemudian menurut Sujanto (2007:30) manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen sekolah yang mem- berikan otonomi kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah dan masya- rakat (stakeholders) yang dilayani, dengan tetap selaras dengan kebijakan nasional tentang pendidikan.

Berdasarkan penapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas personil sekolah.

Sesungguhnya indikator keberhasilan MBS yang harus dapat diukur dan dirasakan oleh para stakeholders pendidikan, adalah adanya peningkatan mutu pendidikan di sekolah secara berkelanjutan. Dalam hal ini MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk mening- katkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efesiensi serta manajemen yang bermutu di tingkat sekolah. Sekolah dalam hal ini menjadi lembaga mandiri dalam menetapkan kebijakannya, tetapi memiliki jaringan kerja dengan berbagai pihak yang dapat meningkatkan mutu kinerja manajemen.

Pada awal tahun 2000, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) diperkenalkan dan kebijakan inovatif ini dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas diungkapkan beberapa indikator yang menjadi karakteristik dari konsep MBS sekaligus merefleksikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak antara lain dikemukakan oleh Siahaan,( 2006:32), yaitu:

a. Lingkungan di sekolah yang aman dan tertib

b. Sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai

c. Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat

d. Adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah, guru dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi

e. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan

f. Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan atau perbaikan mutu

g. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat lainnya.

Sesunguhnya asumsi dasar untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai alternatif pemberdayaan sekolah adalah dikarenakan model ini merupakan wujud reformasi atau inovasi pedi- Sesunguhnya asumsi dasar untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai alternatif pemberdayaan sekolah adalah dikarenakan model ini merupakan wujud reformasi atau inovasi pedi-

Manajemen yang bertumpu pada pendagunaan sumberdaya sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan:

a. Kebijakan dan wewenang sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru

b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal

c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tindak pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah

d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, mem- berdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan peruahan perencanaan.

Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa dalamm manajemen kesiswaan, untuk penentuan daya tampung dan perencanaan penerimaan siswa baru kepala sekolah sudah membuat usulan daya tampung siswa yang ditujukan kedinas Pendidikan setempat untuk mendapat persetujuan agar dapat dilaksanakan.

Begitu pula praktik manajemen sarana prasarana, pengadaan sumber belajar siswa seperti buku pelajaran, sekolah-sekolah dilingkungan dinas setempat sudah menggunakan buku pelajaran atau sumber belajar yang telah ditetapkan.