Implementasi MBS

D. Implementasi MBS

Masalah- masalah pendidikan nasional semakin kompleks sesuai dengan makin meningkatnya kecerdasan rakyat indonesia serta kemam- puan sumber daya manusia indonesia yang semakin ditingkatkan. Didalam kaitan ini, ada empat kelompok permasalahan yaitu: (1) Peranan pendidikan di dalam pembangunan nasional memasuki abad 21 dalam masyarakat yang serba terbuka. Masalah penting yang mengemuka antara lain mengenai pentingnya reformasi pendidikan nasional, (2) pentingnya manajemen pendidikan agar dapat dibangun sistem nasional yang kuat dan dinamis menuju kepada kualitas output yang tinggi mutunya, (3) Kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pendidikan dalam masyarakat ilmu, (4) Otonomi daerah yang menuntut penyelenggaraan pendidikan nasional yang memenuhi kebutuhan pembangunan di daerah sebagai dasar pembangunan nasional dan kerjasama regional.

Hal-hal di atas sampai saat ini menjadi masalah dalam menentukan Hal-hal di atas sampai saat ini menjadi masalah dalam menentukan

Pendidikan memerlukan perencanaan, perencanaan merupakan salah satu aspek dalam manajemen, dan perencanaan dalam manajemen nasional menenukan keberhasilan pencapaian tujuan nasional, yaitu mencerdasakan manusia Indonesia (salah satunya). Upaya pencapaian tujuan nasional akan berhasil dengan baik jika perencanaan pendidikan saat ini memperhatikan perkembangan domestik global.

Perkembangan domestik saat ini telah mengancam ketahanan nasional, ancaman itu adalah: (1) ketidak adilan dan kesewenang- wenangan, (2) Arogansi kekuasaan, arogansi kekayaan dan arogansi intelektual, (3) Keberingasan sosial, (4) Perilaku sosial menyimpang, (5) Perubahan tata nilai, dan (6) Perubahan gaya hidup sosial.

Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab berbagai persoalan yang mengemuka merupakan bagian dari perkembangan yang terjadi saat ini dan telah menjadi fenomena sebagai implikasi tersebut sebenarnya dapat diatasi jika semua pihak memegang teguh visi nasional, yaitu mencerdasakan kehidupan bangsa, melindungi segenap tanah tumpah daah Indonesia serta turut dalam menciptakan perdamaian dunia.

Sistem pendidikan sebagai suatu organisasi haruslah bersifat dinamis, fleksibel, sehingga dapat menyerap perubahan-perubahan yang cepat antara lain karena perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan masyarakat menuju kepada masyarakat yang semakin demokatis dan menghormati hak-hak asasi manusia. Menghadapi berbagai situasi yang tidak kondusif saat ini harus dilakukan dengan perubahan orientasi. Perubahan orientasi yang dilakukan adlah dengan merubah orientasi dari pendekatan birokratif dan sentralistik kearah pendekaan demokratik dan mengubah pula manajemen pendidikan dan metodologi perencanaan.

Perubahan yang harus dilakukan tesebut ternyata saat ini tidak hanya sebagai sebatas wacana saja, tetapi telah sampai pada tahap implementasi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembaharuan program yang telah disiapkan, ini dapat dilihat dari paradigma dalam menjalankan pemerintahan, yaitu dari sentralistik menuju desentralisasi. Sentralisasi yang dilaksanakan selama ini bedasarkan hasil evaluasi, ternyata telah mendatangkan bencana dan musibah dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Perlunya melakukan perubahan dari sentralisasi menuju desentralisasi merupakan amanah dari reformasi yang telah digulirkan sejak Mei 1998 yang lalu. Perubahan ini merupakan bagian dari upaya untuk melepaskan diri dari sistem lama menuju sistem baru. Melalui sistem baru (Reformasi) ini, berbagai dimensi kehidupan, yang didalamnya antara lain adalah dimensi Ideologi, Politik, Teknikal dan pembangunan berupaya disinerjikan secara sistematik.

Dalam konteks ini seluruh dimensi yang terkait dengan tercapainya tujuan di sektor pendidikan untuk mendukung pembangunan nasional, harus bersinergi sehingga prioritasnya tidak lagi bersifat parsial. Dimensi ideologi harus berkembang ketika proses pendidikan di persekolahan berlangsung, demikian juga dengan dimensi strategis lainnya seperti politik, teknikalnya Dimensi-dimensi ini adalah yang seharusnya terinter- nalisasi ke dalam proses pendidikan. Namun proses internalisasi itu, tidak dilakukan secara terpisah. Ia harus dilakukan secara terkait sehingga tidak akan ditemukan celah kelemahan yang akan mengganggu tercapainya tujuan pembangunan pendidikan baik secara ideografik maupun nomotetik. Hal inilah yang akan menjadikan pencapaian tujuan pendidikan efektif.

Bagaimana pelaksanaannya agar tercapai sesuai dengan rencana? Tentu saja diperlukan reformasi dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan pembaruan pendidikan. Untuk itu telah ditemukan format baru manajemen pendidikan, yaitu manajemen bebasis sekolah (MBS).

Manajemen berbasis sekolah sebagai paradigma baru dalam menata ulang organisasi pendidikan dijadikan sebagai tema dasar perubahan pendidikan. Hal ini dilakukan agar efektivitas upaya memanusiakan manusia melalui sistem sekolah dengan berbagai kebijakannya, akan menghasilkan pola baru dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang sebelumnya banyak diabaikan.

Dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan pada saat ini masyarakat masih merasakan kenyataan bahwa mutu pendidikan kurang memuaskan. Hal ini di sebabkan oleh belum sepakatnya para penyeleng- gara pendidikan menetapkan standar mutu yang harus dicapai serta beberapa departemen penyelenggara pendidikan, yang ternyata tidak mudah untuk mencapai kesepakatan tentang standar mutu.

Salah satu indikasi bahwa mutu pendidikan nasional yang masih rendah, yakni sangat kecilnya jumlah lulusan yang mampu memperoleh nilai yang baik, minimnya jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Belajar dari pengelolaan sekolah-sekolah yang sukses, maka nilai-nilai dasar, serta standarisasi mutu harus dapat diterapkan secara ketat (Sujanto, 2007:24). Untuk meningkatkan kualitas proses dan lulusan sekolah, maka kontribusi manajemen yang berfokus atas sumberdaya sekolah menjadi faktor penentu sehingga MBS menjadi pilihan yang relevan dalam memajukan sekolah.

Menurut Zabadi (2011:35) ada sembilan syarat dalam pelaksanaan MBS, yaitu:

a. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu: memiliki kekuasaan dan kewenangan, pengembangan penge- tahuan yang berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian, dan pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.

b. Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruk- sional serta non instruksional.

c. Adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumberdaya sekolah secara efektif.

d. Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.

e. Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.

f. Adanya petunjuk (guidelines) dari departemen terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Petunjuk itu jangan sampai merupakan peraturan- peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah.

g. Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban setiap tahunnya.

h. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.

i. Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, mengadakan pelatihan- pelatihan terhadap peran barunya. Implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.

Sekolah yang demikian itu adalah sekolah efektif dengan suasana yang terbentuk dalam iklim kerja profesional dengan pengembangan staf, perencanaan kolaboratif, pengajaran unggul, dan rendahnya pemberhentian staf. Iklim sekolah efektif juga ditandai dengan pembagian sasaran secara luas, dan harapan tinggi terhadap prestasi siswa (Mohrman, 1994:84). Dengan penerapan MBS, perwujudan sekolah-sekolah efektif semakin cepat berkembang dengan iklim kondusif peningkatan mutu akademik, dan non akademik sesuai harapan stakeholders pendidikan.