Pendidikan Karakter

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter Kata karakter memiliki banyak arti, tapi pada intinya menunjukkan

kualitas kepribadian seseorang. Karakter berarti sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain dalam watak dan tabiat. Manusia yang berkarakter adalah yang mempunyai tabiat, kepribadian dan berwatak (Kamus Bahasa Indonesia, 444).

Sebagai konsep akademis, character atau diterjemahkan karakter memiliki makna substantif dan proses psikologis yang sangat mendasar. Lickona (1992:50) merujuk kepada konsep good character yang dikemu- kakakn oleh Aristoteles sebagai”…the life of right conduct-right in relation to other persons and in relation to oneself”. Dengan kata lain karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri”.

Tegasnya karakter adalah kualitas pribadi yang baik dalam arti mengetahui dan menghayati kebaikan, mau berbuat baik dan menampilkan kebaikan sebagai manifestasi kesadaran mendalam tentang nilai kebe- naran dan kebaikan dalam kehidupan yang baik.

Pendidikan menjadi kebutuhan dasar (basic need) bagi setiap orang. Hanya dengan pendidikan yang baik potensi individu dapat berkembang secara maksimal. Bahkan transformasi kebudayaan berjalan secara berkesinambungan melalui pendidikan yang dikelola dengan baik dan akuntabel. Seseorang akan mengetahui hak dan tanggung jawabnya sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan. Karena itu pendidikan merupakan hal fundamental bagi setiap orang. Dalam “The Dakar Framework for Action” sebagaimana dilaporkan UNESCO (2000:8), bahwa:

Education is a fundamental human right. It is the key sustainable development and peace and stability within and among countries, and thus an indispensable means for effective participation in the societies and economies of the twenty- first century”.

Pendapat di atas menegaskan bahwa pendidikan adalah hak asasi Pendapat di atas menegaskan bahwa pendidikan adalah hak asasi

Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis, spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman Foester (1869-1966). Tujuan pendidikan adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foester, karakter merupakan sesuatu yang mengaktualisasi seseorang pribadi. Karakter menjadi identitas mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas pribadi dapat diukur (Nuraida dan Aulia, 2009:11-12).

Pendidikan karakter adalah sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, dan pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari- hari dengan sepenuh hati (Elkind dan Sweet, dalam good character.com, unduh 2/9/2010).

Dalam konteks pendidikan Islam, maka pendidikan moral/karakter adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak usia dini (Ulwan, 1988:174). Ditegaskannya, bahwa keutamaan moral/perangai/ karakter adalah buah dari iman yang mendalam dan perkembangan religius yang benar dalam pribadi anak harus benar-benar terbina dengan baik.

Kemudian Asmani (2011:31) menjelaskan pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu dalam membentuk watak peserta didik dengan cara memberikan keteladanan, cara berbicara atau menyam- paikan materi yang baik, toleransi, dan berbagai hal yang terkait lainnya.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter/moral/budi pekerti selalu dipertukarkan yang maknanya bermuara kepada pendidikan tentang kebaikan perilaku dalam kehi- dupan. Pendidikan ini sangat penting atas dasar argumen adanya kebutuhan nyata dan mendesak, proses transmisi nilai sebagai proses peradaban, peranan satuan pendidikan sebagai pendidikan moral yang penting pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yang kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di satuan pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.

Menurut Foester, ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, yaitu:

1) Kelenturan interior, di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai. Di sini nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.

2) Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing oleh situasi baru dan takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang mem- bangun rasa percaya satu sama lain. Jika tidak koherensi maka akan meruntuhkan kepribadian seseorang.

3) Otonomi - seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi, tanpa pengaruh atau desakan dari pihak lain.

4) Ketentuan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dianggap baik. Dengan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih (Nuraida dan Aulia, 2009:12).

2. Nilai-Nilai dan Pilar Karakter Setidaknya pendidikan karakter yang baik menjadi perhatian

untuk dihidupkan dengan keteladanan para pendidik dalam keseharian yang mencakup; mengasihi, peduli, menghormati, jujur atau layak dipercaya, bertanggung jawab menegakkan keadilan dan adil. Begitu pula fokus pada perilaku ketaqwaan, keadilan, kearifan, kesetaraan, harga diri, keteraturan, kebersihan, kemandirian, ramah, tolong menolong), kerukunan (kebersamaan, musyawarah, mufakat), kesabaran, kreatifitas, kerja keras, kompetitif, disiplin dan keteladanan. Dengan begitu, pen- didikan karakter adalah menanamkan nilai-nilai pribadi yang baik atau mengarahkan seseorang kepada pribadi utama/baik.

Dikemukakan oleh Moh. Said (2011:33) sebagaimana pendapat Ratna Megawangi, bahwa nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan pada anak-anak adalah nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat, walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama.

Menurut pihak IHF (Indonesia Heritage Foundation) ada sembilan pilar karakter, yaitu:

1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya

2) Kemandirian dan tanggung jawab

3) Kejujuran, amanah dan bijaksana

4) Hormat dan santun

5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong

6) Percaya diri, kreatif dan pekerja keras

7) Kepemimpinan dan keadilan

8) Baik dan rendah hati

9) Toleransi, kedamaian dan kesatuan (Said, 2011:34). Pada tataran mikro, pendidikan karakter (Kemdiknas, 2010:13-

14), perlu ditata sebagai berikut: Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam

empat pilar, yakni: kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan (school culture); kegiatan empat pilar, yakni: kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan (school culture); kegiatan

1) Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/ karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Khusus untuk mata pelajaran pendidikan agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pembangunan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan nilai (Value character education). Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai/karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (ins- tructional effects) dan juga dampak pengiring (nurtural effects). sementara itu untuk mata pelajaran lainnya yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurtural effects) ber- kembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik.

2) Dalam lingkungan satuan pendidikan dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan nilai/ karakter.

3) Dalam kegiatan ko kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada satu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan dokter kecil, Palang Merah Remaja, Pencinta Alam, dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.

4) Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku karakter mulia yang dikembangkan dalam satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian di rumah dan lingkungan masyarakat masing-masing.

3. Tujuan Pendidikan Karakter Asmani (2011:42) menjelaskan pendapat Doni Koesoema A,

bahwa tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih meng- hargai kebebasan indivdiu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mem- pertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus menerus. Sedangkan jangka panjang ini merupakan pen- dekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang ideal melalui proses refleksi dan interaksi terus menerus antara idealisme, pilihan sarana dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.

Sebagai kebijakan pemerintah, maka pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Membentuk manusia Indonesia yang bermoral

2) Membentuk manusia Indonesia yang cerdas

3) Membentuk manusia Indonesia yang inovatif dan suka bekerja keras

4) Membentuk manusia Indonesia yang optimis dan Percaya diri

5) Membentuk manusia Indonesia yang berjiwa Patriot (Aunillah, 2011:98).

Pendidikan karakter juga bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari- hari (Asmani, 2011:43).

Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam memper- siapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan emosi seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam memper- siapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan emosi seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan,

80 % dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan hanya 20 % ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ) menjadi argumentasi bagi urgensi pendidikan karakter.

Dalam konteks ini pendidikan karakter memiliki fungsi-fungsi, yaitu:

1) Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik.

2) Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang multikultural

3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia (Aunillah, 2011:107).

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk mendorong anak berkembang secara maksimal dengan pribadi seutuhnya, sehingga sukses dan bahagia kehidupan individu, keluarga, dan bermasyarakat serta berbangsa. Oleh sebab itu, pendidikan karakter menjadi tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat dan bangsa untuk mempersiapkan dan membina anak menjadi anak yang dewasa dan cerdas secara intelektual, emosional, spiritual dan sosial.