Fenomena Sosial Kontemporer

A. Fenomena Sosial Kontemporer

Fenomena akhir-akhir ini membuat rasa gusar hati sebagaian masyarakat. Kerusuhan sosial sering terjadi. Silih berganti, merembes dari satu pulau, atau daerah, berpindah ke daerah atau pulau lainnya. Kejadian tersebut tidak hanya pada tataran masyarakat luas, tetapi juga menyentuh spektrum dunia pendidikan nasional. Berbagai peristiwa tawuran pelajar, dan kekerasan kelompok remaja atau mahasiswa juga menjadi tontonan dari waktu ke waktu. Ditambah pula perkelahian antar mahasiswa di beberapa kampus, bahkan perkelahian anggota DPRD mencerminkan betapa rapuhnya karakter bangsa ini. Berbagai bentrokan masal kelompok remaja/pemuda saat pertunjukan musik/ band, dan pertandingan bola kaki menjadi tontonan yang sudah biasa, pada hampir keseharian masyarakat.

Sesungguhnya perkembangan terkini cenderung membuat rasa gusar hati kebanyakan orang yang peduli dengan masa depan bangsa karena seringnya terjadi kerusuhan sosial. Tidak hanya pada tataran masyarakat luas dalam wujud pelanggaran hukum namun juga pelang- garan hak asasi manusia. Selain itu, masih banyak kecenderungan sifat memperkaya diri sendiri dengan melakukan korupsi (ada banyak kasus korupsi) merupakan gambaran betapa lemahnya karakter pribadi bangsa ini yang dapat mencederai nurani, moral dan karakter yang semestinya menjadi pilar bagi kehidupan generasi muda bangsa yang diharapkan terbina dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yaitu pribadi cerdas, bermartabat, maju, dan sejahtera. Mengapa fenomena yang dikemu- Sesungguhnya perkembangan terkini cenderung membuat rasa gusar hati kebanyakan orang yang peduli dengan masa depan bangsa karena seringnya terjadi kerusuhan sosial. Tidak hanya pada tataran masyarakat luas dalam wujud pelanggaran hukum namun juga pelang- garan hak asasi manusia. Selain itu, masih banyak kecenderungan sifat memperkaya diri sendiri dengan melakukan korupsi (ada banyak kasus korupsi) merupakan gambaran betapa lemahnya karakter pribadi bangsa ini yang dapat mencederai nurani, moral dan karakter yang semestinya menjadi pilar bagi kehidupan generasi muda bangsa yang diharapkan terbina dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yaitu pribadi cerdas, bermartabat, maju, dan sejahtera. Mengapa fenomena yang dikemu-

Dalam perkembangan global, UNESCO juga sangat gigih memper- juangkan persatuan dalam keragaman etnis, bangsa, budaya dan agama. Saat ini sedang diupayakan perwujudan perdamaian dan pemecahan konflik secara global, atau dalam masyarakat tertentu. Hal ini tidak mungkin diwujudkan jika tidak ada pemantapan nilai-nilai kesatuan dan persatuan dalam keragaman. Karena itu harus ada standar nilai universal yang semua budaya masyarakat dan agama dapat mengakuai dan menerimanya (Campbell, 2001:17). Setidaknya nilai perdamaian, demokrasi, perdamaian, kejujuran, keadilan dan hak asasi manusia serta pluralisme merupakan nilai yang harus ditegakkan, begitu formulasi organisasi dunia yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) dalam kebijakan pendidikan internasional.

Secara substantif sebagai usaha sadar, disengaja dan bertujuan dalam mengembangkan potensi anak, maka pendidikan nasional harus benar-benar dijalankan dengan orientasi membangun karakter bangsa. Nilai kejuangan, persatuan, kejujuran, sabar, dan semangat gotong royong harus menjadi nilai dasar karakter bangsa yang perlu terbina terus menerus/ berkelanjutan. Pendidikan nasional yang merupakan proses membangun karakter bangsa (nation character building) jangan diabaikan sedikitpun. Karena itu, pendidikan karakter menjadi isu krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, serta menjadi kebijakan khusus yang sedang dirumuskan untuk meretas rapuhnya karakter bangsa di tengah derasnya perubahan dalam pergaulan antar bangsa secara berkelanjutan.

Padahal secara imperatif pendidikan karakter bangsa bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan nasional, karena tujuan pendidikan nasional dalam semua undang-undang yang pernah berlaku (UU Nomor 4/1950; 12/1954; 2/1989, dengan rumusannya yang berbeda secara substantif memuat pendidikan karakter. Dalam Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, komitmen tentang pendidikan karakter tertuang dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem- 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, komitmen tentang pendidikan karakter tertuang dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem-

Mencermati pentingnya memaksimalkan pendidikan karakter, dalam perkembangan global, UNESCO juga sangat gigih memperjuang- kan persatuan dalam keragaman budaya dan agama. Saat ini sedang diupayakan perwujudan perdamaian dan pemecahan konflik secara global, atau masyarakat tertentu tidak mungkin diwujudkan jika tidak ada kesatuan dalam keragaman. Karena itu harus ada standar nilai universal yang semua masyarakat dan pengakuan agama dapat diterima (Campbell, 2001:17). Setidaknya nilai perdamaian, demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia dan pluralisme merupakan nilai yang harus ditegakkan, begitu formulasi UNESCO dalam kebijakan pendidikan internasional. Karena itu, persatuan dalam keragaman budaya dan agama juga menjadi fokus kebijakan pendidikan bangsa-bangsa mengingat karakter bangsa dalam pergaulan global juga harus mendapat perhatian dan praktik pendidikan nasional.

Pendidikan karakter bangsa merupakan satu keniscayaan untuk segera dilaksanakan secara berkelanjutan dan terintgrasi dengan progrtam kurikulum pendidikan nasional. Program pendidikan ini menjadi pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tegasnya karakter bangsa ibarat kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Sulhan, 2010:1). Sejatinya, kesadaran yang mengemuka tentang pendidikan karakter menggambarkan bahwa masih banyak yang mementingkan nasib dan masa depan bangsa untuk tetap berbudaya, bermartabat dan berkarakter dalam menghadapi perubahan yang massif (besar-besaran) akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi dan dampak perubahan itu sendiri terhadap krisis kepribadian bangsa.