Kualitas dan Standarisasi Pendidikan

B. Kualitas dan Standarisasi Pendidikan

Mutu sudah menjadi faktor penting dalam dunia maju. Menurut Sukmadinata, Dkk (2006:6) mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju kepada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan bermutu pula. Merupakan suatu yang mustahil pula terjadi proses pendidikan yang bermutu, jika tidak didukung faktor- faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, konselor, dan tatausaha yang bermutu dan profesional.

Mempedomani kepada pendapat Tilaar (2006:35) bahwa istilah kualitas mempunyai banyak arti. Kualitas dapat berarti a degree of action, sesuatu produk, bebas dari kekurangan –kekurangan (free- dom from defect), pengertian ini dalam konteks ISO – 9000 berarti totalitas dari karakteristik yang memuaskan kebutuhan. Atau dengan singkat secara operasional berarti fitness for use. Suatu produk yang memiliki sifat-sifat yang memuaskan pelanggan adalah suatu produk yang berkualitas. Jadi pelanggan adalah satu-satunya yang menentukan apakah suatu produk atau servis berkualitas. Kepuasaan ini dapat dilihat secara sadar apakah produk tersebut memberikan keutungan atau kerugian di dalam penjualan, berkurangnya market share yang pada akhirnya menghasilkan kerugian. Inilah inti dari kualitas.

Mutu secara tradisional adalah suatu produk bermutu atau produk yang memenuhi spesifikasi internal (Plenert, 1999:115), jika dari sudut produsen-mutu berarti produk akhir memenuhi spesifikasi teknik. Sedangkan dalam organisasi jasa- mutu berarti melakukan pekerjaan dengan cara yang diinginkan atasan anda”. Perubahan selanjutnya untuk saat ini mutu adalah kepuasan pelanggan”.

Hal tersebut didukung pula oleh Gasperz (2002:5) sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana dan kegiatan pendidikan atau disebut sebagai mutu total “total quality”. Adalah suatu yang tidak mungkin hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya Hal tersebut didukung pula oleh Gasperz (2002:5) sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana dan kegiatan pendidikan atau disebut sebagai mutu total “total quality”. Adalah suatu yang tidak mungkin hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya

Adapun faktor-faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu pendidikan secara sistemik dapat dilihat pada gambar berikut:

Instrumental Input ‐ Kebijakan pendidikan

‐ Program pendidikan kurikulum ‐ Personil: kepala sekolah, guru dan staf ‐ Sarana, fasilitas, media dan biaya ‐ Peer group

RAW INPUT (Siswa)

OUTPUT (lulusan) ‐ Intelek

Proses Pendidikan

‐ Pengetahuan ‐ Fisik/kesehatan

‐ Pengajaran

‐ Kepribadian ‐ Sosiual‐afektif

‐ Pelatihan

‐ Performansi ‐ Peer group

‐ Pembimbingan

‐ Evaluasi ‐ Ekstra Kurikuler ‐ Pengelolaan

Environmental input ‐ Lingkungan sekolah

‐ Lingkungan keluarga ‐ msyarakat ‐ lembaga sosial, unit

kerja Gambar : Faktor-faktor Pengembangan Mutu Pendidikan

Dapat dipahami betapa berbagai komponen terkait secara sistemik dalam pendidikan akan menentukan pencapaian derajat mutu atau standar yang ditetapkan, tak terkecuali pencapaian mutu pendidikan pada tingkat lokal, regional maupun global.

Kemudian Plenert (1999:69) menambahkan bahwa mutu kelas dunia terletak pada kepuasan pelanggan, bukan pada teknisi. Suatu produk yang mampu menciptakan pernyataan “pelanggan sangat puas”, dengan produk anda sehingga mereka tidak akan berpikir untuk beralih kepada orang lain untuk mendapatkan produk tersebut”.

Terdapat tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu :

1. Dimensi kualitas bisnis. Artinya sejauh mana bisnis tersebut memenuhi kebutuhan

masyarakat.

2. Dimensi produk. Sejauh mana produk dan servis memenuhi pelanggan tertentu (spesific customer)

3. Dimensi organisasi. Sejauh mana organisasi mempunyai efisiensi secara maksimal dan efektif, mempunyai waste yang minimum, manajemen yang efisien dan mempunyai good human relation.

Tilaar (2006) menjelaskan di dalam memproduksi suatu produk yang berkualitas, diperlukan tiga komponen di dalam segi tiga : quality insurance, quality improvement, dan quality control. Ketiga jenis kegiatan ini menentukan apa yang disebut quality management.

Itu artinya konsep mutu di sini berkenaan dengan manajemen mutu, atau manajemen peningkatan mutu. Dalam konteks ini diartikan oleh Mohammad Ali (2007:621), pada hakikatnya manajemen mutu adalah semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian hingga kepemimpinan yang menentukan kebijakan mutu, tujuan dan tanggung jawab serta implementasinya melalui alat-alat manajemen, seperti perencanaan, pengendalian, penjaminan dan peningkatan mutu.

Lebih lanjut Muhammad Ali (2007) menegaskan bahwa dalam memproduksi barang atau jasa, maka produsen membuat standar atau kriteria baku yang didasarkan atas hasil pengkajian harapan-harapan pelanggan terhadap keadaan atau kondisi produk baik barang maupun jasa yang dihasilkan. Implikasi dari penggunaan konsep ini pada praktik manajemen adalah dalam rangka memproduksi barang atau jasa, per- timbangan, aspirasi dan keinginan pelanggan harus diperhitungkan dan menjadi fokus perhatian. Selain itu, semua faktor yang terkait dengan Lebih lanjut Muhammad Ali (2007) menegaskan bahwa dalam memproduksi barang atau jasa, maka produsen membuat standar atau kriteria baku yang didasarkan atas hasil pengkajian harapan-harapan pelanggan terhadap keadaan atau kondisi produk baik barang maupun jasa yang dihasilkan. Implikasi dari penggunaan konsep ini pada praktik manajemen adalah dalam rangka memproduksi barang atau jasa, per- timbangan, aspirasi dan keinginan pelanggan harus diperhitungkan dan menjadi fokus perhatian. Selain itu, semua faktor yang terkait dengan

Dalam praktiknya, mutu suatu barang atau jasa yang diproduksi itu tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan komitmen dan budaya kerja dari setiap orang yang terlibat dalam organisasi itu sendiri serta penerapan filosofi bahwa untuk menghasilkan produk yang bermutu maka segalanya harus baik dan bermutu sejak dari awal hingga proses berakhir. Oleh karena itu, segala usaha harus dilakukan untuk membuat semua yang terlibat dalam organisasi itu memiliki komitmen dan budaya kerja yang menuntun ke arah dihasilkannya produk bermutu dan merekapun harus menerapkan filosofi yang kuat tentang mutu yang unggul. Dengan demikian yang bermutu itu adalah selain sesuatu produk atau jasa memberikan kepuasan kepada pelanggan juga harus diupayakan zero defect (kerusakan nihil) dapat terwujud.

Tilaar (2006) menjelaskan di dalam proses quality control seperti yang dikemukakan oleh David Hoyle ditujukan beberapa standar memer- lukan implementasi dan verifikasi, maka diadakan suatu upaya perbaikan. Jadi standar bukan merupakan suatu yang statis tetapi merupakan suatu yang dinamis yang memerlukan action atau implementasi.

Menurut Ali (2007) dalam bidang industri manufactur maupun jasa, pem-bakuan mutu telah dilakukan secara internasional. Pembakuan mutu ini adalah untuk kepentingan penerapan manajemen mutu yang bersifat formal melalui evaluasi yang bersifat eksternal, seperti halnya yang dilakukan melalui sertifikasi yang dilakukan oleh ISO (Inter- national Standard organization).

Dalam konteks ini, Tilaar (2006) menjelaskan lebih lanjut ISO merupakan suatu segi dari International standard for quality system. Sistem tersebut membuat rincian mengenai tuntutan dan dari kombinasi untuk disain serta assesment dari sistem manajemen. Tujuan ialah produk dari servis yang dihasilkan memenuhi tuntutan-tuntutan yang spesifik. Dengan defenisi ini produk tidak memenuhi ISO-9000, yang memenuhi ISO– 9000 adalah organisasi. ISO – 9002 berisi dua tipe standar yaitu quality insurance dan quality management. Quality standard managemen diatur oleh ISO – 9004-4 Guideline for Quality Improvement. ISO- 9004-5

Guideline for Quality Brands, ISO-900-6 Guideline to Quality Insurance for Project Management.

Menuruty Tilaar (2006:36) asal-usul dari ISO – 9000 tidak diketahui dengan pasti. Orang Mesir ternyata telah mempraktekkan sistem kualitas di dalam membangun piramida. Sedangkan Quality control sebagai elemen dari Quality Management baru lahir sesudah perang Dunia II dengan lahirnya buku J.M. Juran, Quality Control Handbook pada tahun 1951.

Apakah sertifikasi ISO-9000 merupaka akhir dari kualitas ? Ternyata memperoleh sertifikat ISO-9000 bukan merupakan akhir dari kualitas ? Tentu saja tidak, karena memperoleh sertifikat ISO-9000 baru merupakan langkah pertama dalam membina budaya kualitas. Dengan memperoleh sertifikat ISO-9000 sebenarnya merupakan suatu ujian akhir. Lulusnya seorang dari ujian akhir belum berarti akhir dari perkem- bangan seseorang. Kelulusan tersebut hanya menyatakan bahwa telah dicapai minimum standar, tetapi bukan berarti bahwa hasil atau produk yang dicapai dapat memenangkan persangingan dengan kompetitor.

Menurut Gaspersz (2005 : 5) ada tiga kategori produk, yang mencakup: (1) barang (goods) misalnya: ban, mobil, telepon, komputer, dan lain-lain, (2) perangkat lunak (soft ware) misalnya program komputer, laporan keuangan, prosedur dan instruksi, (3) jasa (services)misalnya, perbankan, asuransi, transportasi, pendidikan, dan lain-lain.

Dr. W. Edward Deming seorang ahli manajemen Amerika meng- ajarkan kepada Jepang tentang konsep kualitas. Menurut Deming konsep pengendalian kualitas secara terus-menerus (Continuous Quality Improvement) inilah yang merupakan proses industri. Bermula dari ide untuk menghasilkan suatu produk pengembangan produk, proses produksi sampai kepada distribusi kepada pelanggan, berdasrakan informasi sebagai umpan-balik yang dikumpulkan dari pengguna produk kemudian dikembangkan ide-ide baru dalam meningkatkan kualitas produk. Inilah yang terkenal dengan ‘siklus Deming” yaitu merencanakan (plan), melaksanakan (do), mempelajari (study) dan bertindak (atc).