Teori Lokasi

2.2.2. Teori Lokasi

Teori lokasi merupakan ilmu yang membahas mengenai tata ruang kegiatan ekonomi, atau ilmu yang mempelajari alokasi geografis dari sumber- sumber langka, serta hubungan dan pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam kegiatan lain baik ekonomi atau sosial (Tarigan, 2006:77). Berbagai teori lokasi dikemukakan untuk membahas pemilihan dan kesesuaian lokasi untuk mendukung kegiatan perekonomian.

Lokasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembangunan kegiatan ekonomi spasial dari sumber daya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity), seperti perekonomian, pendidikan, peribadatan, dan permukiman dimana dalam penentuannya membutuhkan pola pertimbangan tertentu.

pertimbangan dari berbagai faktor antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju (terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri), stabilitas politik suatu negara, dan kebijakan daerah (Tarigan 2005 : 95).

Pertimbangan utama yang menentukan suatu lokasi menarik atau tidak adalah tingkat aksesibilitas atau tingkat kemudahan untuk mencapai lokasi dari lokasi yang lain. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak. Kondisi sarana perhubungan, frekuensi serta tingkat keamanan dan kenyamanan untuk melalui jalur tersebut (Tarigan, 2006:78).

Alfred Webber (Tarigan, 2005) menyatakan bahwa pertimbangan utama dalam pengembangan sektor ekonomi didasarkan pada pertimbangan biaya produksi, dimana lokasi industri sebaiknya berada pada lokasi yang memiliki biaya yang paling minimal. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Terdapat tiga faktor utama yang dikemukan oleh Alfred Webber (Pigawati,2007) yang mempengaruhi biaya minimum dalam penetapan lokasi industri yaitu tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum serta faktor deglomerasi/ aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Alfred Webber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:

(a) Konsep ini tidak mempertimbangkan jarak dan kondisi lahan, dan menganggap fisik lokasi memiliki sifat yang homogen, (b) Pertimbangan terhadap upah buruh dan ketersediaan tenaga kerja (c) Biaya transportasi bergantung pada bobot barang dan jarak pengangkutan,

dengan pertimbangan harga satuan angkut dianggap sama. (d) Mempertimbangkan adanya aglomerasi industri yang merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu sehingga mendukung pengurangan biaya angkutan. (e) Pertimbangan aksesibilitas yang berpengaruh terhadap kegiatan pemasaran hasil industri.

Sebagai bentuk penyempurnaan dari teori Alfred Webber, Laundhardt (Kusnadi,2010) menyatakan bahwa pemilihan lokasi didasarkan pada prinsip minimalisasi biaya yang dipengaruhi oleh total biaya transportasi dan tenaga kerja yang diusahakan bernilai minimum yang berarti identik dengan keuntungan maksimum. Pertimbangan yang diberikan bahwa biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang menentukan pola lokasi dalam kerangka geografis.

Pertimbangan utama pemilihan lokasi dengan pertimbangan jarak juga dikemukakan oleh Christaller (Tarigan,2005 : 137) yang menyatakan bahwa jarak menjadi faktor utama, dimana semakin jauh jarak antar lokasi maka semakin tinggi biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Dalam teori ini juga dikemukakan bahwa setiap lokasi memiliki tingkat jangkauan pelayanan dan threshold yang menentukan minat orang untuk mencapai lokasi tersebut sebagai penyedia barang atau pusat kegiatan ekonomi. Apabila terjadi pemusatan aktivitas produksi maka terjadi perluasan range pelayanan suatu kawasan.

Apabila pendapat Alfred Webber yang menyatakan bahwa penentuan lokasi lebih mengarah kepada faktor penawaran, maka terdapat pendapat bahwa pemilihan lokasi yang memberikan keuntungan maksimal yang dikemukakan oleh August Losch. Dimana dinyatakan bahwa lokasi yang semakin jauh dari tempat penjual, konsumen semakin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal, sehingga pengembangan lokasi produksi berada di dekat pasar atau pusat aktivitas perdagangan lainnya ().

Sementara itu menurut Isard (1956), pemilihan lokasi merupakan pertimbangan antara biaya dengan pendapatan dengan mempertimbangkan ketidakpastian serta menekankan pada faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi. Terdapat teori yang muncul bahwa aktivitas perekonomian cenderung berkembang pada kawasan pusat aktivitas sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna meminimalisir resiko. Dalam Sementara itu menurut Isard (1956), pemilihan lokasi merupakan pertimbangan antara biaya dengan pendapatan dengan mempertimbangkan ketidakpastian serta menekankan pada faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi. Terdapat teori yang muncul bahwa aktivitas perekonomian cenderung berkembang pada kawasan pusat aktivitas sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian dalam keputusan yang diambil guna meminimalisir resiko. Dalam

Dalam pelayanan kegiatan perekonomian yang dikemukakan Chapin (Irawan, 2009: 51) mempertimbangkan penggunaan pelayanan penduduk yang merupakan konsumen lokal, dimana, dan karakteristik yang dimiliki lokasi. Karakteristik lokasi yang dikemukakan antara lain sebagai berikut :

(a) Harga lahan Harga lahan yang semakin tinggi merupakan lokasi yang mendekati pusat kota dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga menjadi lokasi yang menarik dalam pengembangan kegiatan usaha. Lokasi yang memiliki nilai lahan yang semakin tinggi, ketika didukung dengan nilai aksesibilitas yang baik untuk mengurangi biaya transportasi (Von Thunen, dalam Yunus, 2008:88).

(b) Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan untuk mencapai lokasi, menunjukkan jarak antar lokasi dengan lokasi yang lain. Lokasi dengan tingkat aksesibilitas yang baik cenderung berkembang sebagai pusat aktivitas. Semakin baik aksesibilitas suatu lokasi maka daya tarik lokasi akan lebih tinggi. Aksesibilitas dapat dilihat berdasarkan jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Lokasi yang baik untuk mengembangkan kegiatan perekonomian adalah yang memiliki kecenderungan dekat dengan konsumen dan dipermudah dengan sistem jaringan transportasi seperti kondisi jalan, klasifikasi jalan, dan moda transportasi.

Transportasi memainkan bagian penting dalam keberhasilan setiap perekonomian kota. Karena tujuan sistem transportasi yang efektif adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jasa transportasi penting dalam menyatukan penawaran dan permintaan. Secara umum transportasi ataupun aksesibilitas memiliki peran dalam pertumbuhan kegiatan ekonomi sebagai pendorong

(Carapetis, 1984). Semakin baik aksesibilitas suatu lokasi maka daya tarik lokasi akan lebih tinggi. Aksesibilitas dapat dilihat berdasarkan jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut (Tarigan, 2005).

(c) Letak lahan Letak lahan yaitu posisi lahan dibandingkan lokasi secara makro atau biasa disebut dengan orientasi lokasi, yang dinilai dari faktor jarak. Untuk pengembangan kegiatan ekonomi terurtama perdagangan maka lokasi yang ditandai adalah yang memiliki letak strategis dan aksesibilitas yang tinggi.

(d) Jarak dari pusat kota. Lokasi pusat kota cenderung berfungsi sebagai pusat aktivitas yang mudah terjangkau sehingga menjadi lokasi yang tepat dalam pengembangan kegiatan ekonomi terutama perdagangan, dimana pusat kota merupakan lokasi yang paling menjangkau seluruh konsumen. Pertimbangan lain adalah semakin jauh dari pusat kota maka tingkat aksesibilitasnya semakin menurun dan semakin tidak berpotensi untuk penggunaan lahan perdagangan dan jasa komersial.

Menurut Christaller (Tarigan, 2005:137), orientasi lokasi terhadap pusat kota mengarah pada perkembangan sebagai pusat pertumbuhan dengan skala pelayanan yang luas. Sementara itu, menurut Hebert (1973) bahwa kawasan pusat kota atau pusat kegiatan pada kota besar, pertumbuhan kegiatan satu sama lain bersifat terpisah atau mengunakan zona yang berbeda (Yunus, 2008:10).

Kawasan pusat kota didukung dengan derajat aksesibilitas yang tinggi serta memiliki kecenderungan pertumbuhan yang dinamis. Hal ini memberikan ancaman terhadap keberadaan bangunan-bangunan kuno (Griffin dan Ford dalam Yunus, 2008:38).

(e) Jarak dari sub-kota. Lokasi yang semakin dekat dengan sub-pusat kota dapat mempengaruhi jenis penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa. Sub kota sendiri merupakan (e) Jarak dari sub-kota. Lokasi yang semakin dekat dengan sub-pusat kota dapat mempengaruhi jenis penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa. Sub kota sendiri merupakan

(g) Kondisi utilitas. Jenis utilitas dapat menentukan jenis penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa adalah air bersih, listrik, telepon dan drainase. Menurut konsep gravitasi bahwa sarana prasarana yang berbeda pada suatu lokasi akan menumbuhkan daya tarik bagi lokasi lain (Tarigan, 2005:104).

Sarana prasarana berperan secara mutlak dan komparatif terhadap perkembangan ekonomi, antara lain dengan peningkatan kegiatan produksi. Perkembangan perekonomian sendiri, tergantung pada keefektifan dalam memanfaatan sarana prasarana yang ada serta kualitas sarana prasarana (Carolyn O'Fallon, 2003).

Kelengkapan sarana prasarana yang lengkap menunjukkan kedudukan lokasi sebagai pusat pertumbuhan kawasan, yang menjadi daya tarik lokasi dibandingkan lokasi yang lain (Francouis Perroux, dalam Yunus: 2008)