Analisis Peran Potensi Lahan dalam Perkembangan Perekonomian

5.3.3. Analisis Peran Potensi Lahan dalam Perkembangan Perekonomian

Potensi lahan di Kampung Batik Kauman, terdiri dari tata guna lahan, intensitas bangunan dan harga lahan. Tata guna lahan merupakan wadah bagi perkembangan aktivitas yang ada di dalamnya, serta mampu menunjukkan potensi lokal dan arah pembangunan (Tarigan, 2005:198). Tingkat penggunaan lahan yang tinggi, menyebabkan intensitas bangunan di Kampung Batik Kauman sangat tinggi. Akan tetapi dengan lokasinya yang berada pada kawasan yang strategis memiliki kecenderungan untuk pembangunan vertikal, serta memiliki nilai lahan yang tinggi. Kondisi potensi lahan memiliki peran terhadap perkembangan perekonomian Kampung Batik Kauman, yaitu sebagai berikut: 5.3.3.1.Perkembangan Kegiatan Industri

Pembangunan lokasi yang sudah ada merupakan bentuk pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan dalam mendukung aktivitas yang ada di dalamnya serta menunjukkan potensi lokasi dan konsentrasi kegiatan serta arah pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Melihat kondisi tata guna lahan di Pembangunan lokasi yang sudah ada merupakan bentuk pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan dalam mendukung aktivitas yang ada di dalamnya serta menunjukkan potensi lokasi dan konsentrasi kegiatan serta arah pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Melihat kondisi tata guna lahan di

Meskipun demikian, pertumbuhan alih fungsi bangunan untuk kegiatan industri tidak lepas dari pengaruh sejarah pembangunan rumah di Kampung Batik Kauman. Rumah di Kampung Batik Kauman, terutama rumah milik khetib atau ulama dibangun dengan memadukan fungsi hunian sekaligus tempat pembuatan batik yang kemudian dikembangkan sebagai industri.

Lahan yang memiliki nilai lahan tinggi merupakan lokasi yang optimal untuk pengembangan kegiatan yang bersifat produkti (Yunus, 2008:88). Kondisi nilai lahan Kampung Batik Kauman yang tinggi, potensial sebagai lokasi kegiatan industri dimana didukung dengan aksesibilitas dan jangkauan pelayanan. Meskipun demikian, kepadatan bangunan yang tinggi dengan keterbatasan lahan tidak mampu mendukung untuk pertumbuhan unit industri baru di Kampung Batik Kauman, sehingga dapat dikatakan bahwa potensi lahan menghambat dalam penambahan unit usaha. Kepadatan bangunan yang cukup tinggi, dengan potensi pengembangan sebagai kawasan permukiman kurang potensial untuk pengembangan kegiatan industri.

Harga lahan yang tinggi diidentikkan dengan kondisi aksesibilitas yang baik (Yunus, 2008:88). Hal ini menjadi salah satu peluang terhadap peningkatan skala kegiatan, dimana pengoptimalan nilai lahan yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk membeli kemudahan dalam pemasaran, sehingga dapat dikatakan bahwa potensi lahan berperan dalam peningkatan skala kegiatan industri.

Potensi lahan di Kauman yang memiliki ketersediaan lahan yang terbatas, dengan intensitas bangunan yang tinggi. Dimana, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi menunjukkan kemampuan lahan yang terbatas dalam mendukung perubahan dan cenderung kearah kemandegan pembangunan (Berry, dalam Potensi lahan di Kauman yang memiliki ketersediaan lahan yang terbatas, dengan intensitas bangunan yang tinggi. Dimana, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi menunjukkan kemampuan lahan yang terbatas dalam mendukung perubahan dan cenderung kearah kemandegan pembangunan (Berry, dalam

Dari keseluruhan kondisi potensi lahan Kampung Batik Kauman dengan tata guna lahan, intensitas bangunan serta harga lahan menjadi faktor penghambat dalam perkembangan kegiatan industri. 5.3.3.2.Perkembangan Kegiatan Perdagangan

Peningkatan penambahan fungsi bangunan untuk kegiatan ekonomi, dipengaruhi karena ketidakseimbangan antara demand pembangunan

dibandingkan supplay lahan (Rodenburg dan Nijkamp, dalam Yulita sari, 2009). Ketersediaan lahan di Kampung Batik Kauman yang kurang mendukung dalam pembangunan kegiatan perdagangan yang cukup pesat. Hal ini megakibatkan pertumbuhan kegiatan perdagangan mengarah pada pemanfaatan bagian rumah untuk kegiatan ekonomi. Selain faktor tersebut, nilai lahan yang tinggi juga menjadi faktor pendukung peningkatan nilai produktivitas pada bangunan. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan pendapat pelaku usaha yang menyatakan bahwa potensi lahan di Kampung Batik Kauman berperan dalam alih fungsi bangunan sebesar 76,36%.

Ketersediaan lahan belum terbangun menunjukkan kemampuan pengambangan kawasan (Hansen dalam Tarigan, 2005: 156). Dengan melihat kondisi ketersediaan lahan di Kampung Batik Kauman yang hanya 4% dari luas lahan total, menunjukkan kemampuan pembangunan yang sangat terbatas untuk pertumbuhan unit usaha perdagangan. akan tetapi, nilai lahan yang tinggi menunjukkan kemampuan lokasi yang potensial untuk perkembangan perekonomian (Von Thunen, dalam Yunus, 2008:88). Hal ini menunjukkan bahwa potensi lahan mendukung untuk pertumbuhan unit usaha perdagangan akan tetapi dalam pola pembangunan vertikal. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ketersediaan lahan yang terbatas dan kondisi nilai lahan yang tinggi, Ketersediaan lahan belum terbangun menunjukkan kemampuan pengambangan kawasan (Hansen dalam Tarigan, 2005: 156). Dengan melihat kondisi ketersediaan lahan di Kampung Batik Kauman yang hanya 4% dari luas lahan total, menunjukkan kemampuan pembangunan yang sangat terbatas untuk pertumbuhan unit usaha perdagangan. akan tetapi, nilai lahan yang tinggi menunjukkan kemampuan lokasi yang potensial untuk perkembangan perekonomian (Von Thunen, dalam Yunus, 2008:88). Hal ini menunjukkan bahwa potensi lahan mendukung untuk pertumbuhan unit usaha perdagangan akan tetapi dalam pola pembangunan vertikal. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ketersediaan lahan yang terbatas dan kondisi nilai lahan yang tinggi,

Lahan yang memiliki nilai lahan yang tinggi, didukung dengan aksesibilitas yang baik. hal ini menunjukkan bahwa lokasi dengan nilai lahan yang tinggi mengarah pada lokasi yang mudah dijangkau. Kondisi nilai lahan di Kampung Batik Kauman, juga dikarenakan ketersediaan aksesibilitas yang baik. hal ini menjadikan lokasi Kampung Batik Kauman, dilihat dari potensi lahan mendukung dalam peningkata skala kegiatan khususnya dalam mendukung peningkatan skala distribusi yang dialami oleh 32,73% pelaku usaha serta dalam mendukung jangkauan konsumen yang meningkatkan penjualan.

Proporsi penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan menunjukkan semakin luas kemampuan untuk meningkatan pelayanan (Chapin dalam Irawan, 2009: 51). Proporsi lahan untuk kegiatan perdagangan di Kampung Batik Kauman mencapai 39% dari total luas lahan, belum termasuk kegiatan perdagangan yang berkembang di lingkungan permukiman. Hal ini sangat mendukung dalam perkembangan skala pelayanan kegiatan perdagangan di Kampung Batik Kauman, dimana konsentrasi kegiatan perdagangan yang cukup besar menciptakan kemudahan bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan yang beragam pada satu lokasi, sehingga dapat dikatakan bahwa potensi lahan mendukung dalam peningkatan skala kegiatan perdagangan. Jika dilihat secara keseluruhan, potensi lahan masih cukup dominan mendukung atau berperan positif dalam perkembangan kegiatan perdagangan. 5.3.3.3.Perkembangan Kegiatan Pariwisata

Kondisi tata guna lahan merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan kegiatan wisata, dimana digunakan untuk menentukan zoning yang sesuai dengan arah pembangunan kawasan (Wardhani, 2008).

bertumpu pada bangunan fisik, ekonomi dan sosial masyarakat. Disisi lain, keterbatasan lahan menghambat dalam pengembangan sarana prasarana kawasan yang mendukung kegiatan pariwisata. Intensitas bangunan yang tinggi, mengarah pada bangunan modern yang secara signifikan mengurangi kekhasan kawasan Kampung Batik Kauman dengan potensi bangunan arsitektural kuno yang dimiliki. Hal ini bisa dikatakan bahwa potensi lahan di Kampung Batik Kauman kurang berperan dalam mendukung konsep wisata yang nyaman.

Kepadatan bangunan yang tinggi, dengan lorong-lorong antar bangunan menjadi daya tarik tersendiri dari lingkungan permukiman di Kampung Batik Kauman. Terlebih lagi dengan pengoptimalan fungsi bangunan untuk kegiatan ekonomi dengan dibangun outlet atau showroom, menjadikan lingkungan permukiman padat menjadi menarik. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengunjung dan pertumbuhan kegiatan ekonomi di lingkungan permukiman. Pengunjung dihadapkan dengan kondisi kawasan komersial yang berbeda dari kawasan perekonomian pada umumnya. Hal diatas menunjukkan bahwa kondisi potensi lahan mendukung dalam alih fungsi bangunan untuk kegiatan pariwisata akan tetapi, disisi lain tidak berperan dalam peningkatan unit usaha maupun potensi pariwisata dan peningkatan skala kegiatan.

Kondisi potensi lahan yang menjadi penghambat dalam perkembangan kegiatan industri, secara tidak langsung juga menghambat dalam pengembangan potensi wisata yang bertumpu pada ekonomi kreatif. Kurangnya daya dukung dalam pengembangan kegiatan industri, secara tidak langsung menyebabkan berkurang pula atraksi wisata industri, sehingga kegiatan wisata batik hanya bertumpu pada kegiatan perdagangan.

Akan tetapi , permasalahan tersebut diatasi dengan adanya Batik Corner yang menjadi lokasi pelatihan batik untuk wisatawan. produksi batik, juga masih dapat dilihat menjadi atraksi yang menarik, yaitu pada industri yang bertumpu pada bahan baku yang alami.

Perekonomian

5.3.4.1.Perkembangan Kegiatan Industri Kelengkapan sarana prasarana yang lngkap menunjukkan kedudukan lokasi sebagai pusat pertumbuhan kawasan, yang menjadi daya tarik lokasi dibandingkan lokasi yang lain (Francouis Perroux, dalam Yunus: 2008). Pertumbuhan sebagai kawasan pertumbuhan menunjukkan pada tingkat pembangunan ekonomi yang cukup tinggi, termasuk pada pemanfaatan hunian dengan fungsi heterogen, untuk pembangunan ekonomi. kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman, merupakan sarana prasarana skala minimum permukiman yang tidak menunjukkan daya tarik kawasan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman tidak berperan dalam alih fungsi bangunan untuk kegiatan industri.

Kelengkapan sarana prasarana yang sesuai adalah faktor menentukan lokasi untuk kegiatan ekonomi (Tarigan, 2005). Melihat kondisi sarana prasarana yang ada di Kampung Batik Kauman, tidak menunjukkan daya dukung terhadap perkembangan kegiatan industri. Meskipun demikian, pertumbuhan kegiatan industri di Kampung Batik Kauman merupakan kegiatan industri rumah tangga, sehingga dapat dikatakan kebutuhan terhadap sarana prasarana mampu terpenuhi dari penyediaan standart minimum permukiman. Sehingga dapat dikatakan bahwa sarana prasaran tidak berperan dalam pertumbuhan kegiatan industri, akan tetapi menjadi penghambat ketika kegiatan industri yang berkembang adalah industri batik yang menjadi potensi utama di lokasi ini. Hal ini karena, ketidaktersediaan sarana pengelolaan limbah dan sistem drainase yang buruk.

Sarana prasarana berperan secara mutlak dan komparatif terhadap perkembangan ekonomi, antara lain dengan peningkatan kegiatan produksi (Carolyn O'Fallon, 2003). Kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman kurang mendukung untuk kegiatan industri. Perkembangan produksi di Kampung Batik Kauman cukup tinggi sebesar 77,78%. Sehingga dapat dikatakan keterbatasan sarana prasaran tersebut, tidak berperan dalam peningkatan skala kegiatan. Hal ini dikarenakan, kegiatan industri yang banyak berkembang di Sarana prasarana berperan secara mutlak dan komparatif terhadap perkembangan ekonomi, antara lain dengan peningkatan kegiatan produksi (Carolyn O'Fallon, 2003). Kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman kurang mendukung untuk kegiatan industri. Perkembangan produksi di Kampung Batik Kauman cukup tinggi sebesar 77,78%. Sehingga dapat dikatakan keterbatasan sarana prasaran tersebut, tidak berperan dalam peningkatan skala kegiatan. Hal ini dikarenakan, kegiatan industri yang banyak berkembang di

Keterbatasan sarana prasarana di Kampung Batik Kauman, menunjukkan ketidaksesuaian dalam mendukung kegiatan industri. Hal ini menumbuhkan peluang investasi pembangunan sarana prasaran yang dianggap dibutuhkan di Kampung Batik Kauman. Akan tetapi aplikasi pembangunan banyak terhambat, sehingga kondisi sarana prasarana saat ini tidak lagi berperan dalam investasi sarana prasarana untuk kegiatan industri. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kondisi sarana prasarana tidak berperan dalam perkembanga kegiatan industri di Kampung Batik Kauman. Hal ini ditunjukkan dengan persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa sarana prasarana 40,28% tidak berperan dalam perkembangan kegiatan industri.

5.3.4.2. Perkembangan Kegiatan Perdagangan Kondisi sarana prasarana yang terdapat di Kampung Batik Kauman merupakan sarana prasarana yang hanya mampu memenuhi standart pelayanan minimum untuk permukiman. Kondisi tersebut menjadikan lokasi ini, ditinjau dari kondisi sarana prasarananya kurang mendukung untuk perkembangan kegiatan ekonomi (Tarigan, 2005). Alih fungsi bangunan untuk kegiatan perdagangan banyak berkembang untuk meningkatkan nilai produktivitas lahan dan ekonomi keluarga, sehingga dapat dikatakan bahwa saran prasana tidak berperan dalam alih fungsi bangunan. Alih fungsi bangunan lebih disebabkan pada aktivitas dan kebutuhan ruang masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan 69,09% pelaku usaha menyatakan bahwa sarana prasarana tidak berperan dalam alih fungsi bangunan untuk kegiatan perdagangan.

Kondisi sarana prasarana menjadi daya tarik dalam pengembangan aktivitas ekonomi di suatu wilayah (Konsep gravitasi dalam Tarigan, 2005). Pertumbuhan unit usaha perdagangan di Kampung Batik Kauman hanya sekitar 9,09% yang menjadikan sarana prasaran sebagai salah pertimbangan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dikatakan bahwa sarana prasarana yang ada di Kampung Kondisi sarana prasarana menjadi daya tarik dalam pengembangan aktivitas ekonomi di suatu wilayah (Konsep gravitasi dalam Tarigan, 2005). Pertumbuhan unit usaha perdagangan di Kampung Batik Kauman hanya sekitar 9,09% yang menjadikan sarana prasaran sebagai salah pertimbangan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dikatakan bahwa sarana prasarana yang ada di Kampung

Perkembangan perekonomian sendiri, tergantung pada keefektivan dalam memanfaatan sarana prasarana yang ada serta kualitas sarana prasarana (Carolyn O'Fallon, 2003). Kondisi sarana prasarana yang kurang memberikan kemampuan daya dukung terhadap perkembangan perekonomian, salah satunya dalam bentuk peningkatan penjualan dan distribusi sebesar 80% dan 32,73%. Peningkatan penjualan dan distribusi dipengaruhi oleh kemampuan promosi dan manajemen yang baik. sehingga dapat dikatakan bahwa sarana prasarana tidak berperan dalam peningkatan skala kegiatan perdagangan di Kampung Batik Kauman, seperti yang dirasakan oleh 40% pelaku usaha perdagangan.

Peran sarana prasarana menurut pelaku usaha, paling besar menurut pelaku usaha adalah terhadap pertumbuhan investasi sarana prasarana sebesar 70,91%. Meskipun demikian implementasi pembangunan sarana prasarana pendukung juga masih terbatas, karena terbentur masalah ketersediaan lahan yang terbatas. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi sarana prasarana tidak berperan langsung terhadap upaya pembangunan sarana prasarana yang mendukung kegiatan perdagangan. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman tidak berperan dalam perkembangan perekonomian. 5.3.4.3.Perkembangan Kegiatan Pariwisata

Sarana prasarana yang berbeda dari suatu lokasi menjadi daya tarik masyarakat dari luar wilayah untuk dating (Konsep Gravitasi). Kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman, secara garis besar sama dengan lingkungan lain di Kota Surakarta. Akan tetapi, sarana prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata relatif terbatas. Peningkatan skala kegiatan pariwisata yang ditandai dengan pertumbuhan jumlah pengunjung lebih dipengaruhi oleh pengembangan potensi wisata dan upaya promosi kawasan. Kondisi sarana prasarana dinyatakan tidak berperan dalam peningkatan skala kegiatan.

bukan hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga menjadi atraksi wisata religi. Sarana peribadatan tersebut memiliki sejarah yang erat dengan Keraton Surakarta. Masjid dan langgar di Kampung Batik Kauman, memiliki hubungan dengan kediaman ulama atau khetib, yang berfungsi tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai ruang aktivitas.

Ketersediaan sarana prasarana yang juga mendukung dalam pengembangan konsep wisata adalah pembangunan furniture kawasa. Furniture kawasan secara langsung berperan dalam pencitraan kawasan, dengan oramen- ornamen yang menunjukkan karakter kawasan. Selain itu, keberadaan furniture kawasan juga menjadi sarana promosi dalam pengembangan kawasan wisata. Ketersediaan sarana prasarana yang terbatas untuk mendukung pengambangan aktivitas pariwisata, menumbuhkan investasi terhadap pengembangan kawasan.

Alih fungsi bangunan untuk kegiatan pariwisata di Kampung Batik Kauman dipengaruhi oleh potensi fisik, social dan ekonomi kawasan. Kondisi sarana prasarana yang kurang mendukung untuk kegiatan pariwisata kurang memberikan peran yang berarti dalam perkembangan kegiatan pariwisata. Dilihat dari kondisi tersebut, kondisi sarana prasarana di Kampung Batik Kauman, lebih menunjukkan hubungan yang tidak berperan dalam perkembangan pariwisata.