lemah selama kerja tim dan mengambil tindakan pencegahan, saling mendukung, mengoreksi kesalahpahaman selama diskusi tim, dan menerapkan strategi
pemecahan masalah di tempat yang tepat dan dengan cara yang benar. Dapat dikatakan bahwa pengajaran strategi pemecahan masalah mempengaruhi sikap
mahasiswa kelas eksperimen terhadap masalah-masalah. Melalui kegiatan eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem
solving siswa dituntut aktif dalam menemukan konsep pemantulan cahaya. Siswa juga diberikan keleluasaan untuk berpikir kreatif dan kritis, berpikir
alternatif,melatih keruntutan berpikir logis siswa. Hal ini berbeda dengan kelompok kontrol yang diberi pembelajaran dengan metode eksperimen reguler.
Dengan metode ini siswa terlebih dahulu diberikan materi, kemudian melalui kegiatan eksperimen siswa hanya bertugas membuktikan materi yang telah
disampaikan oleh guru. Hal ini dapat membatasi aktivitas dan kemampuan berfikir siswa. Selain itu LKS yang digunakan dalam pembelajaran dengan
metode eksperimen reguler lebih menyerupai buku resep, dimana siswa diberikan petunjuk langkah kegiatan secara merinci yang dapat membatasi kemampuan
intelektual siswa.
4.3.2 Hasil Belajar Kognitif Siswa
Penerapan model pembelajaran model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving memberikan dampak positif terhadap siswa.
Model pembelajaran ini mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan
kritis, mendorong siswa berpikir alternatif, melatih keruntutan berpikir logis
siswa. Proses pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pada masing- masing siswa itu sendiri. Hal ini dikarenakan melalui penerapan model
pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving, siswa mampu memahami setiap materi yang disajikan secara individu dengan bekerja
secara kelompok. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk membantu anggota yang lain agar dapat memahami materi yang disajikan, yaitu materi
pemantulan cahaya. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini merupakan hasil belajar pada
aspek kognitif. Penilaian hasil belajar kognitif ini menggunakan tes uraian sebanyak 15 soal yang telah diujicobakan dan memenuhi kriteria sebagai alat
ukur. Siswa terlebih dahulu diberikan soal sebagai pre test, siswa diberikan pembelajaran selama tiga kali pertemuan, kemudian dilakukan post test.
Berdasarkan data kondisi awal menunjukkan kemampuan awal anatara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol relatif sama. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 4.3, rata-rata kemampuan kelas eksperimen mencapai 33,23 sedangkan kelompok kontrol mencapai 37.
Setelah diberi pembelajaran selama tiga kali pertemuan dengan materi pemantulan cahaya, hasil belajar siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol
diukur dengan menggunakan instrumen tes uraian. Data hasil belajar kognitif siswa setelah proses pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari hasil analisis
data post test, diketahui bahwa hasil belajar kognitif siswa kedua kelas berdistribusi normal. Hal itu sesuai dengan uji normalitas yang ditunjukkan Tabel
4.5. Karena data tersebut berdistribusi normal, maka selanjutnya digunakan statistik parametris dalam pengujian hipotesis.
Setelah diuji normalitas, data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji t satu pihak yaitu uji t pihak kanan. Uji t satu pihak yaitu uji t pihak kanan untuk
mengetahui apakah rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik dari rata-rata hasil belajar kognitif kelas kontrol. Dari hasil analisis data pada Tabel
4.6, diperoleh bahwa t
hitung
sebesar 6,09 dan t
tabel
sebesar 1,67. Dari uji t tersebut, diketahui bahwa t
hitung
t
tabel,
maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil
belajar kognitif kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran eksperimen
terbimbing dengan pendekatan problem solving lebih baik dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran eksperimen reguler.
Pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving, siswa aktif bekerjasama dalam kelompok yang merupakan kegiatan sistematik
keilmuan yang meliputi identifikasi masalah, deskripsi, rancangan masalah, pelaksanaan solusi dan evaluasi solusi dari masalah Susilowati, 2007 : 18 .
Selain itu menurut Altun Gok Silay, 2008 : 256 dengan pemecahan masalah problem solving siswa tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi sulit pada
pembelajaran dengan berpikir secara kreatif dan kritis. Pemecahan masalah tidak hanya menemukan jawaban yang benar tetapi juga merupakan suatu tindakan
yang meliputi periode mental dan kemampuan memecahkan. Berdasarkan hasil analisis data di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving lebih baik dari pada siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model pembelajaran eksperimen regular. Pembelajaran dengan pendekatan problem solving ini dengan model
pembelajaran eksperimen. Siswa diberikan suatu permasalahan kemudian mereka melaksanakan eksperimen dan studi pustaka untuk memecahkan masalah tersebut.
Pada pembelajaran ini, pendidik menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar baik secara berkelompok. Sebagai fasilitator, pendidik
membantu memberikan kemudahan siswa dalam proses pembelajaran langkah yang diperlukan menyajikan beberapa alternatif sumber belaja, langkah
pembelajaran, menyediakan media pembelajaran. Sebagai motivator, pendidik berperan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai dinamisator,
pendidik berusaha memberi rangsangan dalam mencari, mengumpulkan, dan menentukan informasi untuk pemecahan masalah berupa kondisi problematik
dalam bentuk pemberian tugas dan umpan balik dalam memecahakan masalah. Bentuk keikutsertaan peserta didik dalam penilaian dilakukan dilakukan dengan
memberikan tanggapan secara tertulis dan lisan mengenai permasalahan yang diajukan, selama mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran
metode penugasan, diskusi, tanya jawab, pengamatan, dan penyusunan laporan. Untuk uji ketuntasan KKM atau efektivitas dari pembelajaran ini, kelas
eksperimen sudah mencapai ketuntasan hasil belajar yaitu memenuhi standar ketuntasan KKM 70, sedangkan untuk kelas kontrol belum mencapai ketuntasan
hasil belajar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7, sehingga dapat disimpulkan
bahwa penggunaan model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving lebih efektif dari pada model pembelajaran
eksperimen reguler. Berdasarkan uji gain pada Tabel 4.8, peningkatan pemahaman konsep
kelas eksperimen lebih tinggi yaitu sebesar 0,58 sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 0,47. Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa, kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving lebih efektif dan peningkatan pemahaman konsepnya lebih baik
daripada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran eksperimen regular. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran
eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving lebih baik dari pada model pembelajaran eksperimen reguler. Hal ini sesuai dengan penelitian Gok
Silay 2008, pengajaran strategi pemecahan masalah di kelompok eksperimen
berlaku efektif pada penggunaan strategi pemecahan masalah oleh para siswa.
Dan ditetapkan bahwa pengajaran strategi pemecahan masalah di kelompok eksperimen efektif terhadap prestasi fisika siswa. Sependapat dengan tanggapan
diatas, menurut Sabani 2008, dari hasil postes yang dilakukan setelah dilakukan- pengajaran dengan menggunakan model pengajaran problem solving pada siswa
untuk konsep bunyi sebagai gelombang, diperoleh bahwa terdapat peningkatan kemampuan hasil belajar siswa yang cukup signifikan dalam menguasai konsep
bunyi sebagai gelombang. Skor rata-rata yang diperoleh setelah pembelajaran dengan menggunakan model pengajaran problem solving adalah 14,80 ± 1,84.-
Dari hasil uji statistik Uji-t diperoleh thitung = 5,91 dan ttable = 1,99. Karena
thitung ttable maka hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pengajaran probelm solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas l MAN Medan pada konsep bunyi sebagai gelombang.
Namun dalam penelitian ini peningkatan pemahaman konsep siswa hanya bisa dikatakan sedang yang bisa dilihat pada uji peningkatan pemahaman pada
lampiran 18. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian peningkatan hasil belajar tersebut belum optimal. Pencapaian yang belum optimal dapat dikarenakan
beberapa keterbatasan yang dialami pada saat penelitian. Keterbatasan tersebut antara lain bahwa siswa belum terbiasa dalam melaksanakan pembelajaran dengan
model pembelajaran eksperimen dengan pendekatan problem solving sehingga keaktifan siswa belum maksimal, waktu yang digunakan kurang mencukupi
sehingga siswa kurang maksimal dalam pembelajaran, selian itu, alat untuk mendukung pembelajaran kurang lengkap.
68
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan