Aktivitas Psikomotorik Siswa Pembahasan

Hasil uji gain menunjukkan bahwa rata-rata pemahaman konsep kedua kelas mengalami peningkatan. Peningkatan pada kelas kontrol sebesar 0,47 dan peningkatan pada kelas eksperimen sebesar 0,58. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Aktivitas Psikomotorik Siswa

Selain analisis terhadap hasil belajar kognitif siswa juga dilakukan analisis hasil belajar psikomotorik siswa berdasarkan kriteria pada lembar observasi. 1 Menentukan dan merangkai alat dan bahan, 2 Mengoperasikan alat, 3 Mengumpulkan atau mengambil data percobaan, 4 mengkomunikasikan hasil Gambar 4.2 Diagram Peningkatan Rata-Rata Pemahaman Konsep Gambar 4.3 Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol percobaan yaitu kemampuan mempresentasikan hasil dari percobaan dan berargumen, dan 5 menarik kesimpulan. Penilaian instrumen lembar observasi ini, peneliti dibantu 2 observer yaitu guru mata pelajaran fisika di sekolah tersebut dan teman sejawat. Berdasarkan hasil analisis data, rata-rata aktivitas psikomotorik siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan untuk tiap pertemuannya. Tetapi rata-rata aktivitas psikomotorik siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan rata-rata aktivitas psikomotorik dari kelompok kontrol, baik hasil penilaian oleh observer 1 maupun observer 2. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 4.1, sedangkan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Secara umum rata-rata aktivitas psikomotorik siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata aktivitas psikomotorik dari kelompok kontrol. Rata-rata aktivitas psikomotorik siswa kelas eksperimen mencapai 73,08 sedangkan rata-rata aktivitas psikomotorik dari kelompok kontrol hanya mencapai 68,13. Hal itu ditunjukkan pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.3. Perbedaan rata-rata kedua kelas tersebut sebesar 4,85. Perbedaan aktivitas psikomotorik siswa tersebut dikarenakan kedua kelas mendapatkan perlakuan yang berbeda, yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving pada kelas eksperimen dan metode eksperimen regular pada kelas kontrol. Perbedaan rata-rata aktivitas psikomotorik siswa kedua kelas dipengaruhi oleh perbedaan masing-masing aspek yang diamati, yaitu kemampuan Menentukan dan merangkai alat dan bahan 4,9, kemampuan mengoperasikan alat 3,68, kemampuan mengumpulkan atau mengambil data percobaan sebesar 3,5, kemampuan mengkomunikasikan hasil percobaan sebesar 3,9, kemampuan menarik kesimpulan sebesar 8,81. Dari hasil tersebut, perbedaan rata-rata aktivitas psikomotorik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sangat berbeda. Namun, terdapat satu indikator dengan perbedaan yang signifikan, yaitu kemampuan menarik kesimpulan. Pada kelas control kemampuan untuk menyimpulkan sangatlah rendah, ini bisa terlihat bahwa siswa yang bekerja hanya satu dua anak dalam kelompok, atau kerja sama kurang. Dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving, siswa aktif bekerjasama dalam kelompoknya untuk melakukan kegiatan eksperimen dalam usaha menemukan konsep pemantulan cahaya. Siswa diberikan masalah yang terjadi dikehidupan sekitar mereka, kemudian diaplikasikan dalam suatu percoabaan sederhana. Masing-masing kelompok mempunyai tugas untuk berdiskusi dan menyelesaikan permasalahan yang dibahas yang kemudian hasil dari penyelesaian masalah tersebut akan dipresentasikan di depan kelas. Jadi, menurut peneliti model pembelajaran eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving ini terbukti lebih meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian Gok Silay 2008, bahwa ajaran strategi pemecahan masalah untuk siswa dalam kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran pemecahan masalah problem solving memiliki efek positif, yaitu berbagi pengetahuan antar kelompok, berdiskusi dengan teman-teman dan guru, tim-kerja, menyadari titik lemah selama kerja tim dan mengambil tindakan pencegahan, saling mendukung, mengoreksi kesalahpahaman selama diskusi tim, dan menerapkan strategi pemecahan masalah di tempat yang tepat dan dengan cara yang benar. Dapat dikatakan bahwa pengajaran strategi pemecahan masalah mempengaruhi sikap mahasiswa kelas eksperimen terhadap masalah-masalah. Melalui kegiatan eksperimen terbimbing dengan pendekatan problem solving siswa dituntut aktif dalam menemukan konsep pemantulan cahaya. Siswa juga diberikan keleluasaan untuk berpikir kreatif dan kritis, berpikir alternatif,melatih keruntutan berpikir logis siswa. Hal ini berbeda dengan kelompok kontrol yang diberi pembelajaran dengan metode eksperimen reguler. Dengan metode ini siswa terlebih dahulu diberikan materi, kemudian melalui kegiatan eksperimen siswa hanya bertugas membuktikan materi yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini dapat membatasi aktivitas dan kemampuan berfikir siswa. Selain itu LKS yang digunakan dalam pembelajaran dengan metode eksperimen reguler lebih menyerupai buku resep, dimana siswa diberikan petunjuk langkah kegiatan secara merinci yang dapat membatasi kemampuan intelektual siswa.

4.3.2 Hasil Belajar Kognitif Siswa