2.1.5 Pendekatan Scientific
2.1.5.1 Pengertian Pendekatan Scientific
Proses pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu proses ilmiah. Sehingga perlu adanya pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah
akan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dari peserta didik, jika memenuhi kriteria-kriteria ilmiah. Dalam pendekatan scientific ilmiah lebih
ditekankan pada penalaran induktif inductive reasoning daripada penalaran deduktif deductive reasoning. Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan secara spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik kemudian menarik kesimpulan secara
keseluruhan. Berikut merupakan skema penalaran induktif dan deduktif.
Gambar 2.1 Skema Penalaran Induktif dan Deduktif
Berdasarkan Kemendikbud
2013: 200-209
pendekatan ilmiah
menekankan pada teknik investigasi dari suatu fenomena untuk memperoleh pengetahuan baru, mengkoreksi atau memadukan pengetahuan sebelumnya.
Pendekatan dikatakan ilmiah, jika metode pencarian method of inquiry berbasis pada bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip
penalaran yang spesifik. Sehingga, metode atau pendekatan ilmiah biasanya
memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi, menganalisis, memformulasi dan menguji
hipotesis Proses pembelajaran menggunakan pendekatan Scientific dimaksudkan
untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk
mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu.
Pendekatan ilmiah Scientific appoach dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan
mencipta. Sudarwan dalam Kemendikbud, 2013: 200 menyatakan, pendekatan
Scientific bahwa pendidikan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.
Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai- nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah.
Berdasarkan penjelasan mengenai pendekatan scientific dapat disimpulkan bahwa pendekatan Scientific ilmiah merupakan suatu pendekatan yang
menekankan pada penalaran induktif inductive reasoning dan proses kerja secara
ilmiah, yaitu dengan melihat fenomena-fenomena dan fakta-fakta umum. Sehingga siswa diarahkan untuk berpikir secara analitis, membangun
pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran lebih bermakna dan tahan lama di ingatan siswa.
2.1.5.2 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran
yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifikilmiah. Penerapan pendekatan saintifikilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan
setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Berikut langakah pembelajaran saintifik menurut Sosialisasi
Kurikulum 2013: 2.1.5.2.1
Mengamati Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata,
siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan
yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
1 Menentukan objek apa yang akan diobservasi.
2 Membuat pedoman observasi.
3 Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi.
4 Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
5 Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi.
2.1.5.2.2 Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswanya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswanya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Fungsi Bertanya: 1Membangkitkan rasa ingin tahu 2 Mendorong dan
menginspirasi siswa untuk aktif belajar 3 Mendiagnosis kesulitan belajar siswa 4Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, 5 Mendorong
partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir 6 Membangun sikap keterbukaan 7 Membiasakan siswa berpikir
spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan 8 Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
2.1.5.2.3 Menalar
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk
pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
2.1.5.2.4 Mengumpulkan informasi
Langkah mengumpulkan informasi atau eksperimen merupakan langkah pengumpulan fakta dari apa yang diamati siswa. Fakta-fakta yang didapatkan dari
pengamatan suatu objek dan yang telah dipertanyakannya dikumpulkan dalam suatu daftar atupun lembar kerja. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
langkah mengumpulkan informasi adalah melakukan percobaan atau eksperimen, membaca literatur, menuliskan hasil pengamatan dari suatu objek, dan
mewawancarai narasumber. 2.1.5.2.5
Membuat jejaring Jejaring
Pembelajaran disebut
juga Pembelajaran
Kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar
teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai
kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta
didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing.
2.1.6 Model Pembelajaran