46 menyebabkan  perhitungan  persentase  asam  lemak  yang  terdapat  dalam
sampel menjadi tidak tepat.
2. Solid Fat Content Minyak yang Digunakan
Gambar 4 menunjukan bahwa minyak sawit memiliki karakteristik SFC yang curam sehingga dapat menyebabkan produk krim pengisi coklat
berbahan baku minyak sawit ini rentan terhadap migrasi minyak terutama pada  kondisi  tropis  seperti  di  Indonesia.  Berdasarkan  penelitian  Aguilera
et al. 2004, karakteristik SFC yang curam dapat meningkatkan kecepatan migrasi minyak ke permukaan produk coklat. Selain itu, nilai SFC minyak
sawit  yang  digunakan  juga  telah  mencapai  0  pada  suhu  25
o
C.  Hal  ini menambah  kemungkinan  terjadinya  migrasi  minyak  ke  permukaan  krim
pengisi  coklat  karena  tingginya  kandungan  minyak  cair  dan  tidak  adanya fase  minyak  padat  yang  dapat  menahan  minyak  cair  yang  bermigrasi  ke
permukaan  krim  pengisi  coklat.  Peristiwa  migrasi  minyak  ke  permukaan krim  pengisi  coklat  dapat  menurunkan  mutu  penerimaan  produk  dimata
konsumen  dan  pada  akhirnya  dapat  menimbulkan  kerugian  bagi  pihak perusahaan.
2 4
6 8
10 12
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Suhu °C N
il a
i S
F C
Minyak Sawit Minyak                 terhidrogenasi sebagian
Gambar 4. Perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan minyak rapeseed
yang digunakan Rapeseed
47 Minyak  rapeseed  yang  digunakan  memiliki  karakteristik
penurunan  nilai  SFC  yang  cukup  landai  seperti  terlihat  pada  Gambar  4. Penurunan  nilai  SFC  yang  lebih  landai  menunjukkan  bahwa  minyak
rapeseed yang digunakan tetap memiliki padatan lemak yang cukup untuk
mencegah  terjadinya  migrasi  minyak  ketika  dihadapkan  pada  suhu  yang tinggi. Karakteristik SFC inilah yang menyebabkan minyak rapeseed yang
digunakan diklaim mampu bertahan terhadap pemisahan minyak sehingga umur simpan produk dapat lebih lama.
Perbedaan  karakteristik  penurunan  nilai  SFC  ini  dipengaruhi  oleh komposisi  asam  lemak  dari  minyak  yang  bersangkutan.  Minyak  sawit
menghasilkan karakteristik perubahan nilai Solid Fat Content SFC yang curam  karena  mengandung  asam  lemak-asam  lemak  dengan  perbedaan
titik leleh yang sangat jauh seperti asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Asam  lemak  oleat  memiliki  titik  leleh  pada  suhu  14
o
C,  asam  lemak palmitat  memiliki  titik  leleh  pada  suhu  63
o
C,  dan  asam  lemak  linoleat memiliki titik leleh pada suhu -5
o
C Lawson, 1995. Selain itu, komposisi asam lemak minyak sawit juga mungkin menimbulkan efek eutectic yang
dapat  menurunkan  titik  leleh  minyak.  Efek  eutectic  disebabkan  oleh ketidakcocokan  jenis  asam  lemak  yang  berada  di  dalam  minyak.  Asam
lemak palmitat merupakan rantai C 16 yang jenuh, sedangkan asam lemak oleat  merupakan  rantai  C  18  tidak  jenuh.  Menurut  Bailey  1950,
perbedaan  panjang  rantai  karbon  dapat  menurunkan  titik  leleh  trigliserida yang dihasilkan. Dengan demikian, walaupun minyak sawit memiliki asam
lemak  palmitat  yang  cukup  dominan,  nilai  SFC  yang  dihasilkan  akan mengalami penurunan yang curam akibat rendahnya titik leleh trigliserida
yang terbentuk. Minyak  rapeseed  yang  digunakan  didominasi  oleh  asam  lemak
dengan  rantai  C:18  tidak  jenuh,  namun  penurunan  nilai  SFCnya  lebih landai dibandingkan minyak sawit dan belum mencapai 0 sampai 40
o
C, seperti  terlihat  pada  Gambar  4.  Hal  ini  mungkin  disebabkan  oleh  adanya
asam  lemak  trans  seperti  asam  lemak  elaidat  C  18:1  trans  dan  asam lemak  elaidolinoleat  C  18:2  trans.  Asam  lemak  elaidat  memiliki  titik
48 leleh  pada  43,68
o
C  sedangkan  asam  lemak  ealidolinoleat  memiliki  titik leleh  pada  29
o
C  Bailey,  1950.  Panjang  rantai  karbon  dan  jumlah  ikatan rangkap  asam  lemak  oleat  dan  elaidat  sama,  demikian  pula  dengan
panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak linoleat dan elaidolinoleat.
Keseragaman inilah
yang mungkin
memperkecil kemungkinan  terjadinya  efek  eutectic  pada  minyak  rapeseed  sehingga
penurunan  nilai  SFCnya  lebih  landai.  Sedangkan  nilai  SFC  minyak rapeseed
yang  belum  mencapai  0  sampai  40
o
C  mungkin  disebabkan oleh  terdapatnya  asam  lemak  trans  dengan  titik  leleh  tinggi  yang  lebih
stabil  akibat  kecilnya  kemungkinan  terjadi  efek  eutectic  pada  minyak rapeseed
. Secara  keseluruhan,  nilai  SFC  minyak  rapeseed  berada  di  bawah
10  karena  sebagian  besar  terdiri  dari  asam  lemak  dengan  titik  leleh rendah  seperti  asam  lemak  oleat  dan  asam  lemak  linoleat  seperti  terlihat
pada  lampiran  1a.  Berdasarkan  nilai  SFC  tersebut,  minyak  ini  cocok digunakan  sebagai  bahan  baku  krim  pengisi  coklat.  Menurut  Kristott
2003, minyak terhidrogenasi dengan nilai SFC sampai dengan 50 pada suhu  ruang  digolongkan  sebagai  soft  dan  medium  soft  fats.  Golongan
minyak ini cocok digunakan sebagai fase lemak pada krim pengisi.
B. FORMULASI KRIM PENGISI COKLAT
Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar sebesar  30  dari  total  berat  bahan  baku  lain.  Jumlah  minyak  rapeseed  yang
digunakan  pada  krim  pengisi  coklat  A, B,  C,  dan  D  secara  berurutan sebesar 30, 30, 28, dan 28 dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu
full cream , whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A,
B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak dan  suhu  prosesnya  saja.  Utari  2006  telah  melakukan  penelitian  dengan
hanya  mengganti  minyak  sawit  dengan  minyak  rapeseed  pada  formula  krim pengisi  coklat  standar,  namun  krim  yang  dihasilkan  tetap  mengalami
penurunan  sifat  kemudahan  dicolek  selama  penyimpanan.  Sehingga  formula krim  pengisi  coklat  standar  tetap  menggunakan  minyak  sawit  karena  dinilai
49 lebih  ekonomis  dibandingkan  menggunakan  minyak  rapeseed  yang  harganya
lebih mahal namun tetap mengalami masalah pengerasan krim. Penggunaan  minyak  rapeseed  sebesar  30  didasarkan  pada
pengalaman  bagian  pengembangan  produk  baru  RD  perusahaan  bahwa pada  jumlah  tersebut,  standar  viskositas  krim  pengisi  coklat  dapat  tercapai.
Jumlah  penggunaan  minyak  rapeseed  sebesar  28  bertujuan  melihat pengaruh  pengurangan  jumlah  minyak  terhadap  karakteristik  krim  yang
dihasilkan. Jika jumlah penggunaan minyak rapeseed sebesar 28 tetap dapat menghasilkan  krim  pengisi  coklat  yang  sesuai  standar  perusahaan,  maka
jumlah  minyak  tersebut  dapat  menjadi  salah  satu  alternatif  jumlah  minyak rapeseed
yang  akan  digunakan.  Menurut  Abboud,  1999,  jumlah  minyak yang  tinggi  dalam  krim  pengisi  konvensional  bertujuan  untuk  memperoleh
umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan. Dengan  demikian  jumlah  minyak  yang  digunakan  dalam  pembuatan  krim
pengisi coklat ini diharapkan mampu menciptakan  produk yang sesuai dengan kriteria krim pengisi konvensional.
Pencampuran  bahan  baku  dilakukan  pada  dua  suhu,  yaitu  pada  suhu standar  45
o
C  dan  pada  suhu  pengujian  55
o
C.  Suhu  standar  45
o
C  merupakan suhu pencampuran krim pengisi coklat standar. Sedangkan suhu 55
o
C berasal dari  saran  suplier  minyak  rapeseed,  dengan  tujuan  melelehkan  seluruh  fase
padat  minyak  rapeseed.  Proses  pencampuran  dilakukan  dalam  dua  tahap seperti  terlihat  pada  Gambar  3.  Tahap  pertama  adalah  pencampuran  minyak,
lesitin,  dan  antioksidan.  Proses  ini  bertujuan  meratakan  distribusi  emulsifier lesitin  di  dalam  minyak.  Pencampuran  ini  akan  membantu  pembentukan
ikatan antar molekul lemak dan gula pada tahap kedua sehingga emulsi  yang baik  dapat  terbentuk.  Tahap  kedua  adalah  penambahan  gula  halus,  coklat
bubuk,  susu  full  cream,  dan  whey  powder  ke  dalam  campuran  awal.  Semua bahan  tersebut  kemudian  diaduk  menggunakan  ballmill  sampai  ukuran
partikel  standar  krimnya  tercapai,  yaitu  kurang  dari  20  m.  Ukuran  partikel krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit dicapai setelah
pengadukan  selama  tiga  jam.  Waktu  ini  kemudian  menjadi  standar  waktu pengadukan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang diuji.
50 Setelah  proses  pengadukan,  krim  pengisi  coklat  lalu  dikemas
menggunakan  cup  untuk  menyesuaikan  kondisi  krim  pengisi  coklat  yang diproduksi  dengan  krim  pengisi  coklat  yang  ada  di  pasaran.  Krim  pengisi
coklat yang telah dikemas kemudian didinginkan pada suhu 20
o
C selama tiga hari.  Proses  pendinginan  merupakan  salah  satu  proses  yang  penting  untuk
membentuk  kristal  lemak  yang  stabil  sehingga  diperoleh  tekstur  dan kestabilan  krim  yang  diinginkan.  Menurut  Vazquez  et  al.  2002,    sifat
fungsional  yang  berhubungan  dengan  penggunaan  minyak  nabati  seperti mouth-feel
, dan spreadibility dalam  produk-produk coklat, butter, dan low-fat spreads
tergantung  dari  kemampuan  trigliseridanya  untuk  membentuk  fase padat,  profil  kristalisasi  atau  pelelehan,  keadaan  polymorph,  dan  sifat
kemudahan patah kristal trigliserida dari minyak tersebut. Keterangan pihak suplier menyatakan bahwa proses pendinginan krim
pengisi  coklat  dapat  dilakukan  dalam  rentang  suhu  15-25
o
C,  dengan  suhu pendinginan  paling  optimal  adalah  pada  20
o
C.  Minyak  sawit  dan  minyak rapeseed
yang  digunakan  memiliki  asam  lemak  oleat  dalam  jumlah  besar. Penelitian  oleh  Chen  et  al.  2002,  menunjukkan  bahwa  kristal  ’  minyak
sawit terbentuk pada suhu di bawah 22
o
C, kristal ini kemungkinan berasal dari fraksi  olein  minyak  tersebut.  Kristal  ’  merupakan  kristal  yang  diharapkan
terbentuk  pada  produk-produk  krim  pengisi  karena  berbentuk  jarum  halus yang kecil. Dengan demikian produk krim pengisi coklat yang berbahan baku
minyak  sawit  dan  minyak  rapeseed  ini  dapat  didinginkan  pada  suhu  20
o
C untuk membentuk kristal  ’. Karakteristrik krim pengisi coklat yang diuji pada
tahap  ini  antara  lain  nilai  SFC,  ukuran  partikel,  viskositas,  dan  stabilitas emulsi.
1. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat