Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat

50 Setelah proses pengadukan, krim pengisi coklat lalu dikemas menggunakan cup untuk menyesuaikan kondisi krim pengisi coklat yang diproduksi dengan krim pengisi coklat yang ada di pasaran. Krim pengisi coklat yang telah dikemas kemudian didinginkan pada suhu 20 o C selama tiga hari. Proses pendinginan merupakan salah satu proses yang penting untuk membentuk kristal lemak yang stabil sehingga diperoleh tekstur dan kestabilan krim yang diinginkan. Menurut Vazquez et al. 2002, sifat fungsional yang berhubungan dengan penggunaan minyak nabati seperti mouth-feel , dan spreadibility dalam produk-produk coklat, butter, dan low-fat spreads tergantung dari kemampuan trigliseridanya untuk membentuk fase padat, profil kristalisasi atau pelelehan, keadaan polymorph, dan sifat kemudahan patah kristal trigliserida dari minyak tersebut. Keterangan pihak suplier menyatakan bahwa proses pendinginan krim pengisi coklat dapat dilakukan dalam rentang suhu 15-25 o C, dengan suhu pendinginan paling optimal adalah pada 20 o C. Minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan memiliki asam lemak oleat dalam jumlah besar. Penelitian oleh Chen et al. 2002, menunjukkan bahwa kristal ’ minyak sawit terbentuk pada suhu di bawah 22 o C, kristal ini kemungkinan berasal dari fraksi olein minyak tersebut. Kristal ’ merupakan kristal yang diharapkan terbentuk pada produk-produk krim pengisi karena berbentuk jarum halus yang kecil. Dengan demikian produk krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak sawit dan minyak rapeseed ini dapat didinginkan pada suhu 20 o C untuk membentuk kristal ’. Karakteristrik krim pengisi coklat yang diuji pada tahap ini antara lain nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas emulsi.

1. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat

Nilai Solid Fat Content SFC dapat menggambarkan perkiraan tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung. Tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Nilai SFC yang rendah menunjukkan bahwa produk coklat lebih lunak karena memiliki fase cair yang lebih banyak Kumara, 51 2003. Dengan demikian, nilai SFC yang tinggi akan menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Hasil pengujian nilai SFC krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A yang dibandingkan dengan nilai SFC krim Nutella dapat dilihat pada Gambar 5. Krim Nutella merupakan krim coklat komersial yang berada di pasaran. Nilai SFC krim Nutella diperoleh berdasarkan penelitian Utari 2006. 5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Suhu °C S F C Krim Pengisi Coklat Standar Krim Pengisi Coklat A Nutella Sumber data SFC Nutella: Utari 2006 Gambar 5. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan krim Nutella Krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A menunjukkan nilai SFC yang rendah pada suhu 35 o C seperti terlihat pada Lampiran 1b. Nilai SFC dibawah 10 pada suhu 35 o C diperlukan untuk melelehkan produk secara keseluruhan di dalam mulut sehingga tidak meninggalkan lapisan waxy di langit-langit mulut Kristott, 2003. Selain itu produk diharapkan meleleh dengan baik di dalam mulut agar flavor produk dapat dilepaskan secara sempurna. Berdasarkan Gambar 5, krim pengisi coklat A memiliki tingkat kemudahan dicolek yang serupa dengan krim Nutella karena memiliki nilai SFC yang hampir sama. Sedangkan krim pengisi coklat standar akan sedikit lebih keras karena memiliki nilai 52 SFC yang lebih tinggi dibandingkan krim Nutella. Namun, tingkat kekerasan krim pengisi coklat standar ini tidak akan terlalu mempengaruhi penilaian organoleptiknya karena nilai SFC krim ini masih berada di bawah 10. Krim Nutella memiliki nilai SFC yang rendah karena dibuat dari minyak kacang tanah Utari, 2006. Minyak kacang tanah memiliki asam lemak dominan oleat 40-45 dan linoleat 30-35 yang memiliki titik leleh rendah. Berdasarkan Tabel 7, minyak rapeseed juga didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan serupa. Sedangkan minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan lebih tinggi daripada krim pengisi coklat A ataupun krim coklat Nutella pada suhu rendah. Dengan menggunakan krim coklat Nutella sebagai pembanding, sebenarnya nilai SFC krim pengisi coklat pada suhu 10 o C cukup sekitar 6. Gambar 5 juga menunjukan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan dengan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC krim pengisi coklat standar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki kemungkinan untuk lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat A. Total padatan yang berada dalam krim pengisi coklat akan semakin meningkat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat selama penyimpanan. Jika nilai SFC awal krim pengisi coklat sudah tinggi, maka pengerasan krim pengisi coklat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat akan lebih cepat terjadi. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya. Menurut Kristott 2003, minyak sawit dapat mengeras secara alami. Minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah yang cukup besar dibandingkan minyak rapeseed dan minyak kacang tanah. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga akan meningkatkan total padatan lemak pada suhu di bawah titik lelehnya. Minyak rapeseed yang digunakan dan minyak kacang tanah memiliki 53 asam lemak dengan titik leleh tinggi dalam jumlah sedikit, sehingga nilai SFC produk lebih rendah. Namun, nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh berbeda dengan nilai SFC minyak yang digunakan. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang digunakan. Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada krim pengisi coklat standar sangat rentan terhadap sifat post hardening yaitu meningkatnya kekerasan produk akibat proses kristalisasi yang terjadi pasca proses produksi. Sifat post hardening sebenarnya dimiliki oleh setiap minyak, namun minyak sawit tergolong minyak yang sangat rentan terhadap sifat ini Kristott, 2003. Selang waktu antara proses produksi dan pengujian nilai SFC di suplier cukup lama sehingga proses rekristalisasi terjadi. Akibatnya produk kemungkinan telah mengalami post hardening dan nilai SFC krim pengisi coklat standar menjadi lebih tinggi dibandingkan minyak sawit. 5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Suhu °C N il a i S F C Krim pengisi coklat standar Minyak sawit Gambar 6. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan krim pengisi coklat standar Gambar 7 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A memiliki nilai SFC yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan bakunya. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai SFC krim pengisi coklat A dibandingkan nilai SFC minyak rapeseed 54 adalah terjadinya efek eutectic. Efek eutectic adalah kecenderungan campuran dua jenis minyak atau lebih untuk memadat pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan salah satu komponennya. Campuran minyak ini juga cenderung untuk meleleh pada suhu yang lebih rendah dibandingkan salah satu komponennya. Efek eutectic ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai SFC minyak murni dan nilai SFC campuran minyak Kumara, 2003. Contohnya berdasarkan Lampiran 1a dan 1b, krim pengisi coklat A yang dibuat dengan minyak rapeseed memiliki SFC sebesar 1,8 pada suhu 20 o C, sedangkan minyak rapeseed sendiri memiliki nilai SFC sebesar 8 pada suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang berada di dalam krim pengisi coklat A telah lebih banyak meleleh dibandingkan minyak rapeseed sendiri pada suhu 20 o C akibat efek eutectic. 2 4 6 8 10 12 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Suhu °C N il a i S F C Krim pengisi coklat A Minyak Gambar 7. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak rapeseed dan krim pengisi coklat A Menurut Bigalli 1988 yang dikutip oleh Kumara 2003, efek eutectic menggambarkan kecocokan jenis-jenis minyak untuk saling bercampur. Minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat A memiliki tingkat kecocokan dengan lemak dari bahan Rapeseed 55 baku lain yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Tingkat kecocokan minyak juga dapat diperkirakan dari komposisi asam lemak bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Tabel 7, asam lemak pada minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat dengan titik leleh rendah sedangkan asam lemak dengan titik leleh tinggi seperti palmitat hanya terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit yang digunakan memiliki asam lemak dominan berupa asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Menurut Evans 1986, asam lemak dominan pada lemak susu adalah asam lemak oleat dan asam lemak palmitat. Menurut Jewel 1986, asam lemak dominan yang terkandung dalam lemak coklat adalah asam lemak stearat, asam lemak oleat, dan asam lemak palmitat. Berdasarkan kandungan asam lemak pada bahan-bahan tersebut, terlihat bahwa minyak sawit memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dan titik leleh rendah yang cukup berimbang sehingga lebih cocok dengan kompleksitas lemak yang berasal dari bahan baku lain. Sedangkan minyak rapeseed memiliki jumlah komposisi asam lemak yang sangat berbeda dengan lemak dari bahan baku lain sehingga tingkat kecocokannya lebih rendah. Ketika minyak rapeseed bercampur dengan lemak yang berasal dari bahan baku lain di dalam krim pengisi coklat, minyak ini mengalami efek eutectic yang menyebabkan turunnya nilai SFC dibandingkan nilai SFC awal minyak ini pada suhu yang sama. Sedangkan minyak sawit memiliki tingkat kecocokan yang lebih tinggi terhadap lemak yang berasal dari bahan baku lain, sehingga penurunan nilai SFC minyak ini kemungkinan tidak sebesar minyak rapeseed. Namun karena nilai SFC krim pengisi coklat standar yang diperoleh pada Gambar 6 kemungkinan telah dipengaruhi sifat post hardening, maka pengaruh efek eutectic akibat pencampuran minyak pada minyak sawit yang digunakan tidak dapat terlihat. Menurut Kumara 2003, pencampuran minyak dapat terjadi dengan sengaja pada formulasi, namun juga dapat terjadi akibat migrasi minyak diantara bahan baku pada sistem multi-komponen. Menurut Aguilera et al. 2004, kemungkinan terjadinya migrasi minyak akan semakin besar seiring meningkatnya fraksi cair pada produk 56 coklat. Krim pengisi coklat standar yang memiliki nilai SFC yang lebih tinggi seharusnya memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula sehingga lebih tahan terhadap fat bloom. Namun hasil pengamatan krim pengisi coklat selama penyimpanan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami fat bloom dibandingkan krim pengisi coklat A seperti terlihat pada lampiran 2c. Rentang waktu antara produksi krim pengisi coklat dan pengujian nilai SFC krim pengisi coklat di suplier terlalu besar. Krim pengisi coklat yang diuji nilai SFCnya kemungkinan telah mengalami post hardening dan pencampuran minyak antar bahan baku yang menimbulkan efek eutectic dalam rentang waktu tersebut sehingga nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk memprediksikan migrasi minyak atau fat bloom. Menurut De Graef et al. 2004, analisis SFC pada satu jam dan empat jam setelah proses produksi yang dilengkapi pengujian kekerasan krim dan pengujian DSC Differential Scanning Calorimetry dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fat bloom.

2. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat