II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Landasan Teori
Bab ini membahas pengertian dan landasan hukum bank secara umum dan BPR secara khusus serta metode-metode yang akan digunakan. Selain itu, pada bab
ini akan dipaparkan studi-studi terdahulu tentang efisiensi.
2.1.1. Bank
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki
kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter, dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga
diperlukan perbankan yang sehat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Definisi bank dalam Booklet Perbankan Indonesia edisi April 2008 sebagai
berikut: a.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit danatau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
b. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional danatau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
d. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Landasan hukum yang mendasari BPR dalam menjalankan operasionalnya adalah:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2004.
2.1.2. Bank Perkreditan Rakyat
Awal berdiri BPR dimulai pada masa kolonial Belanda sekitar abad ke-19. Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai dengan dibentuknya Lumbung Desa,
Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa dengan tujuan membantu para
petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang rentenir yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan
Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, BKPD, dan mulai awal 1970an, LDKP
oleh Pemerintah Daerah.
Tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan PAKTO 1988 melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru.
Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha BPR. Dengan dikeluarkannya UU No.71992 tentang Perbankan, BPR
diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. Sesuai UU No.71992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan
Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa
lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-
lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan PP.
Selanjutnya PP No.711992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan
menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.711992, tunduk pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank.
Khusus BKD, meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.71992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena organisasi dan
manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD
pun tidak dapat disamakan dengan BPR. Saat ini, landasan hukum BPR adalah UU No.71992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.101998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya
terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah. Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas
dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan danatau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta menempatkan dana dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan
atau tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan
usaha selain yang diperkenankan. Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing dengan izin Bank Indonesia, melakukan penyertaan modal, dan melakukan usaha
perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya dibatasi dalam 1 satu propinsi.
2.1.3. Efisiensi