Beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam Linear Programming adalah:
1. Linearitas
Perbandingan antara input yang satu dengan input lainnya, atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap dan terlepas tidak tergantung pada tingkat produksi.
2. Proporsionalitas
Peubah pengambilan keputusan, X
j
, berubah dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan, C
j
X
j
, dan juga pada kendalanya, a
ij
X
j
. 3.
Additivitas Nilai parameter suatu kriteria optimasi koefisien peubah pengambilan keputusan
dalam fungsi tujuan merupakan jumlah dari nilai individu-individu C
j
dalam model tersebut.
4. Divisibilitas
Peubah-peubah pengambilan keputusan X
j
jika diperlukan dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan, yaitu nilai-nilai X
j
tidak perlu integer tapi boleh non integer. 5.
Deterministik Semua parameter dalam model Linear Programming tetap dan diketahui atau
ditentukan secara pasti.
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang tingkat efisiensi telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Lang dan Welzel tahun 1996 menganalisis
tingkat efisiensi 757 bank di Jerman dalam kurun waktu 1989–1992 dengan menggunakan panel data. Dalam mengestimasi biaya, menggunakan fungsi
translog, didapat hasil bahwa secara rata-rata, bank di Jerman mengalami penyimpangan dari batas kinerja terbaiknya. Satu tahun kemudian, Berger dan
Mester melakukan peneltian yang cukup penting mengenai perhitungan efisiensi dari Lembaga Keuangan dengan metode DEA dan DFA–SFA. Berger dan Mester
mencoba untuk menguji beberapa kemungkinan yang menjadi sumber perbedaan hasil yang diperoleh dari masing-masing penelitian, termasuk didalamnya adalah
perbedaan konsep efisiensi, metode yang digunakan, jumlah sampel dan sumber- sumber lain yang bisa mengakibatkan perbedaan dari hasil perhitungan. Setelah
itu, Berger dan Mester mencoba untuk melakukan perhitungan ulang terhadap literatur-literatur yang sudah ada dengan menggunakan data dari bank-bank yang
ada di AS dalam periode 1990-1995. Dari hasil penelitiannya Berger dan Mester mengungkapkan adanya inefisiensi yang cukup besar dalam sistem perbankan AS.
Selanjutnya, Srivastava 1999 melakukan analisis efisiensi bank di India dengan menggunakan data cross section tahun 1994–1995. Dari penelitian
tersebut, Srivastava menarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan bank-bank di India beroperasi dalam skala ekonomi dan cakupan ekonomi serta bank-bank
milik pemerintah dinilai lebih tidak efisien sehingga diperlukan suatu upaya untuk menghilangkan campur tangan pemerintah terhadap kepemilikian sebuah bank.
Tahun 2004, Nieto, et al. menganalisis lembaga keuangan di Amerika Latin dengan menggunakan DEA dan PCA dan mendapatkan hasil bahwa terdapat
empat komponen utama yang mempengaruhi perbedaan skor efisiensi LKM di
Ameika Latin yaitu status NGO, overall efficiency, pemilihan indikator input dan
pemilihan proxy output.
Untuk kasus Indonesia, Hadad, et al tahun 2003 menganalisis efisiensi industri perbankan kecuali BPR dan Bank Syariah dengan pendekatan parametrik
dan non parametrik. Berdasarkan pendekatan parametrik, didapat hasil bahwa skor efisiensi DFA lebih beragam dibandingkan SFA dan terdapat 23 bank asing
campuran yang paling efisien. Sedangkan dengan pendekatan non parametrik DEA didapat hasil bahwa pada tahun 1997 Bank Asing Campuran yang efisien,
tahun 1998–1999 Bank Swasta Nasional Devisa yang paling efisien dan Bank Swasta Nasional Non Devisa justru yang paling efisien di tahun 2001–2003. Pada
tahun 2007, Suswadi melakukan penelitian terhadap efisiensi perbankan syariah di Indonesia. Dengan menggunakan metode SFA, efisiensi perbankan syariah selama
tahun 2003-2006 mengalami efisiensi rata-rata pertahun sebesar 94,37 persen dan laba perbankan syariah ini sangat dipengaruhi oleh pembiayaan yang diberikan
dan penempatan pada Bank Indonesia.
Pada tahun yang sama juga, InterCAFE melakukan penelitian tingkat efisiensi BPR di Indonesia dengan menggunakan SFA dan DEA. Dengan fokus
pada efisiensi biaya, hasil analisis SFA menunjukkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi total cost adalah price of labor, loans, NPL, dan EOTA.
Price of labor memiliki nilai elastis yang paling tinggi dibanding dengan variabel lainnya, yaitu sebesar 1,2; artinya peningkatan satu persen dari biaya tenaga kerja
akan meningkatkan total biaya sebesar 1,2 persen. Nilai efisiensi yang diperoleh dari analisis SFA kemudian dibagi menjadi empat kategori efisiensi yaitu: tingkat
efisiensi 0,9 sejumlah 23,9 persen BPR; nilai efisiensi antara 0,8–0,9 sebanyak 57 persen BPR; tingkat efisiensi antara 0,5–0,8 sebanyak 18,2 persen BPR;
sedangkan tingkat efisiensi dibawah 0,5 sebanyak 0,6 persen BPR.
2.3. Kerangka Pemikiran