Analisis Literasi Informasi Pada Siswa Homeschooling Kak Seto Medan

(1)

ANALISIS LITERASI INFORMASI PADA SISWA HOMESCHOOLING KAK SETO MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi Untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Bidang

Ilmu Perpustakaan dan Informasi

OLEH

YOHANNA HARIATY S 110709028

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Analisis Literasi Informasi Pada Siswa Homeschooling Kak Seto Medan

Oleh : Yohanna Hariaty S NIM : 110709028

Pembimbing I : Laila Hadri Nasution, S.Sos, M.P

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Abdul Hafiz Harahap, S.Sos, M.I.Kom

Tanda Tangan :


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Literasi Informasi Pada Siswa Homeschooling Kak Seto Medan

Oleh : Yohanna Hariaty S

NIM : 110709028

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd.

Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A.

Tanda Tangan :


(4)

3 PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinalitas dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, Oktober 2015

Yohanna Hariaty S NIM 110709028


(5)

4 ABSTRAK

Yohanna Hariaty S. 2015. Analisis Literasi Informasi Pada Siswa

Homeschooling Kak Seto Medan. Departemen Studi Ilmu Perpustakaan

dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui literasi informasi pada siswa homeschooling dengan menggunakan standar American Association of

School Librarian. Penelitian dilakukan di Homeschooling Kak Seto Medan.

Metode penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan wawancara. Penelitian ini berusaha mengungkapkan dan menjelaskan secara deskriptif literasi informasi siswa homeschooling, dalam mengidentifikasi, mencari, menemukan, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasinya. Teknik pengambilan informan dilakukan secara random yang berjumlah 6 orang. Peneliti mendapatkan data langsung dari informan melalui wawancara mendalam (depth

interview) dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa homeschooling telah menerapkan literasi informasi dalam proses belajar mereka, dan siswa juga memiliki minat terhadap informasi, dan memiliki minat yang tinggi dalam menggunakan alat bantu pencarian informasi komputer (internet) dan siswa juga mengalami kendala-kendala yang umum dalam memenuhi kebutuhan informasi.

Kata Kunci : Literasi Informasi, Homeschooling


(6)

5 KATA PENGANTAR

Puji syukur Peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta anugerah-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Literasi Informasi Pada Siswa Homeschooling Kak Seto Medan”. Skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya.

Pada kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua Peneliti, Bapak Angon Siringoringo dan Ibu Helen Sipahutar yang telah memberikan segalanya serta kesabaran menunggu Peneliti untuk wisuda. Kepada abang dan kakak, Hendra Oktodani Siringoringo, Melissa Grace Angel Sirigoringo dan Elisabeth Siringoringo, terima kasih atas dukungan dan semangat tanpa batas kepada Peneliti.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu keberhasilan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd, Selaku ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya.

3. Ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos, M.P selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan kesabaran membimbing Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Abdul Hafiz Harahap, S.Sos, M.I.Kom selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta kesabaran dalam membimbing Peneliti menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Zurni Zahara Samosir, M.Si selaku Penguji I sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik lagi.


(7)

6 6. Ibu Himma Dewiyana, S.T, M.Hum selaku Penguji II yang telah

memberikan saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik lagi.

7. Seluruh Staf Pengajar pada Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik Peneliti selama perkuliahan.

8. Kepada Kepala Sekolah Homeschooling Kak Seto yang telah membantu dan memberikan informasi yang dibutuhkan Peneliti dalam penelitian ini. 9. Kepada sahabat-sahabatku Friska, Naomi, Vitrok, Rolan, Gita, Charles.

Terima kasih atas doa, semangat dan dukungan dari kalian.

10. Kepada teman-teman angkatan tahun 2011, Chindi, Ida, Feba, Putri, Friska, Retno, Rina, Fanny, Mulyanto, Juli, Suetha, Winnie, Kiki dll. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, serta persaudaraan yang terjalin.

Peneliti berharap dan berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Anugerah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Peneliti mengharapkan adanya masukan yang positif untuk memperbaiki skripsi ini selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Oktober 2015

Yohanna Hariaty S 110709028


(8)

7 DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 5

2.1. Literasi Informasi ... 5

2.1.1.Pengertian Literasi Informasi ... 5

2.1.2. Manfaat Literasi Informasi ... 7

2.1.3. Komponen Literasi Informasi ... 8

2.1.4. Keterampilan Literasi Informasi ... 10

2.1.5. Model Literasi Informasi ... 12

2.1.6. Standar Literasi Informasi AASL (American Association of School Librarian) bagi pelajar ... 20

2.1.7. Literasi Informasi dan Pembelajaran Sepanjang Hayat ... 21

2.2. Homeschooling ... 23

2.2.1. Pengertian Homeshooling ... 23

2.2.2. Tujuan Homeschooling ... 25

2.2.3. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling ... 26

2.2.4. Metode Pembelajaran di Homeschooling... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Metode Penelitian... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Data dan Sumber Data ... 30

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 31

3.4.1. Mengidentifikasi Informan ... 31

3.4.2. Menentukan Informan ... 31

3.5. Analisis Data ... 32

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.7. Keabsahan Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Deskripsi Lembaga Homeschooling Kak Seto ... 36

4.1.2. Homeschooling Kak Seto Medan ... 39

4.2. Karakteristik Informan ... 40


(9)

8

4.3. Kategori ... 41

4.3.1. Mengakses Informasi Secara Efektif dan Efisien ... 41

4.3.1.1 Mengetahui Kebutuhan Informasi... 42

4.3.1.2 Memilih Alat Penelusuran yang Sesuai ... 43

4.3.2. Mengevaluasi Informasi Secara Kritis dan Kompeten... 45

4.3.2.1 Memilih dan Memilah Informasi ... 45

4.3.2.2 Menentukan Keakuratan Dan Relevansi Informasi ... 46

4.3.3. Kemampuan Menggunakan Informasi Secara Akurat dan Efektif ... 47

4.3.3.1 Menciptakan Suatu Pengetahuan Baru... 48

4.3.3.2 Menggunakan Informasi Untuk Memecahkan Masalah ... 49

4.4 Penyimpanan Informasi ... 50

4.5 Peran Tutor Dalam Membantu Siswa ... 51

4.6 Hambatan Dalam Mencari Informasi ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 59


(10)

9 DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komponen Big6 ... 14

Tabel 2.1 Komponen E8 ... 15

Tabel 3.1 The Plus Model ... 18

Tabel 4.2 Karakteristik Informan ... 40

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Penelitian ... 53


(11)

10 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara ... 59

Lampiran 2 : Hasil Transkrip Wawancara ... 60

Lampiran 3 : Dokumentasi ... 75

Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian ... 77


(12)

4 ABSTRAK

Yohanna Hariaty S. 2015. Analisis Literasi Informasi Pada Siswa

Homeschooling Kak Seto Medan. Departemen Studi Ilmu Perpustakaan

dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui literasi informasi pada siswa homeschooling dengan menggunakan standar American Association of

School Librarian. Penelitian dilakukan di Homeschooling Kak Seto Medan.

Metode penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan wawancara. Penelitian ini berusaha mengungkapkan dan menjelaskan secara deskriptif literasi informasi siswa homeschooling, dalam mengidentifikasi, mencari, menemukan, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasinya. Teknik pengambilan informan dilakukan secara random yang berjumlah 6 orang. Peneliti mendapatkan data langsung dari informan melalui wawancara mendalam (depth

interview) dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa homeschooling telah menerapkan literasi informasi dalam proses belajar mereka, dan siswa juga memiliki minat terhadap informasi, dan memiliki minat yang tinggi dalam menggunakan alat bantu pencarian informasi komputer (internet) dan siswa juga mengalami kendala-kendala yang umum dalam memenuhi kebutuhan informasi.

Kata Kunci : Literasi Informasi, Homeschooling


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi merupakan perwujudan dari pendidikan formal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Yang termasuk ke dalam pendidikan nonformal adalah lembaga kursus, lembaga pelatihan, majelis taklim. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan pendidikan. Pendidikan jenis ini melibatkan secara langsung orang tua dan anak dalam merencanakan dan menyelenggarakan pendidikan di rumah, seringkali keluarga yang memilih pendidikan jenis ini memanfaatkan lingkungan sebagai media belajar.

Salah satu pengguna informasi dalam infrastruktur informasi adalah siswa atau pelajar yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan informasi dalam proses belajar mereka. Oleh sebab itu setiap siswa sebagai pengguna informasi, harus memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhan informasi; membangun strategi pencarian informasi, menemukan dan mengakses informasi; mengorganisasikan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara etis dan efektif, mengkomunikasikan dan menciptakan informasi. Kemampuan ini disebut literasi informasi (information literacy). Proses belajar tidak terlepas dari kegiatan mencari dan menemukan informasi untuk memenuhi rasa keingintahuan. Untuk ini kemampuan literasi informasi sangatlah penting, dengan dimilikinya kemampuan literasi informasi yang baik maka kegiatan belajar menjadi lancar, mudah dan menyenangkan, bukan hal yang mustahil jika hasil belajar pun akan meningkat.


(14)

2 Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-tujuan instruksional. Hasil belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dari dalam diri maupun dari luar individu. Maka hasil belajar adalah hasil dari proses belajar dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran serta keterampilan dalam menyelesaikan masalah atau soal-soal mata pelajaran.

Sekolah Homeschooling Kak Seto merupakan salah satu komunitas sekolah rumah yang ada di Indonesia. Terdapat 12 fasilitator dan 43 siswa yang terdiri dari 25 siswa SD, 11 siswa SMP, dan 7 siswa SMA. Dalam proses pembelajarannya siswa Homeschooling Kak Seto dibantu oleh fasilitator yang berperan sebagai pendamping sosialisasi anak dengan rekan sebaya, penanaman nilai-nilai universal, dan pengembangan keterampilan sosial. Fasilitator menjadi partner orang tua dan anak dalam melaksanakan sekolah rumah. Homeschooling Kak Seto menciptakan model belajar yang dapat memfasilitasi minat dan keingintahuan anak akan sesuatu. Jadi proses belajar dimulai dari anak, fasilitator dan orang tua menyediakan sumber daya yang luas, membantunya dalam membuat rencana dan pelaksanaan proses belajarnya, baik yang sehari-hari maupun yang bersifat jangka panjang. Perencanaan belajar dibuat oleh anak dengan dibantu orangtua dan merupakan tanggung jawab anak untuk mematuhi jadwal yang telah ia buat sehingga anak diharapkan menjadi lebih mandiri.

Dalam metode pembelajarannya, Homeschooling Kak Seto menggunakan pendekatan unschooling. Secara umum, unschooling memberikan kebebasan kepada anak untuk mendalami pelajaran sesuai dengan minat. Hal ini sangat menarik karena kegiatan belajar dimulai oleh anak dan orang tua memfasilitasi dan membantu anak untuk menemukan minat dan tujuan mereka. Belajar menjadi kegiatan yang dapat dilakukan setiap saat tanpa terpaku ruang kelas dan buku. Karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu bagi keluarga unschooling belajar menjadi kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning). Sehingga mereka dapat memaknai belajar, tidak semata-mata kewajiban tetapi sebagai sebuah pengalaman belajar mengenai segala sesuatu dan memenuhi keingintahuan.


(15)

3 Untuk memfasilitasi rasa keingintahuan mereka, Homeschooling Kak Seto dibantu fasilitator membantu siswa dalam menelusur informasi sesuai dengan kebutuhan mereka dengan memberikan tugas portofolio yang dapat mereka telusur di internet dengan mencantumkan sumber yang relevan. Kemampuan literasi informasi yang baik dibutuhkan oleh siswa sekolah rumah untuk menentukan informasi yang relevan dengan kebutuhannya di tengah banyaknya informasi yang ada. Dari pengamatan awal penulis, kemampuan menelusur informasi yang dimiliki siswa masih belum maksimal, dilihat dari hasil tugas sekolah siswa seperti tugas membuat laporan dan mencari artikel yang didapat tidak relevan dengan tugas yang diberikan oleh pengajar. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan literasi informasi pada siswa Homeschooling Kak Seto.

Saat ini penelitian terhadap literasi informasi lebih banyak dilakukan pada sekolah formal dan universitas yang mengintegrasikan pengajaran literasi informasi ke dalam kegiatan belajar mengajar maupun kurikulumnya. Oleh karena itu penelitian ini akan dilakukan dalam sistem pendidikan sekolah rumah

(homeschooling). Sesuai dengan hal tersebut maka penulis menetapkan judul

penelitian ini adalah “Analisis Literasi Informasi Pada Siswa Homeschooling Kak Seto”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah literasi informasi siswa Homeschooling Kak Seto?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui literasi informasi siswa


(16)

4 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:

1. Bagi Homeschooling Kak Seto, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengembangan pembelajaran di homeschooling. 2. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian

selanjutnya yang memfokuskan penelitian pada masalah yang sama. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan

pengetahuan dan wawasan dalam bidang aplikasi literasi informasi dalam kegiatan belajar untuk mewujudkan pembelajaran sepanjang hayat dan mandiri.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian pengguna tentang literasi informasi dengan menggunakan standar AASL yang meliputi: mengakses informasi secara efektif dan efisien, mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten serta menggunakan informasi secara akurat dan efektif.


(17)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Literasi Informasi

Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki setiap orang. Karena dengan memiliki literasi informasi, setiap orang dapat mengetahui dan menggunakan informasi yang mereka butuhkan dengan relevan. Literasi informasi pertama diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Paul Zurkowski

(President of Information Industry Association), ketika ia mengajukan proposal

kepada The National Commision on Libraries and Information Science (NCLIS).

2.1.1. Pengertian Literasi informasi

Perkembangan informasi dan sumber informasi yang begitu pesat menuntut siswa untuk memiliki keterampilan atau skill untuk memenuhi kebutuhan imformasi yang sering disebut dengan istilah literasi informasi.

American Association of School Librarians (1998) menyatakan bahwa siswa yang

melek informasi adalah yang bisa mengakses informasi secara efisien dan efektif, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif.

Menurut Hancock yang dikutip oleh Andayani (2008, 3) menyatakan bahwa literasi informasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk:

1. Mengenali kebutuhan informasi

2. Mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber informasi yang tepat 3. Mengetahui cara memperoleh informasi yang terkandung dalam

sumber yang ditemukan

4. Mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh 5. Mengorganisasikan informasi, dan

6. Menggunakan informasi yang telah diperoleh secara efektif

Menurut Dictionary for Library and Information Science oleh Reitz (2004, 356) literasi informasi adalah :

Skill in finding the information one needs, including and understanding of how libraries are organized, familiarity with resource they provide


(18)

6

(including information formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The concept also includes the skill required to critically evaluate information contents and employ it effectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based, including its social, and cultural context and impact.

Sedangkan menurut Bundy yang dikutip oleh Hasugian (2009, 200) “Literasi Informasi adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis, dan memanfaatkan informasi.”

Sejalan dengan pengertian tersebut menurut laporan penelitian American

Library Association’s Presidential Committee on Information Literacy (1989, 1)

menyatakan bahwa:

“…information literacy is a set of abilities requiring individuals to recognize when information is needed and have the abilty to locate, evaluate, and use effectively the needed information…”

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah seperangkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui kapan sebuah informasi dibutuhkan, kemampuan untuk mendapatkan informasi, dapat mengevaluasi dan menggunakan secara efektif.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir, familiar dengan sumber daya yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran yang terautomasi) dan pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi. Hal ini termasuk kemampuan mengevaluasi dan menggunakannya secara efektif seperti pemahaman infrastruktur teknologi pada transfer informasi kepada orang lain, termasuk konteks sosial, politik dan budaya serta dampaknya.

Literasi informasi menurut Association of College and Reseach Libraries (ACRL 2000) adalah “a set of abilities to recognize when information is needed

and have the abilitiy to locate, evaluate, and use needed information effectively”.

Seseorang yang terampil dalam literasi informasi tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk mengenal kapan ia membutuhkan informasi, tetapi ia juga


(19)

7 memiliki kemampuan untuk menemukan informasi, dan mengevaluasinya, serta mampu mengeksploitasi informasi untuk mengambil berbagai keputusan yang tepat sasaran.

Lebih rinci, menurut Work Group On Information Literacy dari California

State University yang dikutip oleh Hasugian (2009, 201-202), mendifinisikan

bahwa ”literasi informasi sebagai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi dalam berbagai format.”

Berdasarkan pengertian literasi informasi yang diuraikan di atas maka definisi literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan, memiliki kemampuan untuk mencari, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi informasi juga merupakan kunci utama dari pembelajaran sepanjang hayat yang akan menjadi bekal seseorang untuk menemukan informasi sesuai dengan kebutuhannya.

2.1.2. Manfaat Literasi Informasi

Literasi informasi sesungguhnya memudahkan seseorang dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan informasi. Informasi merupakan bagian penting dari pendidikan. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Adapun manfaat dari literasi informasi adalah:

1. Membantu mengambil keputusan

Literasi informasi berperan dalam membantu memecahkan suatu persoalan. Dengan memiliki informasi yang cukup, seseorang dapat mengambil keputusan dengan mudah dalam memecahkan persoalannya.

2. Menjadi manusia pembelajar di era ekonomi pengetahuan

Literasi informasi berperan penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang menjadi manusia pembelajar. Dengan memiliki keterampilan dalam mencari, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi, seseorang dapat melakukan pembelajaran secara mandiri.

3. Menciptakan pengetahuan baru

Literasi informasi berperan dalam menciptakan pengetahuan baru berdasarkan pemahamannya. Dengan memiliki literasi informasi, seseorang akan mampu memilih informasi mana yang benar dan mana


(20)

8 yang salah sehingga tidak mudah percaya dengan informasi yang diperoleh (Adam, 2008, 1)

Selain pendapat di atas, Prasetiawan (2011, 3) menyatakan bahwa manfaat dari literasi antara lain:

1. Literasi informasi membekali individu dengan keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup (lifelong learning)

2. Literasi informasi tidak sekedar mengetahui cara menggunakan komputer/internet.

3. Literasi informasi membantu pengguna memanfaatkan informasi relevan sebagai sarana decision making (pengambilan keputusan)

4. Literasi informasi memungkinkan untuk mengkritisi daya guna informasi. 5. Literasi informasi mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif (critical

& creative thinking)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa di era globalisasi informasi, literasi informasi bermanfaat bagi setiap individu, baik pelajar, masyarakat, maupun pekerja. Literasi informasi yang dimiliki setiap individu akan membekali keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup dengan mengetahui penggunaan teknologi informasi sehingga memungkinkan terciptanya sebuah pengetahuan baru dan membantu seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan dengan berpikir kritis dan kreatif ketika menghadapi berbagai masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan agar mampu bertahan dalam persaingan.

2.1.3. Komponen Literasi Informasi

Berbagai definisi menggambarkan bahwa informasi dapat ditampilkan dalam beberapa format dan dapat dimasukkan ke dalam sumber yang terdokumentasi (buku, jurnal, laporan, tesis, grafik, lukisan, multimedia, rekaman suara). Ada beberapa literasi yang dapat mendukung literasi informasi, antara lain:

1. Literasi Perpustakaan (library literacy). Literasi perpustakaan membantu seseorang menjadi pengguna mandiri perpustakaan dan mampu untuk menetapkan, menempatkan, mengambil dan menemukan kembali informasi dari perpustakaan.

2. Literasi Visual (visual literacy), diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan gambar, termasuk kemampuan untuk berfikir, belajar dan menjelaskan istilah yang digambarkan.


(21)

9 3. Literasi Media (media literacy), didefiniskan sebagai kemampuan

untuk memperoleh, menganalisis dan menghasilkan informasi untuk hasil yang spesifik.

4. Literasi Komputer (computer literacy), secara umum diartikan akrab dengan perangkat komputer dan menciptakan dan memanipulasi dokumen, serta akrab dengan email dan internet.

5. Literasi Jaringan (network literacy) adalah kemampuan untuk menentukan lokasi akses dan menggunakan informasi dalam lingkungan jaringan pada tingkat nasional, regional dan internasional. (Bhandari 2003, 2-4)

Literasi perpustakaan dibutuhkan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, paham terhadap bagaimana bahan perpustakaan diatur dan akrab dengan sumber yang tersedia, mengetahui tentang jenis dari perpustakaan dan fungsinya, mampu menggunakan katalog, mengerti akan kegunaan dari perangkat referensi untuk tujuan yang berbeda-beda, menggunakan sumber informasi tambahan; seperti indeks, abstrak, bibliografi, dan biografi. Selain itu untuk mengetahui tentang peraturan perpustakaan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk mempertahankan lingkungan perpustakaan, mengetahui pelayanan dan fasilitas perpustakaan, mengetahui perencanaan ruang dan struktur organisasi, mengetahui sumber informasi; seperti sumber dokumentasi, sumber audio visual, sumber elektronik, pemetaan multimedia dan fotografi, ahli dalam subjek yang juga merupakan sumber informasi.

Literasi visual terdiri dari belajar visual yaitu pengadaan dan pembangunan ilmu pengetahuan secara mendalam, lalu dilanjutkan dengan berfikir secara visual yaitu kemampuan untuk menyusun gambaran pikiran dalam bentuk, garis dan warna, serta penciptaan tampilan visual yaitu kemampuan untuk menggunakan simbol visual untuk menampilkan ide dan memberitahukan artinya.

Literasi media dibutuhkan dalam mengevaluasi informasi, seseorang atau dalam hal ini siswa harus mampu berfikir kritis dan mampu menyaring informasi yang diperolehnya. Seseorang dikatakan literat terhadap media apabila peduli pada interaksi sehari-hari dengan media dan pengaruhnya terhadap gaya hidup, menafsirkan dengan efektif pesan media untuk menyampaikannya sesuai dengan pengertian sebenarnya, menyampaikan dengan baik tentang berita yang ditutupi media, sensitif terhadap perkembangan isi dari media yang berarti pembelajaran


(22)

10 mengenai budayanya. Literasi media mendukung literasi informasi karena infomasi berasal dari berbagai media maka dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis informasi dengan kritis agar tidak termanipulasi oleh informasi yang diperoleh.

Sedangkan untuk mengkomunikasikan ataupun menciptakan karya baru dari informasi yang diperoleh literasi komputer dan literasi jaringan. Dalam pengelolaan informasi yang telah diperoleh maka dibutuhkan literasi komputer, hal ini dikarenakan pada saat sekarang ini selain isi yang menarik, tampilan informasi yang dihasilkan akan mempengaruhi ketertarikan masyarakat terhadap informasi tersebut. Literasi lain yang mendukung adalah literasi jaringan, karena selain untuk mencari informasi seseorang juga memiliki informasi untuk disebarkan, maka dengan dikuasainya literasi jaringan, informasi dapat disebarkan secara luas dan bertanggung jawab.

Komponen yang telah dijabarkan merupakan bentuk-bentuk literasi yang mendukung tercapainya tujuan dari literasi informasi itu sendiri. Merujuk pada arti literasi informasi yang telah disimpulkan maka berbagai bentuk literasi tersebut sangat dibutuhkan dan pada akhirnya, kelima komponen ini saling melengkapi untuk tercapainya literasi informasi.

2.1.4. Keterampilan Literasi Informasi

Literasi informasi sangat diperlukan agar dapat hidup sukses dan berhasil dalam era masyarakat informasi dan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi di dunia pendidikan. Seseorang yang memiliki literasi informasi akan berusaha terus belajar untuk memperoleh informasi dan menciptakan pengetahuan baru. Untuk itu ada beberapa langkah dalam memperoleh kemampuan tersebut. Menurut Gunawan (2008, 9) ada 7 (tujuh) langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Keterampilan tersebut adalah:

1. Merumuskan masalah

Langkah awal untuk merumuskan masalah adalah mengidentifikasi masalah. Langkah-langkah dalam perumusan masalah adalah:

a. Melakukan analisis situasi b. Brainstroming


(23)

11 d. Memvisualisasikan pemikiran (mind mapping)

2. Mengidentifikasi sumber informasi

Mengetahui bentuk dari sumber informasi tercetak maupun sumber elektronik. Kriteria pemilihan sumber informasi antara lain:

a. Relevansi b. Kredibilitas c. Kemutakhiran 3. Mengakses informasi

Langkah yang dilakukan dalam mengakses informasi adalah: a. Mengetahui kebutuhan informasi

b. Mengidentifikasi alat penelusuran yang relevan dengan informasi yang dibutuhkan

c. Menyusun strategi penelusuran informasi 4. Menggunakan informasi

Saat ini sumber informasi yang ditawarkan di era globalisasi sangat banyak tapi belum semua informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan. Sehingga perlu melakukan seleksi terhadap informasi dengan beberapa kriteria berikut:

a. Relevan b. Akurat c. Objektif d. Kemutakhiran

e. Kelengkapan dan kedalaman suatu karya 5. Menciptakan karya

a. Clarifity (kejelasan)

b. Organization (organisasi)

c. Coherence (koherensi dan pertalian)

d. Transision (transisi)

e. Utility (kesatuan)

f. Conciseness (kepadatan)

6. Mengevaluasi

Mengevaluasi suatu karya dapat dilakukan dengan cara membaca karya yang akan dievaluasi mulai dari pendahuluan, isi dan penutup. 7. Menarik pelajaran

Pelajaran dapat diperoleh dari kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan dan pengalaman baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.

Champell yang dikutip oleh Jesus (2008, 11) juga menyatakan bahwa ada beberapa langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi yaitu:

1. Merumuskan kebutuhan masalah

Merumuskan kebutuhan informasi merupakan tahap awal dalam melakukan penelusuran informasi. Identifikasi informasi berguna untuk mengetahui apa kegunaan informasi yang akan dicari misalnya


(24)

12 untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan hubungan dengan masyarakat.

2. Mengalokasikan dan mengevaluasi kualitas informasi

Mengalokasikan informasi dapat dilakukan dengan cara membuat database agar mudah ditemu kembalikan. Kualitas informasi dapat dilihat dari penggunaan informasi dari kredibilitas dari informasi tersebut.

3. Menyimpan dan menemukan kembali informasi

Informasi yang telah diperoleh harus disimpan dengan baik dan bila diperlukan mudah dalam proses temu kembali. Penyimpanan dapat dilakukan dengan cara manual dan elektronik. Penyimpanan secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan rak-rak di perpustakaan sedangkan secara elektronik dapat dilakukan dengan komputer.

4. Menggunakan informasi secara efektif dan efisien

Kemampuan ini digunakan agar seseorang mampu untuk menggunakan informasi yang diperoleh secara efektif dan efisien.

5. Mengkomunikasikan pengetahuan

Kemampuan ini bertujuan untuk memampukan seseorang untuk menciptakan pengetahuan baru dan mampu mengkomunikasikan kepada orang lain yang membutuhkan informasi tersebut.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh literasi informasi seseorang harus menguasai dan mempelajari langkah-langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Apabila langkah-langkah tersebut sudah dikuasai maka kemampuan literasinya akan semakin meningkat.

2.1.5. Model Literasi Informasi

Ada berbagai model literasi informasi yang dikembangkan untuk mengajarkan literasi informasi pada bagi siswa. Model-model literasi merupakan cara yang terpola dalam mengajarkan mereka untuk memiliki kemampuan untuk mencari informasi dengan tepat. Beberapa model yang digunakan antara lain adalah Big6™ , Empowering 8, dan The PLUS Model.

a. Big6™

Model ini dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz pada tahun 1988. Model ini merupakan model yang paling dikenal dan digunakan dalam mengajarkan keahlian informasi. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™ adalah sebuah strategi dan menggunakan teknologi informasi. Big6™ merupakan


(25)

13 sebuah model literasi informasi dan teknologi sekaligus merupakan kurikulum. Banyak orang mengatakan bahwa Big6™ adalah sebuah strategi dalam pemecahan masalah sebab dengan menggunakan model ini peserta didik dapat menangani berbagai masalah, pekerjaan rumah, pengambilan keputusan dan tugas sekolah.

Big6™ dapat membantu siswa dalam mengerjakan tugas yang tidak

familiar dan rumit. Dengan menggunakan Big6™ siswa dapat membangun cara berpikir yang memudahkan siswa dalam pengerjaan tugasnya dan siswa juga dapat memahami proses yang dilakukan untuk menemukan dan menggunakan informasi yang didapatkan (Wolf, 2003). Menurut Kumar, Natarajan & Shankar (2005), secara umum, Big6™ meliputi:

a. Pendekatan yang sistematis untuk memecahkan masalah informasi. b. Enam kemampuan umum yang dibutuhkan dalam keberhasilan

memecahkan permasalahan informasi.

c. Kurikulum yang lengkap mencakup keterampilan informasi dan perpustakaan.

Menurut Sudarsono (2007, 21) model literasi informasi terdiri dari 6 langkah utama yang masing-masing mempunyai 2 sub langkah atau komponen.


(26)

14 Gambar 1.1 Proses Model Non Liner Big6™

Tabel 1.1 Komponen Big6™

Masing-masing dari setiap langkah utama Big6™ mempunyai 2 sub langkah atau komponen sebagai berikut:

1. Definisi Tugas 1.1 Mendefinisikan masalah informasi 1.2 Mengidentifikasi kebutuhan

informasi 2. Strategi Pencarian

Informasi

2.1 Menetapkan semua sumber yang dapat digunakan

2.2 Menseleksi sumber terbaik

3. Lokasi dan Akses 3.1 Melokasikan sumber-sumber (baik isi maupun fisik)

3.2 Menemukan informasi dalam sumber-sumber yang ada

4. Pemustakaan Informasi 4.1 Menghubung-hubungkan informasi 4.2 Mencari informasi yang relevan


(27)

15 5. Sintesa 5.1 Mengorganisasi informasi dari

berbagai sumber

5.2 Mempresentasikan informasi

6. Evaluasi 6.2 Menilai produk yang dihasilkan dari segi produktivitas

6.3 Menilai proses dari segi efisiensi

Menurut, Eisenberg, The Big6™ dapat digunakan siapapun ketika mereka mencari atau mengaplikasikan informasi untuk memecahkan masalah atau membuat keputusan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tahapan tersebut tidaklah linear dan setiap tahapan tidak perlu menghabiskan waktu yang lama (lihat gambar 1).

Jadi seseorang bisa memecahkan masalah tanpa harus selalu melalui seluruh tahapan secara berurutan. Namun, dalam sebuah penyelesaian masalah yang sukses, semua tahapan akan dilalui.

b. Empowering 8 (E8™)

Empowering 8 (E8™) adalah sebuah model pemecahan masalah untuk

model pembelajaran berbasis sumber belajar. E8™ dikembangkan pada bulan November 2004 dalam International Workshop on Information Skills for Learning di University of Colombo, Sri Lanka. Kegiatan ini didukung penuh oleh

International Federation of Library Association/Action for Development through Library Programme (IFLA/ALP) dan National Institute of Library and Information Science (NILIS) di University of Colombo. Model literasi informasi

ini dikembangkan oleh orang-orang Asia untuk orang Asia dan dianggap sebagai model yang merefleksikan kondisi orang-orang Asia. Selanjutnya Sudarsono (2007, 25) menyatakan bahwa unsur-unsur yang tercakup dalam E8™ adalah:


(28)

16 Gambar 2.1 Proses Non Linear Model E8™

Sumber: Annual National Conference on Library & Information Science organized by the Sri Lanka Library Association 29 Juni 2005.

Tabel 2.1 Komponen E8™

Masing-masing dari setiap langkah utama E8™ terbagi menjadi beberapa komponen sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi 1.1 Menentukan topik/subyek

1.2 Menentukan dan memahami siapa target pendegar

1.3 Memilih bentuk yang cocok untuk produk akhir 1.4 Mengidentifikasi kata kunci

1.5 Merencanakan strategi penelusuran

1.6 Mengidentifikasi jenis sumber informasi di mana informasi dapat ditemukan

2. Mengeksplorasi 2.1 Menentukan sumber-sumber yang cocok dengan topik yang dipilih

2.2 Menemukan informasi yang cocok dengan topik yang dipilih

2.3 Melakukan wawancara, karya wisata atau penelitian luar lainnya.


(29)

17 3.2 Menentukan informasi mana yang terlalu mudah, terlalu sulit atau biasa saja

3.3 Mencatat informasi yang relevan dengan cara mencatat atau membuat pengaturan visual seperti

chart, grafik atau outline dan sebagainya.

3.4 Menentukan tahapan proses 3.5 Mengumpulkan situasi yang cocok 4. Mengorganisir 4.1 Menyortir informasi

4.2 Membedakan antara fakta, opini dan fiksi 4.3 Memeriksa ketumpangtindihan di atara sumber 4.4 Menyusun informasi dalam susunan yang logis 4.5 Menggunakan visual organizer untuk membandingkan atau menguji informasi

5. Mencipta 5.1 Menyiapkan informasi dalam bahasa yang dibuat sendiri

5.2 Merevisi atau mengedit (sendiri maupun dengan teman)

5.3 Menyelesaikan format bibliografi

6. Mempresentasi 6.1 Melakukan latihan untuk mempresentasikan hasil karya penelitian

6.2 Membagikan informasi kepada pendengar

6.3 Menayangkan informasi dalam bentuk yang tepat sesuai dengan pendengar

6.4 Menyiapkan dan menggunakan perlengkapan dengan semestinya.

7. Menilai 7.1 Menerima masukan dari pendengar

7.2 Menilai penampilan orang lain sebagai respon hasil karya orang lain

7.3 Merefleksikan sudah seberapa baiknya penelitian ini dilakukan

7.4 Mengungkapkan keterampilan baru yang telah dipelajari dalam proses penelitian ini

7.5 Memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dengan lebih baik lagi di waktu mendatang

8. Mengaplikasi 8.1 Meninjau ulang masukan dan penelitian yang telah diberikan

8.2 Menggunakan masukan dan penilaian untuk tugas belajar selanjutnya

8.3 Mengusahakan untuk menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh di dalam situasi yang beragam 8.4 Menentukan subjek lain apa saja yang dapat menerapkan keterampilan ini


(30)

18 Model E8™ digambarkan sebagai suatu model yang dapat digunakan untuk memecahkan setiap masalah informasi secara efektif menggunakan delapan langkah-langkah dengan beberapa sub langkah-langkah di bawah masing-masing komponen. Dalam menjalankan model E8™ tidak perlu melengkapi langkah dalam bentuk linear tetapi seseorang dapat masuk siklus dari setiap titik. (Lihat Gambar 2)

Diantara model The Big6™ dan Empowering 8 mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah dari kemampuan mengidentifikasi topik, strategi pencarian informasi, lokasi dan akses pemustakaan informasi, mengorganisasikan informasi dan mengevaluasi informasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada kemampuan menciptakan informasi, dan menilai informasi.

c. The PLUS Model

Model PLUS merupakan model keahlian informasi yang sesuai untuk sekolah. Model ini dikembangkan oleh James Herring dalam Sudarsono [et al] (2007, 27), yang mempunyai otoritas dalam keberinformasian di Queen Margaret University College, Edinburgh PLUS merupakan akronim yang mudah diingat oleh peserta didik dan guru.

PLUS membagi keahlian informasi dalam 4 bagian besar seperti terlihat pada tabel.

Tabel 3.1 The PLUS Model

P Purpose

(Tujuan)

Dentifying the purpose of an investigation or assigment

(Menetapkan tujuan penyidikan/penelitian atau tugas-tugas sekolah)

L Location

(Lokasi)

Finding relevant information sources related to the purpose

(Menemukan sumber informasi yang cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan)


(31)

19 (Penggunaan)

reading for information, note-taking and presentation

(Memilih dan memilah informasi dan gagasan, membaca untuk mendapatkan informasi, catatan dan membuat presentasi)

S Self-evaluation

(Evaluasi diri)

How pupils evaluate their performance in applying information skills to the assignment and what they learn for the future

(Bagaimana peserta didik mengevaluasi tampilannya dalam menerapkan keahlian informasi untuk tugas sekolah dan apa yang dipelajari untuk kemudian hari)

Berikut adalah inti keahlian dan kegiatan yang disarankan dalam pelatihan keahlian informasi dengan menggunakan model PLUS:

1. Tujuan (Purpose)

 Menetapkan kebutuhan informasi

 Belajar membuat kerangka pertanyaan penelitian yang realistis

 Menyiapkan diagram penelitian atau menggunakan pokok-pokok penelitian

 Menentukan kata kunci 2. Lokasi (Location)

 Memilih media informasi yang sesuai

 Mencari lokasi informasi menggunakan katalog perpustakaan, indeks, pangkalan data, CD-ROM atau mesin pencari (search engine)

3. Penggunaan (Use)

 Membaca secara cepat untuk menemukan informasi yang dicari  Mengevaluasi kualitas atau kecocokan informasi yang ditemukan  Membuat catatan

 Memaparkan dan mengkomunikasikan informasi  Menyusun bibliografi


(32)

20 4. Evaluasi Diri (Self-evaluation)

 Bertolak dari apa yang sudah dipelajari, dapat menarik kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan

 Melakukan penilaian diri sendiri atas keterampilan informasinya  Mengidentifikasikan strategi keterampilan informasi yang berhasil 2.1.6. Standar Literasi Informasi AASL (American Association of School Librarian) bagi pelajar

AASL membuat standar yang menggambarkan sebuah konseptual umum mengenai siswa yang memiliki kemampuan literasi informasi. Sebenarnya standar ini terdiri dari 3 kategori, 9 standar, dan 29 indikator. Namun, kali ini yang akan dibahas hanya Standar Literasi Informasi saja. Standar ini dibuat secara umum sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pihak.

Dalam penelitian ini, standar literasi informasi AASL dipilih sebagai standar yang digunakan untuk mengidentifikasi penerapan literasi informasi di sekolah rumah. Standar AASL dipilih karena merupakan standar literasi yang cocok digunakan untuk sekolah serta pelajar dapat dengan mudah mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah informasi mereka.

Standar-standar literasi informasi menurut AASL, yaitu:

a. Standar 1, mampu mengakses informasi secara efektif dan efisien Indikatornya yaitu:

- Mengetahui kebutuhan informasi

- Mengetahui keakuratan dan komprehensif suatu informasi sebagai dasar pembuatan keputusan

- Membuat pertanyaan berdasarkan kebutuhan informasi - Mengidentifikasi beragamnya sumber informasi

- Mengembangkan suatu strategi pencarian untuk mendapatkan informasi.

b. Standar 2, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten

Indikatornya yaitu:

- Menentukan keakuratan dan relevansi suatu informasi - Dapat membedakan antara fakta, pandangan serta pendapat - Mengetahui informasi yang tidak akurat dan menyesatkan - Memilih informasi yang sesuai dengan permasalahan.

c. Standar 3, mampu menggunakan informasi secara akurat dan efektif


(33)

21 Indikatornya yaitu:

- Dapat menciptakan suatu pengetahuan baru

- Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah - Menyajikan informasi/ide dalam format yang sesuai.

2.1.7. Literasi Informasi dan Pembelajaran Sepanjang Hayat

Secara umum, dalam sekolah rumah proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Hal ini berarti kegiatan belajar menjadi tanpa batas, khususnya dalam pendekatan unschooling. Karena belajar sama alaminya dengan bernafas. Dengan demikian belajar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan dilakukan selamanya hingga akhir hayat. Pembelajar sepanjang hayat adalah seseorang yang dapat menyerap (membaurkan) berbagai jenis sudut pandang, menyesuaikan diri dengan perubahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (American Association of School Librarians, 1998).

Konsep belajar sepanjang hayat dicetuskan oleh UNESCO pada tahun 1972, hampir berdekatan dengan konsep literasi informasi yang dikemukakan oleh Zurkowsky pada tahun 1974 (Candy, 2002). Konsep pembelajaran sepanjang hayat juga ada dalam konsep literasi informasi, seperti yang disebutkan UNESCO, dalam Progue Declaration yang dideklarasikan dalam Information Literacy

Meeting Experts tahun 2003, disebutkan bahwa literasi informasi mengarahkan

pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. Menurut Bundy (2004), literasi informasi adalah dasar dari pembelajaran mandiri dan pembelajaran sepanjang hayat. Alexandria

Proclamation (2005) yang dideklarasikan dalam High-Level Colloquium on Information Literacy and Lifelong Learning pada tanggal 9 November 2005 di

Alexandria, Mesir, menyatakan bahwa literasi informasi adalah inti dari pembelajaran sepanjang hayat. Literasi informasi memberdayakan seseorang dalam mencari, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi secara


(34)

22 efektif untuk mencapai tujuan pribadi, sosial, pekerjaan dan pendidikan. Literasi informasi juga merupakan hak asasi manusia. Pembelajaran sepanjang hayat memungkinkan seseorang, komunitas dan bangsa untuk mencapai tujuan dan berbagi keuntungan serta kesempatan untuk mengembangkan diri di dunia global. Dalam Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning yang diterbitkan oleh IFLA pada tahun 2006, Lau mengemukakan literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat memiliki hubungan timbal balik yaitu:

a. Keduanya berdiri sendiri, tidak membutuhkan mediasi dari luar tetapi terbuka untuk menerima saran dan bimbingan dari orang lain, misalnya mentor.

b. Literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat merupakan pemberdayaan diri sendiri. Keduanya ditujukan untuk membantu setiap orang tanpa membedakan status ekonomi, gender, agama dan ras.

c. Keduanya dapat mempengaruhi untuk berbuat sesuatu (memotivasi). Semakin melek informasi dan terbiasa menerapkan literasi informasi dalam hidupnya, maka kemungkinan mendapat pencerahan

(self-enlightenment) pun lebih besar. Khususnya jika ia dapat menerapkan

seumur hidup.

d. Partisipasi yang efektif dengan lingkungan sosial, kebudayaan, dan politik serta mengidentifikasi dan memenuhi aspirasi dan tujuan professional.

Lau juga mengemukakan bahwa literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat digunakan secara bersamaan maka akan meningkatkan:

a. Kesempatan untuk memilih dari pilihan yang ada maupun yang ditawarkan sebagai individu dalam konteks masalah pribadi, keluarga dan masyarakat.

b. Kualitas dan manfaat penelitian dan pelatihan di sekolah sebelum memasuki dunia kerja dan pelatihan.

c. Prospek dalam mencari dan mempertahankan pekerjaan serta meningkatkan jenjang karir dengan cepat, membuat kebijakan ekonomi dan keputusan bisnis.

Literasi informasi sebagai salah satu bekal kecakapan hidup tentu saja menunjang siswa sekolah rumah dalam hal pembelajaran sepanjang hayat

(lifelong learning). Dalam sekolah rumah, salah satu aspek yang dibina adalah

keterampilan/kecakapan hidup (life skills). Literasi informasi adalah seperangkat keterampilan (skills) yang dapat dipelajari, sedangkan pembelajaran sepanjang


(35)

23 hayat merupakan kebiasaan (habit) yang dibutuhkan dan harus disertai dengan kerangka berpikir yang positif. Kemauan untuk berubah dan haus akan ilmu pengetahuan merupak kunci dalam pembelajaran sepanjang hayat. (Lau, 2006)

2.2. Homeschooling

2.2.1. Pengertian Homeschooling

Menurut Sumardiono (2009, 92) homeschooling adalah “sebuah proses pendidikan yang terkostumisasi (customized education) sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga dengan proses belajar mengajar yang dilakukan di rumah”.

Menurut Olivia yang dikutip oleh Setyowati (2010, 1) menyatakan bahwa:

Homeschooling adalah sebuah tindakan proaktif untuk turut campur di

dalam pendidikan anak kita dan bertanggung jawab untuk memberikan sebuah kecintaan terhadap belajar. Sehingga orang tua bisa ikut serta untuk mengawasi, mendorong, mengeksplorasi dan mengembangkan potensi dari anak mereka secara langsung.

Sedangkan menurut Ahsin (2008, 183) menyatakan bahwa:

Homeschooling atau sekolah rumah merupakan sistem pendidikan yang

dilakukan di rumah dan merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa homeschooling adalah model belajar alternatif selain di sekolah, orang tua bertanggung jawab penuh, pembelajaran tidak selalu dengan orang tua sebagai fasilitator, suasana belajar kondusif dan tujuannya agar setiap potensi unik anak berkembang maksimal.

Selain itu, homeschooling menurut Rachman (2007, 18) adalah:

Secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Sedangkan secara hakiki homeschooling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan at

home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman. Mereka bisa belajar

sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing; kapan saja dan di mana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri

Sedangkan menurut Academy (2011, 3) menyatakan bahwa:

Home-education literally means teaching or having your children taught in the privacy of your own home. The home-educating family has full control over the education of the child including choosing the curiculum,


(36)

24

choosing the school schedule, choosing whether or not to assign grades to their children’s work, and choosing whether or not to give their children test. (Pendidikan rumah berarti mengajarkan atau mendapatkan anak-anak

anda diajarkan pada tempat khusus di rumah anda. Pendidikan rumah memiliki kontrol penuh atas pendidikan anak termasuk memilih kurikulum, memilih jadwal sekolah dan memilih antara memberikan tugas kelas kepada anak, dan memilih antara memberikan tes atau tidak pada anak-anak).

Di dalam sistem pendidikan Indonesia, keberadaan homeschooling adalah legal. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di dalam UUD 1945 maupun di dalam UU No.20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat memiliki ijazah sebagaimana siswa di sekolah dan dapat melajutkan sekolah ke Perguruan Tinggi manapun jika menghendakinya. Dengan demikian keluarga yang memilih homeschooling tetap mendapat pengakuan di masing-masing kelompok, selain itu pemerintah juga dapat memantau mutu pendidikan yang dilakukan secara informal. Pengakuan adanya homeschooling di Indonesia semakin dipertegas dengan dikeluarkannya kesepakatan pada tanggal 7 Januari 2007, oleh Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA).

Ada beberapa klasifikasi homeschooling menurut Adilistiono (2010, 36), yaitu:

a. Homeschooling Tunggal

Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orang tua dalam satu

keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.

b. Homeschooling Majemuk

Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga

untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.

c. Homeschooling Komunitas

Homeschooling komunitas merupakan gabungan beberapa


(37)

25 kegiatan pokok (olah raga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Berdasarkan pengertian homeschooling yang diuraikan di atas maka definisi homeschooling adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih usia sekolah, dengan memilih model atau kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak. Pendidikan yang dapat dilakukan di mana saja dan membuat anak merasa bebas tanpa paksaan.

2.2.2. Tujuan Homeschooling

Pendidikan informal melalui homeschooling berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Adapun tujuan homeschooling yaitu:

1. Untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui homeschooling.

2. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua manusia muda dan orang dewasa melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup.

3. Untuk menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar menengah. 4. Untuk melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya. (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2006, 12)

Sedangkan menurut Ma‟mur (2012, 67) tujuan homeschooling, yaitu :

a. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur

homeschooling.

b. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

c. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu pendidikannya.


(38)

26 Jadi, homeschooling merupakan aktifitas pembelajaran yang dilakukan di rumah dan disesuaikan pada kebutuhan pribadi dan kebutuhan lingkungan, serta tantangan perkembangan zaman.

2.2.3. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling

Menurut Perry (2000, 31) melakukan homeschooling untuk anak-anak diperbolehkan dengan alasan apapun. Dalam ber-homeschooling, orang tua tidak perlu mengisi formulir mengenai alasan apa yang orang tua pilih untuk si anak melakukan homeschooling. “As you meet more parents who’ve chosen

homeschooling as an alternative to public education, you’ll realize that every parent expresses a different concern or reason to homeschool”. (Percayakan pada

keyakinan anda (orang tua) untuk melakukan homeschooling. Apapun alasan anda, jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa alasan-alasan anda melakukan

homeschooling adalah tidak cukup kuat.

Ada beragam alasan mengapa homeschooling menjadi pilihan bagi orang tua. Dari mulai kemanan, pergaulan, beban akademik yang membuat anak stres hingga kurikulum yang gonta-ganti dapat menjadi alasan mengapa orang tua mulai melirik homeschooling.

Menurut Komariah (2007, 16-17) alasan orang tua memilih homeshooling, yaitu:

1. Tersedianya pendidikan moral atau keagamaan.

2. Memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik 3. Tersedia waktu belajar yang lebih fleksibel

4. Memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran 5. Menghindari penyakit sosial

6. Memberikan keterampilan khusus, serta

7. Memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, nonskolastik yang tidak terikat oleh batasan ilmu.

Sedangkan menurut Ma‟mur (2012, 68 -72) alasan orang tua memilih

homeschooling sebagai pendidikan untuk anaknya adalah : a. Moral dan Religious Reasons

Sebagian besar orang tua ingin memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak-anaknya dengan memilihkan pendidikan yang mengandung unsur


(39)

27 nilai-nilai agama dan karakter juga standar moral dalam kurikulum pelajarannya.

b. Academic Reasons

Dengan homeschooling yang memiliki sistem pembelajaran tutorial, yaitu

one-on-one, orang tua bisa lebih memenuhi kebutuhan anaknya dengan

mendukung minat anak, rasa ingin tahu dan setiap anak akan dihargai setiap individu.

c. Socialization

Banyak yang beranggapan bahwa anak yang belajar di homeschooling tidak bisa bersosialisasi. Perlu diketahui bahwa sosialisasi yang sesungguhnya adalah anak berinteraksi dengan beragam kelompok dan berbeda usia (vertical socialization), interaktif anak tidak hanya bisa di ukur dengan teman sekelas atau sebaya di sekolah (horizontal

socialization). Dalam homeschooling anak seringkali lebih baik dalam

berinterkasi dengan orang-orang beragam usia.

d. Family Unity

Melalui homeschooling, orang tua dan anak bersama-sama belajar, bereksplorasi, dan menghabiskan waktu bersama. Hal ini akan lebih mempererat hubungan antara anak dan orang tua ataupun saudara kandung.

2.2.3. Metode Pembelajaran Homeschooling

Karakter yang melekat dalam homeschooling adalah customized

education, sehingga homeschooling memiliki model yang bermacam-macam

sesuai dengan kondisi pilihan keluarga yang akan menjalankan homeschooling. Seperti yang dikatakan Sumardiono dalam 7 FAQ Homeschooling :

Pilihannya terserah pada setiap keluarga. Keluarga dapat memilih

homeschooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum

lain, semisal kurikulum Cambridge IGCSE yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia. Beberapa homeschooling di Indonesia sudah memiliki acuan dasar kurikulum yang mereka pakai dalam proses pembelajaran.

Kurikulum Homeschooling Kak Seto (HSKS) Medan mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Walaupun menggunakan kurikulum dari Mendiknas seperti di sekolah formal, kreativitas bagi keluarga homeschooling tetap terbuka. Banyak aspek di dalam proses pembelajaran dalam homeschooling yang tetap dapat dimodifikasi sesuai gaya belajar anak agar memperoleh hasil yang


(40)

28 maksimal. Metode pembelajaran menggunakan pendekatan yang lebih tematik, aktif, konstruktif, dan kontekstual serta belajar mandiri.

1. Pembelajaran Tematik

Pembelajaan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Materi kegiatan siswa di sekolah didasarkan pada tema yang dikembangkan oleh guru, bukan didasarkan pada jadwal mata pelajaran.

2. Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang mengharuskan guru menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri.

3. Pembelajaran Konstruktif

Pembelajaran konstruktif mengarahkan agar siswa harus aktif dalam mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa. Dengan pembelajaran ini, diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.

4. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.

5. Pembelajaran Mandiri

Pembelajaran mandiri dapat diartikan sebagai mata proses, dimana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain. Kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut adalah mencakup mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar,


(41)

29 mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar dan menilai hasil belajar.

Beberapa program pembelajaran yang dilakukan Homeschooling yaitu: 1. Pembelajaran Outing

Pembelajaran outing merupakan proses pembelajaran dimana peserta belajar di dalam kelas dan di luar kelas, yang mempelajari berbagai macam pembelajaran seperti agama, seni, dan wirausaha. Untuk pembelajaran yang dilakukan di luar kelas, homeschooling melakukan kunjungan ke tempat terbuka maupun tertutup, seperti Kebun Raya, Kebun Satwa, Ekowisata, Agrowisata, Industri Manufacturing, Museum, Pusat Seni, Peninggalan Sejarah, dsb.

2. Pembelajaran Project Class

Pembelajaran project class merupakan proses pembelajaran dimana peserta belajar melakukan percobaan - percobaan ilmiah dan keterampilan lainnya. Dimana dengan melakukan project class peserta dapat mengembangkan kreatifitasnya.

3. Parents Meeting

Pertemuan tiga bulanan antara wali murid dengan manajemen dan tutor HSKS, dimana Kak Seto selaku pembina HSKS akan menyempatkan hadir untuk mendiskusikan perkembangan anak didik.


(42)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Cresswell (2010, 12) penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.

Sedangkan menurut Moleong (2007, 6):

Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Homeshooling Kak Seto, yang berlokasi di Jalan D.I Panjaitan No.176 Medan.

3.3.Data dan Sumber Data

Sumber data yang penulis peroleh untuk melengkapi data-data dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari 2 sumber, antara lain:

a. Sumber data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok. Sumber data primer pada penelitian ini penulis peroleh dari informan di Homeschooling Kak Seto, dalam hal ini adalah siswa Homechooling Kak Seto yang berjumlah 6 orang. b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain). Sumber data sekunder pada penelitian ini


(43)

31 penulis peroleh dari buku, majalah, artikel dan jurnal yang mengulas tentang literasi informasi.

3.4. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun proses penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.4.1. Mengidentifikasi Informan

Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti. Dalam penelitian kualitatif, informan sangat memiliki posisi terpenting sebagai narasumber dalam penelitian. Informan merupakan tumpuan pengumpulan data bagi peneliti dalam mengungkap permasalahan penelitian (Sutopo 2002, 50).

Informan dalam penelitian ini adalah siswa Homeschooling Kak Seto. Hal ini dilakukan dengan cara mensurvei terlebih dahulu pada Homeschooling Kak Seto.

3.4.2. Menentukan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini adalah memilih informan yang dianggap mengetahui dan mampu memberikan keterangan terhadap masalah yang diteliti. Teknik pengambilan informan dilakukan secara acak dengan menggunakan random sampling. Menurut Sugiyono (2001, 57) random sampling adalah pengambilan sampel anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

Jumlah siswa SMP dan SMA pada Homeschooling Kak Seto yaitu 18 siswa dan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah siswa SMP dan SMA yang berjumlah 6 orang. Teknik pengambilan informan dilakukan secara acak dengan mewawancarai siswa yang setiap hari Selasa dan Kamis di


(44)

32 - Bersedia untuk menjadi informan

- Kemampuan siswa dalam menanggapi pertanyaan - Mudah berinteraksi dengan orang lain

- Telah melakukan penelusuran informasi

Kode Sumber Pendidikan

I₁ Informan 1 Siswa Kelas 2 SMP

I₂ Informan 2 Siswa Kelas 3 SMP

I3 Informan 3 Siswa Kelas 3 SMP

I4 Informan 4 Siswa Kelas 2 SMA

I5 Informan 5 Siswa Kelas 3 SMA

I6 Informan 6 Siswa Kelas 3 SMA

3.5. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan kepada orang lain.

Menurut Sugiyono (2009, 338) analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi data

Reduksi data dapat diartikan sebagai merangkum, memilih hal-hal pokok, kompleks, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

Pada reduksi data penulis melakukan pengelompokan hasil wawancara sesuai dengan kategori yang telah penulis tentukan pada pedoman wawancara yang membahas tentang literasi informasi pada siswa


(45)

33 efektif dan efisien 2) mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten 3) menggunakan informasi secara akurat dan efektif.

2. Penyajian Data

Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian ini berbentuk teks naratif. Untuk mempermudah pemahaman terhadap informasi yang besar jumlahnya, maka dalam penyajian data akan dilakukan penyederhanaan informasi yang kompleks ke dalam satuan bentuk yang disederhanakan dan selektif. Penulis melakukan penyajian data dengan bentuk teks naratif yang terdapat pada BAB IV hasil dan pembahasan dari penelitian.

3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Tahap selanjutnya setelah reduksi data dan penyajian data, maka dilakukan verifikasi dari kegiatan sebelumnya dan dilanjutkan kepenarikan kesimpulan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses interpretasi data-data yang telah dikumpulkan dengan metode wawancara dan dokumentasi sambil terus menerus melakukan pencocokan terhadap kesimpulan yang akan dibuat.

3.6.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti, antara lain: 1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap survei. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden. Peneliti mendapatkan data langsung dari informan melalui wawancara mendalam, dimana data tersebut direkam dengan perekam suara dibantu alat tulis lainnya. Kemudian dibuat transkripsnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbal. Maka dapat diketahui bahwa untuk memperoleh data utama adalah melalui wawancara kepada informan untuk memperoleh data yang akurat dan relevan. Pedoman wawancara juga diperlukan agar tidak menyimpang dari


(46)

34 tujuan penelitian, pedoman wawancara juga disusun berdasarkan dengan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Studi Dokumentasi

Selain wawancara teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi. Peneliti melakukan suatu kegiatan pengumpulan berbagai informasi dan data dari beberapa dokumen menunjang kelengkapan data yang dibutuhkan yaitu melalui buku, majalah, jurnal, hasil seminar dan artikel, baik yang tersedia dalam media on-line (internet) maupun yang ada dalam perpustakaan. Studi dokumentasi ini dilakukan agar mengetahui setiap permasalahan yang dihadapi dan setelah itu dibandingkan keadaan yang diteliti atau survei di lokasi atau tempat peristiwa terjadi yaitu

Homeschooling Kak Seto.

3.7.Keabsahan Data (Validity of data)

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif, karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data validitas penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Menurut Moleong (2007, 330) “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.

Triangulasi dilakukan berdasarkan wawancara dengan informan. Teknik pengumpulan data juga dilakukan untuk melengkapi data primer dan data sekunder. Adapun teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Triangulasi Data

Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara dan hasil dokumentasi. Penulis mewawancarai siswa Homeschooling Kak Seto. Penulis juga melakukan kegiatan pengumpulan berbagai informasi dan data dari beberapa dokumen yaitu melalui buku, majalah, jurnal, hasil seminar, dan artikel.


(47)

35 2. Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data

yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada Bab II untuk dipergunakan pada pembahasan penelitian dan menguji terkumpulnya data tersebut serta diperkuat dengan artikel, jurnal, dan buku yang mengulas tentang literasi informasi.

3. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode dokumentasi kegiatan literasi informasi pada siswa

Homeschooling Kak Seto. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

metode wawancara yang ditunjang dengan metode dokumentasi pada saat wawancara dilakukan.


(48)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lembaga Homeschooling Kak Seto (HSKS)

Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi mereka. Namun dalam pengalaman di lapangan, beberapa anak mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan selama bersekolah. Sebut saja kasus bullying, bentakan dari guru dan teman sekelas, bahkan kekerasan dari guru. Pengalaman-pengalaman tersebut, dapat menimbulkan fobia terhadap sekolah (school phobia) bagi anak dan orang tua. Ditambah lagi kurikulum yang terlalu padat dan tugas-tugas rumah yang menumpuk membuat kegiatan belajar menjadi suatu beban bagi sebagian anak. Kemudian, dengan adanya upaya penyeragaman kemampuan dan keterampilan pada semua anak untuk seluruh bidang, bisa mematikan minat dan bakat anak, karena setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda.

Melihat kondisi ini maka perlu adanya solusi alternatif bagi anak-anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan formal. Berdasarkan alasan inilah Seto mendirikan lembaga pendidikan informal, yaitu homeschooling (sekolah rumah) dengan harapan untuk bisa memperhatikan hak anak atas pendidikan.

Adapun Visi, Misi dan Tujuan dari Lembaga Homeschooling Seto (HSKS) :

1. Visi

Menjadikan HSKS Medan sebagai salah satu institusi pendidikan anak yang unggul dalam menyediakan program pendidikan bagi anak untuk dapat terampil, memiliki life skill, dan karakter yang kokoh sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan.


(49)

37 2. Misi

 Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, kekuatan dan keterbatasan yang dimilikinya.

 Membantu peserta didik menemukan minat dan bakatnya serta mengembangkan bakat dan minat peserta didik secara optimal.  Membentuk peserta didik menjadi manusia pembelajar seumur

hidup yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi dan karakter yang kuat.

 Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh hubungan dari pelajaran yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata .

 Mengatasi keterbatasan, kelemahan peserta didik dengan melakukan pendekatan personal.

3. Landasan Hukum

Homeschooling Kak Seto (HSKS) termasuk ke dalam pendidikan

informal yang diakui oleh Kementrian Pendidikan Nasional dan memiliki landasan hukum yang diatur oleh peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya b. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

c. UU Nomor 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah

d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

e. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom f. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan

Luar Sekolah

g. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B


(50)

38 h. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 132/U/2004

tentang Paket C 4. Kurikulum

Kurikulum di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Medan yang diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan didukung oleh HSKS. Kurikulum ini mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Dengan menggunakan acuan kurikulum di atas, dan metode penyampaian Homeschooling Kak Seto (HSKS) yang menggunakan pendekatan yang lebih tematik, aktif, konstruktif, dan kontekstual serta belajar mandiri.

5. Legalitas dan Ijazah

Homeschooling diatur dalam Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional (sisdiknas) No. 20 tahun 2003, pasal 27: (1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan secara mandiri. Sehingga pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses dalam pelaksanaan pendidikan informal yang dalam hal ini adalah homeschooling, namun hasil dari kegiatan belajar dari pendidikan Informal akan diakui sama dengan pendidikan formal jika mereka lulus dalam ujian yang sesuai dengan standar nasional. Seperti yang tercantum pada ayat: (2) Hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Untuk lulusan

Homeschooling Kak Seto (HSKS) Medan akan memperoleh ijazah

kesetaraan dari Kementrian Pendidikan Nasional yaitu Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA. Ijazah ini bisa digunakan untuk melanjutkan ke sekolah formal yang lebih tinggi, bahkan juga bisa untuk mendaftar ke luar negeri.


(51)

39 4.1.2 Homeschooling Seto Medan

HSKS Pusat telah berdiri sejak tahun 2007 di Kota Tangerang. HSKS memiliki beberapa cabang di kota-kota besar, salah satunya adalah Kota Medan, yang didirikan mulai April 2010. Saat ini, HSKS Medan berlokasi di Jl. D.I. Panjaitan No. 176 Medan. HSKS dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana yaitu belajar dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja dimana dengan menggabungkan konsep kreativitas, life skills dan karakter akan menjadi landasan profil lulusan HSKS, yaitu: memiliki kecakapan hidup yang bisa menopang diri serta lingkungannya dan memiliki nilai-nilai mulia dalam membangun komunitas di masa mendatang.

HSKS memiliki 12 kelas, yaitu; kelas I-VI SD, kelas VII-IX SMP, dan kelas X-XII SMA. HSKS memiliki tiga pilihan proses pembelajaran, yaitu komunitas, semi komunitas dan distance learning. Homeschooling komunitas merupakan subjek penelitian ini. Peserta komunitas dikumpulkan di sebuah kelas untuk belajar dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Kapasitas per kelas minimal dua orang dan maksimal sepuluh orang. Jumlah siswa HSKS tidak sebanyak siswa di sekolah umum. Jumlah siswa kelas VII SMP sampai XII SMA berjumlah 18 orang.

Jadwal pembelajaran masing-masing kelas dibedakan satu sama lain. Sekolah Dasar (SD) belajar pada hari Senin dan Rabu, pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) belajar pada hari Selasa dan Kamis, pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengakomodasi homeschooling sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat. HSKS berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional. Para peserta didik yang mengikuti Homeschooling Kak Seto ini terdaftar secara resmi sebagai peserta didik ”Sekolah Mutiara Indonesia” asuhan Seto. Siswa akan memperoleh ijazah kesetaraan yang dikeluarkan oleh Depdiknas yaitu: Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA.


(52)

40 Para lulusannya memiliki legalitas untuk mengikuti ujian dan melanjutkan sekolah ke jenjang sekolah formal yang lebih tinggi bahkan ke luar negeri sekalipun.

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah siswa SMP dan SMA

Homeschooling Seto. Peneliti melakukan wawancara dengan 6 informan, dimana

wawancara dilakukan secara acak melalui pendekatan dan perkenalan terlebih dahulu. Setelah melakukan perkenalan terlebih dahulu barulah kemudian diminta waktunya untuk bersedia diwawancarai. Adapun karakteristik dari para informan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Karakteristik Informan No Kode Sumber Pendidikan Lokasi

Wawancara

Hari/Tanggal Wawancara 1 I1 Informan

1 Siswa Kelas 2 SMP Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015 2 I2 Informan

2 Siswa Kelas 3 SMP Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015 3 I3 Informan

3 Siswa Kelas 3 SMP Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015 4 I4 Informan

4 Siswa Kelas 2 SMA Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015 5 I5 Informan

5 Siswa Kelas 3 SMA Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015 6 I6 Informan

6 Siswa Kelas 3 SMA Homeschooling Seto Selasa, 29 September 2015

Wawancara berlangsung secara informal. Wawancara dilakukan berdasarkan pada pedoman wawancara dan wawancara mendalam (depth


(53)

41 wawancara dilakukan tidak harus pada suatu tempat tertentu. Wawancara pun dilakukan pada jam yang telah ditetapkan pada saat membuat janji untuk wawancara. Suasana wawancara berlangsung alamiah, apa adanya, dan tidak diatur sedemikian rupa untuk tujuan tertentu, begitu juga dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa informal. Isi wawancara berkembang sesuai dengan jawaban yang diberikan informan.

4.3. Kategori

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman. Dengan pedoman ini, peneliti membaca kembali transkrip wawancara lalu memilih data yang relevan dengan judul penelitian sehingga menghasilkan beberapa kategori. Dari transkrip wawancara ada 3 kategori, adapun 3 kategori tersebut adalah:

4.3.1 Mengakses Informasi Secara Efektif Dan Efisien

Mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien merupakan keterampilan menemukan informasi dalam katalog perpustakaan, buku, CD-ROM dan Web (Herring, 2004). Kemunculan internet sebagai pesatnya kemajuan teknologi informasi, informasi dapat ditemukan dengan mudah karena sumber informasi tidak hanya diakses secara manual tetapi dapat juga dilakukan secara online melalui internet. Keterampilan ini juga meliputi kemampuan menilai relevansi sumber informasi.

Untuk menemukan dan mengakses informasi secara efektif dan efisisen dapat dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengetahui kebutuhan informasi, mengidentifikasi beragamnya sumber informasi, merumuskan secara jelas dan rinci mengenai topik yang akan dicari, melengkapi kata kunci dan istilah penting yang sering digunakan, memilih alat penelusuran yang sesuai, dan membangun dan menerapkan strategi pencarian.


(1)

72 6. Hasil Transkrip Wawancara Informan VI

Wawancara ini diambil pada tanggal 29 September 2015, pukul 12.30 WIB. Bertempat di Homeschooling Kak Seto, tepatnya di balkon HSKS. Kondisi wawancara dilakukan dengan santai, dikarenakan informan sedang tidak menjalankan aktivitas apapun. Topik yang akan ditanyakan kepada informan adalah mengenai kemampuan mengakses informasi secara efektif dan efisien, kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten serta kemampuan menggunakan informasi secara akurat dan efektif. Berikut adalah hasil wawancara penulis disimbolkan dengan P dan informan disimbolkan dengan I6.

P: “Selamat siang dek”

I6: “Siang juga kak, ada apa ya kak?”

P: “Kakak mahasiswa dari USU, kakak lagi mengadakan penelitian disini dek. Kakak mau nanya-nanya boleh gak?”

I6: “Oh, iya kak. Mau nanya apa kak?” P: “Nama adik siapa ya?”

I6: “Iqbal”.

P: “Gini dek, kakak mau nanya. Kalau misalnya tutornya ngasih tugas, kamu tau gak informasi yang kamu butuhin apa?”

I6: “Tau kak”.

P: “Terus kamu nyarinya gimana? Pakai kata kunci gak?”

I6: “Aku cari sesuai judul tugasnya kak. Pake kata kunci kak. Susah entar nyarinya kalau gak make kata kunci, banyak kali soalnya nanti keluar hasilnya jadinya susah milih kak”.

P: “Itu kamu yang buat sendiri kata kuncinya atau dari tutornya?” I6: “Aku sendiri”.

P: “Hasilnya yang keluar sama gak dengan yang kamu ketik?” I6: “Kadang mau sama, kadang juga gak”.

P: “ Biasanya nyarinya darimana dek?” I6: “Google”.

P: “Kenapa dari Google dek?”

I6: “Karena udah terkenal dan dipakai semua orang”.

P: “Jadi selain dari Google, gak pernah nyari di situs lain ya?” I6: “Gak kak”.

P: “Kalau kamu mau nyari kumpulan artikel dalam format pdf, doc, dll atau kumpulan gambar, kamu batasi gak cara kamu nyarinya?

I6: “Gak, aku gak tau gimana nyarinya itu. Gambar ya aku langsung klik

image Google-nya aja”.

P: “Emang gak dibantu sama tutornya cara nyarinya gimana?”

I6: ““Gak, aku nyari sendiri. Gak pernah dibantu tutor tuh. Aku belajar sendiri aja gimana nyarinya di Google”.


(2)

73

P: “ Jadi kalau kamu gak tau, gimana kamu ngerjain tugasnya?” I6: “Tetap aku kerjain kak, sebisanya aku aja”.

P: “Kamu gak pernah nanya sama orangtua atau kakak/abang kamu tentang tugas-tugas kamu?

I6: “Nanya sama abang aja sih kak, mama aku soalnya gak ngerti internet”. P: “Susah gak nyari informasi di internet?”

I6: “Gak sebenarnya, soalnya selama ini yang aku cari emang selalu dapat sih. Aku Cuma bermasalah di jaringan aja”

P: “Kalau gak dapat yang kamu butuhin, apa yang kamu lakuin biar yang kamu butuhin ketemu juga?”

I6: “Aku edit-edit kata kunciku kak”.

P: “Gak pernah nyari dari buku buat ngerjain tugasnya?” I6: “Gak sih kak”.

P: “Kalau tugas membuat laporan gimana kamu buatnya?”

I6: “Aku pastiin dulu sumber yang aku dapat kak, sumber yang satu dapetnya darimana yang satu lagi darimana, jadi biar jelas aja. Biasanya sih infonya dipilih-pilih yang paling yang kata-katanya tuh paling nyambung, kalau misalnya sama kali baru aku pilih yang paling berhubungan dengan tugas terus ada pengarangnya yang jelas baru aku kembangin dengan kata-kata sendiri”.

P: “Kamu cantumkan gak daftar pustakanya?” I6: “Kadang kak. Males buantnya”.

P: “Berarti diajarin sama tutornya gimana cara ngebuat daftar pustaka?” I6: “Iya diajarin, cuma aku males aja buatnya”.

P: “Biasanya kamu simpan dimana hasil yang kamu cari dari internet dek?”

I6: “Laptop atau Ipad”.

P: “Gimana caranya kamu nyimpannya di laptop/ipad?”

I6: “Kalau di laptop aku simpan langsung di desktop aku buat folder-foldernya sendiri sesuai mata pelajarannya. Diajarin sama abang aku soalnya gitu”.

P: “Jadi kalau disuruh nyari lagi tugas yang kamu simpan, bisa nyarinya?” I6: “Bisa dong kak”.

P: “Selain untuk tugas, kamu biasanya nyari apa di internet?”

I6: “Informasi yang aku dapat itu benar-benar yang aku butuhin, selain buat ngerjain tugas-tugas aku juga searching yang lagi uptodate sekarang, biar bisa nambah wawasan aku juga”.

P: “Menurut kamu, penting gak informasi yang kamu cari itu?” I6: “Pentinglah kak biar gak ketinggalan zaman.”

P: “Oh gitu ya. Makasih ya dek atas waktu dan informasi yang sudah kamu berikan”.


(3)

74 LAMPIRAN III

DOKUMENTASI

3.1 Gambar Homeschooling Kak Seto Medan


(4)

75

3.3 Tampilan Hasil Tugas dengan Mencantumkan Daftar Pustaka


(5)

76

Gambar 3.5 Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas


(6)

77 LAMPIRAN IV