REPRSENTASI SOSIAL TENTANG KERJA DAN PERILAKU KERJA

BAB VIII REPRSENTASI SOSIAL TENTANG KERJA DAN PERILAKU KERJA

ANAK JALANAN Hubungan antara representasi sosial tentang kerja dengan perilaku kerja anak jalanana dapat terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 39. Perbandingan Perilaku Kerja Anak Jalanan Berdasarkan Tipe I, Tipe II, dan Tipe III Perilaku Kerja Tipe I Tipe II Tipe III Jam mulai bekerja Siang Pagi Pagi Lama bekerja 5jam 5jam ≤5 jam Lama istirahat 1-2 jam ≤ 4jam 7-8 jam Pekerjaan anak jalanan Pengamen Pengemis Pengamen Lokasi kerja Stasiun Kereta Api Bogor Terminal Baranangsiang angkot+rute Stasiun Kereta Api Bogor Tipe kelompok kerja Sendiri Sendiri Sendiri Berdasarkan tabel 39, terlihat bahwa anak jalanan tipe I yang memiliki central core yaitu mencari uang lebih bersungguh-sungguh didalam bekerja. Dapat dilihat dari alokasi waktu yang dibutuhkan untuk bekerja yaitu lebih besar dari lima jam. Dengan alokasi waktu istirahat yang lebih singkat sekitar satu sampai dua jam. Anak jalanan tipe I memiliki jenis pekerjaan yang lebih bervariasi. Sebagian besar dari anak jalanan tipe I memiliki lokasi kerja di Stasiun Kereta Api Bogor. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, anak jalanan tipe I didalam bekerja lebih giat, tidak terlalu banyak bermain. Faktor usia yang masih berada dibawah lima belas tahun menyebabkan mereka masih bergantung kepada orangtua. Anak jalanan tipe II memiliki karena central core yaitu cari teman, bantu orangtua dan cari hiburan. Anak jalanan tipe II bekerja lebih santai karena mereka lebih mementingkan pergaulan, sehingga didalam bekerja mereka lebh santai. Walaupun waktu bekerja yang dibutuhkan sama dengan tipe anak jalanan tipe I, yaitu lebih besar dari lima jam. Anak jalanan tipe II mencari teman untuk mendapatkan perhatian dari kurangnya perhatian dari keluarga. Anak jalanan yang memiliki tipe ini sudah mulai mandiri. Anak jalanan tipe III memiliki central core yaitu cari kebebasan. Anak jalanan tipe III bekerja lebih santai dibandingkan kedua tipe lainnya. Hal ini disebabkan oleh representasi sosial tentang kerja yang dimiliki bukan untuk mencari uang, melainkan memperoleh kebebasan berpetualang. Selain itu, anak jalanan tipe III dari segi usia lebih dewasa dibandingkan ke 2 tipe lainnya, sehingga mereka sudah lebih mandiri dan tidak lagi bergantung kepada orangtua. 8.1 Studi Kasus: Anak Jalanan Tipe I Kerja Di Jalanan Untuk Membantu Orangtua Mencari Nafkah Js adalah anak laki-laki yang berasal dari Garut. Js berusia 17 tahun yang memiliki tempat tinggal bersama teman sekelompok. Js bersekolah sampai tingkat SLTP. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu menyebabkan Js tidak bisa melanjutkan sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi. Js adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Hal tersebut membuat Js memiliki tanggung jawab untuk membantu keluarganya dan membiayai adik-adiknya bersekolah. Js memiliki orangtua yang lengkap. Kedua orangtua Js memiliki pendidikan terakhir sampai SD. Karena tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan orangtua Js terutama bapak bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan rata-rata per bulannya Rp 90.000,00 perbulan, sedangkan ibu tidak bekerja. Kondisi kesehatan bapak yang terus menurun dan sering sakit-sakitan menyebabkan Js merantau ke Bogor untuk mencari pekerjaan demi membantu perekonomian keluarga. Js telah melakukan segala jenis pekerjaan dari menjadi tukang bangunan, tukang sampah, dan pemulung. Selain itu, Js pernah melamar ke pabrik namun karena usia yang masih kurang dari 18 tahun, tidak ada satupun pabrik yang mau menerimanya. Akhirnya Js mencoba bekerja di jalanan sebagai pengamen mengikuti ajakan temannya. Menurutnya ia akan melakukan apa saja yang halal agar bisa mengirimkan uang kepada orangtuanya di Garut dan membiayai adik-adiknya sekolah. Js melakukan pekerjaan sebagi pengamen sejak pukul 09.00-21.00 WIB dan bekerja seorang diri. Biasanya Js memiliki lokasi kerja di angkot dan lampu merah, Terminal Baranangsiang. Js adalah salah seorang anak jalanan yang mengkonsumsi minuman keras sebelum mengamen. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa malu. Berdasarkan latar belakang di atas, Js memiliki makna kerja yaitu untuk sekolah, cari uang dan bantu orangtua. Js memiliki makna kerja utama untuk sekolah karena ingin adiknya memiliki kehidupan yang lebih baik dengan bekal ilmu yang dimiliki. Seperti yang diungkapkan olehnya. ”Adik saya pinter kak, sapa tau aja dia bisa hidup yang lebih baik dengan ilmu yang dimiliki puunya nasih yang lebih baik, maju dan berkembang. Sapa tau kalo udah sukses bisa bantu sodara yang lainnya. Saya tidak mau adik saya menjadi seperti saya, saya ingin dia maju, sebenarnya saya malu untuk melakukan pekerjaan ini..”. Selain makna kerja untuk sekolah, Js memiliki makna kerja bantu orangtua. Menurutnya dengan ia bekerja menjadi pengamen ia dapat membantu menambah penghasilan keluarga. Sebagian uang yang diperoleh dikirimkan ke Garut untuk biaya bapak berobat, belanja sehari-hari dan sebagai simpanan ibunya jika ada keperluan mendadak. Seperti ungkapan Js sebagai berikut. ”Orangtua yang sudah tua dan sakit-sakitan, membuat saya harus bekerja mencari uang membantu penghasilan keluarga. Bapak yang bekerja sebagai buruh tani memiliki penghasilan yang sangat kurang belum untuk berobat, belanja sehari-hari, untuk sekolah adik, maka dari itu saya ingin bekerja untuk mencari uang agar bisa diberikan kepada ibu...” Sedangkan makna kerja utama lainnya adalah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membeli rokok, minuman keras, dan sebagian adapula yang ditabung untuk dikirimkan kepada orangtua di Garut. Seperti yang diungkapkan oleh Js. ” Saya bekerja untuk cari uang agar bisa memnuhi kebutuhan hidup sehari hari seperti beli rokok, beli ’miras’, ada juga sih yang ditabung untuk ngirimin ma’ di kampung...” Js memiliki makna kerja yang bersifat negatif. Dimana dalam melakukan pekerjaan terdapat beban dan tanggung jawab. Menurut Js bekerja di jalanan merupakan hal yang menyadihkan, suatu keterpaksaan, sangat beresiko, melelahkan, kurang mencukupi kebutuhan hidup, dan merupakan pekerjaan yang hina. Js mengetahui informasi mengenai bekerja seperti dilarang mengamenmengemisberdagang dan melakukan pekerjaan lainnya. Selain itu, Js mengetahui bahwasanya di jalanan sering dilakukan razia oleh Satpol PP yang berjaga di lampu merah setiap hari sejak pukul 07.00 – 11.00 WIB. Tidak hanya itu, Js meyakini bahwa bekerja di jalanan berbahaya diantaranya mudah terjadi kecelakaan seperti terserempet atau bahkan tertabrak mobil. Selain itu, bekerja di jalanan tidak baik untuk kesehatan, jika terlalu lama terkena sinar matahari bisa menyebabkan pusing dan jika terlalu lama bernyanyi dengan suara keras bisa menyebabkan suara habis atau ’serak’. Js meyakini juga bahwa dengan bekerja di jalanan ia dapat membantu keadaan ekonomi keluarga, hal ini dapat dilihat dari rutinitas Js yang selalu mengirimkan uang tiap bulan kepada ibunya untuk membantu menambah penghasilan keluarga. Menurut pengakuan Js bekerja di jalanan tidak baik untuk masa depan karena hidup di jalanan keras dan penuh penderitaan. Jika Js terkena razia ia biasanya diberi peringatan agar tidak bekerja di jalanan lagi, dan tidak jarang dipukul karena saat di razia Js sedang mabuk. Berdasarkan hal tersebut sebagaimana disebutkan diatas Js tidak akan selamanya kerja di jalanan, ia ingin mencari pekerjaan lain dengan penghasilan yang lebih baik. Terkait dengan aktivitas anak seusianya, menurut Js aktifitas yang dilakukan anak seusia Js adalah sekolah. Js juga memiliki opini bahwa bekerja di jalanan tidak menyenangkan. Sementara itu, mengenai peraturan tentang larangan bekerja di jalanan Js menyatakan tidak setuju. Hal tersebut dilakukan karena jika tidak mengamen ia tidak akan mendapatkan uang. Seperti penuturan Js di bawah ini. ”Saya ga setuju kak dengan larangan bekerja di jalanan, karena bisa ga dapet uang. Kalo mau di larang seharusenya ada kebijakan lainnya, gimana caranya kita bisa dapet uang dan ga di larang...”

8.2 Studi Kasus: Anak Jalanan Tipe II Kerja Di Jalanan Untuk Menambah Teman