jalanan yang tepat sasaran. Sebagai penunjang kegiatan pemberdayaan anak jalanan tersebut, perlu diketahui apa yang sebenarnya direpresentasikan oleh anak jalanan
mengenai pekerjaannya. Penelitian kali ini akan melihat bagaimana hubungan antara representasi sosial tentang kerja dengan perilaku kerja anak jalanan berdasarkan
karakteristik sosial ekonomi. Mengacu pada hasil studi Abric 1976, representasi sosial merupakan suatu
mekanisme yang membentuk pola berpikir dan membicarakan tentang obyek maupun kejadian. Terkait dengan representasi sosial tentang kerja pada anak jalanan, jika
diketahui representasi sosial yang dimiliki maka akan diketahui apakah yang mereka representasikan mengenai bekerja. Sehingga, jika kita ingin merubah perilaku kerja
anak jalanan maka kita harus merubah representasi sosial mereka terutama central core mengenai bekerja. Ketika ada perubahan pada central core maka hal itu akan
berdampak pada representasi sosial secara keseluruhan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah karakteristik sosial ekonomi anak jalanan? 2. Bagaimanakah reprentasi sosial tentang kerja pada anak jalanan?
3. Bagaimanakah perilaku kerja yang terbentuk pada anak jalanan? 4. Bagaimanakah hubungan antara representasi sosial tentang kerja dengan
perilaku kerja anak jalanan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi anak jalanan. 2. Mengidentifiksi representasi sosial tentang kerja bagi anak jalanan.
3. Mengidentifikasi perilaku kerja yang terbentuk pada anak jalanan. 4. Mengetahui hubungan antara representasi sosial tentang kerja dengan
perilaku kerja anak jalanan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai anak jalanan. Bagi pihak-pihak yang
berkaitan dengan anak jalanan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuat suatu solusi dalam melakukan upaya pemberdayaan untuk mengatasi
bertambahnya jumlah anak jalanan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemaknaan dan Representasi Sosial
Manusia merupakan makhluk yang tidak hanya menggunakan naluri namun juga menggunakan akalnya dalam menafsirkan segala sesuatu yang berada di
lingkungannya. Veeger dalam Fauziyah 2002 mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk yang mampu memberi atau menggunakan arti-arti tertentu kepada
benda-benda atau kejadian-kejadian yang dikenal sebagai proses pemaknaan. Proses pemaknaan merupakan inti dari hakekat kehidupan sosial, dimana perilaku manusia
bukan merupakan reaksi yang langsung merespon terhadap stimulus yang datang, melainkan terdapat proses penafsiran maksud dan arti terhadap stimulus untuk
mengambil suatu tindakan untuk merespon stimulus tadi. Pemaknaan menurut Blumer dalam Rahayu 2004 yaitu proses interaksi
diantara manusia interaction atas dasar makna meaning yang dimiliki terhadap suatu objek. Makna berasal atau muncul dari interaksi sosial antar manusia dengan
sesamanya. Proses sosial dan interaksi sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memandang objek yang ada. Dalam kehidupan, pandangan masyarakat
terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh proses penafsiran yang mereka lakukan. Blumer seperti dikutip Poloma 2004 menyatakan aktor memilih, memeriksa,
berpikir, mengelompokkan dan mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Dapat pula dikatakan “tindakan
manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal
tersebut”. Kemampuan manusia untuk memaknai arti dan simbol merupakan hasil
berpikir mereka yang diperoleh melalui interaksi sosial. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa kemampuan manusia memaknai suatu obyek akan mempengaruhi perilakunya
terhadap obyek tersebut. Blumer membedakan objek menjadi tiga jenis yaitu objek fisik seperti pohon atau kursi; objek sosial seperti seorang ibu; dan objek abstrak
seperti gagasan atau prinsip moral. Setiap individu memiliki pemaknaan yang berbeda mengenai suatu objek yang sama Blumer dalam Ritzer, 2004.
Mengenai makna tersebut, Blumer seperti dikutip oleh Sunarto 2000 menyatakan tiga premis yang menyatakan tentang makna. Pertama, manusia
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna sesuatu tersebut bagi mereka. Kedua, makna merupakan suatu produksi sosial yang muncul dalam proses interaksi antar
manusia. Ketiga, penggunaan makna oleh para pelaku berlangsung melalui suatu proses penafsiran.
Teori makna telah mengalami perkembangan, dimana makna tidak hanya dimiliki perorangan, tetapi terdapat makna yang dibagi bersama sesama komunitas
ataupun masyarakat yang dinamakan makna sosial atau representasi sosial. Representasi sosial adalah suatu pendekatan struktural yang pertama kali diupayakan
oleh Serge Muscovici pada tahun 1961. Dalam representasi sosial terdapat pengetahuan yang dimiliki bersama dan pemahaman tentang realita sosial yang ada di
masyarakat. Representasi sosial sebagai suatu pandangan fungsional yang membiarkan individu atau kelompok memberikan makna atau arti terhadap tindakan
yang dilakukannya, untuk mengerti suatu realita kehidupan sesuai dengan referensi yang mereka miliki, dan untuk beradaptasi terhadap realitas tersebut Abric, 1976.
Representasi sosial dapat berperan sebagai jembatan antara individu dengan dunia sosialnya. Sebagai sesuatu yang dikonstruksi secara sosial, representasi sosial
memiliki 2 keutamaan, yaitu sebagai hasil dari pikiran sosial, penyusunan keyakinan, dan pengetahuan tentang fenomena yang berpengaruh secara signifikan di komunitas
tertentu; serta sebagai sebuah proses individu dalam membangun kenyataan yang ada. Dalam kerangka psikologi sosial, maka representasi sosial merupakan suatu
mekanisme yang membentuk pola berpikir dan membicarakan tentang obyek maupun kejadian. Dengan kata lain representasi sosial merupakan hasil dari interaksi individu
satu sama lain dan merupakan suatu proses dalam memahami dunianya Abric, 1976 dalam Deaux dan Philogene, 2001.
Abric 1976 seperti dikutip oleh Deaux dan Philogene 2001 menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari elemen informasi, keyakinan, pendapat, dan
sikap tentang suatu obyek. Bagian-bagian ini terorganisasi dan terstruktur sehingga kemudian menjadi sistem sosial-kognitif seseorang. Struktur representasi sosial terdiri
dari central core peripheral core. Central core ditentukan oleh obyek yang dimunculkan itu sendiri, oleh jenis
hubungan antara obyek tersebut dengan suatu kelompok, dan juga oleh nilai dan norma sosial yang meliputi ideologi dari konteks yang ada di lingkungan pada saat itu
dalam suatu kelompok tersebut. Fungsi utamanya adalah mengorganisasi fungsi menyeluruh dari seluruh elemen yang menghasilkan representasi atau mengubahnya.
Jadi dari central core inilah elemen-elemen ini akan memperoleh makna atau nilainya. Fungsi kedua adalah menentukan hubungan dan menyatukan elemen-elemen
dari representasi sosial satu sama lain. Dari kedua fungsi yang dijalankannya tersebut maka central core dapat menjadi elemen dari representasi yang sangat tahan terhadap
perubahan karena dia juga yang berfungsi menyatukan dan menstabilkan elemen- elemen di dalamnya. Jadi ketika ada suatu perubahan pada central core maka hal itu
akan berdampak pada perubahan representasi seseorang secara keseluruhan. Jadi, jika terdapat dua representasi yang berbeda disebabkan oleh central core yang berbeda.
Elemen peripheral dapat ditemui di sekitar central core, bersifat konkret dan merupakan elemen yang paling bisa diakses secara langsung. Elemen ini juga
memiliki fungsi, yaitu menjadikan konkret sesuatu, adaptasi, dan defense. Peripheral core merupakan hasil dari anchoring representasi ke dalam kenyataan. Elemen inilah
yang menyambungkan antara central core dan situasi konkret dalam suatu konteks representasi. Dengan adanya hal tersebut, maka memperlihatkan bukti bahwa elemen
ini lebih fleksibel bila dibandingkan dengan central core. Ketika informasi baru atau suatu perubahan baru masuk dan menyatu dalam suatu proses representasi, maka
elemen ini akan dimarginalkan kehadirannya, mengartikannya kembali pada pola keberpusatan yang ada, atau dengan memberinya karakter tertentu. Hal ini dapat
mendukung perkembangan dan pergerakan dari suatu representasi. Sehingga tidak
salah jika elemen ini disebut Abric 1993 sebagai suatu sistem defense dari representasi.
Jadi representasi sosial sebenarnya memperkenalkan adanya sintesis yang baru antara individu dengan lingkup sosialnya. Posisi individu dalam teori ini dinilai
tidak menghasilkan pola pikir dalam situasi yang terisolasi, namun dari basis saling mempengaruhi satu sama lain. Dan itu menjadi dasar bagi munculnya pemaknaan
bersama tentang suatu obyek dan mempengaruhi perilaku individu berdasarkan makna bersama tersebut.
2.2 Representasi Sosial Tentang Kerja