BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan dibeberapa sektor ekonomi. Namun, tidak
bisa dipungkiri bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan tersebut menghasilkan beberapa dampak negatif, salah satunya adalah terciptanya kesenjangan sosial-
ekonomi dalam masyarakat Indonesia. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari tingkat pendapatan dan pendidikan yang tidak merata, ada masyarakat yang sangat kaya dan
ada yang sangat miskin. Bahkan, adapula diantara mereka yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Waluyo, 2000.
Kesenjangan sosial
ekonomi tersebut
menghasilkan permasalahan-
permasalahan sosial ekonomi, baik itu di perdesaan ataupun di perkotaan. Permasalahan yang muncul di perkotaan salah satunya ialah munculnya fenomena
anak jalanan. Fenomena anak jalanan ini terdapat di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan sampai di kota Malang Waluyo, 2000.
Dampak krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1997 dilihat sebagai penyebab semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Data dari penelitian ini
menunjukkan bahwa sejak tahun 1998 anak yang mulai terjun ke jalanan jumlahnya paling besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari 100 responden yang
diwawancarai mengaku bahwa sebagian besar mulai terjun ke jalanan di mulai tahun 1998, jumlahnya mencapai 35 anak 35,0 persen dan pada tahun berikutnya 1999
bertambah 34,0 persen sehingga dapat diperkirakan bahwa setelah krisis ekonomi tahun 1997 jumlah anak jalanan meningkat menjadi 69,0 persen Karnaji dkk, 2001
dan Astuti, 2005. Menurut data Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat PKPM Unika Atma
Jaya 2001 yang bekerja sama dengan organisasi asing non pemerintah dalam programnya Save the Children, terdapat 10.000 anak jalanan di Jakarta yang tersebar
di 312 kantong. Diantaranya ialah terminal luar kota Pulo Gadung,Lampu Merah Pramuka, Stasion Beos, Prapatan Cawang, dan Pasar Minggu. Dengan rata-rata
terhitung 100 lebih anak mangkal per harinya. Umumnya, anak-anak jalanan melakukan pekerjaan sebagai pengamen, pengasong, pencuci mobil, menyemir
sepatu, tukang parkir mobil, kernet dan menjadi joki, dan ojek payung.
1
Sedangkan untuk di Bogor, Pemerintah Kota Bogor mencatat terdapat 640 anak jalanan yang
tersebar di wilayah Kota Bogor pada tahun 2009
2
. Biasanya anak jalanan di Bogor
dapat ditemukan disetiap perempatan jalan, lampu merah, kolong jembatan, di bawah pohon, pusat perbelanjaan, dan paling banyak terdapat di jalan Pajajaran di dekat
hotel Pangrango
3
. Penanganan masalah anak jalanan masih terbatas. Telah banyak upaya yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi anak jalanan tetapi mereka masih tetap tetap terlihat di jalanan. Untuk itu, perlu diadakan kegiatan pemberdayaan anak
1
Anonim. http:smu.net.com. Diakses tanggal 8 juni 2008.
2
Anonim. http:ahnadheryawan.comlintas-kabupatenkotabogor. diakses tanggal 13 Maret 2009
3
Anonim. http:radar-bogor.co.id. Diakses tanggal 13 Maret 2009
jalanan yang tepat sasaran. Sebagai penunjang kegiatan pemberdayaan anak jalanan tersebut, perlu diketahui apa yang sebenarnya direpresentasikan oleh anak jalanan
mengenai pekerjaannya. Penelitian kali ini akan melihat bagaimana hubungan antara representasi sosial tentang kerja dengan perilaku kerja anak jalanan berdasarkan
karakteristik sosial ekonomi. Mengacu pada hasil studi Abric 1976, representasi sosial merupakan suatu
mekanisme yang membentuk pola berpikir dan membicarakan tentang obyek maupun kejadian. Terkait dengan representasi sosial tentang kerja pada anak jalanan, jika
diketahui representasi sosial yang dimiliki maka akan diketahui apakah yang mereka representasikan mengenai bekerja. Sehingga, jika kita ingin merubah perilaku kerja
anak jalanan maka kita harus merubah representasi sosial mereka terutama central core mengenai bekerja. Ketika ada perubahan pada central core maka hal itu akan
berdampak pada representasi sosial secara keseluruhan.
1.2 Perumusan Masalah