Karakteristik Anak Jalanan .1 Pengertian Anak Jalanan

mempengaruhi pemberian makna, tingkat pendidikan, dan sektor bekerja formalinformal. Sedangkan lingkungan sosial, tugas dalam pekerjaan, dan tujuan hidup nampaknya berperan dalam pembentukan representasi sosial. Maka untuk representasi sosial tentang kerja pada anak jalanan mungkin saja mempunyai dimensi yang berbeda dengan dimensi di atas. 2.3 Karakteristik Anak Jalanan 2.3.1 Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan menurut Depsos 2006 adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya, mempumyai indikasi usia berada dibawah 18 tahun, memiliki orientasi hubungan dengan keluarga sekedarnya, serta tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka. Unicef dalam Garliah 2004 menyatakan anak jalan adalah anak-anak yang pergi meninggalkan rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggalnya sebelum mencapai usia 16 tahun. Adapun pengertian anak jalanan lainnya terdapat dalam jurnal psikologi sosial sebagimana dikutip Garliah 2004, yaitu anak- anak yang meminta-minta di tempat umum, mengemis dengan pakaian kumal, kotor, dan penampilan tidak terawat. Dari pengertian anak jalanan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian anak jalanan adalah anak-anak berusia dibawah 18 tahun, sebagian besar waktunya dihabiskan di tempa-tempat umum untuk mencari nafkah atau berkeliaran, penampilan mereka biasanya kumal, kotor serta tidak terawat dan memiliki hubungan yang kurang dekat dengan keluarga.

2.3.2 Karakteristik Sosial Anak Jalanan

Karakteristik sosial anak jalanan dapat dilihat dari ciri-ciri fisik, jenis kelamin, usia, kondisi lingkungan baik fisik dan sosial, kondisi sosial-psikologis keluarga dan status pendidikan. Anak jalanan mempunyai ciri fisik dan psikis yang khas. Ciri fisik dapat dilihat dari warna kulit yang kusam, rambut kemerah-merahan, memiliki badan yang kurus, dan memakai pakaian yang kotor. Ciri psikis dapat dilihat dari mobilitas yang tinggi terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, tidak perduli dengan lingkungan, selalu curiga dengan keberadaan orang asing, sangat sensitif, sulit diatur, berwatak keras, kreatif, semangat hidup yang tinggi, berpikir pendek, dan mandiri Depsos, 2006. Hasil penelitian Suhartini 2008 menemukan bahwa sebagian besar anak jalanan adalah laki-laki, terutama pada usia 16 sampai 18 tahun. Sedangkan anak jalanan perempuan lebih banyak ditemui pada usia 13-15 tahun, kebanyakan anak jalanan perempuan yang ditemui berada pada usia dibawah 13 tahun. Anak jalanan perempuan yang telah berusia 16-18 tahun sudah tidak lagi di jalanan karena malu sehingga anak jalanan perempuan lebih memilih untuk bekerja di pabrik. Setiap harinya anak jalanan biasanya berada di daerah yang kotor, banyak sisa makanan, ataupun ditempat-tempat keramaian. Karena mereka sering berada di tempat-tempat yang kotor dan penuh debu membuat mereka malas menjaga kebersihan tubuh seperti jarang mandi, tidak pernah menyisir rambut, malas untuk mencuci pakaian atau menyimpan pakaian Garliah, 2004. Namun, terdapat hal positif dari anak jalanan yaitu mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur atau makan Garliah 2004. Keberadaan anak jalanan yang berada jauh dari orang tua menyebabkan anak jalanan rentan untuk mendapatkan tindak kekerasan dari orang-orang yang berada di sekeliling mereka. Tindak kekerasan tersebut terbagi menjadi empat jenis yaitu kekerasan ekonomi seperti ”dipalak” oleh preman, serta dipaksa bekerja oleh orang tua; kekerasan psikis seperti ancaman tidak boleh mengamen atau mengemis, dimaki- maki dengan kata-kata yang kasar, sampai ancaman dengan menggunakan senjata tajam; kekerasan fisik seperti tamparan, tendangan, pukulan, benturan dengan benda keras, serta pertengkaran dengan teman karena perebutan wilayah kekuasaan; dan kekerasan seksual seperti segala perilaku yang mengarah pada pelecehan seksual ataupun eksploitasi seks Sutinah, 2001; Garliah, 2004; dan Depsos, 2006. Keberadaan anak jalanan dipengaruhi juga oleh latar belakang keluarga. Hasil penelitian Sutinah 2001 dan Handoyo 2004 menemukan bahwa kondisi keluarga anak jalanan perempuan berasal dari keluarga yang tidak mampu miskin sehingga memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Suhartini 2008 menenemukan bahwa pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya samapai tingkat SD. Karena pendidikan yang rendah tersebut, menyebabkan orang tua anak jalanan hanya bisa melakukan pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan khusus di bidang pengetahuan science ataupun keterampilan khusus. Biasanya orang tua anak jalanan memiliki pekerjaan sebagai buruh bangunan, tukang sampah, pedagang, tukang becak, buruh pabrik dan ada pula yang menganggur. Hal tersebut membuat orang tua anak jalanan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan anak-anak mereka, sehingga anak-anak pun harus turun ke jalan untuk mencari uang demi sesuap nasi. Bagi anak jalanan perempuan menjadi anak jalanan merupakan ajakan dan tuntutan orang tua sejak dalam gendongan ibunya atau orang yang lebih besarkakak. Hubungan anak jalanan dengan keluarganya kurang dekat. Bagi anak jalanan, orang tua bukanlah orang terdekat buat mereka. Orang yang terdekat bagi mereka adalah teman di jalanan. Pada sebagian anak jalanan perempuan yang telah berusia sepuluh tahun ke atas dan secara kebetulan memiliki wajah dan tubuh yang bagus memiliki teman lelaki yang sangat intim. Berdasarkan kondisi psiko-sosial keluarga anak jalanan maka alasan seorang anak menjadi anak jalanan dapat digolongkan menjadi tiga tipe. Tipe pertama, alasan seorang anak turun ke jalan karena faktor ekonomi atau mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tipe kedua, alasan seorang anak turun ke jalan karena kurang kasih sayang keluarga atau disharmoni keluarga. Tipe ketiga, alasan seorang anak turun ke jalan karena iseng atau hanya sekedar menambah uang saku. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan memiliki karakteristik sosial seperti warna kulit yang kusam, penampilan yang tidak rapih serta kotor, jumlah anak jalanan lebih banyak laki-laki pada usia 16 sampai 18 tahun dan pada perempuan pada usia 13 sampai 15 tahun, berada ditempat-tempat keramaian dan banyak makanan, sangat rentan mengalami tindak kekerasan dari lingkungan bekerja, berasal dari keluarga yang kurang mampu dengan pendidikan kepala keluarga hanya sampai SD, memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarga, orang tua bukan merupakan orang terdekat bagi anak jalanan, dan penyebab terjadinya anak jalanan dapat dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan faktor ekonomi, keluarga, dan iseng.

2.3.3 Karakteristik Ekonomi Anak Jalanan

Karakteristik ekonomi anak jalanan dapat dilihat dari lokasi bekerja, aktivitas yang dilakukan, kondisi ekonomi keluarga, dan modal untuk melakukan pekerjaan. Menurut hasil penelitian Sutinah 2001, bagi anak jalanan perempuan yang sudah tidak memiliki orang tua atau ibu menjadikan jalanan sebagai tempat untuk mencari uang agar dapat bertahan hidup dan hanya sebagian anak jalanan perempuan mencari uang untuk kekayaan, foya-foya, dan dianggap sebagai pekerjaan Handoyo dkk, 2004. Lokasi bekerja anak jalanan biasanya berada di pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalanan atau jalan raya terutama daerah lampu merah traffic light, di kendaraan umum, dan tempat pembuangan sampah. Aktivitas yang mereka lakukan biasanya hanya membutuhkan sedikit keterampilan dan tidak membutuhkan banyak tenaga seperti, menyemir sepatu, mengasong, menjual koran atau majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut, menjadi penghubung atau penjual jasa, bersih-bersih makam, pekerja seks, pencari kerang di pantai, dan ojek payung Depsos, 2006 dan Sutinah, 2001. Biasanya modal untuk melakukan pekerjaannya menggunakan modal sendiri, berkelompok, berasal dari majikanpatron atau pun dari bantuanstimulan Depsos, 2006. Modal untuk melakukan pekerjaan sebagai anak jalanan dapat diartikan sebagai alat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan. Alat yang digunakan oleh anak jalanan tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Penjelasan lebih lanjut mengenai alat yang digunakan dalam bekerja akan dibahas pada bab perilaku kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi anak jalanan bekerja biasanya berada di daerah terminal, stasiun kereta api, lampu merah serta tempat keramaian lainnya, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah yang memiliki tingkat keterampilan yang rendah serta tidak membutuhkan banyak tenaga, dan alat yang digunakan disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.

2.3.4 Perilaku Kerja Pada Anak Jalanan

Hasil penelitian psikososial 4 mengenai anak jalan menerangkan mengenai faktor-faktor yang berperan terhadap perkembangan pola perilaku anak jalanan yaitu: 1. Kehadiran keluarga. Bagi anak jalnan yang lepas hubungan dengan keluarganya, cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial. 4 Anonim. http:psikososial.com . Perilaku Sosial Anak Jalanan. Diakses rabu, 9 April 2008. 2. Struktur keluarga. Bagi anak jalanan yang berasal dari keluarga besar, cenderung kurang dapat perhatian dari orang tua dan cenderung lebih rentan terlibat gangguan tingkah laku. 3. Lamanya terlibat dalam kehidupan jalanan. Semakin lama dan semakin banyak waktunya menggeluti dunia jalanan, semakin akrab dengan nilai-nilai kultur jalananbudaya jalanan seperti, nilai moralitas yang longgar, nilai perjuangan untuk bertahan hidup, penuh kekerasan, penonjolan kekuatan, ketiadaan figur orangtua, peranan kelompok sebaya yang besar. 4. Faktor pendidikan. Bagi anak jalanan yang masih bersekolah, tampak lebih mampu mempertahankan nilai-nilai yang serasi dengan konformitas sosial masyarakat umum. 5. Lingkungan tempat tinggal. Anak jalanan “murni”, cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan perilaku dan mental emosional, antara lain: kecenderungan berperilaku agresif-impulsif, gangguan tingkah laku, seks bebas, penyalahgunaan zat dan berkembangnya berbagai perilaku antisosial. Pola perilaku yang ada pada anak jalanan salah satunya ialah perilaku kerja. Perilaku kerja yang dilakukan oleh anak jalanan dapat terlihat dari waktu memulai pekerjaan, lama bekerja, pekerjaan yang dilakukan, tempat bekerja, dan alat yang digunakan untuk bekerja. Waktu memulai pekerjaan di jalanan dipengaruhi oleh status pendidikan, usia, jenis pekerjaan, dan jenis kelamin anak jalanan. Menurut hasil penelitian Karnaji 2001, anak jalanan perempuan yang masih sekolah melakukan kegiatan setelah pulang sekolah diantara pukul 10.00-14.00 WIB bagi mereka yang bersekolah siang hari, dan pukul 14.00-18.00 WIB bagi mereka yang bersekolah pagi hari. Kecuali pada hari Minggulibur mereka memulai kegiatannya sejak pagi hari 07.00 WIB – sore. Lain halnya dengan anak jalanan perempuan yang tidak bersekolah, mereka bekerja setiap hari dari pukul 07.00 – 22.00 WIB. Biasanya mereka yang bekerja pada sore hari mengakhiri aktivitasnya pada pukul 23.00-24.00 WIB. Jadi, rata-rata anak jalanan bekerja selama 5-12 jam per hari. Hasil penelitian Handoyo dkk 2004 menemukan hal yang berbeda mengenai pola kerja anak jalananan. Pola kerja yang terbentuk pada anak jalanan berbeda-beda tergantung pada usia mereka mulai turun ke jalan. Pada kelompok anak jalanan yang mulai turun ke jalan pada umur 3 sampai 10 tahun, biasanya berada di perempatan- perempatan jalan dan mereka bergerak pada saat traffic light berwarna merah. Mereka mulai beraktivitas sore hari sekitar jam 16.00 WIB sampai malam hari jam 21.00 WIB. Sedangkan pada kelompok anak jalanan perempuan yang turun ke jalan pada usia remaja di atas 10 tahun, mereka turun ke jalan karena mengikuti ajakan teman- temannya. Intensitas mereka berada di jalanan lebih tinggi, hampir setiap saat, dari pagi sampai sore dan malam hari. Daerah yang dirambah pun tidak terbatas perempatan jalan saja melainkan juga pasar dan pusat-pusat keramaian seperti simpang lima dan pasar Johar Semarang. Hasil penelitian Tauran 2000 menyatakan bahwa anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang, memiliki waktu bekerja yang lebih teratur dan menyelesaikan pekerjaanya ketika barang dagangan mereka habis. Sedangkan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen tidak memiliki keteraturan waktu bekerja. Mereka memulai dan mengakhiri pekerjaannya tergantung pada keinginannya sendiri. Walaupun pekerjaan yang mereka lakukan berbeda, namun terdapat kesamaan yaitu mereka dapat bekerja sekaligus bermain dalam aktivitasnya. Pemilihan lokasi kerja pada anak jalanan terkait dengan strategi bertahan hidup anak jalananan. Hasil penelitian Suhartini 2008 menyatakan bahwa anak jalanan yang memiliki startegi bertahan hidup kompleks memiliki lokasi kerja di angkot, bus dalam maupun antar kota, dan rute lokasi kerja tidak sama setiap hari. Sedangkan anak jalanan yang memiliki strategi bertahan hidup sedang memiliki lokasi kerja di angkot, bus dalam kota, dan lokasi kerja sama setiap hari. Terakhir, anak jalanan yang memiliki startegi bertahan hidup sederhana memiliki lokasi kerja di angkot dan rute lokasi kerja sama setiap hari. Kemudian untuk jenis pekerjaan yang dilakukan, anak jalanan yang memiliki strategi bertahan hidup kompleks dan sedang memiliki jenis pekerjaan ganda, sedangkan bagi anak jalanan yang memiliki strategi bertahan hidup sederhana tidak memiliki pekerjaan ganda. Selanjutnya untuk tipe kelompok kerja tidak ada perbedaan diantara perbedaan tipe strategi bertahan hidup. Alat yang digunakan oleh anak jalanan dalam bekerja tergantung pada jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Bagi mereka yang bekerja sebagai pengamen biasanya menggunakan salah satu alat bantu seperti gitar kecil, kecrekan, dan gendang. Bagi mereka yang bekerja sebagi tukang semir biasanya menggunakan sikat sepatu, semir sepatu, dan kain untuk menggosok sepatu. Bagi mereka yang bekerja sebagai pemulung biasanya menggunakan karung untuk membawa benda pulungannya. Bagi mereka yang bekerja sebagai pembersih makam biasanya menggunakan alat bantu seperti sapu, arit, dan cangkul. Bagi mereka yang bekerja sebagai ojek payung biasanya menggunakan alat bantu payung. Dan bagi mereka yang bekerja membersihkan kendaraan bisanya menggunakan kemoceng. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang masih bersekolah memulai aktivitasnya setelah pulang sekolah yaitu pada pukul 10.00-14.00 WIB, sedangkan anak jalanan yang tidak bersekolah akan memulai aktifitasnya sejak pukul 07.00 WIB, rata-rata anak jalanan bekerja 5-12 jam per hari, pekerjaan yang dilakukan hanya memerlukan sedikit keterampilan dan tenaga, megenai tempat bekerja biasanya berada di terminal bus, stasiun kereta api, ataupun di tempat-tempat keramaian lainnya, dan alat yang digunakan untuk bekerja disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.

2.4 Kerangka Pemikiran