Tidak hanya itu, Js meyakini bahwa bekerja di jalanan berbahaya diantaranya mudah terjadi kecelakaan seperti terserempet atau bahkan tertabrak mobil. Selain itu,
bekerja di jalanan tidak baik untuk kesehatan, jika terlalu lama terkena sinar matahari bisa menyebabkan pusing dan jika terlalu lama bernyanyi dengan suara keras bisa
menyebabkan suara habis atau ’serak’. Js meyakini juga bahwa dengan bekerja di jalanan ia dapat membantu keadaan ekonomi keluarga, hal ini dapat dilihat dari
rutinitas Js yang selalu mengirimkan uang tiap bulan kepada ibunya untuk membantu menambah penghasilan keluarga. Menurut pengakuan Js bekerja di jalanan tidak baik
untuk masa depan karena hidup di jalanan keras dan penuh penderitaan. Jika Js terkena razia ia biasanya diberi peringatan agar tidak bekerja di jalanan lagi, dan tidak
jarang dipukul karena saat di razia Js sedang mabuk. Berdasarkan hal tersebut sebagaimana disebutkan diatas Js tidak akan selamanya kerja di jalanan, ia ingin
mencari pekerjaan lain dengan penghasilan yang lebih baik. Terkait dengan aktivitas anak seusianya, menurut Js aktifitas yang dilakukan
anak seusia Js adalah sekolah. Js juga memiliki opini bahwa bekerja di jalanan tidak menyenangkan. Sementara itu, mengenai peraturan tentang larangan bekerja di
jalanan Js menyatakan tidak setuju. Hal tersebut dilakukan karena jika tidak mengamen ia tidak akan mendapatkan uang. Seperti penuturan Js di bawah ini.
”Saya ga setuju kak dengan larangan bekerja di jalanan, karena bisa ga dapet uang. Kalo mau di larang seharusenya ada kebijakan
lainnya, gimana caranya kita bisa dapet uang dan ga di larang...”
8.2 Studi Kasus: Anak Jalanan Tipe II Kerja Di Jalanan Untuk Menambah Teman
Yn 16 tahun adalah anak laki-laki yang menjadi anak jalanan karena orangtuanya terlalu sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk dirinya
berbagi suka cita. Hal ini membuat Yn lebih memilih untuk tinggal bersama dengan kakaknya di sebuah kontrakan. Kakak Yn berusia 25 tahun dan sudah bekerja di salah
satu supermarket di Bogor. Ketika hari libur, kakaknya juga ikut mengamen bersama Yn di TB. Menurut pengakuan Yn, kondisi ini merupakan wujud perhatian kakaknya
terhadapnya. Selain itu, jika bekerja bersama kakaknya tidak ada orang yang berani mengganggu.
Yn bekerja sebagai pengamen di Bus dan ikut mengawal hingga terminal UKI. Adapun syaratnya adalah ia harus membantu ’kenek’ untuk mencarikan
penumpang. Setelah itu, barulah ia boleh ikut mengawal Bus ke UKI Jakarta. Kondisi ini terungkap seperi penuturan Yn dibawah ini.
”Pertama kali kita dateng kak, kita kudu daftar dulu buat antri giliran ngamen. Selain itu, jika kita udah dapet giliran bus, kita kudu
bantuin kenek untuk cari penumpang. Nah kalo udah penuh baru deh tuh kita bolah ngawal bus ampe terminal di Jakarta. Biasanya, tiap
harinya kita kudu bayar uang kas sebesar Rp2.000,00. Selain itu, ada juga peraturan, kita ga boleh mabok atau minum di daerah TB
kalo mau diizinin ngawal bus, ga boleh songong atau tengil kudu permisi-permisi dulu ama yang udah duluan di sini. Kecuali yang
kecil-kecil, biasanya ga terikat dengan peraturan ini. Lagian mereka juga ga ngawal bus...”
Yn memperoleh penghasilan dalam sehari sekitar Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00. Dalam bekerja Yn memiliki tipe kelompok kerja selalu berdua
bersama teman sesama pengamen, walaupun kadang-kadang bersama abangnya. Yn mendaftar untuk mengamen sejak pukul delapan pagi, dan jika sedang sepi dia bisa
bisa mengawal bis sampai 2 rit atau 2 kali Bogor – UKI. Saat bekerja bisanya lebih banyak nongkrong, ngobrol dan merokok. Hal ini terkait dengan representasi sosial
tentang kerja yang dimiliki. Bagi Yn bekerja dapat menambah pergaulanmemperbanyak teman untuk di
ajak ’ngobrol’, walaupun di sekolah banyak teman tetapi lebih menyenangkan berada di jalanan. Kerja di jalanan dapat memperoleh banyak pengalaman, misalnya
pengalaman hidup, cara bersosialisasi dengan lingkungan, dan pengalaman cari uang. Jika di rumah tidak ada yang memperhatikan, cuma ada pembantu. Seperti yang
dnyatakan oleh Yn.
”Kerja di jalanan kita bisa belajar pengalaman hidup. Dimana kita harus tahu diri dan bisa bawa diri. Bisa bertukar pengalaman dengan
pengamen lainnya, gimana caranya masuk ke wilayah orang, gimana cara bersikap di bus, pokoknya jangan sombong dan belagu deh di
jalanan, kalo mau di terima di jalanan. Soalnya, tiap wilayah anak jalanan pasti ada aja aturan mainnya kak...”
Yn memiliki pendidikan terakhir sampai SLTP. Ia tidak melanjutkan sekolahnya karena lebih memilih untuk mengamen di jalanan. Yn memiliki cita-cita
ingin menjadi musisi. Walaupun berangkat dari jalanan, tapi ia yakin bahwa impiannya akan terwujud. Memiliki orangtua yang lengkap tidak menjadikan Yn
betah tinggal di rumah. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtu membuat Yn keluar dari rumah dan mencari hiburan di jalanan. Kedua orangtua Yn merupakan
pegawai swasta di Jakarta dengan pendidikan terakhir bapak SLTA dan ibu Perguruan Tinggi.
Menurut pengakuan Yn, orangtua sebenarya tidak setuju dengan keputusannya untuk bekerja menjadi pengamen di jalanan, tapi karena Yn tidak bisa
dilarang, jadi orangtua tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi kerja yang dirasakan oleh Yn positf, menurutnya bekerja di jalanan adalah hal yang menyenangkan, merupakan
kemauan sendiri, aman, ringan, dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, dan menurutnya menjadi pengamne bukanlah pekerjaan yang hina.
”Bekerja apa aja, sama saja. Yang penting halal. Ga ada pekerjaan yang hina, kecuali melakukan tindakan kriminal. Saya ga mali tuh ka,
sapa tahu dari sini saya bisa jadi musisi terkenal”.
Mengenai informasi tentang bekerja, Yn mengetahui bahwa usia kerja adalah diatas 17 tahun, dan bahwasanya bekerja di jalanan itu melanggar peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah, terutama pemerintah Kota Bogor. Untuk penegasan peraturan tersebut telah dilakukan razia setiap bulannya, tapi razia tersebut tidak
dilaksanakan di dalam TB. Hal ini karena komunitas anak jalanan di TB di bawah tanggung jawab Brimop. Dari sisni terlihat bahwa pelaksanaan undang-undang oleh
aparat pemerintah kurang tegas, disatu sisi melarang dan disisi lain ada yang melindungi. Mengenai sanksi yang diberikan pada saat terjaring razia hanya berupa
peringatan agar tidak bekerja di jalanan lagi. Apabila kedapatan memegang gitar atau alat musik lainnya, maka alat musik tersebut akan di sita dan harus ditebus dengan
sejumlah uang jika ingin dikembalikan. Selain itu, Yn memiliki keyakinan bahwa kerja di jalanan memang berbahaya
jika tidak bisa menjaga diri. Seperti pembagian wilayah kerja anak jalanan, jika seorang anak jalanan memasuki wilayah kerja anak jalanan lainnya, maka akan
ditanyakan identitas anak jalanan yang melakukan pelanggaran dan diberi peringatan tidak boleh ke daerah tersebut lagi. Menurut Yn, kerja di jalanan tidak baik untuk
kesehatan, karena banyak debu dan polusi sehingga menyebabkan munculnya jerawat di muka. Menurut Yn bekerja di jalanan sama sekali tidak membantu keadaan
ekonomi keluarga, karena kedua orangtuanya sudah hidup berkecukupan. Bekerja di jalanan adalah jalan agar cita-citanya menjadi musisi terwujud. Pada akhirnya Yn
mengatakan bahwa sesungguhnya Yn tidak akan selamanya kerja di jalanan, ia ingin bekerja di pabrik ketika usianya telah mencapai 18 tahun.
8.3 Studi Kasus: Anak Jalanan Tipe III Kerja Di Jalanan Untuk Mencari Pengalaman