2.2 Serbuk Kayu Sengon
Nama ilmiah sengon adalah Paraserianthes falcataria L Nielsen yang termasuk ke dalam famili Memosaceae. Nama lokalnya albizia, bae, salawaku
merah yang tersebar di pulau Jawa, Maluku, dan Irian. Sengon merupakan salah satu pohon dengan pertumbuhan yang cepat di dunia, selain itu sengon juga
mudah dalam pengelolaannya. Kayu sengon bertekstur agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau terpadu Aris A, 2013.
Kayu sengon merupakan tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Pohon sengon banyak ditanam di Pulau Jawa,yaitu sebanyak 50
juta batang dan di luar Pulau Jawa jumlahnya sekitar 9.8 juta batang. Pohon sengon banyak terkonsentrasi di daerah Jawa Tengah. Jumlah pohon sengon yang
ditanam di hutan rakyat adalah sebesar 59.8 juta batang dan dari jumlah tersebut pohon sengon yang siap ditebang sebanyak 24.6 juta batang Sukadaryati, 2006.
Jumlah luas hutan rakyat di Bogor dengan tanaman belum ditebang adalah 10347.27 ha dengan perkiraan potensi kayunya sebesar 1034763.18 m
3
. Tanaman sengon diperkirakan berpotensi menghasilkan produksi kayu sebesar 450630.60
m
3
Supriadi, 2006. Kayu sengon cukup bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk peti kemas, bahan pembuat triplek, konstruksi ringan di
bawah atap serta memenuhi syarat untuk bahan-bahan pulp serta kertas Aris A, 2013. Seiring dengan meningkatnya permintaan penggunaan kayu sengon,
menyebabkan limbah serbuk kayu hasil penggergajian tersebut juga mengalami peningkatan. Umumnya limbah yang berupa serbuk gergajian tersebut hanya
digunakan untuk pembakaran biasa atau bahkan tidak dipakai sama sekali, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Proses pembriketan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah serbuk kayu sengon. Keuntungan pembriketan antara lain mampu meningkatkan
nilai kalor per unit volume, mempunyai kualitas dan ukuran yang seragam serta mudah disimpan. Kayu sengon memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yaitu
4250.63 kalg, sehingga kayu sengon berpotensi digunakan sebagai bahan bakar Ervando M, 2013. Diharapkan dengan adanya biobriket dari limbah sisa
penggergajian kayu sengon maka dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif serta dapat mengurangi timbunan sampah akibat sisa hasil penggergajian dan
mengurangi pencemaran lingkungan.
2.3 Limbah Organik Perkotaan
Abdullah 2002 menyatakan bahwa limbah organik perkotaan merupakan sumber energi biomassa yang sangat potensial. Limbah pada dasarnya berarti
suatu bahan yang terbuang atau sengaja dibuang dari suatu sumber aktifitas manusia maupun proses-proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomi.
Permasalahan sampahlimbah pada beberapa tahun terakhir ini semakin kompleks seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri.Limbah
perkotaan menjadi suatu persoalan yang rumit yang dihadapi oleh pemerintah.
Dinas Kebersihan 2011 menyatakan jumlah produksi sampah kota Jakarta sebanyak 5597.87 ton per hari dan hanya terangkut sebanyak 4986.31 ton per hari.
Sarana dan prasarana yang ada saat ini terbatas dan tidak mampu untuk menanggulangi jumlah limbah yang sangat banyak tersebut. Hal tersebut sangat
mengkhawatirkan jika dibiarkan karena dapat menyebabkan permasalahan lingkungan seperti pencemaran udara, air, dan tanah.
Komposisi limbah di kota Jakarta cukup beragam yaitu organik, anorganik, kayu, kaca, dan lainnya. Komposisi limbah yang dihasilkan di Jakarta disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi limbah di DKI Jakarta tahun 2010 Jenis karakteristik limbah
Persentase Organik
55.37 Anorganik
44.63 Kertas
20.57 Plastik
13.25 Kayu
0.07 Kain tekstil
0.61 Karetkulit tiruan
0.19 Logammetal
1.06 Kacagelas
1.91 Sampah bongkahan
0.81 Sampah B3
1.52 Lain-lain
4.65 Sumber : Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2010
Komposisi limbah yang paling banyak di kota Jakarta seperti tersaji pada Tabel 1 yaitu limbah organik sebesar 55.37. Secara umum, pemerintah sudah
melakukan pengelolaan
limbah dengan
teknologi recycle,
teknologi pengomposan, dan teknologi reuse. Namun kenyataanya cara tersebut tidak cukup
untuk mengurangi tingkat pertumbuhan limbah. Maka, pada penelitian kali ini digunakan limbah padat organik sebagai bahan baku pembuatan biobriket karena
potensinya yang besar. Selain itu, dengan pembuatan biobriket maka dapat membantu mengatasi masalah pengelolaan limbah perkotaan khususnya limbah
organik.
2.4 Biobriket
Biobriket adalah bahan bakar padat dari biomassa yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Bahan baku
yang biasa dijadikan biobriket adalah ranting, daun-daunan, serbuk gergaji, ataupun limbah lainnya seperti limbah pertanian. Biobriket di Indonesia sudah
banyak dikembangkan seperti contohnya biobriket dari campuran sampah organik dengan bungkil jarak pada penelitian Kurniawan E dan Sediawan W 2012,
biobriket dari campuran kayu, bambu, sabut kelapa dan tempurung kelapa pada penelitian Hendra 2007, biobriket ampas sagu pada penelitian Denitasari NA
2011 dan biobriket dari sekam padi pada penelitian Kurniawan R 2007. Biobriket dibedakan menjadi dua dalam proses pembuatannya yaitu biobriket non
karbonisasi dan biobriket karbonisasi. Kelebihan dan kekurangan dari biobriket non karbonisasi dengan biobriket karbonisasi dapat dilihat pada Tabel 2.